Tittle :
Prove -membuktikan-
Author :
Rafiz Sterna
Main Character :
Lee Sungmin dan ?
Support Character :
Member Super Junior and Super Junior M
Genre :
Action, Supernatural
Rating :
T+
Disclaimer :
Cerita ini punya Rafiz Sterna, plot dan ide cerita ini milik Rafiz Sterna juga. Semua cats di ff ini aalah milik Tuhan dan mereka sendiri dengan perubahan sifat milikku.
Summary :
Siapa, aku?
...
A/N : maaf dengan typo yang ada.
...
Keadaannya saat ini terdesak. Itu sudah pasti. Kenapa di saat seperti ini Sungmin harus tidak mampu melakukan apapun? Kenapa harus melakukan hal seperti 'dinonaktifkan' kekuatannya selama 1 bulan oleh Kyuhyun atas perintah sang leader? Ini bukan menyebalkan lagi. Ini adalah masalah hidup dan mati.
DUAK!
Sebuah tongkat besi baseball hampir kembali mematahkan punggungnya jika tak cepat berlari. Sungmin masih tidak mengerti. Motivasi seperti apa yang memuat namja bergaya hip-hop itu dengan mudah mengayunkan benda yang bisa membunuh orang lain. Di tengah kota. Dan ini jam sibuk. Di mana letak kenormalan yang selama ini di percayainya?
"Hey! Jangan bersembunyi. Aku pasti akan menemukanmu."
Teriakan namja yang sepertinya ingin membunuh Sungmin. Jadi ternyata ini, jawaban perasaan tidak enaknya sebelum berangkat. Kesibukan yang lain memaksanya untuk pergi melengkapi barang yang lain.
Lari. Lari dan terus berlari. Hanya itu yang bisa dilakukan Sungmin. Blazer hitamnya berkibar cepat seiring dengan gerak cepatnya menghindari serangan dari orang tidak di kenal. Surai coklat platina miliknya bergerak tak beraturan. Nyaris tersungkur beberapa kali. Pikirannya bergerak cepat untuk menyusun jalur pelarian seaman mungkin, tapi tenaganya saat ini tidak mampu mengimbangi pikirannya hingga membuatnya terus menabrak para pejalan kaki yang di lewatinya.
"Bocah tengik! Aku akan membunuh mu!"
Lagi-lagi, teriakan dengan nada mengancam datang dari namja yang sama. Kalut yang di derita Sungmin makin menjadi-jadi. Mencoba menerka-nerka, kesalahan macam apa yang telah di perbuatan masa lalu hingga bisa menghasilkan musuh yang ingin mengabisi hidupnya. Nihil. Pikirannya tak menemukan apapun. Jadi, ada apa sebenarnya?
Belanja di siang hari berawan, teduh seperti hari ini harusnya berjalan lancar dan Sungmin bisa menyelesaikannya sebelum matahari tenggelam. Tapi apa daya, takdir lain telah digariskan untuknya. Spesial.
Jalanan penuh sesak. Baiklah, sekarang jam para pekerja untuk kembali ke kantor setelah jam makan siang selesai. Sedikit berterima kasih dengan kerumunan padat, karena Sungmin bisa menyembunyikan tubuh pendek nya –tinggi 177 cm- diantara lautan manusia.
Melarikan diri terus di lanjutkan. Hingga Sungmin mendapati dirinya tengah mengarah ke sebuah gang. Namun percuma. Masalah lain muncul.
BLASSS!
Sebuah bola basket –dengan kecepatan yang di lemparkan bukan dengan kecepatan manusia- menghantam tepat di punggung Sungmin hingga membuatnya terpental. Kemungkinan salah satu tulangnya ada yang retak, bahkan mungkin patah. Tubuh bagian depan Sungmin nyaris saja bertemu dengan permukaan aspal, sebelum akhirnya dia kembali mendapatkan sebuah pukulan tak kasat mata pada bagian perutnya. Entah dari siapa dan bagaimana caranya.
"Sial. Ini menyakitkan."
Ringis Sungmin sambil memegang bagian yang mendapatkan serangan.
Dua pukulan tadi bukan dari namja bertongkat baseball, tapi dari seorang namja berambut panjang berwarna kecoklatan yang sedang di bonceng oleh namja lainnya dengan sebuah sepeda motor. Berbahaya. Kali ini nyawanya di incar oleh lebih banyak orang.
"Kemanapun kau lari. Mati di tangan kami adalah akhirnya."
Ujar namja berambut pirang itu sambil tersenyum mengerikan. Seolah menghabisi nyawa Sungmin adalah kegiatan berburu kelinci di ladang. Ah, belanjaan Sungmin kini kini benar-benar tak berbentuk lagi. Berserakan dan tersebar di mana-mana. Apa yang nanti harus di katakannya pada Leader?
Melarikan diri adalah prioritasnya. Sekarang ini, para pengejar yang tidak di ketahui itu lebih berbahaya di bandingkan kemarahan leader.
Nafas Sungmin tersengal dengan begitu rupa. Seolah oksigen di sekitarnya tiba-tiba hilang dan tak memberinya kesempatan untuk bernafas. Paru-paru nya hampir mencapai batas.
Namja berambut pirang yang tadi memberikan serangan menyakitkan pada tubuhnya, mulai mengarahkan sebuah pistol kepada Sungmin. Bersiap membunuh Sungmin kapan saja dengan 6 peluru yang tersedia.
Sungmin berusaha bersembunyi di antara gedung-gedung tinggi. Tapi sia-sia. Sepertinya hidupnya hanya sampai untuk hari ini saja. Di belakangnya, dia di hadang oleh 2 orang dengan kecepatan tinggi dan senjata yang bisa dengan mudah menghabisinya. Dan kini 10 meter di hadapannya. Namja dengan tongkat baseball sudah menunggunya dengan seringai seperti malaikat kematian yang Sungmin perkirakan.
"Apa aku akan mati hanya gara-gara ini?"
Ucapnya dengan getir. Berbalik kebelakang dan mengulangi jalurnya pun juga percuma. Dia berada di tengah-tengah gang sempit dengan lebar 2 meter. Namja dengan pistol berwarna emas itu sudah mengacungkan senjatanya. Suara detak jantung Sungmin yang tak karuan teredam oleh suara motor yang knalpotnya telah di modifikasi. Suara yang di hasilkan menyebabkan suasana ini makin dramatis saja. Seandainya senjata yang di gunakan itu tak menggunakan peredam suara, pasti akan teredam dengan suara motor yang memekakkan telinga. Entah berapa puluh desibel itu.
Sungmin tak ingin usaha melarikan dirinya sejak tadi percuma. Tapi, peluang apapun yang kini bertabur di kepalanya tak membuahkan kemungkinan untuk sukses melarikan diri.
"Aku tidak mengenal kalian. Kenapa aku harus sengsara dikejar dan di bunuh oleh manusia seperti kalian bertiga?"
Ucap Sungmin dengan lambat. Berusaha memperpanjang kemungkinan hidupnya, meski tidak mengubah apapun.
"Kami jelaskan pun juga percuma. Karena otakmu juga tidak akan sempat mencerna apa yang akan kami katakan. Cari tahu di neraka saja!"
Teriak namja berambut pirang lengkap dengan wajah yang terlihat sepertinya bahagia.
Dan, DOORR!
Satu peluru menusuk pada kaki kanan Sungmin. Setelan serba hitamnya kini berlumur darah. Terlihat basah, tapi terlihat merah darah miliknya mengenangi aspal hitam. Tembakan ke dua untuk lengan kirinya. Darah menetes tanpa mampu di bendung. Menggenangi lebih banyak aspal hitam. Kesadarannya mulai di tarik oleh pikirannya.
"Benda seperti itu tidak akan bisa membunuhku. Hanya segitu kemampuan kalian?"
Putus-putus Sungmin bicara. Masih sempat meremehkan lawan yang berjumlah lebih banyak darinya. Kemudian di sambungnya lagi.
"Kalian itu hanya bisa bermain keroyokan. Ini yang di namakan membunuh orang lain? Cih! Aku bisa melakukan yang lebih baik."
Di tambah dengan dengan adegan Sungmin ludah darah ke arah mereka. Jangan lupakan senyuman penuh remeh ditujukan kepada mereka. Membuat para pengejar ini jengkel.
Dengan menahan gemeretak gigi, pria berambut pirang kembali melepaskan tembakan berikutnya. Tidak ingin pikirannya tercemar oleh ucapan-ucapan Sungmin.
Kemudian tepat di lambung, peluru ketiga bersarang. Darah bukan lagi merembes, tapi menetes deras. Kedua tangan Sungmin memegangi tempat tembakan terakhir ini. Mengakibatkan darah memenuhi kedua tangannya. Matanya berkunang-kunang hebat. Visionnya mulai tidak jelas.
"Kalian kenapa harus membuat ku mengantuk di waktu seperti ini?"
Cecar Sungmin lagi di ambang sekarat.
Di tambahkan lagi sebuah peluru dengan menembus tepat di dada kirinya. Seharusnya itu membunuh Sungmin. Itu adalah letak jantung manusia.
"Sayang sekali... Jantungku ada di sebelah kanan."
Tawa Sungmin di antara rasa sakit yang sangat hebat. Entah jiwa macam apa yang di bentuknya selama ini hingga bisa bersikap seperti baik-baik saja di ambang kematian.
Tembakan berikutnya harusnya bersarang pada dada kiri, namun seseorang dengan tinggi 182 cm mengalihkannya dengan tabir tak terlihat tapi yang pasti, mengasilkan percikan berwarna biru ketika berhantaman dengan peluru-peluru terakhir.
Hitam panjang rambutnya dengan di ikat kuncir kuda. Wajah yang entah kenapa membuat Sungmin –di sengal nafasnya akibat banyak kehilangan darah- bersemu kemerahan. Kharisma orang yang baru saja menyelamatkannya dari peluru ke lima dan seterusnya, membuat Sungmin sempat merasakan, tak apa mati di pangkuan orang ini. Sebuah pedang bersarung ungu di genggam oleh tangan kanannya. Membuat Sungmin berfikir, tidak sepantasnya pedang samurai yang di genggam olehnya yang menawan. Itu seperti merusak keseimbangan dengan pesona yang di hadirkannya.
Penglihatan Sungmin mulai di renggut sedikit demi sedikit oleh kesadarannya. Hal terakhir yang di lihatnya adalah orang yang tidak di ketahui baru saja mengangkutnya ke udara. Menjahui medan pertarungan tidak imbang. Meninggalkan tiga orang dalam ekspresi penuh benci, entah untuknya atau orang yang baru menyelamatkannya.
Lamat-lamat kedua kelopak matanya terpejam. Tangannya yang sejak tadi memegangi dada kiri, kini hanya bisa terkulai lemas. Hal terakhir yang bisa di tangkap oleh pendengarannya adalah, suara berat penuh kedamaian yang entah kenapa di rindukannya. Dan berikutnya, Sungmin tenggelam di dalam kesadaran gelap.
Hal pertama diantara semua inderanya yang aktif adalah pendengarannya. Sebuah suara yang terasa begitu asing menelusup masuk tanpa bisa di bendung. Begitu pelan, namun mengundang untuk lebih fokus. Kesadaran Sungmin bergerak ke arah lebih tinggi. Gemericik air yang menetes terdengar makin keras. Dengan perlahan Sungmin berusaha membuka kelopak matanya. Pada akhirnya, cahaya dengan intesitas berlebihan menusuk-nusuk matanya.
...
Sebenarnya, dimana letak hidupnya yang sesunggungnya?
...
TBC
Give me your Attention, please.
review kalian akan sangat membantuku demi kelanjutan fanfiction ini.. ^^
