DON'T READ IF U DON'T LIKE BOYxBOY

Fandom : DRRR!

Pair : Shizaya (always! :D hati-hati OOC sangat!)

Disclamer : Narita Ryohgo

Rate : M for mature~ #joged gangnam style#

Inspirited by : riquesan dari Kyoka Ariyoshi untuk bikinin ff dari doujin berjudul sama dengan ff ini : Exogenesis written by Noriko Nanami. kalau mau liat doujinnya , ini linknya (berdo'a lah semoga bisa buka linknya#plak, kalau tulisan httpnya ga ada atau ga bisa. minna-sama tulis saja alamat facebook dan copas alamat ini) : media/set/?set=a.381050885305493.87676.100002017533774&type=1&ref=notif¬if_t=photo_album

Jadi disini awal-awal cerita memang sama persis. Lalu kesananya aku berusaha seoriginal mungkin, kalau ada yang sama, aku ga sengaja (-w-)v (betewe~ lupakan typo-nya kalau ada #plak)

Here we go, minna.

.

.

.

"Hei! Kau sudah dengar? Sekarang Heiwajima Shizuo tidak berkutik lagi,"

"Maksudmu dia sudah tidak sekuat dulu lagi?"

"Iya! Dia lemah sekarang! Kemarin katanya dia ditabrak sepeda dan langsung pingsan!"

"Yang benar saja?"

"Itu berarti kita bisa membalas dendam padanya!"

"Kita bisa taklukan dia!"

"Kau sudah tahu? Banyak orang membicarakannya sekarang," celetuk wanita itu sambil merapikan beberapa map dan buku. "Dan beberapa gangster mengadakan pertemuan untuk menyerang Heiwajima Shizuo. Kau sudah tahu itu, 'kan?" lanjutnya.

Pria bermata merah dan berambut raven itu hanya melirik orang yang melemparkan pertanyaan padanya tadi. "Banyak yang bilang penyebabnya karena ada wanita yang ia sukai sejak bertemu di club beberapa hari yang lalu," wanita itu berbicara lagi.

"Ya, aku tahu." Bibirnya mengucapkan jawaban yang singkat. "Itu ulahmu?" satu pertanyaan lagi dari wanita bernama Namie Yagiri. Tawa ciri khas dari pria itu terdengar, "Shiranai, desu..." suaranya dibuat persis seperti perempuan.

"Kau ini... tentu ini ulahmu. Kau pinjam bajuku dan pergi ke club itu tempo hari, dan bertemu dengan dia, 'kan?" Izaya hanya tersenyum licik dan beranjak kekamarnya.

"Aku juga tidak menyangka akan seperti ini, kau boleh pulang sekarang." Suara pintu ditutup mengakhiri percakapan mereka hari ini. Izaya merebahkan badannya yang ramping –cenderung kurus– itu diatas tempat tidurnya yang nyaman. Jari jemari lentingnya mencari kontak di handphone-nya, nama kontak yang bertuliskan 'Shizu-chan'. Dengan cepat dia memencet tombol dial.

.

-meanwhile-

.

"Hei, bukankah hape-mu bunyi?" Tom memperingati.

"A-ah, kau benar." Rambut blonde itu menatap layar telepon selulernya. "Aku tidak tahu nomor siapa ini,"

"Sudahlah jawab saja dulu," bujuk Tom. "Yeah," Shizuo pun mengangkat telepon miliknya.

"H-halo?" Shizuo terkejut saat mendengar suara seseorang yang meneleponnya sekarang, dia sangat kenal suara lembut itu walau baru saja sekali bertemu tempo hari.

"Ini Heiwajima Shizuo, benar? Ini aku, Kanra." Hening, Kanra –Izaya maksudnya– dan Shizuo sama-sama diam sejenak.

"I-iya ini aku Shizuo,"

"A-anu, sebenarnya aku tahu siapa dirimu waktu pertama kita bertemu. Sejujurnya aku sedikit takut karena kau cukup terkenal, maka dari itu kuberikan nomor telepon palsu kepadamu. Aku benar-benar minta maaf,"

"Tak apa, itu bukan masalah."

"Dan itu karena... Aku dengar kalau kau itu orangnya kasar, tapi waktu kita bertemu dan mengobrol... Aku rasa kau tidak seperti yang mereka katakan. Bagaimana kita bertemu sekali lagi? Aku ingin meminta maaf kepadamu secara langsung!"

"Eh?" Shizuo sedikit tak percaya. Wanita yang telah membuatnya melemah alias galau karena ia awalnya memberikan nomor telepon palsu itu, dan sekarang tiba-tiba menghubunginya dan mengajak bertemu kembali. 'Mimpi apa aku semalam?' batin Shizuo.

"Kita bertemu di taman, hari ini. Sekitar beberapa menit lagi aku akan kesana! Oke? Bye~" telepon diputus secara sepihak. Shizuo tidak akan melewatkan kesempatan ini, bertemu dengannya sekali lagi. Dia langsung berpamitan dengan Tom dan pergi ketaman.

.

-at Izaya's place-

.

"Hehe. Ahahahaha!" Izaya tertawa setelah telepon berakhir. Dia beranjak masuk kedalam kamar mandinya yang minimalis. Menatap wajahnya sendiri didepan cermin. "Kita lihat, sampai kapan kau akan 'menungguku', Shizu-chan!" Gumamnya. Dengan santai Izaya mandi dan beraktifitas seperti biasanya.

.

-skip-

.

'... dia terlambat. Sudah lebih dari 30 menit aku disini. Tapi, tak apalah.' Shizuo menghembuskan asap rokoknya keluar dari bibirnya.

"Shizu-chan~!" Izaya muncul dengan cengiran khasnya. "Sedang apa kau disini!? Pergilah!" perintah Shizuo sambil deathglare kepada Izaya.

"Hidoi, desune~! lagi pula kita bertemu secara kebetulan, aku baru saja mau menemui client-ku yang ada di pasar gelap, kalau Shizu-chan sedang apa disini~?" goda Izaya sambil berbohong.

"Hhhhh.. Menunggu seseorang." Shizuo memalingkan wajahnya, ia muak melihat flea itu disini.

"Pergilah, kali ini aku tidak akan membunuhmu ataupun mengejarmu."

'Tidak biasanya. Ternyata rumor itu benar.' Tatapan Izaya mengisyaratkan kebingungan. Jelas saja, Shizuo berubah karena dirinya sebagai wanita. Terdengar sangat aneh.

"Hee.. Ah! Aku dengar kau jadi aneh, dan beberapa musuhmu itu mau membalas dendam padamu karena kau melemah."

"Ap—"

"Dan mereka bilang penyebab kau lemah itu karena 'cinta', benar?"

"... Itu bukan urusanmu." Jari lentik Shizuo memegang rokoknya, dan menghisapnya kembali.

"Heeey! Aku ingin tahu~ kau pasti menunggu dia, apa dia cantik? Apa dia kawaii? Atau... dia seksi? Aku ingin tahu tipe cewe' Shizu-chan!"

"Berisik! Kalau kau melakukan sesuatu padanya, takkan kuampuni kau! Kau akan kubunuh!"

Izaya terkejut, ternyata Shizuo serius dan dia percaya kalau Kanra adalah perempuan tulen.

"Wanita itu... sepertinya tidak suka kalau aku kasar. Jadi kubiarkan kau memprovokatori-ku sepuasmu." Kalimat barusan menambah syok Izaya. "Kau bercanda, 'kan?" Izaya tertawa terpaksa.

"Aku serius, aku serius dengan wanita itu juga kata-kataku. Wanita itu berbeda dengan yang lainnya. Sekali melihatnya, aku merasa kesal entah kenapa. Tapi karena itulah aku tertarik padanya." Jelas Shizuo dengan santainya tanpa memandang Izaya yang sedari tadi berkeringat dingin.

'Ini gawat... Kalau begini aku terpaksa menjadi Kanra lagi.' Izaya membantin. "K-kalau begitu, selamat menunggunya, Shizu-chan~," Izaya bergegas meninggalkan Shizuo sendiri.

Setibanya di apartemen, Izaya duduk dikursi kerjanya. Menganyam jemarinya yang lentik seperti perempuan, terlebih kukunya yang rapih dan bersih juga tanpa lecet –karena ia merawatnya–. Dia memandangi pantulan dirinya didepan monitor komputer yang tidak ia nyalakan. Wajahnya yang bisa dibilang tidak terlalu tirus, juga tidak berkumis maupun jenggot. Mulus dan halus benar-benar seperti perempuan.

"Haaah.. padahal di club itu aku hanya iseng berpakaian perempuan untuk pertama kalinya. Bad luck bertemu Shizu-chan waktu itu." Izaya merasa menyesal karena kalau masalah ini terus berjalan, Ikebukuro tidak seimbang. Shizuo orang paling kuat, juga hanya dia yang mudah terprovokasi oleh Izaya. Dan hanya Shizuo-lah yang menarik dan tidak dapat ditebak menurut Izaya.

"Aku benci kau. Benci juga pada diriku sendiri." Sejujurnya Izaya tidak membenci Shizuo, tapi membenci dirinya sendiri karena tidak bisa mencintai Shizuo. Ya, karena mereka sama-sama pria. Izaya sering berpikir, kalau saja ia perempuan maka ia akan terus terang menyukai Shizuo. Tidak peduli kekuatan dan kasarnya dia, Izaya –yang jikalau terlahir sebagai perempuan–pasti akan tulus mencintai Shizuo.

"Tapi kenapa jadi seperti ini!?" Izaya mengacak-acak rambut hitamnya. Memandang keluar jendela, langit sudah gelap. Sudah berjam-jam ia duduk disitu. 'Apa Shizu-chan masih menunggu? Sudah 6 jam berlalu... Apa yang harus kulakukan?'

.

-skip-

.

Dengan terpaksa Izaya berpakaian seperti wanita –tentu memakai wig– lengkap dengan sepatu high heels pinjaman Namie. Susah payah Izaya menyesuaikan langkah kakinya berjalan ke taman dimana Shizuo menunggunya. Izaya –sekarang Kanra– melihat sosok Shizuo, masih berdiri ditempatnya dan tidak berubah. Didekatnya setumpuk puntung rokok, bukti sebagai ia menunggu selama ini.

"G-gomennasai!" Kanra muncul dari belakang Shizuo.

"Aku sungguh-sungguh minta maaf! Aku benar-benar telat... Karena ada sesuatu yang harus ku-urus dan aku bahkan tidak bisa meneleponmu saking sibuknya, maaf!" Kanra sengaja menjaga jaraknya agar tidak ketahuan, juga ia jaga suaranya yang benar-benar terdengar seperti wanita.

"Kau sudah menunggu selama ini, kau marah padaku, 'kan?" tanya Kanra, Shizuo menghisap rokoknya entah yang keberapa sambil menatap Kanra dibalik kacamatanya.

"Tidak apa-apa, aku baru saja datang, kok." Tentu saja dia berbohong, jelas-jelas puntung rokok bertumpuk-tumpuk itu buktinya.

"Be-begitu... syukurlah," Kanra sadar Shizuo mendekat dan berdiri tepat didepannya, kalau saja disini tidak gelap, Shizuo mungkin akan mengetahui kalau itu Izaya. Kalau saja dia tidak sebodoh itu. (*author dilempar vending machine*)

"Yang terpenting, ini sudah larut malam dan berbahaya. Kita bisa bertemu kapan-kapan." Nada yang diucapkan Shizuo benar-benar kalem. Membuat Izaya semakin bersalah.

"Tidak. Aku benar-benar ingin meminta maaf padamu karena telah berbohong, juga memandangmu dari rumor yang beredar saja. Aku benar-benar melakukan hal buruk padamu.."

"Aku sudah bilang, tidak masalah bagiku... Yang penting aku bertemu denganmu."

'Berhenti bersikap lembut seperti itu Shizu-chan! aku tak tahan lagi! Seharusnya waktu itu kita tak bertemu. Kau bersikap seperti manusia sekarang! Kau tidak boleh menjadi manusia! Karena aku cinta manusia!'

"A-ada satu lagi hal penting! Aku... Aku..." Kanra melihat ekspresi Shizuo yang kebingungan menunggu kalimat Kanra selesai.

"Aku ini laki-laki!" Kanra sukses membuat Shizuo bengong. "Eh ..." hanya kata itu yang keluar dari bibir Shizuo.

"Aku senang kau ingin bertemu denganku di luar club, tapi kau pasti akan marah saat kau tahu aku yang sebenarnya." Ekspresi Kanra sengaja ia pasang tampang malu-malu kucing itu. 'Aku berbakat jadi artis~!'

"Ah... di club semuanya... Transvestites (waria)?" tanya Shizuo ragu-ragu, raut wajahnya mengatakan tidak yakin.

"Tidak, kok. A-aku juga berbohong kepada mereka," jawab Kanra seadanya.

"... Apa kau benar-benar... laki-laki?" dalam hati Shizuo masih tidak percaya, baginya Kanra itu benar-benar wanita idamannya selama ini. Rambut hitam panjang dan bergelombang, matanya tajam, auranya berbeda dari yang lainnya.

Kanra –Izaya – mulai merubah suaranya sekarang, mati-matian agar suara khas Izaya tidak terdengar oleh Shizuo. "Ya, aku ini laki-laki."

"... Suara laki-laki asli, huh,"

"Well, aku ini jujur. Dan..." Kanra membungkukkan badannya. "Aku sungguh-sungguh minta maaf! Kumohon lupakan saja aku!"

'Dengan begini, semua akan kembali normal. Melihatmu lemah seperti itu memang lucu, tapi membuatku merasa bersalah karena merubah keseimbangan di Ikebukuro ini. Dan itu pasti berakibat buruk padaku juga karena kau satu-satunya yang terkuat disini.' Batin Kanra sambil menunduk, berharap Shizuo mengerti dan pergi secepatnya.

"Laki-laki, ah, pria, ya? Bukankah kau masih manusia?" gumam Shizuo. Membuat Kanra bingung sambil memandangi Shizuo yang sedang merokok.

"Kau benar-benar seperti perempuan... Ini juga tidak bisa disalahkan begitu saja, 'kan?" Shizuo masih bergumam. "Um...? H-Heiwajima-san?" Kanra hanya sedikit mendengar gumam-an Shizuo tadi, membuatnya bingung.

"Menurutku, gender tidaklah penting. Bukankah di Ikebukuro ini juga banyak hal yang seperti itu? Lagi pula hal seperti itu sudah sering kulihat,"

"Aku tidak peduli kau ini laki-laki, pria, wanita, perempuan, waria atau transgender. Yang penting kau tetaplah kau, aku menyukaimu." Kalimat barusan membuat Kanra syok. Rencananya gagal total.

"... Itu tidak mungkin. Karena aku tidak punya perasaan apapun padamu." Ucap Kanra sambil buang muka. Ingin rasanya ia lari dari sini, dan tidak akan pernah muncul lagi sebagai Kanra. Karena Izaya tahu benar kalau Shizuo sangat amat benci pada dirinya. Kalau dia tahu Kanra adalah Izaya, nafas Izaya akan benar-benar berakhir saat itu juga.

"Jika begitu, aku tidak akan menyerah." Shizuo mencengkram pelan kedua lengan atas Kanra, membuatnya takut dan berontak tapi percuma. "Lepaskan aku! Hentikan semua ini! Aku ini ..."

"Aku tidak peduli kalau kau ini pria!" bentak Shizuo lalu memeluk tubuh Kanra secara tiba-tiba. "Kau... Kurus dan rata." Entahlah Shizuo bermaksud mengejek atau menghina.

"Kau tidak benci padaku, 'kan? Ini pertama kalinya aku merasakan hal yang seperti ini ... Kanra-san," Kanra hanya bisa bengong saat wajahnya didekati, ekspresinya bercampur antara takut ketahuan, dan malu.

"Aku mencintaimu." Hanya sebuah kalimat, atau dua kata dari Shizuo yang membuat Kanra hampir mati terkena serangan jantung. 'Andai saja kalimat tadi ia ucapkan saat aku berwujud Izaya. Tapi itu sangat mustahil, Shizu-chan sangat membenciku.'

"Ahahaha! Kau pasti bercanda!" Kanra salah tingkah dan hampir saja suara Izaya-nya keluar dari cara tertawa tadi. "A-aku harus pulang!" buru-buru Kanra mendorong Shizuo untuk melepaskan pelukkannya, sialnya sepatu high heelsnya tiba-tiba patah gara-gara salah langkah saat mendorong Shizuo.

"Aaw!" Kanra langsung menghampiri tempat duduk terdekat agar bisa melepaskan sepatunya yang menyiksanya itu. "Kau tidak apa-apa?" Shizuo mendekat dan melihat kaki Kanra yang sedikit memerah. "Tidak apa-apa, hanya terkilir sedikit. Ini salahku sendiri, kok," Kanra melepas sepatunya dan terpaksa tidak memakai keduanya sampai pulang. 'Bisa-bisa Namie marah padaku. Sial!'

"Pffft," Shizuo menahan tawanya saat melihat Kanra. "Apanya yang lucu?" Kanra merasa ditertawakan, tapi baru kali ini ia melihat wajah Shizuo tertawa dan senyum ikhlas seperti itu.

"Posisi dudukmu benar-benar seperti pria, harusnya kau duduk lebih anggun," kritik Shizuo sambil menunjuk kaki Kanra yang bisa dibilang terlalu mentang atau yang biasa pria lakukan saat posisi duduk.

'K-kenapa... Kenapa kau lagi-lagi tersenyum lembut seperti itu dihadapan wujud ini!? Kenapa?' diam-diam Kanra sangat menyukai senyumnya Shizuo yang pastinya jarang ia lihat.

Kanra langsung membetulkan posisi duduknya tadi, wajahnya merah merona membuat Shizuo gemas. "Aku antarkan kau pulang, ya?" tawar Shizuo tiba-tiba. "Tidak! Tidak usah!" tolak Kanra sembari berusaha berdiri.

"Aku bisa pulang sendiri, tidak usah khawatirkan aku! T-terima kasih untuk hari ini!" Kanra membungkuk dan meninggalkan Shizuo secepatnya. 'Besok dan seterusnya aku tidak akan menjadi Kanra lagi!' umpat Kanra–Izaya– dalam hati.

Saat melewati jalan yang sepi, terlebih ini sudah diatas jam 12 malam. Kanra memperlambat jalannya karena kakinya semakin sakit, terlebih dia tidak memakai sepatu dan udara cukup dingin memeluknya.

#BRUKK!#

Kanra jatuh tersenggol oleh segerombolan laki-laki. "Heeeey! Ada cewe', nih! Ahahaha! Cantik lagi." Seru salah satu dari mereka. "Sialan. Bocah tengik!" Kanra menggenggam sesuatu dalam kantong bajunya. Ia amat kesal karena jatuh untuk yang kedua kalinya dan kakinya benar-benar terluka. Lengkap sudah kesialannya, kedua kakinya bermasalah. Satu terkilir sedikit, satunya lecet gara-gara terjatuh.

"Haaa? Apa tadi kau bilang, nona? Kasar juga kau! Kau belum tahu kami ini siapa—" kalimat pemuda berandalan tadi terpotong karena pisau lipat Kanra perhadapan langsung pada lehernya. "Pergi atau kupotong lehermu." Ancam Kanra yang sedang kesal. "Hahahaha! Lihat! Dia bawa pisau mainan—" sebuah vending machine melayang dan mengenai pemuda-pemuda yang mengganggu Kanra. Dalam satu lemparan mereka semua pingsan, sepertin pin yang terkena bola pada permainan bowling.

"Kau baik-baik saja, Kanra-san?" sahut Shizuo mendekat, Kanra langsung menyembunyikan pisau lipatnya itu dalam kantongnya. "I-iya. Kau membuntutiku, ya? Sudah kubilang aku akan baik-baik saja!" Kanra berharap Shizuo tidak melihat pisau lipatnya tadi.

"Mana bisa aku membiarkan wanita sepertimu berjalan sendiri larut malam begini. Sini kulihat kakimu," Shizuo jongkok didepan Kanra dan menyentuh perlahan kaki-kaki mulus Kanra. "Pe-pelan, yang kanan terkilir.. ukh!"

"Naiklah kepunggungku," ajak Shizuo sambil membelakangi 'wanita' itu. "Tapi..." Kanra ingin sekali menolaknya, tapi Shizuo memaksanya. Beruntung Kanra punya dua apartemen, kalau pun ia minta diantarkan ke Shinjuku, matilah ia. Tak lama Kanra digendong dipunggung Shizuo sampai apartemennya.

"Apartemenku yang satunya jauh dari sini. Dan aku tidak enak padamu yang sudah susah payah mengantarku, jadi ... cukup sampai disini." Kanra membungkuk sekali lagi setelah diturunkan dari 'tumpangan' tadi seakan mengucapkan terima kasih. "Kalau begitu sampai berjumpa lagi,"

Saat Kanra membalikan badannya, tangannya dihentikan oleh pria jangkung itu. "Lukamu... boleh aku obati? Aku rasa itu semua gara-gara aku."

'APA!? Tch. Bilang saja kau ingin masuk apartemenku, 'kan? Mesum!' Kanra –pura-pura– tersenyum ramah dan menolak permintaan Shizuo dengan lembut. "Ermm.. maaf, Heiwajima-san... aku tidak ingin merepotkanmu. Jadi, tidak usah dan lagi pula ini sudah larut malam."

Namanya juga Shizuo, dia tidak akan menyerah begitu saja. "Seorang pria akan lebih terhormat jika bertangung jawab atas perbuatannya. Dan kedua kakimu itu tentu gara-gara aku. Kalau saja aku tidak memelukmu tadi dan mengantarmu pulang, semua luka itu tidak ada, 'kan?"

'Annoying! So irritating! Sejak kapan Shizu-chan jadi se-pintar itu? Sejak kapan dia jadi bersikap lembut seperti itu!? Dan sejak kapan dia tergila-gila pada sosok Kanra ini!? Ini membuatku gila!' teriakan hati Izaya, mau tidak mau Izaya menerima Shizuo sebagai tamunya.

"Baiklah, setelah kau mengobatiku. Kau harus pulang. Dan, apartemen ini biasanya dipakai oleh adik-adikku. Jadi sedikit berantakan," kata Kanra secara tidak ikhlas menerima Shizuo sebagai tamunya, saat memasuki ruang tengah. Mata Kanra tertuju pada baju-baju adiknya –Mairu dan Kururi– yang bertebaran disana-sini. Beruntung mereka sudah pulang kerumah orang tuanya.

"Aku ralat. Bukan sedikit berantakan, tapi sangat berantakan." Kanra tertunduk lesu sambil memungut baju adik kembarnya itu. Tekanan batin saat mengetahui baju yang bertebaran di situ adalah semua macam baju, termasuk pakaian dalam.

"Maafkan adikku, ya? Mereka memang aneh—tunggu! Kau tidak usah membantuku memungut baju mereka!" Kanra sedikit panik. "Tidak apa, aku bukan maniak." Ucap Shizuo santai seperti tanpa dosa.

'Bukan masalah kau maniak atau bukan! Tapi aku takut kau sadar kalau itu semua baju Mairu dan Kururi!' batin Izaya berteriak lagi. Hanya beberapa menit kemudian ruangan sudah rapih, Shizuo juga sudah menemukan kotak P3K untuk mengobati Kanra.


.

.

-Shizuo POV-

.

.

Tidak pernah aku melihat wanita se-sempurna dia, maksudku saat aku menatapnya, ada rasa kesal entah kenapa. Itulah daya tariknya. Aku juga tidak mengerti kenapa aku bisa jatuh cinta padanya saat pertama kali bertemu dan memandangnya. Baru kali ini aku jatuh cinta. Selama ini aku tidak terlalu tertarik pada wanita karena mereka otomatis akan menjauhiku. Mereka takut akan kekuatanku juga aku yang penuh kekerasan.

Tapi setelah bertemu Kanra-san, aku benar-benar ingin berubah. Aku rela julukan pria terkuat di Ikebukuro itu bukan milikku lagi. Tapi setelah mengetahui Kanra-san itu pria, entah kenapa aku tidak merasa kecewa atau sedih. Sungguh aneh, apa otakku sudah rusak atau karena aku terlalu tergila-gila padanya? Aku tidak tahu jawabannya, yang pasti aku terlalu polos dan rela melakukan apapun untuknya.

Melihatnya dari jarak seperti ini aku sudah senang. Apa lagi hidup bersama, gender bukan masalah besar. Oke, aku akui aku sudah gila. Wajahnya yang manis, tatapan matanya yang tajam, rambutnya bergelombang dan panjang , kakinya yang kecil dan mulus, jarinya sangat lentik dan kukunya indah. Memandanginya sedang membersihkan kakinya yang jenjang itu sungguh membuatku kagum. Dia terlihat sangat manis.

Aku sungguh penasaran, siapa pria itu sebenarnya. Pastinya Kanra adalah nama palsunya, 'kan? Tapi firasatku semakin lama semakin kuat. Firasatku mengatakan bahwa dia orang yang kukenal selama ini, dari raut wajahnya juga suaranya sedikit mirip. Mirip dengan orang yang kubenci, Izaya Orihara. Apa lagi tadi saat para pemuda berandalan mengganggunya, sepertinya kulihat tadi dia mengeluarkan pisau lipat yang tidak asing dimataku. Juga baju-baju adiknya tadi, baju perempuan dan kebanyakan bajunya sama alias kembar. Tapi aku singkirkan kecurigaanku dulu.

Saat dia duduk di sofa dan menjulurkan kakinya yang terluka, terlihat sangat anggun. Dia bagaikan putri dan aku pelayannya. Oke, aku benar-benar sudah gila. Perlahan aku obati luka lecet dikakinya, terasa sangat lembut kulitnya. Sebentar aku lihat wajahnya yang terus ia sembunyikan dengan cara membuang mukanya dariku. Kenapa? Apa dia membenciku? Atau tidak mau memandang wajahku?

"Kanra-san, boleh aku bertanya?" aku memulai pembicaraan. "Ya, ada apa?" sahutnya tetap tidak memandangku. Setelah selesai kuobati luka lecet di kakinya, aku beralih ke kakinya yang terkilir. Kuolesi lotion aroma terapi miliknya, harum. "Y-yang terkilir... biar nanti aku sendiri yang memijatnya. Kau cukup mengoleskannya saja." Ucapnya seperti takut aku meremukkan kakinya dengan kekuatanku, aku bisa memakluminya.

"Kau ingin bertanya apa?" ia menarik kakinya keatas sofa dan mulai memijatnya sendiri dengan posisi memeluk lutut. Dia terlihat sangat manis. "Maaf kalau pertanyaanku kurang mengenakan. Apa boleh aku tahu nama lengkapmu?" dia terdiam cukup lama, sekitar satu menit dia diam. "Kalau kau tidak mau memberitahuku, tidak apa."

"Aku... tidak punya marga, nama keluarga dan semacamnya. Cuma adikku yang punya. Aku memisahkan diri dari keluarga." Raut wajahnya sedih. "Ah! Maaf aku tidak bermaksud—"

"Daijoubu... cukup panggil aku Kanra saja, aku senang." Dia berusaha tersenyum walau aku tahu itu palsu. "Apa Kanra itu nama palsumu?" mungkin pertanyaanku ini sangat menyinggungnya, juga keterlaluan. Dia kembali terdiam. Mungkin tak seharusnya aku menanyakan hal seperti itu.

"Iya, itu nama palsu." Aku tidak akan bertanya lagi walau hati ini masih penasaran. "Aku tidak bisa memberitahu nama asliku padamu, Heiwajima-san. Maaf," lanjutnya sambil menunduk seperti menangis. Great, aku membuatnya menangis? Bunuh saja aku.

"A-ah! Tidak apa, kok…. Aku juga tidak bermaksud memaksamu untuk memberitahuku. Aku hanya ingin tahu beberapa tentangmu. Tapi, aku janji tidak akan membocorkannya pada teman-temanmu." Dia tetap menunduk sambil sesenggukan.

"U-uhhhh…. Maaf aku hanya bisa terus membohongimu! Memang lebih baik kau lupakan saja aku! Aku tidak pantas kau sukai, pergilah!" sekarang terlihat jelas air mata (palsu) jatuh membasahi roknya. "Aku tidak pantas disukai oleh siapapun." Suaranya parau.

'oke, ada yang bisa membunuhku sekarang juga? Baru kali ini aku membuat seorang 'wanita' menangis gara-gara pertanyaanku yang terlalu ingin tahu bak wartawan (kepo).'

"Aku tidak bermaksud membuatmu mengingat masa lalu dengan menanyakan namamu. Aku memang lancang, maafkan aku." Yang bisa kulakukan hanyalah menggenggam kedua tanganya yang halus. Dia terlihat kaget dan panik saat aku mendekat dan ingin mengusap air matanya, ia buru-buru menghindar dan berdiri lalu berlari. Padahal kakinya belum sembuh total, alhasil ia terjatuh tak jauh dari sofa.

.

.

-Shizuo POV ~end~-

.

.


"Kanra-san! Kau tidak apa-apa, 'kan?"

Kanra terjatuh tak jauh dari sofa, dengan sigap Shizuo membantunya berdiri. "Ada yang sakit?"

"Daijoubu. Kau sudah mengobati luka-ku. Sebaiknya kau pulang saja." Kanra mengusirnya secara halus. "Tapi kau masih belum bisa jalan dengan baik, biar aku antarkan kau kekamarmu." Shizuo memaksa menggendong Kanra ala bridal.

"T-turunkan aku, mesum! Aku bisa jalan sendiri! Tidak peduli mau ngesot atau merangkak. Turunkan aku!"

"Kamarmu yang mana?" Shizuo bingung diantara pintu-pintu yang ada didepannya. Kanra tidak menjawab dan hanya memukul sekeras-kerasnya tubuh Shizuo berharap ia diturunkan secepatnya, tapi percuma karena dia monster.

Shizuo mulai kesal dengan pukulan-pukulan Kanra yang ia terima, karena itu membuatnya merasa geli mungkin? bukan kesakitan. Frustasi pertanyaannya tidak dijawab, jadi Shizuo asal memilih kamar. Sesampainya didekat tempat tidur, Kanra lagi-lagi berteriak ingin turun dan mengusir Shizuo.

"Iya-iya! Habis ini aku akan pulang," Shizuo perlahan menurunkan Kanra diatas kasur. Tiba-tiba saja ada suara benda jatuh didekat mereka. Keduanya lalu menatap benda jatuh tadi yang berasal dari saku baju Kanra. Ya, pisau lipat kesayangannya terjatuh diatas lantai. Kanra panik bukan main.

"Apa itu?" Shizuo bertanya, tapi sayangnya saat Kanra ingin mengambil pisaunya, ia kalah cepat dengan Shizuo. Kini pisaunya ada ditangan monster itu, raut wajah monster itu keheranan. 'M-mati aku!' Kanra pucat pasi.

"Ini... Bukankah ini pisaunya Izaya? Kenapa ada padamu?"

"I-itu k-karena..." Kanra memikirkan alasan yang tepat. "Kau berteman dekat dengan Izaya?" Shizuo mengernyitkan dahinya.

"..." Kanra terdiam, tidak tahu harus jawab apa. "U-USO! Atau kau jangan-jangan!" Shizuo melepas kacamatanya. "Ti-tidak mungkin! Firasatku kalau kau itu flea sejak caramu tertawa di taman tadi... tidak, tidak!" lanjutnya.

"... Heh. Hehe.. Ya. Ini aku! Orang yang paling kau benci!" suara asli Izaya terdengar jelas. Shizuo mematung mendengar suaranya, syok seketika karena 'wanita' yang ia suka itu orang yang ia benci didunia ini. Izaya melepas rambut palsu yang ia pakai sambil membuang muka.

"Kusooooo! Kenapa!? Kenapa harus kau yang jadi Kanra!?" Shizuo mencengkram kerah baju Izaya. "Sebenarnya waktu itu aku sedang menyamar ! Tapi malah bertemu dengan kau! Menyebalkan!" jelasnya.

"Tch. Kuso! Kuso! Kuso!" tentu saja Shizuo marah dan kesal merasa ditipu. "Ini bukan salahku, Shizu-chan! Awalnya aku juga tidak menyangka akan bertemu denganmu disana. Dan tiba-tiba saja kau minta nomor teleponku. Menggelikan, kau jadi lemah gara-gara aku menjadi 'wanita' idamanmu, ya?"

"Berisik."

"Dan hari ini aku memang mengerjaimu, sampai kapan kau mau 'menungguku'. Ternyata kau serius, maka dari itu aku kembali menjadi Kanra dan memohonmu untuk melupakanku. Tapi kau memaksa, ini salahmu sendiri!" jelasnya sekali lagi.

"Berisik." Shizuo hanya mengulangi kata yang sebelumnya.

'Kenapa harus dia!? Bagaimana pun aku sudah mengucapkan hal-hal yang SANGAT KONYOL kepadanya! Siaaal! Pantas saja aku merasa kesal saat pertama kali melihatnya sebagai Kanra!'

"Sepertinya kau sangat syok. Ahahahaha! Apa kau akan menarik kembali ucapanmu saat ditaman? Saat kau bilang 'aku mencintaimu'?" senyum sinis menghiasi wajah tampan Izaya, membuat Shizuo semakin kesal tingkat dewa, tapi setidaknya masih ia tahan amarahnya saat ini.

"Atau... bukankah kau ini seorang pria yang terhormat? Itu berarti kau tidak akan menarik kata-kata yang telah diucapkan, bukan?" kalimat barusan akhirnya membuat Shizuo meledak amarahnya.

"Kubunuh kauuu!" Shizuo mencekik leher Izaya secara tiba-tiba. Membuat Izaya sesak nafas selama beberapa menit, lama-lama cekikkan Shizuo melemah karena tidak ada perlawanan dari Izaya. "Kenapa kau tidak jujur saja dari awal." Shizuo menundukkan kepalanya seraya melepas cekikkannya, membuat Izaya haus oksigen.

"Uhuk! Hhh, itu... Itu karena. Uhuk!" terengah-engah dan sulit melanjutkan kalimatnya, Izaya merasakan lehernya amat sangat sakit.

"... Karena aku suka melihatmu saat tersenyum. Dan sayangnya kau tersenyum tulus hanya disaat aku menjadi Kanra. Itu jawaban jujur dariku."

"Baka. Itu karena kukira Izaya dan Kanra itu berbeda. Sial, aku semakin membencimu." Izaya terkejut karena Shizuo menyandarkan kepala pirangnya dibahunya. Aroma rokok dari Shizuo tercium oleh Izaya, posisi mereka terlihat sangat kikuk. Izaya yang terduduk diatas kasur, Shizuo masih berdiri namun menunduk dan menyandarkan kepalanya kebahu Izaya.

"Kalau saja.. Kalau saja kau menurut untuk melupakanku waktu ditaman tadi. Maka kejadian ini—"

"Salah. Aku tidak bisa melupakan Kanra. Dia tipeku, kembalikan dia sekarang juga!" Shizuo menatap mata merah itu dengan tatapan kesal.

"B-bicara apa kau!? Sudahlah lupakan! Kanra hanyalah ilusi. Kau tidak akan bertemu dengannya lagi, aku janji." Perlahan jari-jari Shizuo mengusap pipi Izaya. "... Apa boleh buat. Karena Kanra itu sendiri adalah kau. Itu berarti mau tak mau aku mencintaimu, 'kan?"

"Ap—" wajah Izaya merah padam. "Kau dan Kanra itu sama saja, 'kan? itu artinya aku tetap mencintai satu orang walau wujudnya berbeda sekarang." Jelasnya. "U-uso. Kau bercanda. Kau membenciku, aku juga membencimu. Mana mungkin! Jangan bilang kau tergila-gila oleh sosok Kanra?" Shizuo hanya menjawab dengan anggukan, dan memeluk Izaya untuk meyakinkannya.

"Benci, tidak berarti selamanya bencimu kalau begini."

'Apa maksud dari kata-katanya!?' rambut raven merasakan tangan yang merengkuhnya itu memeluknya semakin erat, dan perlahan mendorongnya terbaring diatas tempat tidur. "Dan benar, aku tergila-gila dengan Kanra—maksudku kau. Walau dalam wujud Kanra. Uhm, ini membingungkan sejujurnya."

Dengan posisi Shizuo hampir menindih Izaya diatas tempat tidur, Izaya tak bisa apa-apa. Terpaku menatap mata Shizuo. "M-minggir." Akhirnya Izaya memecah keheningan sejenak.

Bukannya menurut, Shizuo justru menggenggam kedua pergelangan Izaya dalam satu tangannya yang besar dan kuat. Izaya panik, "Mau apa kau!?" kaki jenjang Izaya menendang-nendang secara abstrak. Namun percuma saja sekalipun Izaya menendang 'critical damage' punya Shizuo (–u know what I mean–).

"Aku akan menghukummu karena sudah menipuku." Jawabnya kalem. Tangan Shizuo satunya yang bebas mulai membuka baju Izaya dari bawah –Izaya memakai semacam sweater seperti punya Namie–. "T-tunggu! Aku tidak menipumu, baka! Itu hanya kebetulan!" protes dari sang raven diabaikan begitu jari Shizuo menemukan apa yang ada dibalik baju Izaya, dengan seenak perutnya dia mencubit dada Izaya.

"Nghhh!" mendengar Izaya mengerang, Shizuo tersenyum penuh kemenangan. Dia makin mencubit keras bagian sensitif di tubuh Izaya. Tidak hanya itu, Shizuo benar-benar melepas baju Izaya dan mulai mejilat semua titik sensitif Izaya mulai dari lehernya. Suara desahan terdengar saat Shizuo menggigit pelan leher Izaya dan meninggalkan bekas seperti lebam disana.

"Kau suka, heh?" Shizuo terkekeh. Izaya hanya menutup bibirnya lebih rapat dan menggigitnya agar suaranya tidak keluar. 'Sial. Wajahnya terlalu manis. Sial, sial! Kenapa aku jadi bertindak sejauh ini!? Dia terlalu ... menggoda. Damn!' Shizuo membatin kesal melihat wajah manis Izaya.

Melihatnya seperti itu, Shizuo jadi gemas dan memaksa mencium bibir lembut Izaya. Perlahan Shizuo memaksa membuka bibir Izaya dengan lidahnya, menjilat apa yang ia bisa jilat dengan lidahnya didalam mulut Izaya. Sang informant tidak ada yang bisa ia lakukan kecuali ikut bermain dengan Shizuo, karena gerakan tangan dan kakinya kini terkunci.

'Bibir.. Shizu-chan? apa aku bermimpi?' Izaya terus menerus menatap mata penuh lust dihadapannya itu, mata sang monster yang kini memainkan lidahnya tanpa ampun. Saliva mereka saling menyatu satu sama lain, Shizuo yakin Izaya juga menikmatinya. Ia mulai melepas cengkraman di tangan kurus Izaya dan beralih ke perutnya yang mulus.

"Nghhhh!" erangan Izaya makin keras saat Shizuo mencakar perutnya, terasa perih dan sakit. Terpaksa Izaya melepas ciuman dan terengah-engah sambil menatap kesal orang yang mencakar perut mulusnya itu.

"Sakit, bodoh!" teriaknya lalu setengah mendorong tubuh Shizuo. "Sudah kubilang, aku sedang menghukummu." Izaya meremas rambut Shizuo dan menempelkan dahinya ke dahi Shizuo. "Sudah kubilang juga itu hanya kebetulan! Ini bukan salahku!" perdebatan mereka langsung berhenti saat Shizuo kembali membungkam bibir Izaya dengan miliknya.

Kesal dan seperti tidak berkutik melawannya, itu yang dirasakan pemilik dua cincin perak dimasing-masing jari telunjuknya. Jarinya meraih saku rok yang ia kenakan dan mengambil pisau lipat satu lagi, tentunya untuk merobek kemeja dan rompi Shizuo dengan instan.

Seketika itu pula Shizuo kaget dan marah karena baju yang ia kenakan dirobek, marah tentu karena baju itu pemberian Kasuka adiknya. "K-kau! Aku akan membunuhmu!" celah terlihat, Izaya bergerak menjauh dari Shizuo. Tapi sayangnya itu membuatnya semakin dalam posisi yang berbahaya, posisi Izaya kini terpojok dengan keadaan terduduk diatas tempat tidur –Izaya lupa kalau ada dinding dibelakangnya–.

"Kau tidak bisa lari kemana-mana lagi. Sial, bajuku... Ini pemberian adikku!" Shizuo mengepung Izaya dengan mudahnya. "Heh, lalu kenapa? Kau mau aku menggantinya?"

"Ya! Kau harus meng—" Shizuo melihat jari jemari Izaya menyentuh kemeja dan rompinya, dalam satu gerakan kedua pakaian tadi sudah terlepas dari tempatnya. Kini mereka sama-sama telanjang dada. Izaya pun membuang pisaunya kelantai.

"Jadi.. kau tidak akan mengampuniku karena soal bajumu yang kurobek itu? Bukankah kau tergila-gila 'padaku'?" seulas senyum yang terlihat menyebalkan dimata Shizuo kini terpasang diwajah Izaya. 'Aku hilang kendali, Shizu-chan. tubuhmu... terlalu indah.'

"Jangan bercanda! Aku benar-benar ingin 'membunuhmu'!" Shizuo hampir saja memukul Izaya, tapi dengan mudah Izaya menghindar dengan memeluknya. "Jangan bunuh aku, nanti kau tidak akan melihat Kanra lagi.." Ancamnya dengan nada manja dan suara perempuan yang genit, mendengarnya membuat wajah Shizuo memerah.

"Tsk, terserah." Shizuo menghela nafasnya, menatap punggung Izaya yang mulus dan halus. Ia berpikir, 'Aku harus menyiksanya. Aku buat luka ditubuhnya.. termasuk punggungnya ini.'

'Karena sudah terlanjur seperti ini, apa boleh buat. Ini... Seperti mimpi. Ah, otakku sudah rusak. Aku tidak bisa menahannya lagi. Damn, Protozoan! Seharusnya kau tidak mengigit leherku tadi.'

"Anggap aku Kanra, Shizu-chan.." Ucapnya kalem, sambil menunduk. Shizuo mengangkat dagu Izaya, menatapnya tajam dan dalam. 'SIAL. Kenapa dia bisa semanis itu!?' Shizuo tanpa basa-basi memeluk Izaya dan mencengkram roknya.

"J-jangan dirobek!" sahut Izaya, firasatnya mengatakan kalau Shizuo akan membalas perbuatannya tadi dengan merobek roknya. Tapi peringatan barusan ia hiraukan, Shizuo dengan mudahnya merobek rok Izaya dengan tangan kosongnya. Kemudian tidak pakai lama Shizuo melepas pakaian dalam Izaya juga. "Kau ini! Kenapa merobeknya!? Ahh! Tu-tunggu!"

"Itu balasannya. Lagi pula kau sudah 'siap', tubuhmu memang tidak bisa berbohong." Shizuo tersenyum sambil memandangi tubuh Izaya yang tidak ditutupi satu helai benang. Shizuo memang tidak sabaran, dia langsung saja mengangkat kedua kaki Izaya dan membuka sabuk serta risetling celananyasendiri.


.

-skip-

.

.

~Izaya POV~

.

.

Kicauan burung terdengar begitu aku mulai terbangun dari tidurku yang tidak nyenyak sama sekali. Badanku terasa sakit semua, perih karena luka, dan nyeri dimana-mana. Saat kubuka mataku, aku melihat seseorang dengan rambut blonde dihadapanku sedang tertidur pulas.

'Shizu-chan?' mataku semakin melebar saat melirik kebagian bawah tubuhnya, aku sadar kami berdua tidak memakai apa-apa. Saat aku duduk, rasanya sakit. Aku ingat apa yang terjadi tadi malam saat merasakan sakit dibagian pinggang belakang kebawah, kau tahu apa yang kumaksud tanpa kubilang namanya, 'kan?

"Tadi malam.. bukan mimpi? Kami benar-benar... 'melakukannya'?" gumamku sambil memandangi wajah Shizu-chan yang tenang sekali saat tidur. Tanpa sadar aku membelai rambut dan wajahnya, terasa hangat dan lembut. Entah kenapa aku merasa bersyukur telah menjadi Kanra di club waktu itu.

"Geez... Namie pasti akan marah melihat sepatu dan roknya rusak. Mendokuso." Kulihat rok yang dirobek Shizu-chan semalam. Mau tidak mau aku siap dimarahi oleh pemilik rok itu. Pagi yang tidak terlalu cerah, lantai kamar seperti penampungan cucian kotor, dan tempat tidur tak kalah berantakkannya dari lantai.

'Haaah. Tadi malam seharusnya aku tidak se–centil itu! Membuatku malu sendiri.' Aku kembali membaringkan badanku, terdengar suara gumam-an Shizu-chan saat tidur. Tangannya tiba-tiba memelukku, aku bagaikan guling baginya. Perlahan kulihat matanya terbuka.

"Ohayou, Shizu-chan!" sapaku dengan senyuman khas-ku seperti biasa. "Ohayou." Balasnya singkat dan melepas pelukannya, rambutnya berantakan dan sepertinya dia belum bangun sepenuhnya. Matanya masih sayu dan wajahnya terlihat sedikit kesal. Membuatku gemas.

"Badmood dipagi hari, hm?" tanyaku sambil mengusap pipinya walau ia tepis akhirnya. "Tidak juga, hanya kesal pagi-pagi kau memanggilku seperti itu lagi." Dalam sekejap Shizu-chan bangun dan mengacak-acak rambutnya sendiri. "Badanku 'kotor' karena kau. Aku pinjam kamar mandimu,"

"Hmm, silahkan. Asal kau tidak memecahkan atau menghancurkan apapun," dengan malas aku bangun dan membereskan pakaian yang kupinjam dari Namie dan memasukannya kedalam tas. Kulihat Shizu-chan melangkahkan kakinya keluar kamar. Selang beberapa menit, aku mendengar suara benda jatuh dan pecah.

'Bukannya sudah kubilang. Dasar bodoh.' Aku beranjak secepatnya kekamar mandi tanpa peduli aku belum memakai baju sama sekali. Kulihat Shizu-chan memecahkan cermin dan menjatuhkan gelas untuk sikat gigi.

"Shizu-chan, aku bilang apa tadi? Kau ini kenapa, sih?" tak ada yang kulakukan selain menggelengkan kepala dan melihat Shizu-chan seperti habis mengamuk. Tangannya ia kepalkan dan meninju cermin, hanya gelas sikat gigi yang tidak pecah karena bukan terbuat dari keramik. Aku tidak mengerti dia tiba-tiba mengamuk seperti itu.

"Entah kenapa aku menyesal sudah melakukan 'itu' denganmu."

"Ha? Menyesal karena keperjakaanmu kurenggut? Untuk apa disesali, toh itu sudah terjadi." godaku, kulihat luka ditangannya tidak parah. Aku tidak usah menghawatirkannya kalau begitu, lagi pula dia itu monster dan luka seperti itu tidak masalah bukan?

"..." Shizu-chan tidak membalas pertanyaanku. Bibirnya terlihat ingin mengatakan sesuatu, tapi tak keluar suara. Bingung meliputiku.

"Kirai. Aku benar-benar sudah gila karena kau, Izaya-kun," dia menghampiriku, menarikku kedalam tempat shower. "Aku mengingat dengan detail apa yang terjadi tadi malam." Lanjutnya lalu jemarinya menyentuh bibirku.

"Lalu?" kutatap matanya dan bertanya singkat. "Aku menyesal. Tapi aku ingin mengulanginya." Kalimat barusan membuatku membeku. 'APA?! Yang benar saja? Bisa-bisa aku tak bisa duduk dengan normal bodoh!' inginku teriakkan kata-kata dalam pikiranku tadi, tapi bibirku terlanjur dibungkam olehnya.

"Hari ini kita mandi bersama." Shizu-chan berbisik dan berhenti mencium bibirku, tangannya meraih shower dan menyalakannya. Air hangat yang ia pilih, tak lama kemudian badan kami basah. "Kenapa? Tidak biasanya kau melayaniku, Shizu-chan~"

"Aku tidak melayanimu, sudah kubilang aku ingin 'mengulang' yang semalam." Setelah ia menyabuni badannya sendiri yang indah, sekarang giliranku. Dengan pelan ia menyabuni seluruh tubuhku. "Uh! Pelan!" protesku saat dia menyiramku dengan biadab. Setelah kami sama-sama bersih dari sabun, dia tiba-tiba membalikkan badanku dan kini aku membelakanginya. Terlintas suatu pertanyaan dikepalaku.

"Kalau kau menyesal, kenapa kau mau 'mengulanginya'?"

"Aku ... menyukai aroma tubuhmu." Aku merasa leherku kembali menjadi sasaran gigitannya.

"Dan aku suka menyakitimu, seperti ini." Dengan berakhirnya kalimat tadi, Shizu-chan langsung mengigit bahuku dengan keras dan hampir berdarah. "A-aaaah! Sakit!" aku hanya bisa berpegang pada dinding kamar mandi yang dingin. Perlahan jemari Shizu-chan menahan pergelangan tanganku ke dinding, seperti waspada kalau-kalau aku memberontak.

Tak hanya itu, telinga dan tengkuk-ku juga jadi sasaran. Rasa geli dan sakit terus kurasa selama Shizu-chan 'bermain' disekitar leherku. "S-Shizu-chan, aku ingin bertanya satu hal padamu," sekali lagi aku bertanya pelan bercampur desahan dan meringis kesakitan. "Apa?" kedua tangannya yang kuat kini berpindah menyentuh pinggang dan dadaku.

"Kalau saja Kanra bukan aku, apa kau akan melakukan hal yang sama seperti 'ini' juga?" pertanyaan tadi begitu saja kuucapkan, aku benar-benar penasaran dan ingin tau jawaban darinya. "Maksudmu kalau Kanra itu orang lain, ya? Jawabanku..." dia berhenti sejenak 'bermain' disekitar leherku.

"Tidak , aku tidak akan melakukannya kalau dia tidak secentil kau semalam. Kalau dia sama centilnya denganmu, kemungkinan besar iya." Mendengar jawabannya tadi rasanya aku senang namun juga merasa sakit. Senang karena aku beruntung menjadi 'wanita' idamannya. Sakit kalau tahu dia 'tidur' dengan orang lain.

"Begitu.. Uh!" aku terkejut saat Shizu-chan mulai menarik pinggulku kebelakang. "Yah, sejujurnya aku bersyukur Kanra itu kau. Jadi, aku ga ragu untuk 'melakukan' dan menyiksamu sekarang. Cepat menungging dan angkat pantatmu lebih tinggi." Perintahnya dan siap memasukkan 'miliknya'.

.

.

~Izaya POV-end-~

.

.


"Ow! Sakit! Aah.. S-Shizu-chan!" Izaya meringis saat Shizuo memasukinya. "Heh, bukankah tadi malam sudah 'masuk' berkali-kali?" Shizuo tersenyum mengejek. "N-nh! Ini berbeda, uhhh. Kau 'masuk' tiba-tiba—Ahhh!"

Dengan sengaja Shizuo menghentakkan 'masuk' kedalam Izaya. Rasa sakit yang tak tertahankan, membuat air mata Izaya keluar. Shizuo mengetahuinya tapi tetap saja ia lanjutkan tanpa ampun, jeritan dan permohonan Izaya ia abaikan.

'Nhh, aroma tubuhnya... rasanya sangat 'tasty'. Aku tak bisa berhenti untuk menggigitnya. Sempitnya... rasanya aku ingin terus 'menyiksanya'. Aku ingin 'membunuhmu', Izaya-kun...'

"Shizu-chan, uhh! S-sakit—ah! More!"

'Suaramu, suara desahanmu. Teriakanmu, juga bahasa tubuhmu yang menginginkan 'lebih dari ini' membuatku semakin gila. Sial!' Shizuo membatin kesal dan semakin menjadi-jadi. Izaya memang menikmatinya, suara kesakitannya lambat laun hilang dan berganti desahan.

"H-nghhh!" melihat tubuh Izaya bergetar dan mendongakkan kepalanya, Shizuo tersenyum licik. "Itukah 'sweet spot'-mu?" Shizuo melakukannya sekali lagi, membuat Izaya tidak bisa menjawab dengan kata-kata dan hanya dijawab dengan suara desahannya yang semakin keras. Shizuo mendapat jawaban yang ia inginkan dari reaksi Izaya.

"T-tunggu!" Izaya merasa 'miliknya' disentuh, dan mulai 'dimainkan' sesuka Shizuo. "Kenapa, hm?" Shizuo kembali membuat 'tanda' dibahu Izaya. "S-Shizu-chan, aah.. s-sebentar lagi, cepat!" Izaya memohon sambil terengah-engah penuh keringat. Sama halnya dengan Shizuo yang berpeluh sebesar biji timun dan dadanya yang bidang menempel pada punggung Izaya seperti memeluknya dari belakang.

'Crap. I'm gonna .. cum.' Shizuo semakin keras menggigit bahu Izaya, juga gerakannya semakin cepat. "Shizu-chan!" Izaya berteriak dan meremas rambut pirang Shizuo saat mereka berdua sampai 'puncak'.


.

.

~Shizuo POV~

.

.

Bulan berlalu begitu cepat. Entah sudah berapa bulan aku tidak bertemu Izaya. Yang kuingat adalah terakhir kali bertemu dengannya, dia hanya pamit kepadaku saat kukejar dipinggir jalan. Dia bilang dia akan pergi sebentar, entah "sebentar" yang dimaksudnya itu berapa lama. Saat kukejar, dia menghilang seperti ditelan bumi. Kalau iya dia ditelan bumi, aku akan bersyukur mungkin?

"Hahaha! Kejarlah aku kalau kau sungguh-sungguh!"

"Atau, tunggulah disini, aku mau pergi sebentar. Dan akan kembali lagi kejar-kejaran denganmu suatu saat, Shizu-chan~!"

Suaranya, kalimatnya yang terakhir kudengar sebelum ia menghilang di ujung jalan itu selalu teringat. Menunggu, untuk apa menunggunya? Toh, dia pasti akan mengerjaiku seperti waktu itu saat kejadian 'Kanra'. Atau jangan-jangan dia kabur karena aku terlalu sering menyiksanya dan 'menyiksanya'?

"Kutu sialan." Umpatku sambil memandang gedung sekolah Raira. Kebetulan aku lewat sini, dan teringat saat kejar-kejaran dengannya pertama kali. Aku terdiam menatap gedung itu, dan membiarkan angin dingin memelukku, dan berlalu.

"Pergi kemana kau? Kenapa selama ini."

-bersambung-

silahkan di spamm! T^T

next chapter menyusul, ditunggu sajaa