Picture of Lust
Choi Seungcheol – Yoon Jeonghan
By : Barbie J
Cokelat adalah alasan mengapa Jeonghan membenci Seungcheol.
Prologue
"Chocolate"
Cokelat membuat gemuk. Cokelat rasanya pahit di lidah. Aroma cokelat membuat perut mual. Cokelat tidak menarik.
Jeonghan sangat tidak menyukai cokelat, semua orang yang mengenalnya mengetahui hal itu. Orang-orang terdekatnya tak akan pernah memberikan cokelat padanya dalam event spesial apapun sebagai hadiah. Tetapi, sepertinya itu tidak berlaku bagi pria yang Jeonghan temui di dalam sebuah acara seminar psikologi satu bulan yang lalu. Choi Seungcheol, mahasiswa Fakultas Teknik di Universitas yang sama dengan Jeonghan, telah merubah kehidupannya yang tenang menjadi suram sejak pertemuan mereka yang tidak wajar.
Ruangan seminar sangat hening, semua mata terfokus pada materi yang diterangkan oleh profesor yang berdiri di podium, begitu juga dengan Jeonghan yang duduk di kursi paling belakang baris ke dua, sebagai mahasiswa dari Fakultas Psikologi ia sangat antusias dengan seminar kali ini, tetapi karena ia terlalu suka tidur, terlambat menjadi penyebab ia duduk di kursi belakang.
Saat ia terus terfokus mendengarkan, ia merasakan angin sedikit berhembus dari arah samping kanan, lalu terdengar gerakan kecil dari kursi kosong yang berasal dari arah yang sama. Meskipun sedikit terusik Jeonghan berusaha kembali fokus, namun sialnya ia gagal melakukannya setelah merasakan ketukan jari di pundaknya.
"Hei, apa yang dia katakan?" Tanya seseorang di sampingnya.
Meskipun enggan, Jeonghan tetap menoleh.
"Teori Burrhus frederick skinner." Jeonghan menjawab singkat sebelum kemudian kembali menatap lurus ke depan tanpa tertarik untuk lebih lama melihat wajah seseorang yang sudah merusak fokusnya.
"Siapa?"
Suara itu kembali mengganggunya. Jeonghan memejamkan mata dengan bibir bawah ia gigit, kesal, ia mulai kesal karena konsentrasinya semakin terpecah.
"Burrhus frederick skinner." Jeonghan mengulangi jawabannya tanpa menoleh, kemudian ia kembali berusaha fokus karena ia sudah kehilangan beberapa bagian kalimat yang diucapkan oleh profesor di depan.
"Burrhus... skinner...? Mmm...siapa dia?"
Jeonghan kembali menggigit bibir bawahnya.
Oh ayolah... mahasiswa psikologi mana yang tidak tahu Burrhus frederick skinner?!
Jeonghan menoleh dengan gerakan kasar, memakinya adalah yang ingin ia lakukan karena pria yang mengganggunya telah bermain-main dalam seminar penting, tetapi detik kemudian Jeonghan hanya bisa tercekat dengan bibir terbuka saat hendak mengucapkan kalimat, ia mematung, dan mengerjapkan matanya dengan bingung. Seseorang di sampingnya ini tidak ia kenali, ah bukan, meskipun ia tidak mengenali semua mahasiswa fakultas psikologi tetapi Jeonghan yakin sekali bahwa pria yang sedang tersenyum menampakkan lekuk kecil di pipinya itu bukan mahasiswa psikologi. Lihat saja penampilannya, rambut acak-acakan, jaket hitam, celana hitam yang berlubang di bagian lutut, dia juga menggunakan anting di kedua telinganya, tidak tidak... dia jelas bukan mahasiswa Psikologi, karena di dalam fakultas Psikologi terdapat peraturan tersendiri mengenai bagaimana mahasiswa Psikologi harus mengutamakan kebersihan dan kerapiahan dalam berpakaian di dalam Universitas, itulah yang membedakan fakultas Psikologi dengan fakultas yang lain. Tentu saja pria ini...
"Ah. Hai.." Pria itu melambaikan tangannya di depan wajah Jeonghan, dengan gugup menyapa setelah sesaat ia juga sempat tertegun.
Jeonghan mengabaikannya begitu saja. Ia merubah posisinya dan menatap lurus ke depan. Bukan urusannya.
Saat itu juga Jeonghan mendengar kekehan kecil. Ia tidak mengerti apa yang sedang pria itu tertawakan.
Setelahnya Jeonghan merasakan pria di sampingnya sedikit mendekat sebelum ia mendengar bisikan, "Ikat rambutmu lepas."
Sial! Di saat seperti ini.
Dengan berusaha tenang dan dengan menunjukkan sikap masa bodohnya Jeonghan menarik karet putus yang mengikat rambut panjangnya, dan membiarkan rambutnya tergerai begitu saja.
"Kau lebih cantik seperti ini." Celetuk pria di sampingnya, lagi.
Bukan karena tidak mau mengakui kenyataan, Jeonghan menyadari bahwa ia memang memiliki wajah feminin seperti seorang wanita, akan tetapi Jeonghan tidak suka dengan kata cantik yang kebanyakan orang-orang selalu katakan pada dirinya. Bagaimanapun ia seorang pria yang akan senang jika dikatakan tampan.
Ah, pikirannya berhasil dialihkan.
Jeonghan kembali menoleh pada pria di sampingnya, tatapannya tak sedikitpun menyembunyikan perasaan jengkelnya. "Apa yang kau lakukan di dalam seminar yang hanya dikhususkan untuk mahasiswa Psikologi?"
"Oh, kau tahu jika aku bukan dari Fakultas Psikologi?" Pria itu tampak takjub, namun berbeda dengan raut wajah Jeonghan yang terlihat semakin kesal. Menyadari hal itu pria berlesung pipit ternsenyum kecil, "Baiklah-baiklah... mungkin kau bisa mengatakan jika aku sedang melihat-lihat?"
"Kalau begitu teruslah melihat-lihat dan jangan menggangguku." Jeonghan mengucapkan kalimat peringatan, lalu dengan gesture tak ingin mendengar satu saja kalimat balasan ia kembali menatap ke depan, dengan wajah serius ia berusaha mengumpulkan konsentrasinya.
Tetapi Jeonghan merasa semakin kacau, ia sama sekali tidak bisa konsentrasi, karena sejak sekitar tiga menit ia merasa telah ditatap, dipandangi, sedemikian rupa. Untuk ke sekian kali ia menoleh ke samping,
"Apa yang kau lakukan?" Jeonghan kembali bertanya dengan intonasi dan penekanan nada dalam kalimatnya karena menahan amarah.
"Melihat-lihat." Jawab pria berlesung pipit dengan wajah polos bak bocah tanpa dosa.
Mendengar jawaban itu Jeonghan segera berdiri dengan bermaksud untuk berpindah tempat duduk namun dengan cekatan pria itu menahan tangannya dan menarik Jeonghan dengan kuat namun pelan sehingga Jeonghan kembali duduk seperti semula tanpa membuat suara kegaduhan.
"Apa yang kau lakukan?!" Terdengar kegeraman dalam suara Jeonghan yang sengaja ditahan agar tetap pelan.
"Baiklah, aku akan pergi." Ucap pria itu.
Mendengar hal itu Jeonghan menjadi sedikit lebih tenang. Kemudian ia melihat pria dengan lesung pipit itu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jaketnya sebelum sesuatu berbentuk persegi panjang dengan bungkus warna merah pekat diletakkan di telapak tangan Jeonghan. Setelahnya tanpa mengatakan sepatah kata pria asing itu berdiri dari duduknya sebelum pergi, dan di sisi lain Jeonghan terus termangu tak mengerti menatap benda di tangannya hanya untuk dikejutkan oleh suara yang secara tak masuk akal sudah ia kenali, pria yang Jeonghan pikir sudah pergi berbisik tepat di telinganya,
"Namaku Choi Seungcheol, kau bisa mencariku di Fakultas Teknik. Salam kenal, Yoon Jeonghan."
Dan pria itu menghilang di balik pintu ruangan. Meninggalkan Jeonghan dengan seribu pertanyaan karena kalimat terakhirnya.
...
Jeonghan menggeram kesal ketika membuka lokernya, benda persegi panjang dengan bungkus warna merah pekat berada di atas susunan buku-buku, ia benci harus mengingat bahwa itu cokelat, ia tidak suka cokelat, dan sekarang ia benci cokelat, ia juga membenci...
"Choi Seungcheol! Sialan!" Pekik Jeonghan kesal.
Sejak saat itu, cokelat hari ini adalah cokelat yang ke tiga puluh. Dalam setiap hari Jeonghan menemukan sebatang cokelat di dalam loker, atau di atas buku catatan yang ia tinggalkan di atas meja perpustakaan saat ia sedang mencari buku untuk tugasnya, atau entah bagaimana caranya beberapa kali ia menemukan cokelat di dalam tasnya. Meskipun Jeonghan tak pernah bertemu Seungcheol lagi sejak pertemuan pertama mereka dan tak pernah sekalipun memergoki secara langsung bahwa Seungcheol yang meletakkan cokelat itu, namun tak diragukan lagi bahwa pria itu satu-satunya yang berani melakukannya, setidaknya itulah yang diyakini Jeonghan. Cokelat itu mengganggunya, atau paling tidak ia akan berkata Seungcheol mengusiknya menggunakan sesuatu yang tidak ia sukai, namun begitu Jeonghan pun tak tertarik untuk menemui Seungcheol hanya sekedar untuk bertanya apa yang sebenarnya diinginkan pria itu atau bahkan sampai terlibat lebih jauh dengan pria yang melakukan hal-hal seperti seorang stalker.
Tak perlu melakukan apa-apa. Jangan terpancing. Tenanglah, dan abaikan saja sampai si brengsek Choi seungcheol itu lelah melakukan hal bodoh ini. Kalimat itu sudah seperti mantra untuk menenangkan dan meredam kemarahannya, meskipun itu tak pernah berhasil.
Jeonghan mengambil cokelat itu lalu melemparnya ke tempat sampah di samping loker, kemudian ia mengambil buku yang diperlukan sebelum menutup kembali pintu loker dan berjalan pergi, namun di perempat jalan langkahnya terhenti...
"Ugh!" geramnya selagi berbalik dan berjalan dengan langkah cepat ke arah tempat sampah lalu mengambil kembali cokelat itu dan memasukkannya ke dalam tas.
Pada akhirnya Jeonghan meletakkan cokelat hari ini bersama dua puluh sembilan cokelat lainnya dengan bersusun di atas meja belajarnya.
.
.
To be continue...
151120 | 0304
Hola...
Ini fanfict Seventeen pertama saya, tapi bukan fanfict pertama yang saya buat, jauh sebelumnya sampai saat ini saya sudah membuat fanfict otp kesayangan saya yang lain, saya hadir dengan penname baru, :)
Untuk FF ini beri saya waktu 3 hari untuk melanjutkannya, dan semoga di terima oleh orang-orang yang keserimpet, yang tergelincir, yang terjatuh ke dalam kemilau diamond life XD
Ok, thank you...
Salam kenal,
Barbie J.
