disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto, but this story is purely mine.

warning(s): no-plot/plotless, AU, typo(s), and other stuff(s).

note: ini bagian dari challenge Octoberabble 2018, yang prompt-nya diambil dari prompt Inktober.

prompt day 18: i create you.


don't like? don't read.

selamat membaca :'3


.

i create you

.

.

Ceklek!

Deidara berhenti menyesap martini; pinggiran gelas bening tersebut tertahan di bibirnya. Sudut matanya melirik sedikit pada Sakura yang tengah duduk di sisi kanannya; tangan wanita itu sibuk menyentuh layar ponsel dalam gerak cepat. Ini sudah jepretan kelima yang ia ambil diam-diam dalam waktu yang cukup berdekatan.

Dan Deidara menyadari semuanya.

Ia tak begitu tahu apakah Sakura memang bodoh dalam melakukan hal secara sembunyi-sembunyi, atau sengaja melakukan agar disadari olehnya. Tetapi, sepertinya, ia berpegang pada opini pertama.

Sakura memang bodoh dalam melakukan hal secara sembunyi-sembunyi.

Sebab, wanita itu sering kali membantah hampir semua ujar-ujar yang Deidara lontarkan jika ucapannya benar; tak mungkin Sakura melakukannya dengan sengaja hanya untuk disadari olehnya. Tsundere. Dan sekarang, wanita itu justru sibuk mengambil foto-fotonya.

Deidara menghela napas berat, kemudian melanjutkan menyesap martini.

Ialah yang membuat si wanita musim semi menjadi seperti ini.

"Sampai kapan kau mau memotretku, hm?" Deidara memecahkan sunyi.

Tubuh Sakura tersentak keras. Ia menoleh dengan cepat. "A-Aku tidak memotretmu, ya! Bodoh."

'Kan?

Lagi-lagi wanita itu membantahnya. Mungkin, bartender atau tamu-tamu lain sudah akan menertawakannya kalau saja mereka tak menghargai privasi dua orang.

Deidara menghela napas, lalu melanjutkan minum martini. Ia mencoba untuk tak peduli pada bunyi tombol shutter kamera ponsel wanita itu. Si wanita merah muda tak bawa sampah duka atau apa pun malam ini. Apa yang Sakura lakukan sejak tadi adalah memotret Deidara diam-diam (menurut wanita itu), lalu sibuk dengan ponselnya.

Deidara bisa melihat dengan jelas senyum-senyum cerah yang menghiasi wajah elok Sakura. Ia juga bisa melihat dengan jelas apa yang membuat wanita itu memamerkan senyum.

Foto-fotonya yang terpampang jelas di layar ponsel yang sedang ia swipe berulang kali ke kiri dan ke kanan.

Sekali lagi, Deidara menghela napas berat.

Setidaknya, Sakura bisa memasang pelindung layar berwarna gelap untuk minimal tak ada yang bisa mengintip isi ponselnya jika memang ia tak ingin diketahui bak buku terbuka.

Bukan malah dengan begitu percaya dirinya duduk di sebelah objek potretan sembari merasa tak akan ketahuan.

Astaga. Deidara mulai bingung apakah wanita ini terlalu cerdas, atau justru sebaliknya.

"Segitunya menyukaiku sampai-sampai tak bosan mengambil potretku, ya, hm?" Deidara menghabiskan sisa martini di dalam gelas.

Sakura menoleh lagi. "Tidak, ya! Lagipula, 'kan sudah kubilang aku tidak memotretmu!" Ia membantah, lagi; namun bias-bias semburat merah jambu memang tak pernah luput dari kedua pipi pualamnya.

Hanya untuk memancing seringai Deidara mengembang di bibirnya.

"Bunyi tombol shutter pada kameramu itu, Sakura, sebaiknya dimatikan, agar aku tak tahu bahwa kau memotretku terus-menerus."

.

.

end.


another note:

terima kasih sudah membaca sampai di sini :'3
fiksi ini saya tulis untuk kepuasan pribadi semata. namun kritik dan saran sangat diharapkan agar saya bisa menulis lebih baik lagi ke depannya :'3

so … mind to review? :'3

sincerely,
Aosei RD.