LIMIT
Plum Peach
Semua dimulai dari sebuah angan–angan, perlahan menjadi sebuah kenyataan dan kenyataan yang sesungguhnya adalah ketika mereka dipertemukan kembali. —The Cut Scene from DAYDREAM, LIMIT. First Chapter —Limit of Timeline / BAD SUMMARY/ Pairing: Always_SasuNaru
…
LIMIT
The Cut Scenes from DAYDREAM
Aku baik–baik saja seperti biasanya. Aku sudah benar–benar tersenyum.
Hingga tak akan ada satu pun orang yang bisa menyadari bahwa sebenarnya masih ada sesuatu yang kurang
…
Satu pagi yang cukup cerah di suatu musim gugur yang dingin, berkabut, walaupun tidak setebal awan di langit, terbiaskan oleh cahaya lembut matahari pagi di ufuk timur. Angin berhembus dari lembah, membawa udara dingin menusuk tulang hingga mencapai daerah perkotaan.
.
Sebuah jendela berbingkai besar tampak terbuka, memperlihatkan sebuah kamar perawatan, berdinding putih bersih, berada dalam kawasan sebuah rumah sakit elite di Kota Konoha. Suasana dalam ruangan itu terkesan sepi, hanya terdengar bunyi–bunyi alat kedokteran yang saling bersahutan, nyaring.
Sehelai gorden berwarna putih tipis tampak melambai–lambai pelan, menari dipermainkan angin yang datang dari arah luar jendela, menghiasi jendela yang tampak merefleksikan sosok seorang pemuda bersurai pirang pada kacanya yang bening itu, murni.
.
Tangan berkulit tan milik pemuda itu terlihat sangat terampil memainkan gunting dalam genggamannya, memotong batang–batang bunga, merangkainya dalam vas kaca di atas meja. Rangkaian bunga lily putih baru yang masih segar telah tertata baik, shirayuri, menunjukkan bagaimana kemurnian hatinya untuk terus berharap, penantian untuk bertemu kembali.
Di sebelahnya tengah terbaring seorang pemuda bersurai raven, di atas satu–satunya ranjang pasien yang ada di sana, tertidur diantara takdir kematian yang bisa menghampirinya setiap saat.
.
.
Beberapa hari telah berlalu sejak pertemuan terakhir mereka, di hari yang sama ketika mereka bertemu dua setengah tahun lalu. 10 July. Satu hari yang hanya menyisakan seorang pemuda pirang yang harus menghadapi kenyataan, ketika dipertemukan oleh sang kakak dengan sosok nyata seorang pemuda yang telah menjaganya selama ini, seseorang yang baru saja menyatakan perasaan 'sayang' padanya, tengah terbaring koma hingga sekarang.
Sang kakak yang sangat mengerti dengan keadaan adiknya yang cukup shock itu hanya bisa menjelaskan sekenannya, sama persis dengan cerita yang dikatakan sang raven padanya sebelum mereka berpisah, membuat pemuda itu semakin yakin bahwa semuanya telah diperhitungkan dengan baik oleh pemuda raven yang tengah dipandanginya itu.
Sekarang hanya tinggal menunggu dan—
.
.
"SREGG…"
Suara pintu kamar yang digeser tiba–tiba sempat membuat sang blonde tersentak, segera menjauhkan tangannya dari pipi pucat pemuda raven di hadapannya, sebelum akhirnya dia menoleh ke arah pintu hanya untuk melihat dua orang pemuda, berumur sekitar 4 tahun lebih tua darinya, sedang tersenyum penuh makna ke arahnya.
.
"Kau sudah bangun, Naru?" Itu adalah pertanyaan pertama yang biasa didapatnya setelah tertidur cukup lama dengan waktu yang tak biasa, terutama dari pemuda scarlet yang mulai berjalan mendekatinya.
Pemuda yang tak lain adalah Uzumaki Kyuubi itu mulai mengacak surai pirang adiknya, pelan, membuat Naruto hanya bisa terdiam, pasrah, memikirkan surai pirang miliknya yang sejak awal sudah acak–acakan akan semakin berantakan setelah ini.
Seorang pemuda berambut hitam panjang, diikat satu ke belakang, tampak memperhatikan interaksi keduanya sambil tersenyum, membuat sang blonde merasa agak malu dengan tingkah childish kakaknya.
.
"Kyuu–nii, tolong jangan perlakukan aku seperti ini di depan Itachi–nii! Aku bukan anak kecil, kau tahu!" protesnya, merajuk, membuat Kyuubi dan Itachi sempat tersenyum geli.
"Kalau kau tidak ingin dianggap seperti anak kecil olehku, setidaknya kau jangan suka merajuk begitu, Naru–chan." kini giliran Itachi yang menepuk pelan puncak kepala pemuda blonde itu, "Tak mengherankan bagiku saat tau kalau Sasuke menyukaimu, Naru. Kau anak yang manis." —lanjutnya, membuat pemuda pirang di hadapannya itu menjadi agak salah tingkah karenanya sedangkan Kyuubi hanya menghela nafas, bosan.
"Yak. Itachi! Jangan coba–coba merayu adikku, kau! Dia bukan gadis–gadis yang biasanya boleh kau goda di kampus, Baka!" celetuk Kyuubi, jleb, sangat mengena di hati Itachi.
"Aku tau, Kyuu~ Aku hanya menggoda Naru–chan sedikit! Lagipula aku juga belum mau mati dibantai Sasuke kalau dia sampai tau aku merayu Himawari kesayangannya ini. Aku lebih tau bagaimana sikap posesifnya dibandingkan dirimu! Kau dengar itu, Kyuu?! " ucap Itachi, langsung bergidik ngeri, begitu membayangkan betapa murkanya sang adik padanya jika hal itu sampai terjadi.
.
"—tapi untuk saat ini maukah kau memaafkan ku karena hanya bisa mempertemukan kalian seperti ini?" kini Itachi tersenyum kecil, senyum yang tampak dipaksakan, namun sorot matanya bisa menunjukkan seberapa jelas rasa penyesalannya pada Uzumaki bersaudara di hadapannya itu.
"Itu semua bukan kesalahan Itachi–nii, bukan? Lagipula aku malah ingin berterimakasih karena Itachi–nii mau mempertemukan kami. Sebenarnya ini masih sangat membingungkan untukku, kau tahu?"
Sebuah senyum tulus terpasang manis mengiringi jawaban dari Naruto, membuat sedikitnya rasa penyesalan pada pemuda bermata onyx itu terhapuskan, hingga tanpa disadarinya, dia malah mengikuti tingkah Kyuubi, sahabatnya, untuk mengacak pelan surai pirang pemuda di hadapannya itu.
"Kau benar–benar anak yang baik, Naru. Anak yang baik." —lirih pemuda itu, pelan.
.
.
Plum Peach
Itcha Meguri S.A. Honokaa Sagami
Present
A SasuNaru Fanfiction for nothing, —really?
LIMIT
Disclaimer: NARUTO (manga/anime/chara) ©Masashi Kishimoto–sensei
Genre: Drama, Romance!Picisan, Mystery!Gaje and other…
Rating: T
Pairing: Always_SasuNaru4ever
––– WARNING –––
Summary yang kagak nyambung dengan cerita yang tidak jelas, Shonen-ai or Yaoi kah? (Slash! Pokoknya Boys love! Yay!), AU, OC plus OOC, Kosa-kata absurd(?!), Typo(s) bergentayangan? and OTHER WARN because this is my 4.5th fiction~
Cerita ini hanya berisikan kosa kata absurd penulis yang memang ndak punya ide menarik dan berakhir dengan kebingungan mau buat apalagi selain cerita ndak mutu seperti ini karena penulis terlalu suka menggunakan EYD+2P (Ejaan Yang Diinginkan+Pemikiran ala Penulis) yang baik dan benar~
––– WARNING –––
NOT LIKE MY STORY? PLEASE DON'T READ FOR SAFETY~
BUT "THANKS" TO ALL OF YOU THAT WANNA READ AND LIKE THIS STORY
PLEASE DON'T BLAME THE CHARA/ PAIRING/ OTHER IN ORIGINAL MANGA 'CAUSE THIS WORST FIC OF MINE ^_^
.
LIMIT
First Chapter —Limit of Timeline
Aku akan terus berjalan.
Tak akan ada yang bisa hentikan karena tidak ada yang tahu kapan hari terakhirku…
.
.
Mendung masih menghiasi langit kelabu, menyisakan aroma tanah basah di sekitar hutan yang tak henti–hentinya diguyur hujan dalam beberapa minggu terakhir. Sesosok pemuda bersurai pirang tampak berjalan pelan, memakai mantel hijau muda lengkap dengan sebuah syal orange terselip rapi menutupi lehernya. Sepatu boot berwarna cokelat muda terlihat membalut kaki jenjangnya, melindunginya dari lumpur yang ada di sepanjang jalan setapak hutan.
Sang raven terlihat berjalan agak jauh di belakangnya, masih dengan mantel hitam yang selalu dikenakannya, setia menemani sang blonde walaupun sudah ditolak mentah–mentah oleh pemuda itu sejak awal pertemuan mereka 3 hari lalu.
.
"Apa kau tidak mengerti arti kata 'sia–sia', Uchiha–san?" Naruto mendadak menghentikan langkahnya, terdiam tanpa mau berbalik hanya untuk memandang sang raven yang tampak cuek di belakangnya itu.
"Kau yang menyuruhku untuk melakukan apa yang ku suka. Jadi seharusnya kau tidak protes kalau aku mengikutimu kemana pun karena hal itulah yang aku inginkan, Uzumaki–sama." Balas Sasuke, datar.
"…"
"Apa?"
"Kau menyebalkan! Apa yang kau katakan pada Kyuu–nii sampai bisa membuatnya percaya padamu, huh?" Naruto mulai berjalan lagi, dengan tetap sedikit bergumam tak jelas, membuat Sasuke mulai mengikuti langkah demi langkahnya lagi tanpa berbicara sepatah kata pun.
"Hmm… Tidak biasanya dia mudah percaya pada orang lain, bahkan pada Tou–san dan Kaa–chan saja dia tidak mau menyerahkanku, kau tahu? Entah apa yang dipikirkannya!" kali ini pemuda itu agak melirik Sasuke dengan pandangan menyelidik, walaupun sang Uchiha tetap tak menunjukkan ekspresi lain, stoic.
"Aa! Asal kau tau saja, Kyuu–nii itu sangat sayang padaku —walaupun sifatnya tetap aneh bagiku, kau tahu? Waktu kecil dulu dia sangat sering menjahiliku, aku bahkan pernah tersesat di hutan ini semalaman karena dia meninggalkan ku sendirian sewaktu umurku masih enam tahun!" tanpa sadar dia malah bercerita, membuat Sasuke agak tersenyum kecil karenanya.
"—dan kau tahu apa yang terjadi setelah itu?" Naruto tanpa sadar malah semakin memancing perhatian Sasuke, melupakan semua omelannya tadi dan membuat sang raven merasa semakin nyaman bersamanya, walaupun dengan jarak pemisah yang cukup jauh di belakang.
"Hn?"
"Umm… Aku terperosok ke lembah di ujung sana setelah lari ketakutan karena seekor tupai yang ku kira hantu, kaki kananku terkilir dan aku pingsan begitu kepalaku terbentur batang pohon dengan cukup keras." suara sang blonde terdengar berbisik pelan, menyembunyikan semburat merah merona pada pipinya, langsung salah tingkah begitu teringat dengan tingkah memalukannya semasa kecil.
.
"Kau terjatuh lalu kepalamu terbentur, hm?" suara baritone Sasuke yang tiba–tiba terdengar membuat Naruto terkejut. Pemuda itu langsung berbalik dan semakin terkejut begitu mendapati sang raven sudah berada tepat di belakangnya.
"EHH?!"
"Hn. Apa karena itu kau jadi sering tertidur tiba–tiba seperti beberapa hari lalu?" tanya sang raven, mengacuhkan Naruto yang terlihat sangat ingin menjauh darinya.
"Ya, mungkin? Dokter yang menanganiku waktu itu sebenarnya belum yakin itu penyebabnya." Jawabnya ragu, sang blonde tampak mengusap pelan kepalanya, mencoba menghilangkan air yang membasahi surai pirangnya, terkesan seperti lukisan setangkai bunga matahari di tengah hutan hujan bagi sang pemuda Uchiha.
"—katanya otakku mungkin saja mengalami trauma karena saat itu aku ketakutan, jadi setiap kali berada di hutan dalam keadaan tertentu, aku akan langsung tertidur sebagai respon dari trauma itu." ucap Naruto kemudian, menyadarkan Sasuke akan batasan khayalan dan kenyataannya, "Ya, semacam itulah! Aku tidak terlalu paham akan hal medis seperti Kyuu–nii, sih. Ehee…"
.
Kali ini sebuah tawa kecil mengiringi ucapan pemuda bersurai pirang itu, membuatnya terlihat sangat polos bagi sang raven yang sepertinya terlalu memperhatikan sosok di hadapannya itu, overawing.
"…"
"Aku baru ingat, kata Kyuu–nii kau mengalami masalah pada ingatanmu, Umm… eto— apa namanya? Ah! Amnesia!"
"Hn. Begitulah."
"Jadi kau benar–benar tidak ingat sama sekali tentang apapun selain namamu, huh?"
"Ya." —ditambah satu nama lagi, Uzumaki Naruto, kau, lanjutnya dalam hati.
"…"
"…"
.
Suasana canggung mendadak sangat terasa di antara kedua pemuda itu ketika mereka —Naruto lebih tepatnya, merasa kekurangan topik pembicaraan untuk dibahas, apalagi mereka tidak terlalu mengenal satu sama lain dengan baik selama 3 hari belakangan ini, tapi, yaa—
Setidaknya mereka tetap melangkah, berjalan beriringan, walaupun tanpa ada tujuan yang jelas setelah itu.
.
.
Hingga saat itu tiba, aku akan terus berjalan.
Aku akan terus menantimu. Aku akan terus menunggu saat kita bisa besama lagi.
Itu pasti.
.
.
"TICK"
Entah itu ilusi atau kenyataannya, yang jelas Naruto melihatnya.
Di balik bayangan gorden yang terkena sinar bulan purnama malam itu, sekilas gerakan jari–jemari pucat milik sang raven tertangkap oleh indera penglihatannya. Disusul dengan suara yang terdengar sangat familiar bagi sang blonde, sayup–sayup terngiang dalam ruangan perawatan yang sepi itu, membuatnya segera terjaga dari tidur manisnya.
.
Manik Onyx dan Sapphire bertemu untuk kesekian kalinya setelah sekian lama.
Seketika membuat degup jantung pemuda bersurai pirang itu tak beraturan. Dia segera menutup mulutnya sendiri, tercekat, sebelum akhirnya memutuskan untuk berlari keluar ruang perawatan itu, berusaha mencari beberapa dokter yang bisa ditemuinya saat itu, tanpa mendengar sebaris kata–kata lirih yang terucap dari sang raven malam itu.
.
"Kau… Siapa?"
.
.
"Itachi! Bagaimana keadaannya?" suara Kyuubi terdengar datar, namun manik ruby miliknya tampak berkilat tajam, sukses membuat Itachi, sahabatnya itu mendadak langsung terbatuk hebat begitu diberi death glare oleh sang Uzumaki sulung.
Kedua pemuda itu tampak sedang duduk berhadapan dalam sebuah ruangan khusus dengan sebuah meja kerja dokter sebagai pembatasnya. Sang pemuda scarlet terlihat menunggu, masih memaksa untuk meminta penjelasan langsung dari kakak sang raven atas insiden yang baru saja terjadi. Yap! Insiden ketika seorang Uchiha Sasuke bisa terbangun lagi setelah 4 tahun tertidur karena koma.
.
"Ukh… Go— Gomenasai, Kyuu." Ucap Itachi, setelah berhasil menghilangkan rasa gatal pada tenggorokannya dengan secangkir ocha hangat.
"Ehmm… Menurut hasil pemeriksaan tadi, kemungkinan konsentrasi darahnya agak mengkhawatirkan, tapi ku rasa hal itu masih tergolong normal karena Sasuke memang cukup lama berada dalam status koma." Jeda sesaat, terlihat Kyuubi masih mendengarkan dengan baik, sehingga Itachi mulai melanjutkan perkataannya, "Hanya saja kekakuan otot dan persendiannya perlu ditangani segera, latihan fisik secara rutin harus dilakukan— "
"Lalu?" Kali ini Kyuubi menyela, mulai bertanya lagi dengan tetap memasang tampang serius dan aura tak mengenakkan, hingga membuat Itachi menghela nafas, lelah.
"Ha–ah… Positif. Perkiraan kita benar, Kyuu. Sasuke tak bisa mengingat apapun tentang dua setengah tahun terakhir, terlebih saat dia bersama Naruto–kun."
"…"
"…"
Suasana mandadak hening.
Kyuubi langsung menunduk, terlihat kedua tangannya meraih helaian surai merahnya, meremas pelan, membuat Itachi merasa prihatin pada kondisi sahabatnya itu, juga pada kondisinya sekarang ini.
"Kyuu?" panggil pemuda bermata onyx itu, pelan.
"Apa yang harus ku lakukan sekarang?" lirih pemuda scarlet itu, bingung, membuat Itachi semakin prihatin terlebih karena dia sadar kalau pertanyaan Kyuubi tadi juga perlu ditujukan untuk dirinya sendiri.
.
.
Aku tahu itu, tapi aku berpura–pura tak mengetahui apapun
Aku hanya berlalu sambil menganggap semua itu hanya angin lalu
Takut…
Aku terlalu takut untuk mengetahui semuanya.
Aku terlalu takut untuk mengakui semuanya.
.
.
"Umm… Nee, Sasuke? Apa kau sudah mencoba untuk meminta bantuan polisi, hm? Menanyakan orang–orang yang nama marganya sama denganmu mungkin? Ku rasa kau biasa pergi ke kota selama 3 hari ini, jadi— " ucapan sang blonde yang mencoba menghangatkan suasana mendadak terpotong, begitu merasakan aura tak mengenakkan dari pemuda bersurai raven di sebelahnya.
"…"
.
Kedua pemuda itu terlihat masih berjalan beriringan, memegang sebuah pelepah dengan daun yang berukuran cukup lebar untuk menutupi kepala masing–masing dari serbuan rintik air hujan yang tak kunjung berhenti, bahkan terkesan turun semakin deras.
Mereka berdua tampak terhanyut dalam pemikiran sendiri sejak tadi, hingga membuat keduanya secara tidak sadar sudah memasuki area hutan terdalam, tanpa ada jalan setapak kecil untuk dilalui.
.
Bulir keringat dingin mulai mengalir dari pelipis sang blonde, membuatnya menggerakkan kepala ke samping secara perlahan hanya untuk mendapati sosok pemuda raven di sampingnya tampak menatap intens ke arahnya.
"Biar ku katakan ini padamu, Dobe." Ucap Sasuke kemudian, penuh penekanan.
"Aku sudah mencobanya, apapun itu! Tapi mereka tidak menemukan seorang pun dengan nama marga 'Uchiha' dalam daftar mereka." — 'aku bahkan tak bisa dilihat oleh orang biasa, bagaimana mau bertanya?' Sasuke membatin, speechless, "—aku memang biasa pergi ke kota bahkan selama satu setengah tahun terakhir ini sebelum bertemu denganmu untuk bekerja, tapi aku tidak terlalu sering pergi ke sana."— 'tidak mungkin jika setiap hari selalu ada orang yang meninggal, bukan?' Kali ini suara pemuda raven itu terdengar lebih rendah.
"—dan satu hal lagi. Sekarang aku adalah 'penjagamu' jadi aku tidak akan pergi kemana pun selain di dekatmu karena kakakmu yang meminta ku, mengerti?" suara Sasuke kali ini benar–benar terdengar rendah, sangat rendah, terlebih pandangan matanya yang tajam itu, lalu—
"Ekh— Sasuke?"
"…"
.
Tangannya yang entah sejak kapan sudah berada di pundak sang blonde membuatnya cukup terkejut, sesaat, sebelum akhirnya Sasuke menjauhkan kedua tangannya itu dari Naruto, melangkah mundur dan berbalik pergi tanpa sepatah kata pun.
Meninggalkan tanda tanya besar dalam benak Naruto yang hanya bisa melihat kepergian sang raven secara tiba–tiba.
.
'Datang tak diundang. Pulang tak diantar—'
"Apa Sasuke itu 'hantu'?" —kali ini sang blonde lah yang merutuki otak polosnya yang terlewat Dobe karena memikirkan pemuda raven itu sampai sebegitunya.
.
.
This is definitely the day to follow your heart rather than your head.
'Cause your 'heart' is honest than your 'mind'
'Cause I'm weary when you left me behind….
.
.
"DEG. DEG. DEG—"
Degup jantung sang blonde terasa jelas pada kepalan tangannya yang sejak tadi meremas pelan baju pada dada kirinya, tampak mencoba menetralisir rasa gugupnya sebelum memasuki ruangan yang ada di balik pintu di hadapannya saat ini, ruang perawatan Sasuke. Wajahnya terlihat begitu pucat ketika mencoba meraih gagang pintu lalu menggesernya pelan, kaki jenjangnya mulai memasuki ruangan yang sekarang ini hanya di tempati oleh Itachi, Kyuubi dan sang raven sendiri.
.
Hampir dua jam pemeriksaan terhadap pemuda bermata onyx itu dilakukan. Mulai dari mengecek sistem pernafasan, keadaan jantung dan lainnya —semua dilakukan secara seksama tanpa terlewat sedikitpun, membuat Naruto terus berharap bahwa hasilnya nanti tidaklah buruk.
.
Dengan cengiran khasnya pemuda bersurai pirang itu menyapa tiga pemuda di hadapannya, matanya tampak menyipit, membuat manik sapphire miliknya tersembunyi sempurna —walaupun dia masih bisa melihat pemuda raven di seberang sana yang tampak sedang menatapnya, intens.
Seperti biasa Sasuke segera menutup buku yang sejak tadi dibacanya. Menghela nafas, lelah, ketika pemuda raven itu mulai menyandarkan tubuhnya yang masih berbalut pakaian khusus untuk pasien pada bantal empuk di belakangnya —yang sempat diletakkan oleh Itachi tadi.
Semua alat–alat yang Naruto lihat sempat menempel pada Sasuke beberapa hari lalu tampaknya sudah disingkirkan oleh dokter–dokter yang menangani pemuda itu tadi, hanya menyisakan sebuah tiang besi dengan sebuah kantong infuse yang tampak menggantung di sebelah kiri sang raven, mengalirkan cairan infuse tersebut langsung menuju urat nadinya melalui sebuah selang dengan jarum kecil di pergelangan tangannya.
.
Itachi langsung tersenyum senang begitu melihat kedatangan pemuda pirang di hadapannya, sementara Kyuubi menatap Naruto dengan tatapan yang sulit diartikan, berbeda dengan sang raven yang langsung mengalihkan manik onyx miliknya ke arah sang blonde —walaupun tetap dengan tatapan tidak tertarik, stoic.
.
"Siapa dia, Aniki?" suara baritone itu terdengar, pelan, membuat senyuman sang blonde memudar seketika dan langsung menatap manik onyx Sasuke, seakan berpikir bahwa pemuda itu sepertinya memang ingin beradu pandang dengan sapphire miliknya.
"Aa! Dia adik dari Kyuubi–san yang merawatmu selama ini. Mendekatlah, Naruto–kun!"Uchiha sulung itu mulai mendekatkan Naruto ke arah Sasuke dengan enggan, sedangkan Kyuubi hanya bisa mengantisipasi hal berikutnya yang mungkin saja terjadi sebentar lagi tampak menunggu dengan tatapan waspada seperti biasanya.
"Aa— Ano… Aku Uzumaki Naruto! Yoroshiku nee, Sasuke."
Sebuah uluran tangan khas berwarna tan lembut tampak disambut dengan tatapan tajam dari pemuda raven itu, membuat sang blonde yang menunggu dengan sebuah senyuman, enggan, mulai menarik lagi tangannya yang tak kunjung di sambut baik, sebelum ditahan oleh sebuah tangan putih pucat bak porcelain yang ternyata milik pemuda bermata onyx di hadapannya itu, namun segera dilepaskan oleh Sasuke sendiri.
.
Reflek yang cukup bagus membuat pemuda bersurai pirang itu tidak terlalu terkejut ketika tangannya digenggam dengan cukup keras oleh Sasuke tadi. Kyuubi yang sejak tadi waspada hampir saja ikut menarik sang adik agar menjauh dari sang raven, jika saja Itachi tidak menahannya, membuat suasana ruangan itu menjadi kurang nyaman untuk sementara waktu.
.
Sapphire dan Onxy bertemu.
Walau hanya sekejap Naruto sempat melihat pandangan Sasuke padanya, gelap dan dingin, sebelum manik sapphire miliknya itu membulat begitu indera pendengarannya mendengar kata demi kata yang terucap dari bibir pucat sang raven —yang terkesan khusus hanya boleh didengar olehnya, karena suara baritone itu terdengar sangat kecil dan pelan, penuh penghayatan.
"Hn. Yoroshiku, Naruto."
.
.
.
"To Be Continue" or "FIN" AGAIN?
.
A/N: Cerita ini adalah cut scene dari DAYDREAM, menggunakan alur campuran aneh yang dibuat dengan sangat terburu–buru serta minim akan ide/ plot. Jadi mohon maaf yang sangat karena fanfic ini sangat jauh dari kata baik untuk dibaca, tapi tolong izinkan Itcha untuk memberikan ungkapan terima kasih yang sangat pada minna–san yang telah memberi support selama ini walaupun hanya dengan fanfic gaje begini.
Special Thanks to:
Ri'llens Pavo, Zara Zahra, YukiMiku (for review and support "The Unseen Red–Thread"); Xiaooo, RaraRyanFujoshiSN, hi aidi (for review and support "I am Thinking about you"); CA Moccachino, Xiaooo, Ineedtohateyou, kitsune Riku11, hanazawa kay, Shiroi Fuyu, mifta cinya, (for review and support "DAYDREAM"); Ineedtohateyou, 71, CA Moccachino, mifta cinya, hanazawa kay, RaFa LLight S.N, miszshanty05, Deathberry45, Mami Fate Kamikaze (for review and support "Strawberry Kiss")
—and you who read this fanfic 'til the end!
"Arigatō Gozaimasu!"—and still, "Mind to review, minna–san?" ^^
