Usia 30 adalah usia sebenarnya dimana kita akan meninggalkan masa muda dan mulai beranjak ke masa yang lebih dewasa. Usia dimana kita harus beranjak dari usia 20an menuju satu tingkat yang lebih tinggi lagi. Yap, orang yang sudah memasuki tahap ini disebut juga berkepala tiga. Usia yang sudah mengharuskan kita untuk berkeluarga dan mencari nafkah. Dan terlebih lagi, usia 30 adalah dimana kita harus menjaga martabat kita di setiap keadaan.
•
•
•
•
GENTLEMAN, NOT BOYS!
DISCLAIMER: MASASHI KISHIMOTO
STORY BY: VIERICHELYN17
•
•
••••
Chapter 1: Hello Gentlemans
••••
Happy reading :D
Sebuah mobil sport berwarna putih terlihat melaju menuju sebuah gedung bertingkat tinggi. Setelah memasuki area parkir gedung, mobil sport itu berhenti. Terlihat seorang pria bersurai pirang jabrik keluar dari mobil putih mengkilap itu. Ia berjalan dengan santai menuju gedung tinggi di depannya yang ternyata adalah kantornya, sambil menyesap kopi yang dibawanya.
"Ohayou gozaimasu, Naruto-sama." Beberapa pegawai kantor yang berpapasan dengan pria itu berhenti sejenak untuk memberi salam hormat.
Pria bernama Naruto itu menanggapi dengan santai, lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju ruangan kantornya.
"Naruto-sama" Sesaat setelah Naruto memencet tombol lift, seorang pegawai berambut hitam datang menghampirinya dengan tergesa-gesa. Ia berhenti ketika sampai di sebelah Naruto.
"Kenapa?" Tanya Naruto sambil menyesap kopinya.
Pegawai yang bernama Konohamaru itu menarik nafas terlebih dahulu berusaha menetralkan nafasnya yang terengah-engah. "Apa kau ingat proyek di Yokohama yang sudah kita selesaikan setahun yang lalu?"
Naruto terdiam untuk berpikir sejenak, kemudian ia mengangguk.
"Sepertinya kita terkena masalah tentang proyek itu."
"Sebenarnya sepenting apa masalah itu sampai kau tidak membiarkan aku duduk terlebih dahulu di kantorku?" Tanya Naruto sambil memasuki lift yang baru saja terbuka di depannya.
Konohamaru ikut masuk ke lift. "Pipa pembuangan yang dulu kita pasang ternyata tidak bisa menangani hujan deras pada kemarin malam. Jadi terjadi kebocoran di lantai 14 gedung. Dan pemilik gedung itu... ingin menuntut kita."
Naruto terus mendengarkan sampai tiba di lantai paling atas gedung, tempat kantornya berada. "Lalu?"
"Mereka ingin mengadakan rapat di kota Yokohama dan meminta salah satu perwakilan dari pihak kita. Apa direktur atau aku saja yang menghadiri rapat itu?" Kata Konohamaru lagi.
"Hmm... setelah diingat-ingat, mereka sendiri yang menginginkan pipa pembuangan itu dipasang padahal desain proyek Sai sudah mengatakan kalau itu bisa menjadi masalah suatu saat. Kenapa mereka menuntut kita atas kekeras-kepalaan mereka sendiri?" Ucap Naruto sambil berjalan menuju ruangan paling ujung.
"Tetapi bagaimanapun..." Ucapan Konohamaru terhenti ketika direkturnya itu berhenti dan berbalik menatapnya.
"Mereka tidak mungkin melakukan itu kan?" Naruto berkata sambil tersenyum tak peduli. Setelah mengatakan itu, ia kembali berjalan menuju ruangannya yang sudah didepan mata.
Sedangkan Konohamaru hanya bisa menepuk jidat melihat ketidakpedulian sang direktur yang selalu cuek dalam kondisi apapun.
~oOo~
"Hmmm..."
Perempuan berambut pink yang senada dengan bunga kebanggaan jepang itu memiringkan kepalanya bingung. Sakura, nama perempuan itu, sedari tadi sibuk memilih sepasang sarung tangan untuk ia beli.
"Ada yang bisa dibantu, nona?" Seorang pegawai wanita yang sepertinya melihat kebingungan Sakura segera menawarkan diri untuk membantu.
Sakura yang melihat ada seseorang yang bisa membantunya langsung tersenyum senang. "Ehm... aku ingin membeli sarung tangan yang terbuat dari kulit domba. Sarung tangan yang kuat, tetapi lembut dan halus. Jadi tangan pemiliknya terlihat menarik dan membuat seseorang ingin menggenggamnya." Sakura menjawab dengan sangat antusias.
Pegawai itu tertawa kecil, lalu menyerahkan sebuah kotak berisi sarung tangan berwarna putih dengan motif biru muda. "Yang ini sangat cocok untuk nona."
"Ah benarkah? Kalau begitu aku pilih yang ini." Kata Sakura senang.
"Apa nona ingin menuliskan nama atau inisial nona di atas sarung tangan?"
"Ehm.. boleh angka?" Tanya Sakura ragu.
"Tentu saja. Tulisan bisa dalam bentuk apapun." Jawab sang pegawai ramah.
"Kalau begitu aku pilih angka saja." Kata Sakura sambil menyerahkan secarik kertas bertuliskan angka kepada sang pegawai.
"Baiklah, mohon ditunggu sebentar ya." Selesai mengatakan itu, sang pegawaipun pergi meninggalkan Sakura untuk mengukir angka yang tertulis di secarik kertas tersebut.
10 menit kemudian
"Ini silahkan.." Setelah menunggu 10 menit, sang pegawai pun datang dengan membawa paper bag yang ia serahkan pada Sakura.
"Ah.. arigatou." Kata Sakura yang langsung menerima paper bag tersebut. Setelah itu, ia segera melangkahkan kakinya keluar dari toko untuk pulang kerumahnya.
Tetapi baru setengah jalan, tiba-tiba hujan turun, Sakura terpaksa lari ke sebuah kafe yang kebetulan ada di seberangnya karena hujan mulai deras.
"Ah.. kenapa tiba-tiba harus turun hujan? Seharusnya aku tadi membawa payung." Ucap Sakura sambil menepuk- nepuk puncak kepala dan pundaknya yang sedikit basah terkena hujan.
Sakura menengadahkan kepalanya. Menatap rintikan-rintikan hujan yang turun membasahi tanah. Sakura suka hujan. Ia suka aroma tanah basah yang masuk ke indra penciumannya. Hanya dengan menciumnya saja, seulas senyum sudah terpatri di bibirnya.
Kitto kimi wa itsu no hi ka~
Kono sora o toberu hazu dakara~
Nando tsumazuita to shite mo~~ For you
Nada dering itu menyadarkan Sakura akan lamunannya terhadap hujan. Ia segera merongoh saku jaketnya dan mengambil benda persegi panjang berwarna rose gold, lalu segera melihat nama yang tertera di layar.
Sakura sedikit memekik senang, kemudian dia segera berdeham pelan untuk menetralkan detak jantungnya yang berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Ia kemudian menekan tombol hijau di layar.
"Halo, Sai?" Sapa Sakura ketika telepon sudah tersambung.
"Oh halo Sakura. Maaf, apa aku mengganggu?" Kata seseorang dari seberang telepon.
"Oh tidak, tidak apa. Bicara saja, Sai." Jawab Sakura dengan cepat. Sakura hampir saja memukul mulutnya sendiri yang bicara terlalu cepat karena grogi.
"Hahaha... kalau begitu, aku ingin menanyakan sesuatu." Tawa Sai terdengar bagai suara malaikat di telinga Sakura. Sakura menggelengkan kepalanya pelan.
"A-apa yang ingin kau tanyakan?" Ucap Sakura gugup.
"Ehmm... sebenarnya bukan sesuatu yang cukup penting, tapi aku ingin mulai berkencan dengan seseorang." Jawab Sai mantap. Sakura bisa mendengar nada suara Sai yang terdengar senang ketika mengatakan ini. Tapi tidak untuk Sakura. Senyum yang sedari tadi terpatri di bibirnya seketika lenyap di telan angin.
"Kencan?"
"Ya. Temanmu yang berambut pirang yang datang bersamamu minggu kemarin di stadiun. Yang bermain golf. Dia tipeku. Jadi mungkin aku bisa menanyakan nomor telefonnya atau sejenisnya padamu. Tentu saja kalau itu tidak mengganggu kesibukanmu, Sakura." Jelas Sai lagi. Kali ini nada suaranya bahkan terdengar lebih senang dari sebelumnya.
Lain Sai, Lain lagi Sakura. Wanita beriris emerald jernih itu langsung terdiam kehilangan kata-kata. Jadi Sai... menyukai Ino. Sai bilang Ino tipenya.
Sakura menundukkan kepalanya. Miris. Itu yang ia rasakan.
"Sakura? Ah maaf, apa kau sedang sibuk?" Suara Sai kembali terdengar dari seberang telpon.
"A-ah.. A-aku akan kirimkan nomor telponnya lewat pesan." Jawab Sakura terbata.
"Ah souka? Arigatou na, Sakura." Setelah mengatakan itu, Sai memutuskan sambungan telpon.
Sakura menurunkan handphone yang sedang digenggamnya. Ia terdiam menatap rintikan hujan yang mulai mereda. Entah karena apa, ia merasa rintikan hujan itu serasa mewakilkan perasaannya saat ini. Dingin. Rasanya ia ingin menangis.
~oOo~
Gaara tidak bisa berhenti merutuki pria bersurai oranye yang sedari tadi hanya duduk di hadapannya dengan wajah tanpa dosa.
"Kali ini apa lagi yang kau lakukan, Pein?" Tanya lelaki bersurai merah itu.
Pein menatap Gaara yang duduk di depannya. "Sudah kubilang, hanya seperti biasa."
"Lebih tepatnya, apa?" Gaara sudah berusaha bersabar dalam menghadapi makhluk di depannya ini kurang lebih selama satu jam.
"Aku hanya merekrut pekerja untuk kafeku, apa ku salah?" Jawab Pein sambil menegak jus jeruk buatan salah satu pekerjanya.
Sekarang mereka sedang berada di kafe milik Pein dan sedang membicarakan sesuatu yang -entahlah. Penting bagi Gaara, tapi mungkin tidak terlalu penting bagi Pein?
"Dengar Pein. Ini sudah ke-598 kalinya Konan memintaku untuk mengurus surat perceraianmu dengannya. Dan sebagai layaknya seorang teman, aku hanya ingin bertanya. Apa lagi yang kalian ributkan kali ini? Tidak mungkin hanya karena kau merekrut seorang pekerja untuk kafemu bukan? Konan tidak segila itu sampai ingin menceraikanmu hanya karena itu." Ucap Gaara sambil memijat-mijat pangkal hidungnya.
Sepanjang masa kariernya sebagai seorang pengacara. Tentu saja, Gaara sudah banyak menangani berbagai kasus di masyarakat. Kekerasan, Ketidakadilan, Perampasan hak milik, atau bahkan perceraian. Sebagai seorang pengacara hebat, ia tidak pernah gagal menangani masalah-masalah para kliennya. Hanya saja, ada satu. Satu masalah yang tidak pernah bisa ia tangani dengan baik.
Masalah yang ditimbulkan oleh sahabatnya sendiri yang suka berbuat ulah.
"Hah.. baiklah Gaara, akan kuberitahu semuanya." Kata Pein sambil menegak habis minumannya.
"Aku ingin merekrut seorang pekerja karena kafeku kekurangan pekerja. Lalu ada yang melamar ke kafeku." Pein terdiam sejenak memberi jeda. Kemudian ia kembali menatap Gaara. "Perempuan."
Oke sudah cukup. Tidak perlu dijelaskan lagi skenarionya, Gaara sudah mengerti. "Jadi kau langsung merekrutnya untuk bekerja di kafemu ini? Tentu saja dengan menggunakan wajah menggodamu itu dan juga... dengan melepas cincinmu?"
Pein melotot. "Bagaimana kau tahu kalau aku melepas cincinku ketika aku merekrutnya?"
Gaara memutar bola matanya bosan. "Bukankah itu yang selalu kau lakukan jika bertemu dengan wanita manapun? Untuk menunjukkan pada mereka kalau kau belum punya pasangan?"
Mata Pein tiba-tiba langsung berbinar begitu mendengar jawaban Gaara. "Kau sangat mengenalku, Gaara-chan. Aku jadi terharu karena ada teman yang selalu memperhatikanku."
"Hentikan perkataan menjijikanmu itu." Kata Gaara jijik. "Lagipula Pein, kurasa kau akan bersenang-senang besok malam."
Pein mengkerutkan keningnya. "Apa maksudmu?"
"Besok malam natal. Tentu saja istrimu akan memberi hadiah, bukan?"
~oOo~
"Shimura sai? Pria berkulit pucat yang kulihat di stadiun baseball minggu kemarin?"
Sakura mengangguk. "Kuberikan nomor ponselmu padanya. Kau tidak keberatan kan, Pig?"
Gadis bersurai pirang yang dikuncir tinggi itu menoleh setelah membereskan alat-alat golfnya. "Apa pekerjaannya? Apa dia dari kalangan kaya?"
"Dia seorang insinyur dan sekarang bekerja sebagai salah satu kepala perusahaan arsitektur. Kau bisa tanyakan langsung padanya, apa ia dari kalangan kaya atau tidak." Jawab Sakura sambil menatap Ino.
Mayowazu ni ima mujun darake no sekai o sono te de uchihanate~~
Ino segera melirik ponselnya yang berbunyi. Ia mengambilnya lalu menampilkannya di depan Sakura. "Ini nomornya?"
Sakura mengangguk. "Ya..."
Ino kembali menghadapkan ponselnya ke wajahnya. Sakura kira Ino akan segera mengangkatnya, tetapi dugaannya salah. Ino langsung menonaktifkan ponselnya lalu langsung memasukkan benda persegi panjang itu kedalam sling bagnya
"Kau tidak mengangkatnya?" Sakura sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi. Lagipula, ia cukup terkejut melihat Ino malah mematikan ponselnya.
Ino menatap Sakura lekat. "Kalau kau ingin mendapat hadiah yang mahal dari seorang insinyur, jangan kau angkat telponnya."
Sakura menghela nafas. Yah.. memang begitulah sahabat pirangnya itu. Suka seenaknya tanpa memikirkan perasaan yang lain. Gadis pirang itu bahkan tidak segan-segan mengatakan apapun itu yang ada di kepalanya tanpa melihat situasi ataupun kondisi.
"Kau tidak boleh terus-terusan memiliki cinta seperti itu." Kata Sakura pelan tapi mampu ditangkap oleh Ino.
"Hm?" Ino memiringkan kepala. Bingung dengan reaksi sahabatnya. Biasanya walau Ino selalu seenak jidatnya, Sakura hanya menggelengkan kepala dan menghela nafas. Tapi kenapa sahabat gulalinya itu sekarang... terlihat sendu.
"Bagiku... 10 detik saja sudah cukup." Sambung Sakura lagi ketika mendapati bahwa Ino mendengarkannya.
"Apanya?" Tanya Ino tak mengerti dengan ucapan Sakura.
"Jangan bertanya, Pig. Aku tak akan memberitahumu." Ucap Sakura yang diakhiri dengan juluran lidah kearah Ino.
Ino menyipitkan mata. "Kau sungguh punya banyak rahasia ya, forehead."
Sakura hanya terkikik geli melihat tatapan mengintimidasi Ino. Kemudian ia mengarahkan pandangannya kearah lapangan golf yang terkena siraman air hujan.
"Kenapa tiba-tiba turun hujan sih? Padahal aku sudah membuat janji dengan salon kecantikan." Kata Ino sambil merapatkan jaketnya.
Sakura terdiam menatap guyuran air yang membasahi lapangan. "Tiba-tiba aku berharap, akan terjadi sesuatu di kehidupanku. Seperti... cinta, mungkin?" Ucapnya pelan sampai tertelan suara derasnya air hujan. Tapi ia mendengarnya dengan jelas, begitu juga Tuhan.
~oOo~
Konoha street
Jalanan sangat padat dengan banyaknya pengunjung dari berbagai tempat yang datang untuk melihat keindahan tempat ini. Konoha street. Jalan yang terlihat sangat indah ketika natal dengan tumbuhnya pepohonan rindang di sisi-sisi Konoha street.
Sakura terpaku melihat semua itu. Sungguh pemandangan yang sangat indah. Ia selalu menyukai hal-hal seperti ini. Membuatnya terpesona dan merasa tentram.
Gadis bersurai gulali yang sekarang mengenakan gaun rajut berwarna merah terang itu berjalan menyusuri keindahan Konoha street, sambil melihat-lihat stand-stand kecil yang ada di sepanjang jalan. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah stand yang menjual berbagai macam novel.
Sakura mengambil salah satu novel yang menarik perhatiannya. Ia mulai membuka halaman-halaman novel yang tidak terlalu tebal itu. Saking serunya membaca, Sakura tak sengaja menjatuhkan dompetnya yang ia pegang tadi.
Sakura pun membungkuk untuk mengambil dompetnya. Hanya saja saat membungkuk, Sakura mendapati pinggulnya menabrak seorang laki-laki yang kebetulan sedang berjalan dibelakangnya sambil mengutak-atik sesuatu.
Sakura menoleh ke belakang untuk melihat siapa orang yang ia tabrak. "Ah.. Gomen." Kata Sakura kepada pria pirang itu. Pria itu hanya mengangkat sebelah tangannya, dan Sakura mengartikannya sebagai 'Tidak apa'.
Sakura kembali fokus pada novel di genggamannya. Ia tidak menyadari bahwa kain rajutan bagian belakangnya mulai habis karena tertarik.
Tunggu. Tertarik?
Ya. Ternyata gaun rajut Sakura yang bagian belakang tertarik ujung benangnya karena tersangkut di tas selempang pria berambut pirang jabrik tadi.
Pria itu, yang tak lain dan tak bukan adalah Naruto Uzumaki, salah satu kepala perusahaan arsitektur, juga tidak sadar bahwa sedari tadi di tasnya tersangkut benang rajut berwarna merah.
Naruto sibuk mengutak-atik kamera polaroidnya, memastikan bagian mana yang salah. Hingga pada akhirnya, Naruto menoleh pada sekeliling karena merasa ditatap.
Naruto menatap bingung para pengunjung Konoha street yang melihatnya dengan tatapan aneh. 'Apa ada sesuatu di wajahku?' Batin Naruto sambil mengusap wajahnya. Tapi Naruto menyadari sesuatu, tatapan para pengunjung bukan mengarah padanya ataupun wajahnya. Tatapan mereka mengarah pada... tasnya.
Naruto segera mengarahkan pandangannya kearah yang sedari tadi ditatap oleh para pengunjung. Tidak ada yang aneh dengan tasnya. Masih berwarna hitam gelap dan masih terlihat bersih dan mengkilap. Hanya saja, ada sesuatu yang berwarna merah menyangkut di resleting tasnya.
Pemuda beriris saphire itu mengernyit. Dari mana asalnya benang ini? Tapi akhirnya ia tahu mengapa tatapan pengunjung seperti menatapnya aneh. Benang ini sudah tersangkut dengan tasnya sepanjang jalan. Jadi di jalan itu, ada benang merah yang menghalangi jalan.
Naruto perlahan mengambil benang yang tersangkut itu, lalu berjalan mengikuti benang di sepanjang jalan sambil menggulungnya menjadi satu. Tentu saja, ia tak mau mengganggu ketertiban jalanan, jika ia mengabaikan benang merah ini.
Sakura menatap buku novel itu sekali lagi. Lalu ia memantapkan diri untuk membeli novel yang sudah menarik hatinya itu. "Aku beli yang ini ya? Berapa harganya?" Tanya Sakura pada gadis penjaga stand.
Baru saja gadis itu ingin menjawab, tiba-tiba ada suara seseorang yang menginterupsi.
"Mengapa kau tidak mengurusi ini dulu?"
To be Continued...
Author's Note: Cerita ini terinspirasi dari drama yang berjudul "Gentleman's Dignity". Alur cerita mengikuti dramanya, hanya saja ada beberapa perbedaan dalam penulisannya. Terima kasih bagi yang sudah membaca. Arigatou gozaimasu :D
