"Itu Sasuke-kun!"

"Sasukeee! Lihat sini dooong!!"

"KYAA! Gantengnyaaa!"

"...Berisik!!"

-.-.-.-.-.-.-

Naruto © Kishimoto Masashi

5 Steps In a Relationship © Yonchan The Yaoi Hunter & BloominPoppies

Step #1 : Kissing

-.-.-.-.-.-.-

Konoha Gakuen adalah SMA terbaik di kota Konoha. Sekolahnya begitu megah, indah, asri, dan tenang. Setiap orang yang masuk ke sekolah itu pasti akan merasa kerasan, nyaman, dan--

"AAAAGGHH!!!"

...Mungkin tidak.

"Aku bisa gila!" seru seorang berambut pirang sambil mengacak rambutnya.

"Naruto, ada apa sih? Ribut sekali, aku jadi tidak bisa tidur," seorang berambut nanas yang duduk di pojokan protes. Naruto langsung meletakkan tasnya di meja depan orang itu, menempati bangkunya.

"Shikamaru, apa kau tidak lihat?" Naruto langsung mendekatkan wajahnya ke si rambut nanas bernama Shikamaru itu. "Tiap hari para wanita berteriak-teriak 'Sasuke', 'Sasuke ganteng', atau apalah yang berhubungan dengan rambut ayam itu. Bahkan saat di depan gerbang tadi juga begitu! Aku sampai lari di koridor hanya untuk menghindar!"

"...Lalu?"

"Lalu? Kau tanya 'Lalu?'?!" Naruto mengacak rambutnya, frustasi. "Mendengar mereka berteriak-teriak begitu membuat telingaku sakit!"

"Kalau begitu tidak usah didengar," komentar Shikamaru dengan nada datar.

"Memangnya semudah itu?? Telingaku itu berlubang, Shikamaru!"

"Ya kalau tidak berlubang artinya kau tuli, bodoh."

"Argh, bukan itu maksudkuuu..." Naruto menjedukkan kepalanya ke meja.

"Iya, iya. Aku hanya bercanda, geez..." Shikamaru menggeser tubuhnya agar dapat bersender di dinding. "Kau itu sebenarnya cuma iri, Naruto."

"Iri? Untuk apa iri dengan Rambut ayam itu?"

"Tidak perlu munafik. Tiap hari kau selalu protes tentang Uchiha itu. Bagaimana Uchiha dikerumuni wanita, perkelahianmu dengan Uchiha, apa yang Uchiha lakukan untuk mempermalukanmu, dan hal-hal lainnya. Atau jangan-jangan sebenarnya kau adalah fans tersembunyi Uchiha?"

Belum sempat Naruto membalas, pintu kelas terbuka dan masuklah Sasuke.

Uchiha Sasuke, 17 tahun, kelas II-1. Seorang tampan dan pintar yang menjadi idola (bagi wanita dan sebagian pria--kecuali Naruto) di Konoha Gakuen. Kulitnya putih. Rambut hitamnya jabrik di bagian belakang. Warna matanya gelap. Sungguh pria idaman wanita--dan pria yang bermimpi agar bisa seperti dirinya, bahkan mendapatkannya (bagi penganut jalur homoseksual).

"Mimpi buruk dimulai..." Naruto pun meletakkan kepalanya di atas mejanya dan menutup telinganya.

Tebakan Naruto tepat. Saat Sasuke masuk, para fansnya yang di dalam kelas langsung heboh (menyapa, ber'kyaaa' ria, dan sebagainya). Heran, kenapa mereka tidak capek heboh-hebohan begitu, padahal yang mereka idolakan sama sekali tidak peduli? Mengerikan.

Sasuke pun meletakkan tas di meja paling depan, masih satu baris dengan tempat duduk Naruto. Dia pun berdiri berjalan mendekati Naruto.

Heh? Naruto tidak salah lihat, kan?

"Oi, Uzumaki."

Ah, benar. Uchiha itu memang mendekati Naruto. Mau ngajak ribut?

"Uchiha," Naruto berkata dengan merendahkan suaranya. "Apa maumu? Kalau mau berkelahi, aku sedang tidak mood."

"Aku tidak tahu kau ingin pamer atau apa, tapi yang pasti aku menyadari sesuatu saat berpapasan denganmu pagi ini di depan gerbang."

Naruto mengernyitkan dahi, "Aku tidak mengerti maksudmu."

"Yah, wajar saja sih. Seorang bodoh sepertimu mungkin tidak menyadarinya."

"Teme!!" Naruto berdiri dan mencengkram kerah baju Sasuke. "Sebenarnya kau mau bilang apa, hah?! Seenaknya saja kau memanggil orang dengan sebutan bodoh!"

Seluruh siswa di kelas itu memandang mereka berdua. Tidak ada yang berani menengahi karena tidak ingin terkena bogem mentah dari dua orang itu. Yah, Sasuke dan Naruto paling tidak suka jika ada orang yang mengganggu persaingan— atau pertengkaran, lebih tepatnya di antara mereka.

Sasuke hanya menyeringai kecil, "Baiklah, akan kuberitahu kebodohanmu, Dobe." Sasuke mendekatkan mulutnya ke telinga kiri Naruto. Naruto merinding karena bisa merasakan nafas Sasuke menyentuh kulitnya yang sensitif di daerah itu. Sasuke pun berbisik, "...Resletingmu terbuka."

"...Hah?"

"Boxer kuning pucat dengan motif rubah oranye? Tidak kusangka tidak ada yang menyadarinya selama kau berjalan-jalan di sekolah ini."

Naruto terbelalak, shock. Wajahnya mendidih. Dia pun mendorong Sasuke dan lari keluar kelas dengan cepat, tidak peduli apapun di depannya.

"GYAAAA!!! UCHIHA SIALAN, KENAPA BARU BILANG SEKARANG?!!"

"...Usuratonkachi."

Shikamaru, yang dari tadi hanya bengong, tidak peduli dan hanya melihat keluar jendela, berjengit kaget saat mendengar teriakan Naruto. "Hei, Uchiha. Kali ini kau apakan Naruto?" tanya Shikamaru kepada Sasuke.

Uchiha itu hanya mengedikkan bahu.

xoxoxox

Uzumaki Naruto dan Uchiha Sasuke adalah rival. Err, sebenarnya anggapan rival hanyalah keputusan sepihak dari Naruto, sedangkan Sasuke tidak ambil pusing soal itu. Naruto menganggap Sasuke adalah rival karena dia berambisi untuk mengalahkannya dalam segala bidang. Sedangkan Sasuke menganggap Naruto hanyal seorang berambut pirang ribut, kekanakan, dan menyebalkan. Mereka seringkali bertengkar hanya karena masalah kecil, namun bisa berujung pada baku hantam. Kalau sudah begitu, tidak ada yang berani menengahi.

Dan kali ini adalah pelajaran olahraga. Kelas II-1 sedang bermain baseball, jadi satu kelas dipecah menjadi dua tim. Untungnya Naruto dan Sasuke berbeda tim, kalau tidak bisa kacau.

Naruto berperan sebagai pitcher. Lemparannya sangat kuat dan cepat. Hampir tidak ada batter tim lawan yang bisa memukulnya sampai akhirnya Sasuke maju untuk memukul bola lemparannya.

"Ayo Naruto, kau pasti bisa!"

"Sasuke-kun, tunjukkan kemampuanmu!"

"Jangan mau kalah!"

"Selamatkan tim kita, Uchiha!"

Naruto menatap mata Sasuke, "Teme, kau berani juga menantang pitcher terhebat di Konoha Gakuen ini."

"Hn," Sasuke menyeringai licik, "Maaf saja Dobe, tapi nama batter terbaik tidak akan kusia-siakan begitu saja."

"Percaya diri sekali kau."

Naruto mulai memasang kuda-kuda untuk melempar bolanya. Sasuke pun menggenggam erat tongkat pemukulnya, berkonsentrasi akan bola yang akan dilempar Naruto. Gai-sensei, guru olahraga selaku wasit sudah memberikan aba-aba agar Naruto melempar bola. Dengan mantap, kuat, dan penuh semangat untuk mengalahkan Rivalnya, Naruto melempar bola.

"HOO-YAH!!"

Sungguh lemparan yang kuat dan cepat. Namun mata Sasuke tidak kehilangan bola itu. Dia tetap berkonsentrasi hingga dia menemukan timing yang tepat untuk memukul bola. Segera saja Sasuke mengayunkan tongkatnya dan...

TAKK!!

"...EH?!"

Bola terpukul jauh, home run. Sasuke pun lari mengitari base yang ada.

"Hoi! Tangkap bolanya!!"

"Uchiha, lari!!"

"Sasuke-kun keren!!"

"Oi, buruan bolanya!!"

Sasuke berhasil kembali ke home base. Menang mutlak.

"Sasuke-kun! Kau lah penyelamat tim kami!!" Teman-teman yang satu tim dengan Sasuke pun bersorak gembira. Namun Sasuke tetap saja memasang ekspresi dingin. Dia pun melirik Naruto yang masih membatu di tengah lapangan dan tersenyum penuh kemenangan.

xoxoxox

Jam pelajaran olahraga telah usai. Semua sudah selesai mandi dan berganti pakaian, tapi Naruto masih di ruang ganti, menggerutu sendirian.

"Uchiha brengsek, bisa-bisanya dia memukul bolaku... Padahal itu kan lemparan yang sempurna, apanya yang salah?" Naruto menggerutu sambil memakai kemejanya. Rupanya dia masih tidak terima bolanya dapat dipukul oleh Sasuke. Sungguh kenyataan pahit, pitcher terbaik Konoha Gakuen dapat dikalahkan oleh batter terbaik Konoha Gakuen.

KLEK.

Salah satu pintu kamar mandi terbuka dan keluarlah Sasuke yang hanya terbalut handuk di pinggangnya. Naruto kaget.

"Uchiha!" seru Naruto. "Kukira kau sudah tidak di sini!!"

Sasuke menaikkan alisnya, "Memangnya kenapa?"

Naruto hanya meraung pelang sambil memalingkan wajahnya. Tapi sesekali matanya melirik ke arah Sasuke yang belum memakai seragamnya. Aih, lihatlah tubuhnya. Putih bagaikan kain yang belum ternoda, tetesan air dari rambutnya yang basah turun melewati dada dan perut menuju pinggang dengan gerakan halus, seolah menunjukkan betapa lembutnya kulit di tubuh itu.

...Sebentar. Naruto berpikir apa barusan?

"Apa?" Suara Sasuke mengagetkan Naruto yang mulai terbuai dalam lamunannya.

"He? Apanya yang apa?" Naruto bertanya balik. Sasuke mendengus.

"Kau lihat apa?" Sasuke memperjelas pertanyaannya.

"Aku tidak lihat apa-apa," Naruto berusaha berbohong. Dia berusaha untuk cepat-cepat memakai gakurannya dan keluar dari ruangan ini. "Aku hanya berpikir bagaimana cara mengalahkanmu."

"...Oh," Sasuke menanggapinya dengan datar, seolah tidak peduli. "Masih dendam rupanya."

"Tentu saja!!" Naruto meledak tiba-tiba. Sasuke menjengit kaget. "Lihat saja kau Uchiha, aku pasti akan mengalahkanmu suatu saat nanti!!"

Sasuke melipat tangannya di depan dadanya. Gestur menantang, "Oh ya? Kapan?"

Naruto gelagapan. Wajahnya sedikit merah karena amarah yang meluap, "Itu... Kapan, ya kapan-kapan! Tapi itu pasti! Aku pasti bisa mengalahkanmu!"

Tiba-tiba saja Sasuke sudah berada di depan Naruto. Dia langsung mencengkram kerah baju Naruto dan mendorongnya hingga menabrak locker.

Naruto mendesis kesakitan, "Uchiha, apa-apaan kau?!"

"Dengar, Dobe. Makin lama aku makin muak dengan permainan ini," suara Sasuke terdengar berbahaya. Sebelum melanjutkan kata-katanya dia menarik nafas dalam-dalam terlebih dahulu. "...Aku sudah tidak tahan lagi."

Mata Naruto terbelalak saat tahu Sasuke sedang menempelkan bibirnya ke Naruto. Dia bergeming, tidak tahu harus bagaimana saking kagetnya.

Sasuke tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia memiringkan kepalanya sedikit agar ciumannya bisa lebih dalam. Lidahnya menjilat bibir bawah Naruto, berusaha untuk masuk ke mulut rivalnya.

Naruto yang sadar dari kagetnya langsung panik. Dia langsung mendorong Sasuke dengan kuat dan lari sekuat tenaga. Dia pun keluar dari ruang ganti, meninggalkan Sasuke sendirian.

Sial... Yang barusan itu...

xoxoxox

"Iruka-senseeeeeii!!"

Guru bimbingan konseling berambut coklat panjang dan mempunyai bekas luka di hidungnya sedang asyik membaca koran di ruangannya. Dia berjengit kaget saat Naruto masuk ke ruangannya dengan berteriak seperti itu. Ada apa dengannya?

"Sensei, Sensei! Aku butuh bantuanmu! Aku--Aku...!"

"Naruto, ada apa? Tenang dulu, bicaranya pelan-pelan.'

"Tadi--tadi!! Dia..!"

"Naruto!" Iruka menggenggam erat pundak Naruto agar dia bisa diam dan tenang. "Tenang dulu, baru bicara."

"Uwaa!!" Naruto pun memeluk sosok 'ayah'nya itu dengan erat.

Dengan pasrah, Iruka membiarkan Naruto memeluknya. Apa yang terjadi dengan anak ini? Iruka pun menepuk kepala Naruto yang terbenam di dadanya. "Baiklah, Naruto. Bisa ceritakan apa yang terjadi?"

"Itu... Tadiakubertemuuchihasialandiruanggantidantibatibadiamendorongkudanmenciumkuakutidaktahuharusbagaimana!!" Naruto berbicara dengan sangat cepat. Perlu diingat, dia mengucapkan itu hanya dalam satu tarikan nafas.

Iruka bengong, "...Hah?"

"Jangan bilang 'hah?'!" sergah Naruto. "Apa yang harus kulakukan??"

"Bukan begitu... Hanya saja kau bicara terlalu cepat. Aku tidak mengerti,"

Wajah Narut merah padam. Dia benar-benar malu untuk mengatakan hal yang telah Sasuke lakukan padanya. "...Uchiha. Sasuke. Menciumku."

"..."

Iruka berkedip pelan, "Sasuke-kun menganggumu lagi dengan cara menciummu?? Kenapa bisa begitu?" tanya Iruka dengan nada tidak percaya.

"Mana aku tahu," sergah Naruto. Wajahnya masih merah. "Dia itu... Benar-benar kelewatan. Kalau memang mau mengganggu jangan mencium dong..."

Melihat tingkah Naruto, tiba-tiba terbesit suatu pikiran aneh di kepala Iruka. Mungkinkah...?

"Naruto... Itu ciuman pertamamu ya?"

Naruto terbelalak. Bull's eye. "Eh?? Bagaimana Sensei tahu??"

Sensei berambut coklat dan dikuncir tinggi itu hanya berdecak sambil melipat tangannya di depan dadanya. "Kelihatan, Naruto." ujarnya. "Sasuke-kun merebut ciuman pertamamu dan kau tidak terima. Sebenarnya itu yang di pikiranmu saat ini, kan?"

"Ehh, iya sih..." Naruto menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Tapi aku tidak mau menghitungnya dalam daftar ciumanku!"

Iruka tertawa mendengar perkataan Naruto. Dia pun mengacak rambut pirang Naruto. "Kau ini lucu sekali. Wajar saja kau diganggu Sasuke-kun terus menerus."

Naruto meraung pelan mendengar komentar guru bimbingan konseling itu, "Memangnya aku mainan?"

Iruka tertawa kecil, "Ya ya, terserah kau sajalah. Sudah, jangan kau pikirkan lagi. Sana, kau masih ada kelas, kan? Nanti terlambat lho."

"Iya, aku pergi," Sedikit kecewa memang karena Naruto tidak mendapatkan jawaban yang dia inginkan dari Iruka. Tapi setidaknya dengan bicara begini dia agak lega. Naruto segera meraih kenop pintu, bermaksud keluar dari ruangan itu.

"Oh ya, Naruto," kata Iruka tiba-tiba. "Kau... Suka dengan Sasuke-kun?"

Gerakan Naruto langsung berhenti. Kepalanya mulai berasap. Iruka yang sadar akan perkataannya bisa membuat Naruto meledak langsung berkilah, "Hei, aku hanya bercanda! Jangan dianggap serius!"

Naruto hanya diam dan keluar dari ruang BK dengan membanting pintu. Iruka hanya geleng-geleng kepala melihatnya.

xoxoxox

Setelah kejadian itu, Naruto terus dihantui oleh memori itu di kepalanya. Saat tidur dia bermimpi dicium Sasuke. Jika melihat wajah Sasuke dia teringat kejadian itu. Matanya jadi terus tertuju ke arah bibirnya. Parah.

Sekarang Naruto berusaha untuk menjauh dari Sasuke. Jika Sasuke duduk di pojok depan dekat jendela, maka Naruto duduk di pojok belakang yang jauh dari jendela. Jika berpapasan, Naruto akan mempercepat langkahnya untuk menghindari tatapan matanya.

Dia takut kalau nanti Sasuke akan melakukan hal aneh lagi dan tubuhnya kembali bereaksi aneh. Hei, tak ada salahnya juga kan untuk berhati-hati? Lagipula bukan salah Naruto juga dia jadi seperti ini.

Huh, kenapa jadi kepikiran terus sih?

Naruto menghela nafas panjang. Saat ini dia sedang menyendiri di atap sekolah untuk menghabiskan jam makan siang. Dengan susu kotak dan sandwich, Naruto berusaha makan sambil menenangkan diri.

"Uchiha sialan..." Naruto berbicara sendiri sambil membuka plastik pembungkus sandwichnya. "Gara-gara dia aku jadi bertingkah aneh begini." Naruto pun melahap sandwich itu dengan satu gigitan besar. Dengan cepat dia mengunyah lalu menelannya. Naruto berkedip pelan, hanya memandang sandwich di tangannya yang sudah termakan sebagian. "...Tapi kenapa aku jadi kepikiran terus? Lagipula bukan maksudku untuk terus ingat bagaimana halusnya bibir Teme... AGHH!!"

Frustasi, Naruto langsung menghabiskan sandwich dan susunya. Tidak peduli dia bisa tersedak, yang penting makan dan dia bisa melupakan hal yang mengganggu pikirannya.

"Uhuk!"

Ah, Naruto tersedak.

Naruto terbatuk dan menepuk dadanya agar bisa kembali bernafas. Ya ampun, semenjak kejadian di ruang ganti Naruto sepertinya menderita sekali. Kasihan.

Tiba-tiba ada yang menyodorkan botol berisi minum ke depan wajah Naruto. Naruto langsung menyambar dan membuka tutupnya lalu minum.

"Uwah, aku tidak jadi mati..." komentar Naruto setelah minum. Sudah lega. "Terima kasih ya," Naruto menoleh untuk mengembalikan ke orang yang menyodorkannya minum. Namun gerakannya terhenti saat melihat siapa orang itu.

Orang yang paling tidak ingin ditemui. Uchiha Sasuke. Dengan wajah datar, mengambil botol minum dari tangan Naruto.

Naruto pun shock, kaget. Dia terlonjak dan mundur beberapa meter.

"Uchiha!" serunya, "Kau mengagetkanku!!"

"Hn," Sasuke hanya cuek dan dan duduk.

"Se-sedang apa kau di sini?"

"Makan siang," jawab Sasuke sambil mengunyah roti yang dibawanya. "Aku sedang tidak mood untuk makan di kantin maupun kelas."

"Oh..." Naruto berusaha mencari-cari alasan untuk cepat-cepat pergi dari tempat itu. Dia tidak mau dekat-dekat dengan Sasuke saat ini. Sekilas terbesit di ingatannya soal kejadian di ruang ganti. Wajah Naruto sedikit memerah. Nafsunya untuk pergi semakin besar saja.

"Ngg, kalau begitu aku pergi—"

"Naruto."

Sial, gagal sudah untuk pergi. "A—apa?"

"Duduk di sini sebentar. Aku mau bicara."

"Eh, tapi aku—"

"Sini."

100 persen gagal untuk pergi dari atap. Deg... Deg... Deg... Jantung Naruto berdetak makin cepat seiring dengan langkahnya yang semakin dekat dengan Sasuke. Ahh, inikah yang dimaksud 'suka' oleh Iruka-sensei?

Naruto pun duduk di sebelah Sasuke, namun tidak persis di sebelahnya. Naruto tetap mengadakan jarak di antara mereka. Sasuke diam saja dan menghabiskan roti dan minumannya. Ciuman tidak langsung.

"Mau bicara apa?" tanya Naruto. Dia tidak mau berlama-lama di tempat ini.

"Kenapa kau menghindar?"

"Hah?"

"Aku tanya, kenapa kau menghindariku?"

"Itu..."

Deg... Deg... Deg...

"Uzumaki, aku tanya padamu."

"Baiklah, geez... Aku menghindar karena tidak mau kau melakukan hal seperti kejadian di ruang ganti, puas?"

"...Oh."

"Pertanyaanmu sudah terjawab kan, Teme? Sekarang biarkan aku pergi."

"Jangan dulu. Aku masih butuh jawabanmu yang lain, Naruto."

"Jawaban? Jawaban apa lagi?"

"Kalau aku bilang "Hei, aku menyukaimu. Maukah kau menjadi pacarku?", apa jawabanmu?"

Deg... Deg... Deg...

Diam karena tak percaya, itulah reaksi Naruto. Jantungnya berdetak kuat. Wajahnya memerah karena pertanyaan Sasuke yang langsung tepat sasaran. Hei, setidaknya basa-basi terlebih dahulu apa susahnya sih?

"Ke—kenapa bertanya seperti itu?" Naruto berusaha cuek, tapi gagal. Setelah sekian lama baru kali ini Sasuke bertanya seperti itu pada Naruto. Apakah Sasuke sengaja bertanya begitu hanya untuk mengerjainya?

"Sudahlah. Jawab saja." ucap Sasuke. Dia menoleh ke arah Naruto. "Apa jawabanmu?"

"Ehh... Aku..." Kami-sama, inikah yang dimaksud dengan Iruka-sensei seminggu lalu? Ayolah, Naruto itu benci Sasuke, lalu kenapa Naruto ragu begitu? Tinggal jawab saja tidak...

...Iya kan?

"Aku..." Naruto menggaruk bagian belakang kepalanya, tanda nervous. Dia benar-benar tidak tahu harus jawab apa. Mau bilang tidak, rasanya ada yang janggal. Tapi kalau iya, rasanya ada yang aneh.

Jawab yang mana dong?

"Ahh!!" jerit Naruto tiba-tiba. Dia tidak tahan lagi. "Teme!! Kenapa tiba-tiba kau bertanya begitu sih??"

"Kenapa?" Sasuke pun mendekatkan wajahnya ke wajah Naruto. "Itu karena aku akan mengatakan hal itu padamu, Naruto."

Cara Sasuke menyebut namanya sukses membuat darah Naruto berdesir. Perasaannya saat ini campur aduk. Marah, malu, takut... Dan bahagia. Kami-sama, ternyata yang dikatakan Iruka-sensei benar...

"Jadi apa jawabanmu?" tanya Sasuke sekali lagi. Jarak antara wajahnya dan Naruto kini hanya beberapa sentimeter.

"...Bodoh," ucap Naruto sambil memalingkan wajahnya. "Kau itu bodoh, Sasu-Teme."

Sasuke mengernyitkan dahi, "Apa maksudmu?"

"Seharusnya kau tanya itu dulu sebelum menciumku."

"Heh," Sasuke menyeringai, "Sulit untuk menahannya."

"Dasar kau..."

Untuk yang kedua kalinya, Sasuke mencium Naruto. Namun kali ini Naruto tidak melawan. Dia membiarkan lidah Sasuke untuk mengeksplorasi dan berdansa di dalam mulutnya. Ciuman pertama—di daftar Naruto— yang sangat diidamkan olehnya, penuh dengan perasaan dan tanpa paksaan.

Setelah beberapa saat, Sasuke pun melepaskan bibirnya dari Naruto, "Apa itu artinya 'ya'?" bisiknya.

Naruto mengangguk lalu mencium Sasuke dengan cepat. "Kalau 'tidak', kenapa aku membiarkanmu melakukan ini?"

"Katamu tadi kau tidak mau aku melakukan apa yang kulakukan di ruang ganti seminggu lalu?"

"I—Itu situasinya beda, Teme!!"

xXxXxXx

Please review this chapter before reading the next chapter!