OTANJOUBI OMEDETTOU DIRIKU SENDIRI!!!
Diriku sudah kembali ke lhooo!!! akhirnya setelah melalui masa hibernasi yang panjang, saya bisa juga bangkit dari kubur.. kekeke
Nah, kali ini saya bikin fic tentang akatsuki lagiiii!!! Tadinya mau cepet-cepet diselesein tapi berhubung saya adalah seorang pemalas tingkat tinggi, akhirnya baru selesai berbulan-bulan kemudian. Kekeke.. Berhubung mau bikin oneshot malah kelepasan jadi panjang banget, maka dari itu saya berniat mengubah fic ini jadi multichapter =.="a. Dan rencananya bakal diupdate setiap harinya sampe tamat. Oh ya, habis publish fic ini, saya mau bolos lagi dari ffn. Berhubung UTS laknat keburu dateng! *injek2 buku* Yosh, boleh minta do'anya biar bisa ngerjain soal UTS dengan lancar dan dapet nile bagus? Boleh kan? Boleh kan? Masa ga boleh? Pasti boleh kan? Hohoho *digampar*
Dedicated for My Birthday xD
Ohya, juga buat Kak Koko yang entah saya kenal darimana yang ultahnya sama kayak saya! ;DD
An Akatsuki's nistaness fanfic
Mengungkap Rahasia Itachi © Ceprutth DeiDei
All Akatsuki © Kishimoto Masashi
Pengecualian,
Deidara is mine!!! *dipukulin rame2*
Genre : Mystery/Humor
Rated : K+
WARNING : sangat-sangat OOC, sudah pasti nista, dan selalu mengandung unsur gaje. Ada juga beberapa adegan yang melenceng dan OC asal-asalan. Ohya! Gila tanggung sendiri!
Enjoy it!
^0^
Mengungkap Rahasia Itachi
^0^
"Fuaah~" Pein dengan pose seksi mengelus-elus perut buncitnya yang dipenuhi oleh makanan sarapan paginya—semur jengkol ditambah beberapa (baca: satu ton) kripik pete dan banyak lauk pauk lainnya. "Kenyeng dah perut gua!"
"Ketua, ngomong 'fuah'-nya nggak usah mantep-mantep gitu dong! Hidung gue tersiksa neh!," protes Kisame sambil mencepit hidungnya pake jepitan jemuran.
"Alah. Nggak usah segitunya kali, Kis. Bau badan lo kan masih lebih parah daripada mulut jengkol gue!," balas Pein. Kisame terdiam, mengheningkan cipta sejenak. "Iya juga, ya...," katanya sambil ngangguk-ngangguk.
'Haha... ngaku juga...,' kata Pein dalam hati.
Kedua makhluk yang termasuk dalam organisasi 'NISTA'—yang dipenuhi oleh pengangguran-pengangguran tak jelas yang entah kenapa selalu sok sibuk—Akatsuki itu kemudian beralih ke ruang tengah markas mereka alias ruang tipi dengan langkah malas untuk satu tujuan, santai-santai.
Jelmaan hiu dan spesies manusia berpaku itu langsung asik nonton tipi yang baru mereka dapat kemarin berkat sumbangan dari Panti Asuhan terdekat di Amegakure. Meninggalkan begitu saja semua piring-piring dan mangkuk-mangkuk kosong milik mereka dan anggota yang lain. Kenapa disebut kosong? Karena isinya memang sudah berpindah tempat ke dalam gentong besar yang ada diperut buncit mereka berdua.
"Kenyeng, ya, bisa makan semua jatah sarapan anggota akatsuki yang lain!," ujar Pein sambil senyum-senyum puas.
"Nggak semuanya kali! Kalo ketua makan semuanya, gue nggak dapet jatah dong!," kata Kisame mengingatkan.
Keduanya masih asik nupi, hingga tiba-tiba terdengar suara keras MENGGELEGAR dari arah ruang makan. Disertai backsound dari suara panci yang dipukul-pukul pake sendok.
"SIAPA YANG MAKAN SEMUA JATAH SARAPAN HAH?!!! KOK JADI KOSONG SEMUA?!" Kali ini yang terdengar adalah sebuah teriakan. Dan si piercing pun langsung geregetan. Begitu pula dengan Kisame yang langsung berkeringat dingin.
"Gawat! Ketauan ama Konan," bisik Pein ke kuping Kisame yang udah mengalami kerusakan akut gara-gara denger suara panci dipukul-pukul tadi. Tapi, setelah beberapa jam—err.. menit berpikir keras, akhirnya makhluk itu ngeh juga sama apa yang barusan diomongin ama ketuanya. "Rayu aja, bos! Biar dia nggak marah-marah ke kita," saran Kisame, tapi terdengar bagai sebuah perintah di kuping buntet Pein.
"Hah, cewek kayak Konan susah ngerayunya! Ogah gue!," tolak Pein mentah-mentah. "Dan jangan panggil gue 'bos'! Panggil KE-TU-A! KE-TU-A!"
"Oke, bos!," kata Kisame sambil hormat. Rinnegan Pein langsung memincing dan menatap ke arah Kisame dengan deathglare khas ala Ketua Akatsuki. Mulut Kisame meringis ngeri dan tampaklah gigi-gigi taringnya yang berwarna kekuning-kuningan itu. "Eh... maksudnya, oke, Ketua!"
Tanpa aba-aba dari author atau pun sutradara, sang pelaku teror suara panci dipukul-pukul pun langsung menampakkan ujung hidungnya ke hadapan dua makhluk yang udah pundung dibalik sofa itu.
"KYAAAA~!!!," teriak Kisame mirip lekong saking kagetnya. Pein shock ditempat begitu suara teriakan banci jelmaan hiu itu menggema dari sebelah kupingnya.
"Oi, bisa nggak sih nggak usah teriak-teriak gitu! Nggak sopan amat ama ketua sendiri! Mana teriaknya nggak berwibawa banget lagi!," bentak Pein.
"Gomen, Ketua. Keceplosan sih, makanya jadi kayak lekong gitu!," kata Kisame meminta maaf. Disertai sebuah cengir gaje dengan wajah merona ungu menahan malu tentunya.
'Heran deh... nggak anggota nggak ketua, semuanya nggak ada yang beres...,' runtuk Pein dalam hati dengan kesal sambil menggeleng-gelengkan kepala orennya. "Eeeh... tunggu dulu! Berarti gue juga dong! Gue kan ketua!"
"Hah? Apanya yang ketua, Ketua?," tanya Kisame. Doi begitu bingung melihat tingkah aneh ketuanya. Tadi geleng-geleng, tiba-tiba teriak-teriak gaje.
"Ah, nggak papa...," ujar Pein sambil mengibas-ngibaskan tangannya ke arah Kisame. "Eh, Kis, tadi lo kenapa bisa sampe teriak-teriak kayak lekong gitu?"
"Gara-gara tiba-tiba didepan muka gue ada itu!," jawab Kisame sambil nunjuk-nunjukin tangannya ke arah sebuah benda. Pein pun ikut melirik benda itu.
"AH—" Pein kaget. Cepat-cepat ia ambil benda itu. "Ini kan hidungnya Konan?"
"Hah? Masa yang beginian punyanya Konan sih?," kata Kisame tak percaya. Matanya yang ukurannya kelewat kecil itu mengamati ujung hidung yang ada ditangan Pein dengan seksama. "Mana lubang hidungnya ada dua lagi!"
Pein langsung menjitak kepala biru Kisame dengan mantepnya. "Elu bego! Dimana-mana lubang idung emang dua kali!"
"Oh iya ya..." Kisame nyengir + cengengesan.
"KONAN! KONAN! SINI DEH!," teriak Pein mengisyaratkan agar sang partner datang ke ruang tengah. Konan yang masih ada di ruang makan pun langsung beralih pergi ke tempat Pein berada.
"Ada apaan sih, Pein-kun (ceileh.. kun?)?," tanya Konan begitu sampai ke tempat tujuan dengan selamat sentosa damai sejahtera.
"Ini." Pein menyerahkan ujung hidung di tangannya pada Konan. Dan satu-satunya anggota cewek di organisasi itu pun langsung tersentak kaget. "Ujung hidungmu ketinggalan," lanjut Pein.
Sekelebat, Konan langsung menyambar dan merebut ujung hidung itu dari tangan Pein dengan penuh nafsu. Mukanya memerah. Beberapa menit usek-usek kagak jelas, akhirnya di wajah Konan pun kembali terpasang sebuah hidung dengan dua lubang diujungnya. "Hahaha... tau aja gue daritadi nyariin itu! Makasih ya, Pein-kun!" Sejurus kemudian, satu kecupan panas nungging, eh.. nempel di pipi Pein. Dan sang pemberi kecupan langsung ngacir lagi ke ruang makan, meninggalkan Pein dalam keadaan terhipnotis oleh kecupan pipi itu.
"Ketua..," panggil Kisame sambil nyenggol-nyenggol tangan Pein.
"Apa?," sahut Pein tanpa menoleh.
"Ketua mau tanya sesuatu ke aku nggak?," tanya Kisame. Pein menoleh dan memperlihatkan wajahnya yang udah berubah warna.
"Ka..kayaknya iya...," jawab Pein gelagapan. "Muka gue sekarang kayak gimana?"
"Emm..." Berpikir sejenak. Dan tiba-tiba makhluk biru itu menyeringai. "Merah banget lo! Sampe lebih merah daripada baju daster (?) gue yang warnanya ungu (?)!," jawab Kisame kemudian dengan sejujur-jujurnya, tapi tetep ditambahi bumbu-bumbu majas hiperbola ditiap kata-katanya.
"Masa, sih? Gawat banget dong!," kata Pein dengan lebay mode. Tangannya dengan cekatan mengambil cermin yang entah datang darimana—mungkin barusan dilempar author buat properti fic—dan langsung ngaca-ngaca dengan genitnya. "Muka merah kayak gini nggak pantes kalo majang di muka ketua keren kayak gue!"
Sedetik kemudian, Kisame langsung memuntahkan semua sarapannya tadi berkat kata-kata narsis dari sang ketua.
"Oh iya..." Tiba-tiba suara lembut bernada sangar milik Konan kembali menggema di dua pasang kuping milik Pein dan Kisame. "Pein-kun, Kisame, ada yang mau kutanyakan pada kalian..."
"Haiya! Serangan langsung!," ujar Kisame sambil mempersiapkan kuda-kudanya.
"Mampus kita!," tambah Pein dengan nada yang begitu desperate. "Gue nggak bisa bo'ong kalo udah ama Konan, pasti ketauan."
"Emang Konan segitu seremnya, ya?," tanya Kisame. Pein ngangguk-ngangguk sambil menjawab, "He-eh.."
Beberapa menit setelah aba-aba dari author-sutradara-en-narator, Konan beserta ujung hidungnya pun nongol dihadapan Kisame dan Pein. Diiringi deathglare nyeremin yang jadi andalannya itu.
"Ada yang tahu nggak semua jatah sarapan ngilang kemana?," tanya Konan to the point.
DEG!
'Matilah aku...,' batin Pein sambil berdebar-debar ketakutan.
"Ng...ng-nggak tau, Konan. Ki-kita berdua nggak tau..," kata Kisame berdusta.
"Iya.." Pein mengiyakan.
"Hm? Bukan kalian kan yang makan semua makanan itu?," tanya Konan penuh selidik. Matanya memincing ke arah dua pelaku malang itu. Pein dan Kisame pun semakin terpojok. Karena jelas-jelas daritadi mereka juga masih pundung di pojokan—itu aja masih kepepet ama sofa, kalo ditambah desakan dari Konan dan deathglare seremnya yang bahkan lebih serem dari mukanya Ryuk yang abis kecemplung di comberan, apa jadinya dua orang manusia yang banyak dosa itu?
"Atau yang makan semua jatah sarapan itu emang kalian berdua?," lanjut Konan karena melihat tingkah Pein dan Kisame yang sangat tidak wajar, sukses membuat kedua pendengarnya langsung menunduk dan berjongkok.
"Aaa...ampuunn...," kata Pein sambil sembah sujud minta ampun. Kisame bahkan sampe bela-belain nyium kaki Konan yang dipenuhi kutu air itu. "Kita nggak sengaja makan semua makanan yang ada di meja makan tadi..."
"Ampun... Konan-sama..." Dan Kisame ikut-ikutan memohon ampun.
Tiba-tiba ruangan itu serasa dipenuhi aura-aura menusuk. Pein dan Kisame bergidik ngeri. Tubuh kedua oom-oom (?) itu langsung bergetar hebat layaknya orang sinting yang gemetar kedinginan dalam badai salju di tengah-tengah kutub utara hanya dengan bertelanjang dada (emang ada ya orang sesinting itu? =.=a Eh—tapi kayaknya ada, siapa tuh yang nyanyi lagu 'Your Beautiful'? Lupa namanya. Haha).
"Jadi yang makan semua makanan itu emang kalian?!," bentak Konan seraya mengangkat tubuh Pein dan Kisame tinggi-tinggi. Bisa dilihat betapa kuatnya cewek akatsuki satu ini. Padahal dua orang itu berat badannya berapa ratus kilo coba?
"Aaaampuuuuuuuuuunnn...," jerit Pein dan Kisame ketakutan tujuh turunan.
"Kalian nggak tau apa seberapa susahnya bikin semua makanan itu?!," bentak Konan sambil terus mendeathglare dua orang pria yang sedang diangkatnya itu. "Padahal Pein-kun udah gue bikinin semur jengkol ama kripik pete. Padahal Kisame juga udah gue bikinin salad rumput laut sampe susah-susah nyolong rumput laut orang buat bikin tuh salad. Ditambah jatah-jatah sarapan anggota lain yang lebih nggak masuk akal dari kalian. Apalagi porsi gule daging jatah Zetsu yang bejibun banget. Kalian ini sama sekali nggak ngerti pengorbanan seorang wanita buat masak makanan nggak wajar kayak gitu ya?!"
"Eeeee... sorry, tapi enggak," jawab Pein dengan nada polos sambil nyengir kuda.
"Hehe...," tambahan ketawa plus cengiran gaje dari si hiu Kisame.
Deathglare dari Konan terasa semakin mencekam. Origami bunga yang nungging di kepala Konan pun berubah jadi dua buah kunai kertas (kamishuriken bang!) yang tajemnya naujubileh.
"HYAAK!!!"
"KYAAAAAAAA~!!!"
"OI!!" Terdengar suara teriakan seseorang dari kejauhan. Teriakan ala lekong khas Kisame pun terhenti seketika begitu Konan menge-pause gerakan kunai kertasnya.
"Fiuuuuhh~" Pein pun merasa amat-amat sangat lega. Tapi berbeda dengan Kisame, bukannya merasa lega, tangan birunya cepat-cepat menutupi wajah terutama hidungnya begitu ketuanya bilang 'fiuh' dengan nada panjang tanpa jeda.
"Ketua...," panggil Kisame lirih.
"Apa?," jawab sang ketua dengan judes.
"Napas lo bau banget deh!"
Sebuah deathglare manis beraroma jeruk nipis dari sepasang mata yang mirip baygon pun tertuju pada Kisame.
"Ohayou, Konan-chan, Pein-sama, Kisame-kun..." Suara imut-imut dari seorang oom-oom (?) berambut merah dan bertampang baby face itu terdengar menyapa Konan dan dua calon korban pembunuhannya yang masih berada dipojokan ruangan.
"Ohayou," balas ketiganya bareng-bareng.
"Tadi itu suara siapa sih? Kok kayaknya ribut banget?," tanya Sasori—sang oom-oom berwajah baby face—sambil berjalan mendekati mereka. "Bu...bukan suara siapa-siapa kok," tampik Kisame sebelum Pein sempat menjawab. Hiu satu ini ternyata masih punya rasa malu juga. Dia nggak rela rahasia teriakan lekongnya itu diketahui para akatsukiter lainnya—selain sang ketua dan Konan pastinya.
Sasori hanya membalas dengan ber-'oh' ria. Lalu, oom-oom narsis pecinta kugutsu itu tiba-tiba berpose hot didepan ketiga akatsukiter itu dengan memamerkan sebelah keteknya sambil bergumam 'tu-wa-ga-pat tu-wa-ga-pat' kayak orang lagi senam. Adegan itu terasa begitu menyesakkan dihadapan hidung (?) Konan, Pein, dan si hiu Kisame yang sedaritadi sweatdropped didepannya.
"UUUHH~" Pein dengan sekuat tenaga nutupin kedua lubang besar dihidungnya, mencegah agar lubang itu tidak menghisap habis gas menyengat yang menguar dari ketek Sasori.
"AMPUN DEH!," eluh Konan sambil mengibas-ngibaskan tangannya didepan hidung.
"Jashin-sama, lindungilah hidung malangku ini dari bau-bau jalang yang menyengat ini..." Kisame malah berdo'a sambil mengelus-elus hidung kesayangannya. Sesat deh ini orang! Ketularan Hidan!
"Saso..."
"Kalian kenapa sih?," tanya Sasori heran liat tingkah temen-temennya yang udah kayak ikan teri yang nekat pindah ke gurun gobi.
"Ketek lo itu sumpah bau banget!," semprot Pein dengan emosi meluap-luap (ga ngerasa kali ya kalo mulutnya dia juga bau banget?). "Gue sampe nggak kuat buat narik napas."
"Hahaha... lebay deh! Kagak jadi olahraga aja dah!," kata Sasori penuh tawa. Ditutupnya kembali sebelah ketek baunya itu. Ketiga akatsukiter yang lain menghela napas lega. Saking leganya, begitu menghela napas sepanjang-panjangnya, mereka semua jadi pada pingsan sejenak gara-gara kekurangan stok oksigen. Begitu mereka sadar lagi, Sasori melanjutkan kata-katanya, "Wahai manusia lebay, kalian itu kelewatan deh. Padahal ini kan hanyalah sebuah bau biasa yang tercium dari sebelah ketek milik orang keren kayak gue." Konan, Pein, Kisame shock ditempat.
"Bo'ong banget lo!," semprot Pein lagi. "Lagian lo kan bukan orang! Apalagi manusia!"
"Iya. Situ kan cuma boneka," lanjut Konan.
"Kata 'keren' tadi juga nggak pantes banget kalo dianugerahin ke elo!," timpal Kisame.
Sasori kaget. "Apa, Kis? Pantes banget? Ah, elo emang anak pinter!," katanya sambil nyengir PE-DE. Sejurus kemudian, Kisame menyabit kepala Sasori pake Samehada-nya. 'Nasib deh ngomong ama orang budeg! Tapi makasih buat kata 'pinter'-nya,' batin Kisame.
"Heh, Sasori, tumben lo bangunnya agak siangan. Biasanya pas yang lain masih pada ngorok, lo udah melek duluan," kali ini Kisame mencoba membuka sebuah percakapan baru. Begitu dihidupkan kembali oleh author *halah!*, Sasori menoleh ke arah wajah Kisame yang SELALU berwarna biru dan TIDAK ENAK dipandang mata itu.
"Iya tuh. Abis si duo autis nggak jelas itu nggak ngegangguin gue pagi ini. Biasanya gue bangun pagi-pagi gara-gara Deidara ama si Tobi itu ngusilin gue," jawab Sasori dengan jujur. "Dari tadi malem juga mereka nggak tau tuh ngilang kemana."
"Gue juga belom liat si Deidara ama si Tobi pagi ini," kata Kisame, mendukung perkataan dari mulut licin penuh kata narsis milik Sasori.
"Kemana ya tuh duo autis?," tanya Konan heran. Sebenernya hatinya sedih juga kalo Deidara ama Tobi nggak ada, karena nggak ada makhluk idiot yang bikin dia selalu sweatdropped kalo lagi di markas. Origami Konan berubah bentuk jadi tangan, terus dipakelah tangan itu buat nyolek-nyolek boyfriend disebelah kirinya yang penuh peircing yang hampir semua orang tau namanya Pein itu. "Kenapa nggak nyolek langsung aja sih? Ngapain pake origami segala?," protes Pein dengan agak kecewa.
"Nggak penting lo!," kata Konan sambil ngejitak kepala oren Pein dengan tangan origami supernya. "Tuh kan! Ngejitak aja harus pake origami!," ambek Pein.
Seakan tak menghiraukan ambekan manja dari sang kekasih, Konan malah balik tanya, "Gue mau tanya, lo ngasih DeiTobi misi, ya?"
Pein menggeleng-geleng. "Nggak tuh."
"Ohya, sarapan gue udah jadi, kan?," tanya Sasori dengan senyum ceria di muka baby facenya yang amat imut (baca: amat amit) sambil menatap Konan. Darah disekujur tubuh Kisame en Pein langsung membeku dan bikin mereka matung seketika ditempat.
Konan menghela napas. "Udah habis," jawabnya singkat.
"HAH—?!" Mendengar jawaban bernada pasrah dari Konan, Sasori langsung cengo. Alisnya naik sebelah. Matanya bulet gede.
"Udah abis dimakan ama mereka," lanjut Konan sambil menunjuk ke arah Pein dan Kisame yang mulai kena syndrom komat-kamit saking takutnya. "Punya yang lain juga."
"APAA—?!!" Sasori double cengo.
"HIII~" Pein en Kisame menatap Sasori ketakutan.
Di wajah baby face Sasori yang imut-imut dimakanin semut pun terpampang tampang sangarnya yang bagaikan wajah angkara murka yang sejak ia lahir selalu dirahasiakannya. Dan sekarang, tiga makhluk akatsukiter yang nista melihatnya di waktu yang amat sangat tidak tepat. "Kurang asem! Kenapa kalian makan jatah sarapan gue sih?!," bentak Sasori emosi.
"Nggak sengaja, Sas," jawab Kisame.
"Abis laper banget sih!," tambah Pein sambil nyengir gaje.
"Nggak sengaja apaan? Kagak percaya gue! Cepet bikinin gue sarapan yang baru! Kalo nggak, kalian berdua bakal gue ketekin seumur idup!," perintahnya dengan seenak udel pada teman anggota dan ketuanya, ditambah sebuah ancaman mematikan ala kugutsu berketek maut itu. Seorang Sasori dikala murka sebegitu beraninya ngebentak Pein. Bahkan sampai sang ketua itu sendiri bergidik ketakutan. (jelas lah! Siapa juga yang mau diketekin seumur idup? Readers mau ga diketekin ama Sasori seumur idup?)
"NGGAK MAUUU!!!," tolak keduanya mentah-mentah sambil nangis secara india.
"Makanya cepet bikinin!," titahnya dengan nada ganas.
"Lo tau kita berdua nggak bisa masak kan?," kata Pein cari-cari alasan biar nggak jadi disuruh masak. Kisame cuma ngangguk-ngangguk. Entah kenapa, Sasori juga ikut-ikut ngangguk-ngangguk. "Masak aer aja kalian nggak becus," aku sang pemilik wajah baby face yang lagi murka itu.
"Nah, kalo tau kita nggak bisa masak, kenapa masih kita berdua yang disuruh bikinin sarapan elo?" Kisame balik nanya ke Sasori. Yang ditanya hanya bisa terdiam mematung.
"Lagian lo juga kagak usah protes, lo kan boneka. Boneka itu kan nggak usah makan juga nggak papa. Jadi lo nggak usah makan karena lo nggak butuh makan. Oke?," lanjut Pein.
"Oh iya ya..." Sasori ngangguk-ngangguk. Pein en Kisame menghela napas lega. Dan suasana diruang tipi pun kembali tenang dan damai sampai tiba-tiba..
SRING!!
"Haaaakk!!"
BRUKK!!
Pein menoleh ke seberang. Dilihatnya partner sejati Uchiha Itachi sehidup semati itu sudah tergeletak tak berdaya di lantai dengan posisi nunggingnya yang begitu menusuk mata. "Eh, Kisame pingsan cuy!"
Konan en Sasori pun ikut menoleh. "Kok dia tiba-tiba pingsan gitu?" Konan bertanya-tanya. Sasori cuma mengangkat bahu.
"Hai, kawan-kawan." Wangi kembang tujuh rupa seketika mampir di hidung masing-masing akatsukiter yang ada di ruang tengah itu. Dan benar saja, sedetik kemudian muncullah Hidan lengkap dengan semua atribut-atributnya—kecuali baju, karena memang dia nggak pake baju.
"Oi, Hidan! Tolongin nih! Si Kisame tiba-tiba pingsan, padahal kagak ada apa-apaan," kata Pein memanggil Hidan agar mendekat.
"Sini coba gue liat." Dengan sigap dan lagak ala dokter yang mau meriksa korban malprakteknya, Hidan pun bersiap menyadarkan Kisame kembali. Sayangnya, baru mau dipegang, orangnya langsung sadar. "Eh, dia udah sadar kok!," katanya senang, walau agak kecewa juga.
"Ah, masa?," tanya yang lainnya nggak percaya. Dan mereka pun langsung mendekat ke lokasi kejadian.
"Uuggh.. Ketua..," rintih Kisame pelan. Raut wajahnya berubah jadi kayak orang tua bangkotan yang lagi sakaratul maut. Pein yang merasa terpanggil pun langsung mendekat ke sisi Kisame.
Dengan perlahan, Pein menyentuh tangan dingin nan biru Kisame dan menggenggamnya erat. "Ya, Kisame. Tak apa. Pelan-pelan saja. Katakan padaku apa yang mau kau wariskan padaku, Nak."
"HEH!" Kisame langsung tersadar kembali 100 persen. "Emang siapa yang mau mati?," bentaknya penuh emosi.
"Abis muke lo kayak orang sekarat gitu! Gue kira lo mau ngasih wasiat ke gue," jawab Pein dengan nada polos.
"Enak aja!" Kisame sewot. Lainnya ngikik.
SRING!!
"Ukh!" Lagi-lagi wewangian itu menyeruak di hidung sensitif Kisame. "I-ini bau apaan sih, Ketua?"
"Wangi parfum gue. Kenapa? Nggak suka?," tanya Hidan sambil nyiapin sabit rumputnya.
"Jelas kagak suka gua! Nyiksa hidung aja!," bentak Kisame, masih sambil tahan napas saking nggak kuatnya sama bau parfum Hidan.
"Masa, sih? Perasaan bau parfumnya enak-enak aja tuh!," kata Konan yang berpendapat kontras dari Kisame. "Daripada bau ketek Sasori ama mulutnya Pein-kun," tambahnya.
Dua oom-oom (?) mendeathglare seorang tante-tante (?).
'Keteknya si Sasori bau..?' Dalam hati Hidan bertanya-tanya. Sayang, dia bertanya dalam hati, jadi nggak mungkin ada yang denger plus mau ngejawab. Tiba-tiba teriakan Kisame membuyarkan lamunan Hidan dan penganut aliran Jashin itu langsung memincing kearah si pelaku.
"Nggak bisa napas gueeeee.. baumu sungguh menyengat, wahai Hidan!," ujar sang siluman hiu sambil betah-betahnya tahan napas terus.
"Biasa aja kali!," kata Hidan sambil menatap Kisame dengan tatapan seakan berkata 'lebay banget deh lo! Benci gue!'.
"Iya. Lebay ah!," tambah Konan, kompakan ama tatapan Hidan.
"Idung lo sensitip amat?," kata Sasori bertanya-tanya. "Kalo garis dua positip, kalo garis satu negatip...," sambung Pein.
"Hah?" Sasori bengong.
BUAKK!!
Sedetik kemudian, sang ketua pun tewas tergeletak di ruang tengah markas organisasi Akatsuki dengan bekas pukulan di pipinya.
"Dasar ketua bokep nggak tau diri!," umpat Konan saking keselnya. Sasori en Hidan bengong begitu liat Konan 'membunuh' Pein dengan begitu mudahnya. Dan seluruh perhatian pun tertuju pada pasangan partner yang saling bunuh-bunuhan itu.
Diujung sana, seorang hiu malang tercampakkan dan terlupakan begitu saja...
"OH EM JEEEH!!! I NEED OXYGEN RIGHT NOOOOW!!!," tereak Kisame gaje sambil nyekik leher sendiri—berakting sok sekarat.
"Ikan bukannya butuh aer ya?," tanya Sasori polos.
"Apalah, terserah lo. Yang jelas gue butuh oksigen sekarang juga!!," bentak Kisame sok memerintah.
"Disini oksigen kan udah banyak, Kisame," jawab Pein yang sudah hidup kembali berkat pertolongan dari author—yang memutuskan untuk mencoret kata 'tewas' diatas tadi dan menggantinya dengan 'pingsan'—sambil mempraktekkan gaya menghirup napas dalam-dalam ala guru yoga. "Manja deh lo!," lanjut lagi.
"Uhuhu.. tapi, Ketua.."
"Hahaha. Emang udah nasib elo kali, Kis! Nggak bau wangi nggak bau busuk, nggak ada yang cocok ama idung lo!," lanjut Sasori sambil melet-melet.
"Anak malang...," kata Konan sambil geleng-geleng.
"Oi, nonton tipi nyok!," ajak Hidan sambil neken tombol 'on' di remote tipi. "AYOOK!!"
Dan mereka semua akhirnya kembali disibukkan oleh pekerjaan yang disebut 'nonton tipi'. Lagi-lagi, sang siluman hiu yang malang itu dilupakan.
"Hiks hiks.."
^0^
Mengungkap Rahasia Itachi
^0^
"Ntar dulu! Itu Naruto baru mulai! Jangan diganti dong!," protes Pein pada Hidan yang berniat mengganti channel tipi sesuka hati dengan remote-nya.
"Nggak mau.. aku maunya nonton Upin Ipin!," protes Konan sambil merengek-rengek.
"Upin Ipin kan belom mulai...," kata Sasori mengingatkan.
"Oh iya ya..," kata Konan nyengir sambil garuk-garuk kepala.
TOK TOK TOK!
"Masuk aja! Nggak dikunci kok pintunya!," sahut Pein pada si pengetuk pintu markas sambil terus nonton Naruto dengan mata melotot.
"Tadaima," ucap si pengetuk pintu—yang sepertinya jumlahnya lebih dari satu ekor.
Semua anggota akatsuki dan juga sang ketua Pein—yang dengan kejamnya mengalihkan pandangannya dari Naruto—pun menoleh kearah pendatang itu sambil berkata, "Okae—"
Kelima orang itu tiba-tiba tercengang. "RI!!!??," teriak ketiganya rame-rame masih dengan tampang kaget masing-masing.
Dihadapan kelima akatsukiter itu telah berdiri dua sejoli kriminal kelas S yaitu Itachi dan Kakuzu. Tapi.. tunggu dulu—!!
Ada yang aneh! Kok Itachi pake cadar? Kakuzu keriputan?? Ada apa ini??? ADA APAAA???
"Huss.. Jadi narator jangan lebay-lebay! Ntar readers pada nggak jadi baca nih penpic gara-gara elo lebay!" Tiba-tiba terdengar suara entah darimana (asli suara author nih!!! Hohoho! Sengaja muncul, biar kayak di penpic death note author! Ehehe).
"Sorry, Ceprutth-san, kelepasan..," jawab sang narator bergender cewek tapi tak bermuka sambil nyengir didepan author.
"Dasar, Paris Hitam!" Author pun geleng-geleng gaje.
EHEM—Oke, back to the story...
"Apa-apaan nih?," tanya Pein dengan nada tak percaya.
"Sekarang bukan Helloween kan?," tanya Sasori sambil buka-buka kalender jawa.
"Bukan," jawab Itachi singkat.
"Abis ikutan acara cosplay ya? Dimana? Dimana?," lanjut Konan antusias. Sotoy kali ini cewek. Emang ada ya orang cosplay pake baju nggak nyambung dengan tampang aneh plus kusut plus jelek kayak gitu?
"Nggak ada acara apa-apa, Konan." Lagi-lagi Itachi yang menjawab.
"Emang lo abis dari masjid ya? Kok pake kerudung gitu? Pake ada cadarnya segala lagi!," tanya Kisame sang partner masih dengan tampang tak percaya kalo partnernya ini udah nisyaf dan masih sambil nyepit hidung pake jepit jemuran. Bisa-bisanya..
"Nggak tuh. Biasa aja," jawab Uchiha Itachi untuk yang kesekian kalinya.
"Kakuzu, elo kok sekarang jadi nakal gini sih? Lo kemanain kerudung hadiah gue dulu? Kok nggak dipake?," ujar Hidan sambil menasehati partnernya itu. Sudah menjadi kewajiban seorang partner untuk menasehati partnernya yang berjalan dijalan yang salah. Tapi, kenapa selama ini Kakuzu kagak pernah peduli sama Hidan yang dari dulu udah jalan dijalan yang salah? Jelas-jelas si Hidan kan penganut aliran sesat. Yah, mungkin jawabannya: tentu saja karena dia terlalu sibuk sama uang-uangnya. Lagipula, sesama orang sesat yang berjalan dijalan yang salah nggak perlu saling menasehati, kan?
'Nah! Akhirnya tiba juga giliran gue ngomong!,' batin si Kakuzu penuh aura kebahagiaan dan rasa syukur setelah sekian lama berharap mulutnya bisa action di penpic ini. Segitu pengennya tuh rentenir dapet giliran ngomong. Ckckck. Kemudian, berbekal deheman sejenak, si rentenir itu menunjuk ke Itachi sambil menjawab, "Dipake Itachi noh." Hasilnya sama aja—jatah ngomongnya dikit.
"Hoo..." Mata Sasori tiba-tiba berkilau-kilau, bikin yang ngeliat jadi pada silau. "Jadi kalian tukeran kostum?"
Keduanya menangguk dengan kompak.
"Jangan-jangan lo yaoi-an ama Kakuzu ya, Ta?," tanya Sasori tiba-tiba. Sukses bikin Itachi dan Kakuzu shock ditempat.
"NGGAK ADA HUBUNGANNYA KALI!!," teriak keduanya—lagi-lagi, dengan kompaknya.
"Gue bilang juga apa, mereka pasti yaoi-an nih! Iih, jadian kok nggak bilang-bilang!," bisik Sasori dengan hati-hati ke kuping Pein yang penuh piercing—takut kalo bibirnya yang kata dia 'SEKUSEH BEGETE' nggak sengaja nyangkut dikuping 'berduri' Pein. "He-eh," tanggap si Pein sambil ngangguk-ngangguk.
"Udah lah, gue capek. Mau tidur dulu. Dah...," kata Itachi seraya berlalu menuju kamarnya. Bisa ditebak, dia pasti mau tidur!
"Ya iyalah! Orang tadi juga dia udah bilang sendiri!," sahut suara seseorang entah-dari-mana.
"Oh iya ya.. hahaha...," sahut si narator sambil ketawa garing.
Kembali lagi ke cerita, sebelum melenceng berlebihan.
"Daaaaaah..." Keenam akatsukiter itu pun melambai-lambaikan tangan pada Itachi. Tapi sayang, orangnya nggak peduli.
"Kakuzu..," panggil Hidan lirih. Dan berhubung si Kakuzu denger, maka akatsukiter yang pelitnya kebangetan itu pun menoleh sambil menyahut, "Ya?"
"Ternyata selama ini, muke lo emang udah keriputan, ya! Gue baru tau..," kata si Hidan sambil ngekek-ngekek liat muka keriputannya Kakuzu yang lebih parah dari keriput bandel si Itachi selama ini.
BUAKK!!
Markas Akatsuki, jam 11 pagi Waktu Jamnya Naruto (WJN), Hidan sang penganut aliran sesat Jashin pun akhirnya menghembuskan napas terakhirnya—sebelum akhirnya tersadar lagi dari pingsannya—berkat hadiah 'spesial' dari Kakuzu.
"Bukan urusan lo," jawab Kakuzu kemudian, setelah puas menyiksa sang partner. "Gue mau ngitung duit dulu. Bye.."
Dan si rentenir yang kejam bin pelit itu pun menghilang dari ruang tipi markas akatsuki.
^0^
Mengungkap Rahasia Itachi
^0^
Markas Akatsuki—tepatnya masih di ruang tipi, Pukul 12 siang Waktu Mana Aja Boleh (WMAB). Kali ini bukan Waktu Jamnya Naruto lagi, karena si author udah bosen sama kata-kata itu, jadi diganti aja.
Siang-siang begini, para akatsukiter yang lagi nganggur biasanya selalu kumpul-kumpul di ruang tipi sambil bergeje-geje ria. Dan berhubung semuanya memang lagi pada nganggur minus Zetsu, Deidara, dan Tobi yang masih ngilang juga Kakuzu yang masih disibukkan oleh ritual ngitung duitnya, maka ruang tipi pun dipadati oleh makhluk-makhluk geje yang sedang asik bergeje ria itu.
"Ita-chan aneh banget deh hari ini!," ujar Konan membuka obrolan baru. Dirinya bosen kali kalo cuma duduk-duduk diem di sofa nggak ngapa-ngapain.
"Kenapa? Kok heran gitu?" Itachi malah balik tanya sambil masang tampang heran. Percuma juga deh, kan mukanya ketutupan cadar.
Konan menghela napas. Kemudian ia berkata lagi, "Sikap lo aneh. Apalagi penampilan lo yang terkesan ikut-ikut Kakuzu itu."
"Ooh... ini...," sahutnya sambil memperhatikan penampilannya hari itu yang memang kesannya 'ANEH' dan 'NORAK' banget. "Emang ada apaan sih, Ita-chan?," tanya Konan dengan rasa penasaran yang tak tertahankan.
Itachi berpikir sejenak. Ia berpikir jawaban macam apa yang harus ia lontarkan pada Konan. Kemudian ia tersenyum licik. "Rahasia," jawab Itachi singkat. Jelas Konan langsung kecewa berat. "Yaaaaaahh... kok rahasia sih?!," protesnya sambil pasang muka cemberut yang sumpah imut banget. Nggak kayak muka akatsukiter yang lainnya yang pada jelek semua.
*akatsukiter mendeathglare Paris Hitam secara berjamaah dengan Pein sebagai imamnya (?)*
"Setiap orang boleh kan punya rahasia pribadi?," lanjut Itachi sambil tersenyum. Konan cuma bisa diem. Sementara Pein mulai melirik kearah mereka dengan tampang jealous.
"Misalnya kayak Pein-leader yang hobi makan pete satu ton," jelasnya lagi sambil menunjukkan jari telunjuknya didepan wajah Konan sambil senyum.
"Itu rahasia umum kali! Yang laen juga udah pada tau!," kata Sasori, Hidan, Kisame bareng-bareng.
"Haha.. ha.." Dan Itachi pun ketawa garing sambil garuk-garuk pantat—uups, salah!! Eh, kok malah ngiklan acara tipi? Eh, bukan itu maksudnya! Maksud saya, dan Itachi pun ketawa garing sambil garuk-garuk kepala.
"Kami-sama... jahatnya mereka..," kata Pein dengan nada memelas yang tiba-tiba udah pundung dipojokan.
"Oke. Kalo gitu, misalnya kayak si Kisame yang kalo kaget suka tereak-tereak kayak lekong, plus idungnya yang sensitip abis, idungnya si Konan yang sukanya nongol di depan kamera, muka nistanya Sasori pas lagi murka yang mirip-mirip buto ijo itu (angkara murka kali! Lo salah baca dialognya!), dan... oh, Sasori masih ada lagi! Ketek lo baunya kagak ketulungan kan?," jelas Itachi puanjaaaaaaang lebar.
"DARIMANA LO TAU ITU SEMUA?!" Para akatsukiter yang lain yang ada diruang tipi langsung kaget tujuh turunan.
"Kemaren gue dapet bocoran dari author, makanya gue tau!," jawab si Itachi sambil nyengir kuda.
"AWAS LO AUTHOOORRR!!!," teriak mereka berjamaah.
"HYAAAA~" Sang author Ceprutth DeiDei jejeritan geje gara-gara abis denger ancaman menakutkan dari akatsukiter tadi. "Bahaya mengancam! Paris Hitam, kuserahkan semuanya padamu! Diriku mau ngabur ke Malaysia dulu, sekalian ketemu ama Upin Ipin."
"Okelah kalo beg beg begitu..," ujar Paris Hitam memberi restu.
Dan author itu pun pergi ke negeri Jiran tanpa pamit pada Tou-san Kaa-san tercinta dengan membawa sebuah koper bergambar Upin-Ipin yang entah darimana munculnya.
Tiba-tiba sebuah tangan besar menahan sang author yang udah mau minggat itu. "Tunggu, Nak! Jangan ke Malaysia! Nanti hak kepemilikan atas dirimu direbut sama Malaysia! Jangan pergi! Kau hanya milik INDONESIA! HIDUP INDONESIA!!," kata sang pemilik tangan besar itu begitu si author menoleh.
"Lhoh? Kok ada Pak SBY segala disini?," ucap si Paris Hitam terheran-heran.
Mendengar ucapan sang Bapak Presiden tadi, si author langsung nyengir geje sambil berkata, "Tenang aja Pak SBY, saya ini bukan punya Indonesia, bukan juga punya Malaysia. Saya ini punyanya Kaa-san dan Tou-san saya. Kan mereka yang bikin saya. Hohoho. Yasud, saya pamit yaaa!!"
Dan sang author pun akhirnya lepas landas ke negeri Jiran dengan hati tenang. Bapak SBY dan Paris Hitam cengok.
^0^
Mengungkap Rahasia Itachi
^0^
Kuburan di Kuil Api negara Hi, sore harinya..
"Uuuuuuuuuughh..." Terdengar suara rintihan seseorang. Duo Zetsu yang ternyata lagi kerja jadi penjaga kubur disana pun langsung melirik kesana-kemari, berusaha mencari asal suara itu.
Setelah lama-lama mencari, akhirnya sumber suara itu pun ditemukan tepat didalam tanah kuburan angker itu. Tiba-tiba tanah disekitar tempat terdengarnya suara tadi menyembul-nyembul keluar. Zeit (ZEtsu ITem) sama Zepu (ZEtsu PUtih) langsung kaget kagak karuan.
"Hei, Zeit! Ada makanan nongol dari dalem tanah tuh!," kata si Zepu sambil ngiler.
"Kita makan aja nyok!," sambut Zeit senang.
"AYOOK!!," ujar Zepu semangat. "Hohoho.. akhirnya kita bisa makan~"
Kedua kepribadian Zetsu itu dengan semangat menggali-gali di tanah kuburan itu. Tentu saja, dengan kakinya. Dia kan nggak punya tangan. Belum lama, kepala kuning dan topeng oren kayak kulit jeruk pun tampak dipermukaan tanah. Zetsu putih terdiam.
"Zeit, kok rasa-rasanya gue kenal sama muka-muka ini, ya?," kata Zepu curiga.
"Hah? Masa, sih?," sahut Zeit setengah nggak percaya.
"Iya! Sumpah! Beneran! Kagak bo'ong gue!," lanjut Zepu sambil main suer-sueran (?).
"AH—" Keduanya terdiam. Nggak yang item nggak yang putih, matanya bulet gede semua. Akhirnya, kedua kanibal itu teringat akan sesuatu. Keduanya pun saling bertatapan (emang bisa? O.o). "Oh iya, INI KAN—"
To Be Continued
Berkenan mereview??? *puppy eyes no jutsu*
Maafkan kalo fanfic ini abal, geje, tak berseni, de el el de es te…
Thursday, 11th March 2010
Ceprutth DeiDei
