MIDNIGHT NIGHTINGALE


Disclaimer : Tite Kubo-sensei only (Aline-chan only own this fic!)


Chapter 1 : "Beginning"

"Kita tidak bisa berada di sini terus," cowok berambut hitam dan bermata hijau indah itu bergumam, lalu menatap tiga saudaranya yang duduk di seberang sofanya. "Kalian jelas tahu itu."

"Tapi kita tidak bisa lagi lari, Ulquiorra!" tukas seorang cewek. Rambutnya hijau kebiruan, matanya cokelat keemasan dan tubuhnya tinggi langsing. "Kita tidak punya siapapun di luar sana—gimana bisa kau dengan mudahnya bilang kita harus lari?"

"Nel," Ulquiorra menghela napas panjang. Berdebat dengan saudarinya yang satu ini memang cobaan hidup baginya. "Setidaknya kalau kita pergi dari sini, kita bisa memulai kehidupan baru—dan ada kesempatan selamat dari mereka. Tapi kalau kita terus disini—"

"Hah!" kali ini Ulquiorra disela oleh seorang cowok berambut dan bermata biru muda mencolok. Wajahnya tampan, tapi terlihat luarbiasa bringas. "Kau kayak ayam saja. Beraninya sembunyi. Kita keluar dan habisi saja mereka!"

Lagi-lagi, Ulquiorra harus menghela napas panjang. "Grimmjow, bukan masalah ayam atau penakut. Ini demi kelangsungan hidup kita. Kalau mereka memang level kita, sejak dulu aku sudah keluar dan menghabisi mereka—tapi ini kan tidak. Mereka jauh diatas kita. Kenapa sih kau tidak mengerti?"

"Ya, itu namanya penakut! Kau—"

"Diam kau, Grimmjow," sergah wanita pirang dengan kulit cokelat. Matanya hijau menyala, seperti Ulquiorra. "Kau tidak mengerti apa-apa, tutup saja mulutmu sebelum aku yang menutupnya untukmu."

Grimmjow, si bringas biru, mendesis seraya melirik tajam gadis tadi. "Kau bisa bilang begitu karena kau nomor dua paling tua Harribel."

"Kubilang tutup mulutmu," ulang Harribel. "Atau aku yang menutupnya."

Dengan berat hati, Grimmjow terpaksa menutup mulutnya.

Ulquiorra kembali bersuara, "Jadi bagaimana? Nel? Grimmjow? Kalian setuju kan?"

"Tapi—"

"Nel," protesan Nel disela Harribel. "Mengertilah. Ini demi kita. Lagipula, tempat yang akan kita tuju tidak jauh dan tidak buruk—kita hanya perlu berenang beberapa jam dan sampai. Aku sudah mengecek kota itu."

Nel menatap Harribel dengan berat, menghela napas, kemudian mengangguk lesu. "Ya… aku mengerti."

Ulquiorra mengangguk. "Bagus. Aku menghargai keputusan kalian, Nel, Grimmjow. Terima kasih."

Dua orang yang namanya disebutkan mengangguk.

"Nah," Harribel bersuara, memeluk Nel dan mengacak rambut Grimmjow. "Sekarang mari berkemas, adik-adikku."

NEL'S POV

Aku tidak mengerti ini semua. Rasanya seperti mimpi saja—mimpi buruk, tentunya. Aku tidak mengerti mengapa kehidupan sebagai peminum darah itu ternyata begitu mengerikan… Jika tahu begini jadinya, bukankah lebih baik aku hidup sebagai manusia biasa saja? Ah, sudahlah, mendebatkan itu sekarang sudah kelewat terlambat.

Dan tak pernah terpikirkan di otakku sekalipun kalau keluarga kami, kelompok kami—kelompok Espada—suatu saat harus hidup dalam pelarian begini.

Diantara banyaknya keluarga dan kelompok drakula di dunia, keluarga kami, Espada, adalah salah satu keluarga yang masuk hitungan 5 besar yang paling mendominasi wilayah. Teritori kami meliputi Australia dan beberapa negara Asia. Lumayan kan?

Tapi suatu hari, salah satu saudaraku, Grimmjow, berulah—dia memang sering bikin ulah, tapi ini ulah terbodohnya selama hidup. Ia menerkam salah satu anggota dari sebuah kelompok drakula yang memimpin seluruh kaum drakula: Diablo.

Kau tahu, pemimpin Diablo adalah seorang drakula tiran yang bernama Aizen. Dibantu oleh kedua partnernya, Gin dan Tousen, ia mengobrak-abrik semua sistem kehidupan para peminum darah dan membuat aturan seenaknya sendiri. Hal ini jelas mengundang kebencian bagi sebagian besar kelompok drakula—termasuk keluarga kami. Dan Grimmjow jelas bukan tipe orang yang bisa berdiam diri sementara dirinya diinjak-injak oleh pemikiran orang lain…

Dipacu oleh faktor haus sekaligus emosi, suatu malam Grimmjow menerkam dan menghabisi seorang anggota Aizen yang bernama Luppi. Belum cukup hanya menyantapnya, Grimmjow bahkan melempar mayatnya ke markas Aizen! Oh Tuhan… bayangkan ekspresi kami ketika si bodoh itu pulang sambil cengangas-cengenges dan menceritakan berita itu dengan soknya.

"Eh, Nel, tahu nggak? Tadi aku menghabisi seekor drakula bencong dari Diablo. Namanya Luppi. Kau dengar, tanganku menembus badannya yang kerempeng itu, lalu kusedot darahnya sampai dia berubah jadi mumi! Terus, kulempar dia ke markasnya dan aku pulang! Gimana? Hebat kan?"

Nggak sampai sedetik aku langsung jantungan! Dia pikir yang dia bunuh itu apa? Kecoak? Luppi itu salah satu kesayangan Aizen!

Mendengarnya, rasanya tubuhku dilempar ke wajan penuh magma. Betapapun aku menyayanginya, itu tindakan konyol—dan tolol, tentu saja.

"Nel?"

Suara Harribel mengagetkanku. Aku buru-buru menoleh dan tersenyum. "Ya?"

"Kau baik-baik saja? Ayo berangkat."

Aku mengangguk cepat, lalu mengikuti Harribel melompat dari jendela rumahku menuju hutan, sebelum sampai di pantai dan menyelam dalam laut.

Untuk terakhir kalinya, aku menoleh ke kamarku dan menghela napas. Rumah ini memang diwarnai sejuta kenangan bagiku…

Selamat tinggal…

Dan aku melesat diantara lebatnya hutan pinus bersama Harribel.


TO BE CONTINUED ...


Hehe...

Gimana? bagus nggak ?

Mudah-mudahan bagus *ngarep amat sih ah*

Okay, see next time!

P.S : REVIEW sangat amat DIHARAPKAN *puppy eyes*