luluh
[ jaemin x renjun ]
nct © sm entertainment ; no profit gained, no copyright law infringement.
lowercase ; based on acourve's lean on me ; typo(s) ; ooc
.
.
.
.
kadang renjun heran dari mana dia dapat kepercayaan diri setinggi gunung everest waktu dia menyatakan perasaannya pada jaemin tempo hari.
tapi dia sama sekali tak menduga, bahwa, konfesinya tak berbalas.
renjun berusaha menerka, mungkin, jaemin butuh waktu. meski mereka dikatakan dekat, tapi tidak berarti hati jaemin akan terbuka untuknya setiap saat. setidaknya, renjun berusaha untuk mengerti ketika jaemin lebih memilih untuk tidak menjawab pernyataan cintanya. setidaknya, dia berusaha meski hatinya meraung-raung nelangsa. siapa bilang renjun tidak sedih?
mulutnya, tentu saja. hatinya jelas tak bisa berbohong kalau dia merasa sedih. kupikir, semuanya akan seperti yang kuharapkan selama ini―nyatanya, hanya aku yang jatuh cinta.
tapi waktu renjun menemukan jaemin menunggunya di gerbang sekolah, siang itu, berhari-hari setelah lelaki itu menghilang tanpa kabar; renjun tak akan menyangkal bahwa harapannya kembali melambung tinggi. akankah ... hubungan mereka berubah, atau kembali seperti dulu?
"aku masih belum siap untuk membuka hatiku lagi. maaf. setelah apa yang terjadi antara diriku dan jeno di masa lalu ... rasanya sulit."
khas jaemin sekali. menodong renjun tanpa basa-basi. tanpa sapaan 'apa kabar' dan sejenisnya. tapi renjun tidak terkejut sama sekali.
"oh." renjun mengulas senyum terbaiknya. "tidak masalah."
jaemin menggeleng pelan. tangannya meraih pergelangan tangan renjun, menahan pemuda huang itu pergi.
pemuda na itu mengernyitkan dahinya. "kenapa kau tersenyum?"
renjun meraih tangan jaemin, melepaskan genggaman lelaki yang lebih muda darinya. "menangis di depanmu pun tak akan merubah kenyataan. jika memang hatimu tak bisa kugapai, apa lagi yang harus kulakukan selain menerima kenyataan?"
afirmasi dari renjun seolah menampar jaemin keras-keras. "renjun ..."
obsidian bertemu topas. renjun masih memertahankan senyumnya meski di dalam sana, dia sudah sedekat itu menuju luluh lantak. "terima kasih sudah memberi tahuku, jaemin."
setelah ratusan hari yang ia semat bersama jaemin; membangun asa dengan asumsi suatu hari dia akan jadi satu-satunya tempat jaemin pulang, tempat bersandar di kala lelah mendera ... akhirnya renjun mendapatkan akhir yang jelas. bukan akhir yang dia harapkan, tapi setidaknya dia tidak akan terombang-ambing lagi. lembut sikap yang jaemin tunjukkan padanya sama sekali tak mengandung afeksi, murni platonis.
"tapi, renjun."
jari-jemari dikaitkan. renjun memandang jaemin dalam konfusi. ingin lepas dari rengkuhan lelaki itu, namun hangat tangan jaemin seolah menggelitiknya, memberi sensasi baru yang ia sukai.
"mungkin aku bisa mencoba. memulai lembaran baru, belajar mencintaimu. karena, tak ada luka yang tak bisa sembuh, 'kan?"
.
.
.
.
prit's note:
aku enggak tau nulis apaan ini. omong-omong, ini sekuel dari muara. terima kasih sudah membaca!
