Disclaimer : All characters are not mine :') but this fic is mine.
Pairing : Silahkan tentukan sendiri :)
Genre : Fantasy, Romance
Warning : typo, monoton, OOC, OOT, EYD berantakan, lebay, aneh, alur gaje, kalimat bisa baku / agak baku, tidak efektif, ga nyambung, dan kekurangan-kekurangan lainnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~
-Rin POV-
Aku berjalan memasuki bar yang dimaksud Teto-san, teman kantor Miku-nee. Aku yakin Miku-nee mabuk parah lagi karena setiap kali dia begitu, pasti aku yang di telpon untuk menjemputnya.
"Rin-chan!" Melihat lambaian tangan Teto-san, aku pun segera berjalan menuju ke arahnya. Lagi-lagi teman minum yang sama seperti biasanya. Aku memberi salam kepada mereka sebelum menegur Miku-nee.
"Miku-nee, kenapa kau mabuk sampai seperti ini lagi sih..." Kulihat wajah Miku-nee yang sangat merah, tertawa lebar sambil memegang 1 gelas bir.
"Rin... Rinny.. Ayo ikut minum bersama kami." Miku-nee menarik tanganku, menyuruhku duduk di sebelahnya.
"Cukup! Kita pulang sekarang." Aku mengambil gelas yang dipegang Miku-nee dan menaruhnya ke atas meja.
"Ehh...! Tapi aku belum mau pulang!" Aku tidak menghiraukan penolakan Miku-nee. Aku langsung membayar bir yang Miku-nee minum, pamit kepada teman Miku-nee dan menarik paksa tangan Miku-nee.
"Ukh.." Miku-nee memegang mulutnya. Gawat dia mau muntah. Aku buru-buru menyeret Miku-nee keluar bar. Di luar bar, Miku-nee memuntahkan minuman dan makanan yang ada di bar tadi. Buang-buang uang saja. Untuk apa minum bir yang cukup mahal kalau ujungnya dimuntahkan? Aku tak pernah mengerti pikiran orang-orang seperti Miku-nee dan teman-temannya. Setelah puas memuntahkan semuanya, Miku-nee malah duduk di dekat tiang listrik dan mulai tertidur.
"Ayo Miku-nee jangan tidur dulu. Rumah kita dekat sini kok." Aku membangunkan Miku-nee dan memaksanya untuk berdiri.
"Rin..ny... Aku perlu air..." Miku-nee sedikit terbatuk dan memegang kepalanya. Aku menghela nafas dan mendudukkan Miku-nee disebelah tiang tadi.
"Miku-nee, tunggu disini dan jangan kemana-mana." Miku-nee sedikit mengangguk. Aku pun segera pergi mencari air. Untunglah di seberang bar ada minimarket jadi aku bisa membeli air sambil mengawasi Miku-nee tanpa harus membawa Miku-nee bersamaku.
Tin! Tin!
Aku reflek melihat mobil yang entah muncul darimana dan sejak kapan mengklaksonku tanpa sempat menghidar.
"Rin..Ny!" Samar-samar aku mendengar panggilan Miku-nee kemudian kesadaranku langsung menghilang...
--
Aku membuka mataku secara perlahan dan melihat atap serta ruangan yang tidak kukenal. Apa ini rumah sakit?
"Rin-sama! Akhirnya Anda sadar juga." Seorang laki-laki berambut pink berseragam butler bernafas lega. Siapa dia? Kenapa dia tahu namaku?
"Maika, tolong beritahu Tuan Oliver." Dia menyuruh seorang perempuan berambut pink terang dan memakai baju maid untuk pergi memanggil seseorang. Apa orang yang mau dipanggil itu dokter?
"Baik." Perempuan yang mungkin suster tadi pergi keluar memanggil orang yang dimaksud. Aku memperhatikan sekeliling ruangan dan mendapati bahwa ruangan ini bukanlah ruang atau bagian dari rumah sakit melainkan kamar tidur pribadi seseorang.
"Rin! Kamu baik-baik saja?" Pria dewasa berambut kuning dengan perban menutupi mata kirinya, berpakaian seperti pelaut berjalan mendekatiku. Wajahnya terlihat sangat khawatir.
"Anda siapa...?" Sudah pasti bukan dokter apalagi suster. Atau mungkin polisi? Ha-ha-ha lebih tidak mungkin lagi.
"Aku Oliver, papamu." Dia mengenggam tangan kananku dan sedikit tersenyum. Aku membalas senyumannya dengan sedikit tersenyum geli. Jelas-jelas orang tuaku sudah meninggal sejak aku masih kecil.
"Hah? Papaku kan sudah meninggal." Aku melepaskan genggaman tangannya. Walau dia kelihatannya baik tapi dia sangat mencurigakan. Aku harus tetap berhati-hati.
"Rin-sama..." Laki-laki berambut pink yang sepertinya butler orang ini memberikan tatapan iba. Apa dia kasihan karena mendengar orang tuaku yang telah tiada?
"Ngomong-ngomong, dimana kakakku, Miku-nee?" Aku mencari-cari keberadaan Miku-nee di sekeliling ruangan.
"Kamu ngomong apa Rin? Kamu kan anak tunggal." Aku sedikit kaget mendengar jawabannya. Yang tahu aku dan Miku-nee bukan saudara kandung hanyalah kerabat kami saja bahkan teman dekatku ataupun teman dekat Miku-nee tidak tahu tentang hal itu. Apa jangan-jangan dia kerabat jauh papa? Warna rambutnya sama sepertiku dan papa, wajahnya sekilas mirip papa, yang aneh hanya perban yang menutupi matanya serta bajunya yang seperti cosplayer.
"Maksudku kakak sepupuku." Kalau memang dia kerabat jauhku seharusnya dia tahu Miku-nee karena Miku-nee juga anak kerabat papa.
"Kamu tidak punya sepupu bernama Miku, Rin. Nama sepupumu itu Fukase dan Luka." Aku sedikit kecewa karena dugaanku salah. Dia hanya benar menebak jika aku anak tunggal, dia bukan kerabat jauhku.
"Siapa mereka? Sepupuku hanya ada satu yaitu Miku-nee." Papa hanya punya satu kakak kandung. Dan anak kakak kandungnya itu adalah Miku-nee sedangkan mama anak tunggal. Jadi sepupuku hanya Miku-nee saja. Butler berambut pink yang daritadi mencatat sesuatu, berbisik kecil ke majikannya tapi masih bisa terdengar olehku.
"Tuan Oliver, sepertinya Rin-sama mengalami amnesia." Oi siapa yang kau maksud mengalami amnesia. Aku sadar dan ingat dengan jelas semua yang pernah kualami. Aku menatap mereka dengan tatapan sinis. Majikannya melihatku dan tersenyum lembut.
"Riliane, itu nama aslimu sebelum aku mengadopsimu. Kamu ingat nama itu?" Aku menggelengkan kepalaku. Siapa lagi itu Riliane. Mengapa nama itu tak asing bagiku.
"Aku tidak tahu siapa sepupu yang kamu maksud. Setahuku kamu anak yatim piatu yang dari lahir tinggal di gereja yang sering kukunjungi." Bola mata kanannya mengarah ke atas tempat tidurku berbaring. Aku pun ikut melihat ke arah yang sama, melihat lukisan seorang perempuan berambut biru ungu bergaun biru-tosca.
"Karena warna dan bentuk matamu yang mirip dengan mendiang istriku, aku memutuskan untuk mengadopsimu dan menganti namamu menjadi Rin Lapis Dikrof." Kisah ini! Aku tahu kisah ini!
"Padahal waktu aku mengajukan diri untuk mengadopsimu, aku sudah berjanji untuk selalu menjagamu tapi aku malah membuatmu mengalami hal ini." Aku ingat aku pernah membaca dan mendengar kisah ini karena paksaan Miku-nee.
"Mengalami hal apa?" Jangan bilang jika aku terbaring disini karena terjatuh dari tangga.
"Anda terjatuh dari tangga saat hendak menyambut kepulangan tuan Oliver." Deg Aku dapat merasakan keringatku yang mulai berjatuhan.
"Kepulangan darimana?" Tidak mungkin kerajaan Utau kan?
"Dari kerajaan Utau." Ya Tuhan! masa sih aku benar-benar...
"I...Ini dimana?" Kalau memang dari kerajaan Utau berarti aku berada di...
"Kita berada di kerajaan Voca." Sudah kuduga! Aku menepuk keningku dengan tangan kananku. Ini pasti mimpi ataukah aku sudah berada di neraka? Kenapa aku bisa masuk ke dalam game otome kesukaan Miku-nee?!
-TBC-
Hola~ terima kasih sudah mampir ke fic ini! Bagi yang tidak asing sama light novel Jepang atau Korea pasti tahu ane terisnpirasi dari sana #psstisekai :D Sangat welcome dengan kritik dan saran.
