Naruto milik Masashi Kishimoto
Story by me
Warning : Typo, OOC, bahasa tidak dimengerti, dan lain-lain
Mimpikah ini? atau benar-benar sebuah Kenyataan?
Dream or Reality
Di pagi hari kau membangunkanku dari tidurku, menyadarkanu dari mimpi indahku. Mungkin kau tak tahu betapa kesalnya aku karena hal itu, tapi bersamamu, aku mengerti, pada akhirnya kenyataan lebih baik dari pada mimpi.
Bagiku, kau adalah pelindungku, kenyataan terindahku, alasanku hidup, dan sandaranku. Mungkin kau tak menyadarinya, tapi tanpamu, aku sudah lama mati, tanpamu aku sudah lama menyerah dalam kehidupan ini, tanpamu, kurasa aku tak akan pernah bisa menikmati mimpi dalam tidurku.
Ucapan terima kasih tak akan cukup untuk membayarnya, namun aku akan tetap mengucapkannya.
"Terima kasih karena ada dalam hidupku"
Happy Birthday, aku selalu berdoa untuk kesehatan dan kebahagiaanmu.
Hyuuga Hinata
Gaara tersenyum ketika membaca surat yang diterimanya. Memang surat seperti ini selalu didapatnya setiap tahun-tepat dihari ulang tahunnya- namun tetap saja, surat-surat dari gadis yang sudah dikenalnya sejak kecil itu, selalu membuat hatinya terasa hangat.
Dream or Reality
"Tulisanmu semakin baik"puji Gaara ketika ia bertemu Hinata di Perpustakaan. Sambil memperhatikan Hinata membereskan buku-buku yang dipinjamnya, Gaara duduk disalah satu bangku.
"Kau suka?" tanya Hinata tanpa mengalihkan pandangannya dari rak-rak buku yang tingginya lebih dari dua meter itu.
"Tidak terlalu…" jawab Gaara menggantung, membuat Hinata-sang penulis- harus melupakan buku-buku yang seharusnya ia susun.
"Ada kata-kata yang tak kau suka?" tanya Hinata penasaran.
Gaara mengangguk. "Mungkin kau tak menyadarinya, tapi tanpamu, aku sudah lama mati, tanpamu aku sudah lama menyerah dalam kehidupan ini.." Gaara membacakan bagian yang ia tak suka pelan, namun cukup untuk didengar oleh Hinata. "Apa maksudnya itu? kau tidak berniat melakukan hal-hal aneh saat aku tak ada kan?" tanya Gaara curiga.
"Kau ini!" desis Hinata kesal, nyaris saja buku setebal kamus yang dipegang Hinata melayang kewajah tampan Gaara, kalau saja Gaara tak cepat menghindar. "Kata-kata itu maksudnya 'Kau sangat berharga bagiku' bukannya 'Aku akan melakukan hal-hal aneh jika kau tak ada!'" Hinata menaikkan nadanya satu oktaf. Untung saja di Perpustakaan hanya ada mereka berdua, jika tidak, bisa dipastikan pengurus Perpustakaan akan mengusir Hinata sekarang juga.
"Aku kan hanya memastikan" jawab Gaara santai seolah ia tak mendengar nada kesal Hinata barusan. "Ahh..sebenarnya ada berapa banyak buku yang sudah kau pinjam? Tanya Gaara mengalihkan pembicaraan.
"Eumm.. mungkin sekitar lima belas buku dan karena hari ini hari terakhir kita disekolah, aku jadi harus mengembalikan semuanya" jawab Hinata.
"Lalu.. kau membawa buku-buku itu sendirian?" tanya Gaara lagi. Kali ini Hinata hanya mengangguk sebagai jawaban. "Kenapa kau tidak minta bantuanku? bagaimana jika kau kelelahan? Kelas kita dan Perpustakaan sangat jauh" omel Gaara.
Hinata menghela nafas. "Kenapa aku tidak minta bantuanmu? Alasannya karena tadi kau sedang bermain basket dengann Kiba dan Lee. Bagaimana jika aku kelelahan? Kau tenang saja, aku tahu keadaan tubuhku sendiri. Dan kalau soal kelas kita sangat jauh dengan Perpustakaan.." Hinata diam sebentar untuk menarik nafas. "...mungkin karena kau hampir tak pernah datang kesini makanya kau bilang begitu. Menurutku, Perpustakaan tak sejauh yang kau bayangkan" lanjut Hinata.
Gaara hanya bisa mengangguk ketika mendengarnya, bukan karena ia setuju dengan semua jawaban Hinata, hanya saja, jika ini diperdebatkan pun tak akan ada yang berubah. Hinata tetap akan mengerjakan semuanya sendiri.
"Oh iya.." ucap Hinata tiba-tiba membuat Gaara sedikit terkejut. "Karena aku tahu keadaan tubuhku sendiri, aku jadi tahu saat ini aku sudah lelah.." Hinata sengaja menggantungkan ucapannya untuk melihat reaksi Gaara yang sudah bisa ditebaknya, ekspresi kesal dilanjutkan dengan bergumam tak jelas. "Jadi pulangnya gendong aku yaa" pinta Hinata dengan wajah memelas yang dibuat-buat.
"Sudah kuduga, ujung-ujungnya kau pasti meminta itu" balas Gaara. Hinata hanya tersenyum sambil melingkari tangannya dileher Gaara-gerakan yang selalu dilakukan Hinata jika ia ingin digendong- Gaara yang tahu dirinya tak bisa menolak, langsung jongkok dan membiarkan Hinata naik kepunggungnya.
"Ah iya Gaara, Kita akan melanjutkan sekolah kemana?" tanya Hinata sambil menyandarkan kepalanya di bahu Gaara.
"Kiba dan Lee akan ke KHS, bagaimana menurutmu?" tawar Gaara.
"Aku suka.. Konoha High School. Katanya, murid disana banyak yang tampan dan cantik" komentar Hinata asal. Gaara tersenyum, meskipun tak bisa melihat wajah Hinata tapi Gaara yakin sekarang Hinata sudah memejamkan matanya. "Gaara.." panggil Hinata nyaris seperti berbisik.
"Ya.."
"Hari ini Neji-nii pulang, ayo kita rayakan hari ulang tahunmu" ajak Hinata dengan suara yang amat lirih sepertinya ia benar-benar bicara sambil tidur.
"Hmm"
Dream or Reality
Sebulan kemudian….
"Hinata, bangunlah" panggil Gaara sambil menggoyangkan bahu Hinata pelan. "Ayo sekolah" kali ini Gaara menarik tubuh Hinata hingga gadis itu terduduk.
"Lima menit lagi" erang Hinata sambil berusaha menjatuhkan dirinya lagi kekasur.
"Ini sudah jam enam lewat, kita bisa terlambat, sebentar lagi Kiba dan Lee akan sampai" Gaara memberikan informasi yang menurutnya bisa membuat Hinata segera sadar.
"Uhh menyebalkan.. aku tidak mau sekolah lagi" ucap Hinata sambil berdiri dan beranjak menuju kamar mandi.
Gaara yang mendengar itu hanya bisa menggelengkan kepala,entah kenapa setiap bangun pagi Hinata selalu mengatakan hal yang sama.
Setelah setengah jam berlalu, Hinata baru keluar dari kamarnya dengan menggunakan seragam sekolah dan membawa tas ransel ungu kesukaannya. Ia berjalan menuju meja makan dengan santai, membuat Kiba dan Lee yang sudah duduk disana lebih dari lima bela menit yang lalu memandangnya kesal.
"Kenapa kau lama sekali?" tanya Lee kesal.
"Lihat ini! lima belas menit lagi kita masuk, kalau kita telat di hari pertama sekolah berarti itu salahmu" omel Kiba. Sedangkan orang yang mendapat omelan hanya bisa tersenyum polos.
"Bukankah kita berempat sudah biasa telat?" tanya Hinata santai.
"Iya! dan itu semua karena dirimu"
Hinata hanya bisa meringis ketika mendengar jawaban Kiba. "Gaara mana?" tanya Hinata sambil melihat kesekeliling ruang makan.
"Gaara sedang mengambil sepatumu, kau makan saja dulu" jawab Lee.
"Kalau Neji-nii?" tanya Hinata sambil mengoles roti dengan selai strawberry.
"Dia sudah pergi ke kantornya"
Hinata mengangguk sambil mengunyah rotinya.
Tak lama, Gaara datang dengan membawa sepatu dan sebotol obat.
Melihat Gaara memegang obatnya, Hinata langsung mengeluarkan senyum tanpa dosanya.
"Kau melupakan obatmu lagi?" tanya Gaara dengan nada kesalnya.
"Maaf, aku lupa" jawab Hinata santai seolah itu sudah biasa terjadi.
Gaara hanya bisa menghela nafasnya, ia sudah tak tahu lagi apa yang harus dilakukan dengan sifat ceroboh Hinata. Beda dengan Gaara, Kiba dan Lee hanya bisa menggelengkan kepala melihat kebiasaan-kebiasaan buruk Hinata yang hanya terlihat ketika sudah dekat dengan gadis itu.
Kiba dan Lee mengenal Hinata sejak kelas satu SMP. Saat itu Kiba, Lee, Gaara dan Hinata sekelas, tapi meskipun sekelas, bisa dekat dengan Hinata dan Gaara adalah sebuah keajaiban. Gaara adalah siswa tertampan disekolah sedangkan Hinata adalah siswi tercantik, mereka berdua selalu bersama kemanapun, karena itu, Gaara dan Hinata jadi sangat popular bahkan dihari pertama masuk sekolah. Selain tampan dan cantik, mereka berdua juga tergolong orang-orang yang mudah bergaul, sehingga siapapun bisa jadi teman mereka, namun hanya sekedar teman untuk saling menyapa saja, tak lebih. Tak ada satupun orang yang benar-benar dekat dengan mereka berdua, termasuk Kiba dan Lee. Hingga suatu hari..
Tiga tahun lalu…
"Dasar jalang!"
Bentak seseorang dari ruang musik, Kiba dan Lee yang kebetulan sedang lewat langsung menghentikan langkah mereka ketika mendengar bentakan itu.
"Suara apa itu?" tanya Lee penasaran. Kiba hanya mengendikkan bahunya.
"Kau sengaja merayu pacarku kan?!"
Suara itu terdengar lagi. Merasa suaranya berasal dari ruang musik, Kiba dan Lee pun akhirnya mendekati ruangan itu. Mereka berdua mengintip dari jendela, seperti dugaan mereka, ada seseorang yang sedang ditindas oleh siswi-siswi senior dan orang itu adalah..Hinata.
"Bukankah itu Hyuuga Hinata?" tanya Lee pelan.
"Benar, dimana pacarnya? bukankah mereka selalu bersama? Kenapa dia bisa disini sedirian?" tanya Kiba penasaran.
Lee menggelengkan kepala pertanda ia tak tahu semua jawaban yang ditanyakan Kiba. "Apa sebaiknya kita membantu?" tanya Lee lagi.
"Biarpun perempuan, mereka tetaplah senior. Kita lihat saja dulu, kalau sudah keterlaluan baru kita bantu" jawab Kiba yang disahut dengan anggukan oleh Lee.
"Begini saja, bagaimana kalau kita tukar,kau ambil saja pacarku dan biarkan Gaara menggantikannya" ucap salah satu dari senior itu yang sepertinya dalang dari penindasan ini.
"Kau tak menjawab!" bentak yang lainnya.
".."
"Jadi kau tidak mau! Hah!" kali ini senior itu mendorong Hinata hingga Hinata membentur tembok.
Tiba-tiba Hinata meringis kesakitan. Ia terus memegang kepalanya, dan bahkan wajah Hinata sudah mulai memerah. Melihat Hinata seperti itu, senior-senior yang tadi menindasnya mulai ketakutan.
"Heh, kau kenapa?" tanya salah satu dari mereka takut.
Hinata tak menjawab, ia terus meringis, bahkan sekarang nafasnya sudah mulai tersengal-sengal. Perlahan Hinata jatuh terduduk.
"Ki-kita pe-pergi saja" ucap senior itu lagi sambil menarik temannya dan pergi keluar dari ruang musik dengan berlari. Melihat itu, Kiba dan Lee langsung masuk dan melihat keadaan Hinata.
"Hei, kau tak apa?" tanya Lee khawatir sekaligus bingung.
Hinata masih tak merespon, ia terus memegang kepalanya sekuat tenaga bahkan nyaris menjambak rambutnya sendiri. Keringat sudah membasahi wajah Hinata yang memerah.
"A-apa kepalamu sakit?" tanya Kiba. "Ki-kita ba-bawa ke UKS" ajak Kiba. Lee mengangguk setuju.
Akhirnya Kiba menggendong Hinata dipunggungnya, sedangkan Lee menjaga di belakang takut-takut Hinata terjatuh. Untung saja di koridor menuju UKS sepi, selain karena jaraknya yang jauh dari kantin, ruang UKS juga letaknya sangat jauh dari gedung yang berisi kelas-kelas, sehingga hampir mustahil jika kita melihat ada orang yang melewati gedung ini ketika jam istirahat, jika tidak, Kiba yakin kejadian ini pasti akan menggemparkan satu sekolah.
"Gaara..Gaara.." panggil Hinata lirih.
"Lee, cari Gaara" pinta Kiba saat mendengar Hinata terus memanggil nama Gaara.
"Baiklah" Jawab Lee panik. Baru saja Lee hendak melangkah, tiba-tiba Gaara keluar dari ruang basket yang letaknya tepat didepan UKS.
"Hinata?" Gaara membelalak ketika melihat Hinata dipunggung Kiba."Apa yang terjadi?" tanya Gaara sambil mendekati Hinata.
"Ta-tadi ada senior yang menindasnya lalu tiba-tiba dia seperti ini" jawab Lee sambil melihat gerak-gerik Gaara yang sedang memeriksa keadaan Hinata.
"Sini biar aku Saja" ucap Gaara. Ia mengambil alih Hinata dari Kiba kemudian membawanya ke UKS.
Kiba dan Lee yang panik hanya mengikuti Gaara dari belakang, meskipun Hinata sudah diserahkan kepada satu-satunya orang yang dekat dengannya, tetap saja mereka berdua harus memastikan keadaan Hinata, bagaimanapun juga mereka melihat kejadian tadi dan tak segera menolong.
Gaara mendudukkan Hinata di kasur UKS, kemudian ia memeluk Hinata. "Hinata tenanglah…" ucap Gaara ketika mendengar nafas Hinata yang masing tersengal-sengal."Dengarkan aku!" ucap Gaara tegas. Hinata hanya mengangguk untuk memberi tanda pada Gaara bahwa ia masih bisa mendengar ucapan Gaara. "Sekarang tutup matamu.." pinta Gaara. Hinata mengikuti intruksi Gaara tanpa protes. "Tarik nafasmu… hembuskan…." Gaara terus mengulang-ngulang perkataannya hingga nafas Hinata mulai teratur kembali. "Apa kepalamu masih sakit?" tanya Gaara.
Hinata mengangguk. "Hiks.. sakit sekali.. benar-benar sakit"
"Tahanlah sebentar..Dimana kau meletakkan obatmu?" tanya Gaara lagi.
"Tas.." jawab Hinata lirih.
"Baiklah.. aku akan ambil obatmu dulu. Kau tunggu disini"
Hinata mengangguk.
Kiba dan Lee yang melihat kejadian itu hanya bisa menatap Hinata bingung sekaligus iba. Mereka berdua tak menyangka Hinata ternyata sakit.
"Bisa tolong temani Hinata sebentar" pinta Gaara pada Kiba dan Lee.
"Huh? Ya.."jawab Kiba sambil mengangguk.
"Tolong ya.."
Semenjak hari itu mereka berdua jadi semakin dekat dengan Hinata dan Gaara. Mereka pun juga akhirnya tahu kalau penyakit Hinata bukanlah penyakit biasa.
Dream or Reality
Gaara, Kiba, dan Lee masuk kekelas baru mereka dengan ekspresi khawatir.
"Apa ini akan baik-baik saja? Bukankah diantara kita bertiga harus ada yang sekelas dengan Hinata?" tanya Lee yang dibalas Kiba dengan mengendikkan bahunya.
"Dia akan baik-baik saja"jawab Gaara tanpa memandang Kiba dan Lee.
"Sepertinya perkataan dan perasaanmu tidak sejalan" sindir Kiba.
Lee mengangguk setuju dengan sindiran Kiba. "Benar, diantara kita bertiga, kaulah yang paling mengkhawatirkan Hinata"
Gaara menghela nafas namun tak bisa membalas ucapan Lee dan Kiba.
Didalam kelasnya, Hinata duduk dibangku dengan gelisah. Bagaimana tidak, saat baru masuk, Hinata sudah mendapati pandangan terkejut dari hampir semua murid dikelas ini dan itu membuatnya merasa sangat canggung.
"Benarkah itu Hyuuga Hinata?" tanya seorang siswi yang duduk dibelakang Hinata, sebenarnya orang itu bertanya dengan suara yang pelan namun Hinata masih bisa mendengarnya.
"Iya, itu benar-benar Hyuuga Hinata" jawab temannya.
"Hebat! Kelas kita pasti akan sangat terkenal"
"Itu sudah pasti! Selain Hyuuga Hinata, kita juga sekelas dengan Uchiha Sasuke, tentu saja kelas kita akan sangat terkenal"
"Memangnya mereka berdua itu siapa?"tanya seorang siswa yang tiba-tiba bergabung dengan kedua siswi itu. Awalnya, Hinata tak mau mempedulikan percakapan mereka, tapi setelah mendengar mereka menyebut nama yang tak asing ditelinganya, Hinata jadi sedikit penasaran.
"Kau tidak tahu?" tanya siswi itu tak percaya.
"Tidak, aku baru kembali dari luar negeri, jadi aku tidak tahu siapa mereka, apa mereka berdua artis?" tanya siswa itu lagi.
"Iya artis, tapi artis dikalangan pelajar.." jawab siswi itu. "Mereka berdua sangat popular, bahkan murid dari sekolah-sekolah lain pun mengenal mereka meskipun tak pernah bertemu secara langsung" lanjut siswi itu.
Siswa itu hanya ber'oh' ria. "Kenapa mereka bisa sangat terkenal?"
"Kalau Uchiha Sasuke, sudah jelas karena dia tampan tapi, dia sangat dingin, dan ahh.. kudengar dia itu playboy, banyak sekali perempuan yang sudah dipermainkannya" jawab siswi itu lagi.
"Kalau Hyuuga Hinata, dia terkenal karena kecantikannya, selain itu dia juga pintar dan ramah, ditambah lagi dia sangat dekat dengan Sabaku Gaara, pria yang tak kalah tampan dengan Uchiha Sasuke tapi sangat setia, terbukti karena dia tak pernah berpaling dari Hinata. Banyak sekali perempuan yang iri padanya termasuk aku" kali ini siswi lainnya yang menjelaskan.
Dream or Reality
"Sasuke, kau lihat kan gadis berambut indigo itu"
Sasuke mengangguk. "Hn"
"Menurutmu dia bagaimana?"
"Cantik" jawab Sasuke singkat. Sebenarnya ia malas jika Naruto-sahabatnya dari kecil- sudah membicarakan gadis-gadis cantik disekolah. Bukan karena ia benci perempuan hanya saja, baginya semua perempuan sama saja, secantik apapun mereka pasti ujung-ujungnya mereka akan mengejar-ngejarnya.
"Kenapa responmu minim sekali? Lihatlah lebih jelas, kecantikannya itu tak biasa" Naruto masih terus memancing Sasuke.
"Menurutku dia sama saja seperti yang lain"
"Maksudmu sama dengan mantan-mantanmu yang murahan itu? tentu saja dia berbeda.." Naruto diam sebentar untuk melihat reaksi Sasuke, namun ia tak menemukan reaksi apapun. Naruto menghela nafas sebelum melanjutkan. "Namanya Hyuuga Hinata, dia itu bukan cuma cantik seperti mantan-mantanmu, dia itu pintar dan juga baik hati.." Naruto berhenti lagi, kali ini ia berharap Sasuke memberinya respon.
"Berarti dia sangat membosankan" komentar Sasuke sukses membuat Naruto terbatuk-batuk.
"Heii! Dia itu tidak membosankan, bagaimanapun juga dia itu pacarnya Sabaku Gaara" balas Naruto kesal, entah kenapa ia merasa informasi yang sudah didapatnya susah payah itu jadi terdengar murahan.
"Sa-baku Gaara?" tanya Sasuke ragu.
Naruto mengangguk. "Mmm.. Sabaku Gaara, musuh bebuyutanmu itu"
Sasuke mengernyit seolah sedang mengingat sesuatu. "Tadi kau bilang siapa namanya?"
"Hinata. Hyuuga Hinata.." jawab Naruto bingung. "Ada apa memangnya?"
Bukannya menjawab, Sasuke malah menatap Hinata penuh minat. "Jadi gadis yang waktu itu adalah dirimu" gumam Sasuke tapi masih bisa didengar Naruto.
"Huh? Apa maksudmu? Kau mengenalnya?"
Sasuke menyeringai. "Hn"
TBC
Halooo minna…
Ita datang lagi bersama fict baru ini hehehe
Semoga kalian suka, dan jangan lupa kritik dan sarannya…
Sampe ketemu di chap depan..
