CITA DAN CINTA

.

.

By : Kim jie ya a.k.a xiao lyn

.

.

Kaihun

.

Warning : typoo bermekaran, mpreg, crackpair, alur lambat.

.

.

Don't like don't read.

.

Enjoy!

Semilir angin menerpa dua orang yang tengah berada di bawah pohon maple dengan daun berwarna coklat menyambut musim gugur. Angin musim menerbangkan dedaunan kering di sebuah jalan setapak tak jauh dari sana. Sang angin dengan jahil menerbangkan anak rambut salah satu pemuda dari dua orang tadi.

Pemuda manis itu tak peduli dengan angin yang bermain main dengan rambut coklat nya yang telah memanjang mencapai bahu. Senyum terukir di bibir peachnya setiap kulit tangannya merasakan permukaan rambut hitam pemuda lain yang tengah berbaring di pahanya yang berbalut celana jeans hitam.

Jas dengan aksen kedokteran masih melekat indah di tubuh rampingnya. Menutupi kemejanya yang juga berwarna putih. Pemuda tampan yang berbaring nyaman itu masih saja menutup matanya. Menyembunyikan onyx tajam yang akan menjeratmu dalam sekali lihat. Bibir penuhnya melengkung ke atas, menikmati belaian lembut yang mendera rambut hitamnya.

"Jongin, aku ingin seperti ini saja." Ucap pemuda manis sambil memejamkan mata dan menyenderkan badannya ke batang pohon dibelakangnya. Menarik tangannya yang sedari tadi bergerak di kepala orang yang dipanggilnya 'Jongin', sebelum sebuah tarikan membawanya kembali ke tempatnya semula.

"Aku juga, tapi entahlah." Ucapnya singkat. Tangan pemuda manis itu berhenti sejenak, sebelum kembali menggeluti kegiatan sebelumnya.

"Kau tahu kan Sehun, pekerjaan kita menuntut untuk sebuah kesiapan? A-aku tidak bisa membiarkan begitu saja." Lanjut Jongin.

Pemuda manis bernama Sehun itu membuka kelopak matanya, menampakkan bola mata coklat yang tengah menampakkan guratan kekecewaan. "Iya, tentu saja."

Sehun menarik tangannya kemudian menegakkan tubuh, isyarat agar Jongin bangkit dari posisinya. Tapi Jongin terlalu menikmati posisi yang jarang sekali dapat mereka lakukan. Melihat itu, Sehun kembali menghela nafas.

"Bahkan setelah kita menikah?" tanya Sehun pelan.

Jongin membuka matanya. Menatap tepat pada mata Sehun. "Itu-..." Jongin bangkit dari tidurnya. Mendudukkan diri di samping Sehun.

"...Entahlah Sehun, sudah berapa kali kita membahas ini? Seba-"

"Baiklah, aku mengerti. Menjadi pemadam kebakaran adalah cita-citamu." Ujar Sehun menatap lurus, tak sedikitpun melirik Jongin.

"Aku tidak ingin kita bertengkar lagi, hunnie." Ucap Jongin lembut.

"Aku juga, tapi kondisi ini akan selalu muncul selama kita tidak saling mengalah." Sehun menundukkan kepalanya. Menatap ribuan rumput hijau yang bergerak disapu angin.

"Apa yang kau maksud mengalah? Apa dengan mengorbankan cita-ci-..."

"Aku akan berhenti menjadi dokter setelah menikah jika kau juga melakukannya. Jika itu bisa membuat kebahagiaan." Ucap Sehun sembari menatap Jongin. Jongin menghela nafas. Menetralkan emosinya.

"Sudahlah, aku tidak dalam mood yang baik."

"Kau selalu seperti itu saat kita membahas hal ini. Sebenarnya, kau mencintaiku atau tidak?" tanya Sehun pelan.

"Aku mencintaimu. Dan kau tahu itu." Jongin mengusap mukanya lelah.

"Aku tidak pernah tahu jika kau mencintaiku selama kau masih mementingkan ego untuk memilih cita-citamu."

"Kau yang mementingkan ego Sehun! Sebaiknya kau lupakan ambisimu untuk memiliki suami yang tidak sering meninggalkanmu dirumah untuk menantang bahaya seperti appamu! Atau kau bisa mencari calon suami yang lain!" ucap Jongin dengan nada tinggi.

Sehun terdiam. Dadanya mendadak ngilu, setetes kristal bening lolos begitu saja. Dan Jongin menyadari, dia yang salah. Tak seharusnya dia berkata begitu disaat pernikahan mereka tinggal satu minggu.

"Se-..."

"Seharusnya memang begitu."

Deg.

"Apa maksudmu? K-kau tt-..."

"Seharusnya aku mencari calon suami yang tidak pernah meninggalkanku sendirian. Tapi aku tidak bisa. Aku terlalu mencintai Kim Jongin. Lalu aku harus apa?"

Jongin seharusnya lega. Tapi tidak, sebelum raut kepedihan itu sirna dari wajah kekasihnya.

"Seharusnya aku bisa bahagia dengan orang yang seperti itu. Seharusnya aku tak pernah diliputi rasa khawatir saat menunggu suamiku pulang. Seharusnya seperti itu, tapi hatiku dan perasaan ini tak semudah seharusnya." Pandangan Sehun kosong. Matanya menatap ke depan.

"Kita bisa memulainya dari awal. Ok, Halo, aku Kim Jongin, siapa namamu?" Ucap Jongin mengulurkan tangannya untuk berjabatan. Tapi Sehun hanya menatapnya kecewa tanpa berniat menjabat tangannya.

"Awal yang bagaimana? Bagaimana kau bicara memulainya dari awal sedangkan pernikahan kita hanya tinggal satu minggu? Kita sudah terlambat untuk memulainya dari awal." Jongin terdiam mendengar ucapan Sehun.

"Bagaimana kau bisa menganggap ini begitu mudah? Seolah kau memadamkan api lilin dengan segelas air? Sekarang kau menyuruhku mencari penggantimu?"

"Sehun, tenanglah. Sebelumnya maafkan aku, terlambat memberitahumu."

"Kau sangat terlambat Jongin. Tidak menjadi masalah jika kau tak menghilang saat itu, dan aku bisa menerima kenyataan bahwa kau seorang pemadam kebakaran!" Ucap Sehun.

"KAU TIDAK BISA MELIMPAHKAN KEKESALANMU TENTANG APPAMU YANG SUDAH MATI ITU PADAKU BEGITU SAJA!" bentak Jongin. Sedetik kemudian, akal sehat menyadarkannya. Belum sempat kata maaf meluncur dari bibir penuhnya, terdengar deringan ponsel dari sakunya.

"Halo."

"..."

"Iya, apa?! baiklah." Jongin bangkit dan segera berlari menuruni bukit, meninggalkan Sehun tanpa mengucapkan apapun. Yang jelas, Jongin lupa dan tidak sempat untuk berbalik.

Sehun tersenyum miris memandang langit.

"Appa, pantaskah dia menjadi suamiku?" tanyanya pelan.

"Seharusnya dulu aku mendengarkan ucapan appa." Tangisnya pecah setelah sekian lama menahannya. Dirinya terisak sembari mencengeram dada kirinya, pusat rasa sakit itu berasal.

"Maaf appa, maafkan aku." Kalimat itu berulang ulang meluncur dari bibir tipisnya. Sehun menguatkan diri untuk bangkit.

"Biarkan esok menjemputku pada kenyataan, apa yang akan terjadi, aku tidak tahu. Apapun itu, sepertinya hatiku harus membuat perisai baja lagi." Ucapnya sebelum beranjak melewat jalan yang beberapa menit lalu Jongin lalui.

x.x.x

x.x

"Sehun-uisa, tadi Suho-ssi menanyakan tentang anda."

Sehun menoleh menatap salah satu perawat yang memanggilnya.

"Dimana dia sekarang?" tanya Sehun.

"Sepertinya menunggu di ruangan anda."

"Terimakasih."

Perawat itu menunundukkan badan saat Sehun melewatinya.

.

Ceklek~

"Eomma." Panggil Sehun setelah masuk ruang kerjanya.

Sehun berjalan menghampiri eommanya yang tengah duduk melihat foto yang ia pajang di atas meja kerjanya. Dia bergerak memeluk eommanya dari belakang.

"Eomma."

"Eh, Sehunnie? Sejak kapan kau datang?" tanya Suho –eomma Sehun-

"Eomma merindukannya?" Sehun berbalik bertanya.

Tangan putih Suho mengelus sosok pria tampan di bingkai foto yang tengah digenggamnya.

"Sangat merindukannya." Air mata Suho mengalir dari matanya yang menatap sendu foto pria berbalut pakaian khas pemadam kebakaran yang tengah merangkul pria lain yang tangah memeluk anak kecil berumur sembilan tahun dari belakang, juga balita di gendongan pria tampan yang sedang memeluk lehernya dengan senyum lebar.

"Maafkan Sehun, jika saja Sehun ti-..."

"Ssst, itu sudah delapan tahun yang lalu Hunnie. Sekarang appa mu pasti sudah merestui kalian, berbahagialah dengan jo-..."

"Tidak ada yang akan menikah eomma." Ucap Sehun.

Suho menolehkan kepalanya ke belakang. "Kenapa?"

Sehun mengubur kepalanya ke perpotongan bahu sang eomma.

"Bukankah kau mencintainya? Jangan pikirkan tentang masa lalu, nak. Leb-..."

"Hanya tidak."

"Baiklah, apapun keputusanmu Hunnie, eomma akan mendukungmu."

"Terima kasih."

x.x.x

Sehun berjalan pelan melewati jajaran toko yang tengah ramai akan pengunjung. Kakinya yang terbalut sneakers putih melangkah dengan tenang, berbanding terbalik dengan hatinya yang berdentum ngilu.

Sehun berhenti di sebuah toko bunga di ujung jalan yang sepi. Matanya memandang papan nama usang yang tergantung di atas pintu masuk. 'XILIEU FLOWER'S'. Nama itu masih terukir di sana. Hanya warnanya yang semakin memudar.

Tangan putihnya mendorong pintu itu, menimbulkan suara gemerincing lonceng yang dipasang di atasnya. Seorang pemudaberpipi tembam yang tengah berdiri disebelah rangkaian bunga krisan mengangkat wajahnya. Senyum terpatri disana saat melihat siapa yang datang.

"Sehunnie." Panggilnya riang.

"Hai hyung." Balas Sehun melangkah menghampiri pemuda manis itu dan memeluknya.

"Duduklah, akan hyung buatkan teh." Sehun mengangguk dan mengenyahkan bokongnya ke sebuah kursi di pinggir jendela. Mata coklatnya bergerilya mengamati toko bunga yang beberapa menit yang lalu dia masuki. Masih sama seperti delapan tahun yang lalu, tak ada yang berubah, kecuali cat yang sudah mulai memudar.

"Dua minggu terakhir kau jarang kesini. Apa tugas sebagai uisa begitu mengganggu?" tanya Xiumin –pemuda tadi- setelah dia menaruh nampan berisikan teh hangat dan kue kering.

"Begitulah." Sehun mengambil salah satu cangkir berisi teh yang terlihat sangat menggoda. Tangannya berhenti menggerakkan cangkir itu tepat di depan bibirnya begitu dia mendengar ucapan Xiumin. "Oh, kau pasti sibuk merencanakan pernikahanmu dengan Jongin."

Sehun kembali menyodorkan isi cangkir itu ke mulutnya. Merasakan bulir bulir teh memasuki tenggorokannya yang mendadak tercekat. Tangannya menaruh kembali cangkir itu dengan gemetar.

"Mungkin." Ucap Sehun singkat.

"Kau sedang dalam masalah Sehunnie? Kau bisa cerita kepada hyung." Sehun hanya diam dan menunduk.

"Yah, walaupun hyung hanya kakak iparmu, setidaknya itu bisa membuatmu sedikit lega." Sehun mengangkat kepalanya.

"B-bukan begitu, hyung sudah ku anggap seperti hyungku sendiri, bukan kakak ipar. Hanya..."

Xiumin terkekeh pelan. "Iya~ hyung mengerti. Kau tidak perlu bercerita jika ti-..."

"Aku bertengkar dengan Jongin." Ucap Sehun cepat. Xiumin menatap Sehun.

"Oh ayolah, itu sudah biasa untuk calon pengantin, bertengkar karena masalah pesta, catering, tempat, jangan terlalu di bawa serius." Tawa terdengar mengalun dari tenggorokan Xiumin, membuat Sehun sedikit tersenyum, sebelum senyum itu berubah pahit saat mengingat Jongin.

"Bukan-..."

"...-Itu tentang appa." Lanjut Sehun pelan. Xiumin sontak menghentikan tawanya dan menatap adik iparnya itu prihatin, walau sebenarnya keadaannya juga tak beda jauh dari itu.

"Sehunnie, kau tau kan itu sudah delapan tahun yang lalu." Ujar Xiumin lembut.

"Tapi..."

"Tapi itu salahku, hyung." Ujar Sehun dengan nada yang amat rendah.

"Itu bukan salahmu Sehunnie, kita semua tentu tidak ingin hal itu terjadi." Xiumin mengelus punggung tangan Sehun lembut.

"Jika saja saat itu aku tidak terpancing emosi dan pergi begitu saja, jika saja saat itu aku menuruti appa, appa tidak akan pergi, A-aku tidak tahu jika itu permintaannya yang hiks..." kalimat itu berhenti disitu, karena sang pembicara justru tengah menundukkan kepala dengan tetesan liquid bening mengalir dari matanya yang terpejam.

Xiumin menghampiri Sehun dan duduk disebelahnya. Merangkul penuh kasih dan kelembutan kepada adik iparnya yang begitu rapuh.

"Ssst... jangan menangis Sehun, appa tidak akan menyukai hal ini." Ucap Xiumin.

"Hiks... ini semua karenaku, hyung. Eomma kesepian, dan hyung hiks..."

"Tidak apa apa hunnie, semua sudah berlalu. Kita sudah tidak hidup di sana, ini kehidupan kita sekarang." Sehun hanya diam menatap Xiumin dengan mata sembab.

"Kini, lebih baik kau menemui Jongin. Dia pasti khawatir."

"Tidak ada gunanya lagi, hyung." Xiumin menatap Sehun dengan tatapan 'apa yang terjadi?'

"Kurasa dia memang tidak serius denganku sejak awal."

"Jika Jongin tidak serius, kenapa dia memintamu menikahinya." Sehun membenarkan duduknya menyandar pada punggung kursi.

"Katakan padaku hyung, apa jika calon suamimu membentakmu dan mengatakan hal menyakitkan tentang appamu itu perbuatan yang benar? Dan jika calon suamimu memintamu mencari penggantinya dengan begitu mudah, apakah dia mencintaimu? Katakan padaku hyung." Suara Sehun melemah di akhir kalimat.

"Sehunnie..." Xiumin kehilangan kata-katanya.

"Terima kasih hyung, untuk tehnya dan juga untuk telah menemaniku, bisakah hyung bungkuskan bunga krisan untukku?"

"...-aku ingin mengunjungi appa." Lanjutnya.

x.x.x

T.B.C

Annyeong chingu~

Jiejie kembali lagi #ngga ada yang ngarepin

Kali ini jiejie membawa tema yang sedikit lebih tidak ringan #hallah

Semoga suka...

Tentang ff all about love, jiejie merasa... aduuh.

Laptop jiejie masih dalam masa perbaikan setelah semua data yang dikandung(?)nya hilang T_T

Semua fic yang jiejie pernah buat termasuk ending all about love ikut lenyap. Akan jiejie usahakan untuk segera mempublish endingnya –setelah mengetik ulang tentu-

Akhir kata.

RnR juseyo~