A Marriage Without Love

Disclaimer : Masashi Kisimoto
Pairing: ShikaTema
Warning: OOC

Shikamaru's POV

Kulihat gedung yang ada dihadapanku sudah terdekor dengan meriah. Dua pilar berwarna putih yang menyangga langit-langit buatan yang disusun oleh perpaduan kain-kain ungu muda dan ungu tua. Pilar tersebut menjadi gerbang untuk memasuki gedung tempat pernikahan berlangsung. Aku masuk ke dalam gedung, berjalan di atas lantai yang sudah digelari karpet merah. Begitu masuk gedung kulihat foto-foto prewed kedua mempelai dipajang di Pinggir jalan untuk tamu menuju pelaminan. Aku berhenti di salah satu foto dan memandangi foto itu cukup lama. Ada perih yang sangat terasa di Ulu hatiku.
"Ah, andai saja …" batinku.
Kulihat seluruh gedung dan kulihat adalah rona-rona kebahagiaan, tapi tidak untukku ini bagaikan mimpi buruk.
"Shikamaru," seseorang memanggilku.
"Bos Sabaku,"
"Kau sangat penurut sekali ya. Kuminta untuk datang lebih awal kau datang sesuai permintaan,"
"Ya aku tak bisa mengabaikan permintaan anda," ujarku sambil tersenyum yang bisa dibilang lebih mirip seringai.
"Haha. Mari sini kuperkenalkan kau dengan putriku yang menikah hari ini. Kau belum mengenalnya secara resmi kan?" Tuan Sabaku menarik tanganku menuju kamar rias pengantin. Kulihat disana seorang wanita yang selama ini menjadi semangat hidupku meski hanya bayangnya saja. Temari.
"Temari, ada seseorang yang ingin ayah perkenalkan."
"Siapa ayah?" Tanya Temari yang sudah selesai didandani.
"Ini Shikamaru. Pegawai di Kantor ayah yang sering ayah ceritakan," ujar Sabaku mengenalkanku pada Temari.
"Oh jadi anda yang bernama Shikamaru? Tahukah kau? Aku hampir saja mati karenamu. Ayah selalu membanggakanmu dan selalu membanding-bandingkan aku denganmu dan yang paling gila adalah dia ingin menjodohkanmu denganku! Haha"
"Haha. Temari, asal kau tahu saja ya Shikamaru ini adalah pegawai yang teladan. Meski wajahnya tampak malas tapi semua pekerjaan ia lakukan dengan excellent!"
"Ya ayah aku tahu kau sudah mengulangi cerita ini hingga ribuan kali!" keluh Temari.
"Maafkan aku jika aku sudah mengganggu hidupmu nona. Selamat atas pernikahan anda," ucapku.
"Ya terimakasih," ujar Temari seraya tersenyum manis membuat hatiku berdetak lebih cepat. Cantik sekali.
"Nah, Shikamaru ayo kita berbincang di Luar," Sabaku-san mengajakku keluar dari ruangan rias pengantin.
"Bagaimana apakah ia cantik?" tanya Sabaku-san yang kujawab dengan anggukan pelan.
"Haha andai saja …"
"Sabaku-sama nyonya mencari anda," tiba- tiba seseorang pelayan Tuan Sabaku memanggil dan memotong pembicaraan kami.
"Nah, Shikamaru aku harus pergi. Nikmatilah pesta ini ya," Tuan Sabaku meninggalkanku sendirian.
Sejujurnya ini bukanlah pertemuan pertamaku dengan Temari. Aku sudah pernah bertemu dengannya saat SMA dulu. Saat itu ia sudah kuliah di Suna University. Ia bersama teman-temannya datang ke Sekolah kami untuk mempromosikan kampus mereka. Saat itu aku yang baru pertama kali melihatnya merasakan cinta. Jatuh cinta pada pandangan pertama. Sejak saat itu aku tak pernah melihatnya lagi, hingga sepekan yang lalu Bos memberikan sebuah undangan pernikahan putrinya. Undangan yang disertai dengan foto prewed itu kulihat sesosok yang telah membuat aku jatuh cinta saat masa sekolah dulu. Hebatnya aku masih mencintainya. Aku kecewa saat mendapat undangan itu, artinya aku tak punya kesempatan.
Waktu menunjukan pukul 08.00 AM. Sudah waktunya akad nikah dimulai. Penghulu dan saksi sudah datang, tapi kuperhatikan mempelai pria belum juga datang.
.

.

.

.

Kini waktu menunjukan pukul 08.30 AM. Sudah 30 menit waktu berlalu dari jadwal akad dilaksanakan, tapi selama itu pula mempelai pria belum juga hadir. Kulihat Tuan Sabaku cemas sekali. Ia terus mondar mandir tidak sabaran. Sesekali ia tampak menelepon yang sepertinya tidak diangkat-angkat.
.

.

.

.

Waktu sudah menunjukan pukul 09.00 AM. 1 jam sudah berlalu. Penghulu sudah bertanya kelangsungan akad nikah Temari. Tuan Sabaku menampakan wajah yang tak jelas antara sedih, kecewa, dan cemas. Tiba-tiba kulihat raut muka Tuan Sabaku berubah menjadi amarah dan kesal. Ia bergegas menuju ruang rias pengantin.
.

.

.

.

.
Lima belas menit sudah berlalu sejak perginya Tuan Sabaku menuju ruang rias pengantin. Aku jadi cemas. Apa yang sebenarnya sedang terjadi. Semua orang yang ada di ruang utama tampak penasaran dan mulai bertanya-tanya. Tiba- tiba seorang pelayan menghampiriku.
"Tuan Shikamaru, anda diminta oleh Tuan Sabaku untuk masuk ke ruang rias pengantin," ujarnya memberi tahu.
"Ada apa?"
"Saya tak tahu."
Sejurus kemudian aku beranjak dari kursi dan berjalan menuju ruang rias pengantin. Sesampainya disana aku melihat Temari yang sedang menangis. Nyonya Karura mencoba menenangkan Temari dan Tuan Sabaku terduduk dengan kepala tertunduk.
"Maaf, Tuan memanggil saya?" tanyaku memecahkan kekakuan.
"Ya Shikamaru. Kemarilah,"
"Ada apa Tuan?" tanyaku.
"Shikamaru, bantulah aku menjaga martabat keluarga ini," ujarnya.
"Bagaimana cara menjaganya?"
"Menikahlah dengan putriku hari ini."
"M..maksud anda apa, Tuan?" tanyaku ragu.
"Ya menikahlah dengan putriku hari ini. Menggantikan lelaki tak bertanggungjawab itu!"
"Aku tak mengerti apa maksud anda, Tuan?"
Tuan Sabaku menunjukan ponselnya. Disana terdapat sebuah pesan singkat.

From: Itachi Uchiha
To : Sabaku

Maaf, saya tak bisa melanjutkan pernikahan ini karena sesuatu hal.
Semoga anda mengerti. Maafkan saya.

"Lelaki Uchiha itu sudah membatalkan pernikahannya, tapi aku tak bisa membuat semua ini batal. Undangan sudah tersebar bahkan aku mengundang Kazekage. Aku akan malu jika pernikahan ini gagal. Shikamaru, aku mohon bantulah aku. Nikahilah puteriku sekarang setidaknya aku tidak akan terlalu malu. Jika memang kalian tidak saling mencintai, kalian boleh bercerai setelah satu tahun," jelas Sabaku.
Kulihat Temari, ia masih menangis sesenggukan. Pasti kenyataan ini sangat berat untuknya. Bukannya aku tak mau, tapi bagaiman dengan Temari.
"Apakah nona Temari sudah bersedia?" tanyaku ragu.
"Ya dia harus bersedia!"
"hhmm sepertinya aku tak punya pilihan. Baiklah aku akan membantu anda , Tuan."
"Terimakasih. 30 menit lagi akad nikah akan dilangsungkan dan kau temari berhentilah menangis dan perbaiki riasanmu," ujar Sabaku yang kemudian meninggalkan kami berdua saja.
"Aku tak mau melakukan ini semu!" seru Temari.
"Aku tahu,"
"Mengapa kamu menyetujuinya?!" tanya Temari.
"Aku tak punya pilihan. Aku tak tega dengan pada apa yang terjadi pada Tuan Sabaku," jawabku.
"Aku tak mencintaimu!"
"Ya aku tahu, tapi seperti Tuan Sabaku katakan kita bisa bercerai satu tahun kemudian,"
Hening. Hanya ada suara isak tangis Temari yang kemudian ia atur dan ditahan. Ia mencoba tegar. Terlihat sekali wajahnya masih mengguratkan kesedihan. Ia memperbaiki riasan agar tak tampat habis menangis. Aku coba menelepon orangtuaku untuk mengabarkan pernikahan tanpa rencana ini.
Tigapuluh menit sudah berlalu kini aku sudah duduk dihadapan penghulu dan Tuan Sabaku. Sebentar lagi aku akan resmi menjadi seorang suami dari Temari.
"Saya terima nikah dan kawinnya Sabaku Temari dengan mas kawin emas 20 gram dibayar tunai."
"Sah?" tanya penghulu.
"Sah" jawab penghulu.
Resmi sudah aku menjadi suami Temari. Kini disampingku duduk seorang Perempuan yang aku cintai, tapi dia tak mencintaiku. Ah betapa tragis.
.

.
Kini aku dalam perjalanan pulang menuju kediamanku. Disampingku ada Temari yang hanya memandang ke luar jendela mobil. Aku yakin ia sedang menangis. Sepanjang resepsi tadi aku tak melihat senyum terbit di wajahnya. Ia menyalami semua yang hadir dengan wajah datar tak bahagia. Ah, Bagaiman dengan kelangsungan pernikahan ini? Aku harus bagaimana menghadapi istri yang tak mencintai aku sama sekali?

To be Continued