Title : The Last One Kiss

Pairing : KaiHun, Slight Kaisoo

Genre : Angst, Hurt/Comfort, Romance

Rated : T

Disclaimer : Standard disclaimer applied..

.

.

Hyun present

.

.

Semua yang ada pada dirinya telah berakhir.

Tak ada apapun. Tanpa pilihan.

Dirinya kini hanya kuasa untuk duduk di mulut jendela sambil menekuk lutut. Angin sore itu seperti menerbangkan surainya yang kecoklatan. Silau cahaya jingga kemerahan melewatinya begitu saja, seakan mengejeknya karena mulai kesepian. Terlebih dengan tidak meninggalkan bayangan, hal itu jelas-jelas mentertawakannya.

Maka ia mulai menangis.

Meski wanita paruh baya yang selama ini menyayanginya berada tak jauh darinya, ia tetap kesepian. Yang mereka pedulikan hanya jasad tak bernyawa di atas ranjang miliknya. Mereka yang berdatangan tak satupun berniat menoleh kearahnya, apalagi untuk menyapa. Termasuk Kim Jongin. Pria yang sudah setengah tahun menjadi pacarnya itu tengah berkabung dengan wajah tegar seorang pendusta. Memang tak seperti ibunya hingga menghabiskan puluhan lembar tisu, tapi Sehun tahu Jongin merupakan yang paling terluka dibanding yang lain.

"Aku memang bodoh, Jongin. Mianhae.."

Dilihatnya pintu kamarnya yang rusak akibat dibuka dengan paksa. Ia tak lagi marah kali ini. Oh Sehun itu memang penyayang barang miliknya, tapi mungkin sekarang tidak lagi lantaran memang sebagian merupakan salahnya.

"Maaf, maaf, maaf.." Rafalnya berulang-ulang.

Sehun menangis lagi. Tidak karena menyesal, hanya saja ia tak mampu menyaksikan ketika bagaimana Jongin berani mendekatkan bibirnya dengan bibir jasad itu. Kemudian menciumnya dengan raut muka penuh kasih.

Dan menyebabkan kesepiannya semakin menyakitkan.

"Berhenti Jongin, kumohon..." Ia berkata lirih. Maka pada saat itu kilas balik kehidupannya memenuhi pikiran. Sehun ingat saat pertama kali Kyungsoo datang dan merubah cerita hidupnya sampai seperti ini. Saudara sepupunya yang manis itu mulai tinggal dirumahnya selepas pemakaman kedua orang tuanya yang meninggal dalam insiden kecelakaan.

"Tempat kami lebih kecil dibanding rumahmu, jadi tidak apa-apa'kan jika satu kamar dengan Sehun saja?"

"Maaf sudah merepotkan, tapi itu sudah sangat lebih baik untuk saya."

"Tak usah sungkan. Sehun anak baik sepertimu, jadi kalian bisa langsung akrab."

"Terima kasih, Ahjumma."

Ketika Kyungsoo menata barang-barangnya di samping miliknya, Sehun tetap duduk memilih memperhatikan. Awalnya Kyungsoo maupun Sehun hanya bicara seperlu mereka, tapi hari ke hari keduanya semakin akrab. Sehun menganggap Kyungsoo sebagai adiknya walau umurnya setahun lebih muda dibanding Kyungsoo. Begitupun Kyungsoo, ia mengganggap Sehun sebagai adiknya karena disamping ia lebih tua dari Sehun, Kyungsoo pikir tinggi badan bukan alasan bagus untuk merubah status. Ia tetap kakak bagi Sehun.

"Kyungsoo hyung, bisa ajarkan Jongin materi fisika optik? Aku kurang menguasainya, jadi lebih baik jika Kyungsoo hyung saja yang ajarkan, ne?"

Sehun mengenalkan semuanya. Kebiasaan, makanan favorit, buku-buku bacaan, hingga Kim Jongin yang merupakan kekasihnya. Kyungsoo berada di tingkat akhir ketika ia dipindah sekolahkan. Sehun dan Jongin yang berada di tingkat dua menjadi adik kelas sekaligus murid tutornya. Jadi Kyungsoo senang-senang saja jika dimintai bantuan oleh adik sepupunya itu. Terlebih, Jongin sendiri menunjukan sikap nyaman saat ia menjelaskan sambil berbicara ini-itu.

"Ternyata, kau lebih hebat dari Sehun, ya?"

"Eh?"

"Iya, kau seperti guru saja."

Suatu hari Sehun tak sengaja mendengar percakapan mereka. Jongin yang memanggil Kyungsoo seperti pada teman sebaya, sedikit-banyak membuatnya cemburu. Kekasihnya seperti sudah menyukai Kyungsoo. Akan tetapi Sehun itu anak baik, ia tak mau berburuk sangka pada apa yang tidak diketahuinya secara jelas. Lagipula, Kyungsoo saudara sepupunya yang juga sama-sama baik. Tidak untuk menuduh macam-macam meski kalimat Jongin tadi cukup membuatnya kesulitan tidur pada malam harinya.

"Ugh, sesak.." Lirihnya seraya meremas dada. Sedari lahir Sehun memang menderita sesak nafas. Maka, begitu ia menangis seperti sekarang, keluhannya akan sangat terasa. Kyungsoo yang saat itu masih belajar bersama Jongin tak dapat membantu. Ia tak mengetahui bahwa adik sepupunya cukup tersiksa dengan keakrabannya bersama murid tutornya itu.

"Eomma pulanglah, kumohon.." Pinta Sehun di akhir do'anya. Ia kemudian memejamkan mata seraya berharap malam itu bisa ia lalui dengan segera.

...

...

"Jonginna.. kau nakal, ne? Ahahaha.. berhenti Jongin! Ahaha.." Sehun terus meracau saat Jongin tak juga menghentikan aksinya. Lelaki tampan itu terus menggelitik kekasihnya sebagai hukuman menuduhnya yang tidak-tidak.

"Kau tahu aku cemburu melihatmu berduaan saja dengan Kyungsoo hyung? Jangan-jangan... kau menyukainya, ya?" Begitulah Sehun mengungkapkan perasaannya. Ia dibuat gelisah melihat kedekatan Jongin dengan sepupunya yang semakin hari semakin.. terlihat mesra? Mungkin seperti itu, setelah kejadian dimana ia menangis karena disanding-sandingkan dengan Kyungsoo, Sehun tak pernah lagi menyimpan curiga terhadap siapapun. Baik pada Jongin maupun Kyungsoo, ia tak ingin berburuk sangka karena bagaimanapun akhirnya, rasa sakit akan berimbas hanya padanya. Ia tak ingin menyiksa diri sendiri lagi.

"Ini tak seperti dirimu, kau harus menarik ucapanmu lebih dulu." Jongin menggodanya namun tak berhenti menggelitiki perut kekasihnya itu.

"Aku perlu bukti. Bagaimana dengan ciuman di bibir?" Tawar Sehun seraya memegang sebelah tangan Jongin di perutnya.

"Ternyata kau lebih nakal dariku."

"Kalau tak mau tidak apa-apa." Sehun mencebik. "Tapi kau memang menyukai Kyungsoo hyung, ya?"

Jongin menghela napas. "Ah.. baiklah, baiklah, aku menyerah. Tutup matamu."

"Kenapa harus menutup mata?"

"Sudah kuduga, kau itu masih polos Sehunna. Aku hanya tak ingin mengotorimu."

Sehun memegangi dagunya seolah berpikir. Ia kemudian menatap Jongin lagi, "Kau pikir berapa umurku? Kau tahu, aku sudah menonton film dewasa dua kali?"

Jongin membelalak, "dua kali?" Kemudian ia mengusak surai kecoklatan Sehun dengan gemas. "Istriku tak boleh melakukannya. Kau harus menerima hukuman lebih, Sehunna!"

"Aaa! Eomma!"

"Hey! Sehun, jangan lari! Kembali, terima hukumanmu!" Teriak Jongin lalu menyusul Sehun yang lari menuju tangga ke kamarnya. Dikarenakan Sehun tak boleh merasa lelah, maka ia hanya dapat berlari selangkah-dua langkah saja. Hal itu menyebabkan Jongin dapat dengan mudah menangkapnya. Jongin menarik tangan Sehun lantas memeluknya dari belakang.

"Sehunna tak boleh menjadi istri pembangkang." Bisik Jongin dengan kedua tangan masih memeluk pinggang Sehun. "Sehunna belum tahu apa hukumannya, bukan? Kalau tidak mau, tidak apa-apa."

"Memangnya apa? Aku hanya tak mau kau menggelitikiku seperti tadi. Perutku sakit jika harus terus tertawa." Rajuk pria manis itu.

"Tidak." Jongin membalikkan tubuh Sehun supaya menghadap serta menatapnya. "Jika kau tak nyaman, aku tak akan lagi melakukan itu. Bagaimana jika dengan ini?" Dan kemudian ia mengecup kening Sehun penuh kasih.

Cukup lama Jongin mencium Sehun sambil memejamkan mata. Hingga-

PRANG!

-kegaduhan itu membuat keduanya menoleh bersamaan. Jongin yang paling menunjukan raut terkejut saat melihat Kyungsoo tengah memunguti pecahan-pecahan gelas di lantai tak jauh darinya. Sementara, dari sudut pandang berbeda, Sehun hanya memperhatikan sepupunya tanpa memberikan ekspresi berarti.

"Maaf, maaf, aku tak sengaja menjatuhkannya. Sekali lagi maaf Sehun, Jongin, aku tak bermaksud mengganggu kalian. Tadinya aku ingin mengantar minuman ke kamar." Ujar Kyungsoo berulang-ulang. Ia beberapa kali membungkuk, membuat Jongin segera mengukir senyum kemudian berkata, "Tidak apa-apa. Kurasa tindakanku yang membuatmu terkejut. Aku minta maaf."

Tangan Sehun terkepal.

Mungkin benar bagi Jongin itu hal yang tak perlu dimasalahkan. Akan tetapi Sehun mempunyai persepsi berbeda. Ia memang tak ingin memendam benci apapun terhadap sepupunya. Namun, rasanya seperti Kyungsoo terkejut karena cemburu. Kyungsoo harusnya tahu bahwa Jongin itu sudah menjadi miliknya, dan hal yang wajar apabila sewaktu-waktu mereka mengumbar mesra.

Dari sini tanpa sadar Sehun sudah membenci Kyungsoo. Tak lepas dengan Jongin, perkataan Jongin pada Kyungsoo seakan-akan menyalahkannya. Jongin merasa bersalah pada Kyungsoo karena menciumnya. Sehun jadi berpikir, memangnya siapa Kyungsoo itu? Yang kekasih Jongin di sini adalah dia!

Sehun melirik Kyungsoo dengan ekor matanya. Menarik napas sekali, maka iapun berkata. "Setelah kau membersihkan pecahannya, kuharap kau juga mau mengeringkan lantainya."

Sikap Sehun yang seperti itu spontan membuat Jongin maupun Kyungsoo melebarkan mata. Terlebih, lelaki pucat itu langsung berbalik menuju kamarnya tanpa berkata lagi.

...

...

Waktu berlalu cepat.

Dua puluh tiga hari lewat sejak kedatangan Kyungsoo dan seminggu sudah Sehun menyimpan rasa bencinya terhadap lelaki bermata bulat itu. Entah Kyungsoo yang terlalu naif atau Sehun hanya melebih-lebihkan perasaannya. Selama itu Kyungsoo selalu 'berlagak' lebih manis saat di depan Jongin, tapi tak berbeda di depannya. Tanpa tahu sikap Kyungsoo itu memang merupakan sifat alaminya atau hanya sekedar mencari perhatian, Sehun tetap menganggapnya keterlaluan. Jongin semakin dekat dengan Kyungsoo, itu bukti egois Sehun. Ia tak terima. Apalagi keberadaannya semakin diabaikan.

"Kapan-kapan saja, ya Sehun? Aku harus pergi membeli beberapa bahan untuk percobaan nanti."

"Tapi, tapi apa harus dengan Kyungsoo hyung?"

"Dia mengerti apa-apa saja yang harus aku beli."

"Kau tak akan kemana-mana lagi'kan setelah itu?"

"Sehunna... kau ini seperti anak kecil. Kau tahu'kan tugasku menumpuk?"

Status kelompok belajar mereka yang selalu saja berbeda kerap dijadikan alasan. Untuk ini, untuk itu, bahkan untuk bersama Kyungsoo. Sehun bisa terima jika itu masalah sekolah. Tapi sejak kedatangan Kyungsoo juga, Jongin seakan menjauhinya. Yang biasanya Jongin akan mengajaknya dan bertanya ini-itu padanya, sekarang tidak. Kyungsoo selalu dijadikan yang utama. Kyungsoo lebih pintar dari padanya.

Memang benar.

Tapi- "Kau menyukainya, 'kan?"

"Jangan kekanak-kanakan, Sehun. Sudah berapa kali kubilang, aku menyukainya tapi tak seperti menyukaimu."

"Benar bahwa Kyungsoo hyung itu lebih pintar dariku. Tapi kau bukan anak sekolah dasar yang tak mengerti apa-apa, Jongin. Kyungsoo hyung berada satu tingkat lebih dulu dari kita, jelas Kyungsoo hyung mengerti segalanya. Jadi seharusnya jika kau tak membutuhkanku lagi, kau jujur saja."

Dan Jongin hanya menganggap kata-katanya angin lalu. Jongin sama seperti Kyungsoo. Mengerti hanya sebatas di muka saja. Tanpa bertanya, tanpa berusaha, tanpa ingin tahu lebih jauh, Jongin merasa hal itu tak lagi dibutuhkan.

Membuatnya semakin kesepian saat ini.

Sehun masih sangat mengingat ketika akhirnya ia memutuskan untuk tak berlaku baik pada Kyungsoo. Ia berfikir jika itu tak terjadi mungkin tak akan menjadi akhir baginya. Akan tetapi, di satu siang, saat itu ia berniat mengerjakan tugas rumahnya dan ia tak sengaja melihat bahan praktek Kyungsoo yang berserakan di atas meja belajarnya. Tentu hal tersebut membuatnya tak suka karena barang-barang Kyungsoo menghalangi barang-barang miliknya yang juga berada di sana. Sehun itu rapi. Maka ia menggeser satu-persatu barang Kyungsoo hingga menyisakkan tempat untuknya menyelesaikan tugas. Sehun tak merasa sungkan, toh kamar, termasuk meja belajar itu merupakan miliknya.

Prang!

Sehun ketika itu hanya menatapi dua gelas kimia yang tak sengaja ia jatuhkan itu. Tanpa berniat membersihkan atau merasa bersalah, Sehun kembali melanjutkan pekerjaannya meski Kyungsoo datang dan menanyainya perihal tanggung jawab. Barang-barang itu merupakan milik sekolah, kata Kyungsoo. Tapi Sehun tetap bersikap kurang ajar dengan tidak mendengar ocehan Kyungsoo sama sekali.

"Kau keterlaluan Sehun!"

Kyungsoo menangis seperti perempuan. Sehun sebetulnya tahu mengapa Kyungsoo hingga bersikap demikian, begitu kekanakan. Bukan hanya sekedar gelas kimia saja, masalahnya ini milik sekolah dan Kyungsoo maupun Sehun tak tahu harus menggantinya dengan apa. Sehun sendiri mungkin akan menangis jika berada di posisi Kyungsoo. Tapi Sehun berusaha tetap berkeras kepala. Ia sekali-kali ingin berada di pihak yang tak dirugikan.

"Jangan berlebihan, Hyung! Apa susahnya untuk mengganti? Lagipula, aku menjatuhkannya tanpa sengaja." Sehun malah membentak Kyungsoo.

Sehun tak sadar ketika tangannya membanting alat tulis yang semula ia pakai. Payahnya, Jongin malah datang di saat seperti itu. Melihat Kyungsoo menangis dan duduk bersimpuh sambil membersihkan pecahan-pecahan kaca tentu membuat Jongin spontan mengkerutkan alis ke arah Sehun. Jongin terlihat sangat marah. Terlebih, ketika Kyungsoo –yang dimata Sehun tengah mengadu, memberitahu Jongin bahwa kaca yang sedang ia bersihkan adalah barang milik sekolah untuk kebutuhan praktikumnya. Sehun semakin tersudut. Jongin akhirnya ikut andil dalam masalah mereka.

"Bagaimana bisa kau sampai memecahkan gelasnya, Sehun?"

"Aku tak sengaja, Jongin! Kau harus percaya padaku."

"Bukan masalah percaya atau tidak! Ya Tuhan, kenapa kau begitu ceroboh?!"

Jongin terus menyalahkannya. Terus 'menina bobokan' Kyungsoo, dan meninggalkannya sendiri di dalam kamar. Barang-barang Kyungsoo yang semula mengacaukan meja belajarnyapun disingkirkan begitu saja. Jongin membawanya keluar. Kyungsoo berhenti menangis juga karena Jongin.

Sementara Sehun mencoba mencuri dengar dari balik pintu kamarnya yang sengaja ia kunci dari dalam. Sehun ingin menyendiri dan dalam lubuk hatinya ia menginginkan Jongin untuk menenangkannya juga. Sehun ingin Jongin mengetuk pintu dan membujuknya supaya keluar. Ia berusaha menunggu dalam kesendirian. Sambil menangis, ia menarik selimut dan membungkus tubuhnya serapat mungkin.

Tapi setengah jam berlalu. Tangisnya belum juga berhenti karena Jongin tak pernah datang. Nafasnya sudah semakin tersenggal. Dadanya sesak, hatinya sakit. Dalam bungkusan panas itu Sehun merasa kehabisan udara. Paru-parunya diremas dari dalam. Penyakit tubuhnya ternyata kambuh ditengah kesakitan itu. Ia ingin menangis lebih lama. Ia berharap masih mampu menunggu hingga Jongin datang sendiri membujuknya.

Sehun meremas dada. Air matanya keluar semakin deras. Kepalanya terasa berat. Ia mulai mengantuk. Dalam keadaan itu sayup-sayup terdengar ketukan yang sedari tadi ia harapkan. Jongin akhirnya bersedia menemuinya. Tapi sayang, ia mendadak malas untuk bangun. Terlebih membukakan pintu dan menyambut kebaikan Jongin. Sehun memilih tenang, ia tetap mendengar bagaimana jemari Jongin membentak pintu kamarnya. Semakin lama semakin keras. Sehun tersenyum samar mengingat sifat Jongin jika sedang mengkhawatirkan seseorang. Jongin pasti mengkhawatirkan keadaannya. Sehun yakin hal itu.

Di saat-saat terakhir, Sehun beberapa kali merafalkan do'a. Hingga ketika beban tubuhnya mulai berkurang, ia menyempatkan untuk berbicara pada dirinya sendiri.

"Maaf, Jongin. Maaf, Kyungsoo hyung.. Mianhae eomma.. Sehun minta maaf.."

Pada dasarnya mungkin Sehun itu diciptakan hanya untuk menjadi seorang 'penyair'. Ia bisa melihatnya. Ia mampu membayangkannya. Ia mengungkapkannya. Dan sewaktu-waktu ia memintanya.

Tapi ia sama sekali tak bisa merasakannya.

Sehun tahu. Maka iapun mencoba mengerti. Ia membiarkan ciuman Jongin dan jasadnya itu bertahan lama meski hatinya seakan berdenyut ngilu. Dari dulu Jongin mungkin sama-sama ingin melakukannya, tapi Jongin tak ingin merusaknya. Jongin memang baik sekali. Ia pasti menjadi suami ideal di masa depan.

Masa depan, heh?

Sehun dan masa depan itu sudah tak berhubungan. Langit sudah kelihatan gelap di barat sana. Waktu baginya untuk pergi. Urusannya selesai dan ia harus bisa melewati saat-saat terakhirnya tanpa air mata. Tak seperti ibunya, tak perlu seperti Kyungsoo, apalagi seperti Jongin, ia harus tetap tersenyum di tengah muram keluarganya meski sirat penyesalan masih mengoloknya.

"Mian, ne?"

~Fin~

Hai.. Hai.. Minna-san!

Masih pada tau saya?

gx?

Ah, saya baru bangun dari tidur panjang saya dan setelah inipun saya berniat tidur(?) lagi, 'cause saya lagi sibuk ujian.

Gimana pendapatnya buat fic aneh ini?

gx akan banyak cuap. jadi... review, ya?

Daaahhh!...

March 7th, 2015