DIVINE

Casts :: Naruto Uzumaki, Sasuke Uchiha, Itachi Uchiha, Kyuubi Uzumaki, and the rest.

Genres :: Romance, Family, Sad, YAOI, lil bit Hurt&Comfort

Rating :: T

Disc. :: the plot of this story is absolutely mine, but the casts are belong to Masashi Kishimoto. I receive some critics but not for any plagiarism.

Warn(s) :: typos. Yaoi content and maybe mature content.

..

..

Chapter 1; The Great Kitsune is back!

Words; 2,403

Satu pagi disebuah rumah minimalis. Seorang pemuda tengah berkutat didapur, dengan apron oranye yang melekat ditubuhnya, juga asap yang mengepul disekitarnya, menandakan kegiatan yang sedang dilakukannya.

Ia menyajikan nasi goreng yang dibuatnya kedalam piring, sebelum meletakkannya diatas meja makan dan segera menyantapnya. Disamping piring makanannya terdapat satu gelas susu beserta sebuah tumbler yang berisi infuse water dengan potongan citrus.

Iris safirnya melirik kearah sebuah majalan yang tergeletak begitu saja didepannya, ia membaca berita yang tertera disampul majalah tersebut.

'The mysterious Kitsune is back'

Tulisan itu tertulis jelas disampul majalah, dengan seorang pemuda yang memakai topeng rubah sedang melakukan gerakan dance diatas panggung.

Mata secerah safir miliknya mulai meredup. Menatap sendu sosok bertopeng yang terpampang jelas di sampul majalah.

"The great Kitsune, ya?"

XXXX

Seorang pemuda berjalan pelan, membelah lautan manusia yang berjalan entah searah atau berlawanan arah dengannya. Surai keemasan miliknya terlihat begitu mencolok diantara manusia–manusia yang sedang sibuk dengan urusannya itu.

Pemuda itu memakai sebuah kemeja putih dengan sebuah jaket oranye dan juga celana hitam. Telinganya tersumpal sebuah earphone hitam. Matanya hanya menatap jalan, tak menaruh perhatian pada semua siswa yang sedang bergosip tentang satu hal.

"Kudengar kitsune sudah kembali, kau kira apa yang membuatnya berubah pikiran?"

"The Great Kitsune. Rubah itu membuatku gemas..!"

Itulah berbagai opini yang masuk kedalam telinga pemuda dengan kulit tan itu, sampai akhirnya ia jengah dan memutuskan untuk menyumpal telinganya dengan earphone.

"Naruto!"teriakan dari suara cempreng yang begitu dikenalnya membuat pemuda itu–Naruto, menarik earphone–nya dan menoleh kebelakang.

Seorang pemuda dengan rambut kecoklatan terlihat berlari dengan nafas terengah–engah kearahnya. Ia hanya menatap dalam diam dengan helaan nafas berat.

"Ini masih pagi, Inuzuka! Lagi pula aku tak tuli, jadi jangan berteriak"ucapnya. Ia berkacak pinggang menatap temannya –Inuzuka Kiba.

"Kau! Kau! Sudah dengar tenta–"

"Yah. Aku sudah mendengarnya"sela Naruto, Ia memandang dengan tatapan kosong. Sedang lawan bicaranya hanya melongo sambil menatapnya.

"Jadi, kau tahu kalau mysterious Kitsune sudah kembali? Gosip hangat pagi ini, 'The Great Kitsune kembali untuk menyelesaikan sesuatu yang belum terselesaikan'. Bagimana menurutmu?"tanya Kiba. Ia memperlihatkan pada Naruto tulisan yang tertera di layar ponselnya. Bahkan kembalinya kitsune sudah masuk kedalam berita sekolah.

"Itu hanya gosip. Jadi biarkan semua orang mengutarakan opini mereka, sampai saat dimana si Kitsune akan menunjukkan dirinya"jawab Naruto enteng. Ia tersenyum getir, sangat samar sampai Kiba pun mungkin tak menyadarinya.

"Aku harus segera ke kelas. Ada hal yang harus ku selesaikan"ucap Naruto sebelum melenggang pergi dari pandangan Kiba.

XXXX

Kepalanya tenggelam diantara tekukan lengannya. Ia sedang istirahat sambil mendengarkan lagu dari ponselnya. Ini masih–sangat–pagi untuknya. Biasanya ia akan berangkat lima belas menit sebelum bel berdering.

"Naruto. Kau harus mengumpulkan ini di ruang osis"ucap seorang siswa dengan nametag 'Yamanaka Ino'.

"Apa itu?"iris safirnya menatap malas, setumpuk kertas yang entah berisi apa.

"Biodata, karena kita kelas sepuluh, jadi harus mengumpulkan ini. Biodata terbaru untuk Kelas Menengah atas. Meskipun kita sudah masuk ke School of Konoha tiga tahun lalu."jawab Karin, dia adalah sekretaris kelas sedang Naruto adalah ketua kelasnya.

Kaki–kaki panjangnya menyusuri lorong–lorong kelas dengan pandangan malas. Ia menyumpal kembali lubang telinganya saat ia lagi–lagi mendengar gosip murahan tentang 'Kitsune'

Naruto memasuki ruang osis tanpa mengetuknya terlebih dahulu, ia terbelalak kaget kala melihat seorang pria dengan mata sekelam onik memandangnya tajam. Tubuhnya terbalut dengan kulit putih alabaster, dengan rambut dark blue dan juga tubuh tegap impian semua orang.

Lama kelamaan Naruto menatap mata tajam itu membuatnya tersipu. Ia menundukkan kepalanya, sebelum berjalan pelan kearah bangku ketua osis.

"Aku ingin mengumpulkan biodata senpai."ucap Naruto seraya meletakkan kertas yang ia bawa tadi. Mata onik itu masih menyelam kedalam lautan biru iris Naruto, satu sudut bibirnya terangkat kian membuat jantung milik pemuda dengan kulit tan itu bergedegup kencang.

Naruto segera membalikkan badannya. Tapi saat telapak tangannya sudah sampai dikenop pintu satu suara dari manusia dibelakangnya membuatnya berhenti,

"Sasuke senpai. Dobe"ucap pria itu. Ia memandang remeh Naruto yang hanya membatu didepan pintu.

XXXX

Kakinya berjalan cepat diantara koridor–koridor kelas yang ramai. Matanya hanya menatap bawah, tanpa berani mengangkat dagu untuk memandang puluhan ribu wajah yang tak memperdulikannya. Kakinya secara tiba–tiba berhenti, ia menolehkan kepalanya hanya sekedar memberi perhatian pada kerumunan siswi dilorong utama. Naruto memutar matanya, ia hampir berjalan kembali ke kelasnya sebelum.

"Kyaa! Kyuubi senpai!"

Kakinya terasa seperti jeli. Matanya mulai berkunang–kunang. Sesuatu dalam hatinya membuncah, membuat organ didadanya terasa ingin meloncat keluar. Dan sebelum hal itu benar–benar terjadi, Naruto segera melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu, secepatnya.

XXXX

Tanpa Naruto sadari, kakinya membawa langkahnya menuju ke atap. Tempat yang menjadi primadona baginya. Kakinya melangkah pelan menaiki anak tangga dengan wajah shock. Tangannya mendorong pintu pembatas dan ia berjalan kembali. Ia berdiri dibelakang pagar besi yang menjadi pembatasnya. Matanya menyapu lelah pemandangan sekeliling sekolahnya. Jika mengingat tentang tadi, Naruto serasa ingin menangis saja. Karena rasa sakit yang berusaha ia tutupi tanpa sadar kembali terbuka. Dan dengan datangnya kembali sosok'nya' membuat luka dihati Naruto serasa digosok dengan garam. Sakit. Perih.

Kelopak matanya terutup, menyembunyikan iris safirnya. Saat ia membuka matanya, setetes air mata melucur indah menuruni pipinya. Menjadi pertanda bahwa saat sosok'nya' kembali dihidupnya, itu adalah batas dimana Naruto bisa menyembunyikan segala kelemahannya.

Isakan kecil Naruto meningkahi suara angin yang berhembus. Naruto masih disana, dibelakang pagar besi dengan suara sesegukan, tanpa menaruh perhatian pada sosok pemuda dengan rambut dark blue yang berdiri didepan pintu sambil menatapnya bingung.

"Apa yang kau lakukan disini saat jam pelajaran, dobe?"suara sedingin es itu menyapa pendengaran Naruto, membuatnya membeku untuk sesaat. Ia membalikkan badannya, dan berjalan kembali ke kelas, tanpa memperdulikan pria itu–Uchiha Sasuke.

Naruto berjalan tergesa–gesa sambil menutupi setengah wajahnya. Dia yakin kalau dijam seperti ini pasti tak ada murid yang berkeliaran, jadi ia hanya berjalan lurus tanpa memperhatikan–

Brukk

"Akh"pekiknya lirih. Naruto jatuh terduduk dilantai dingin koridor, ia kemudian beranjak berdiri dan menepuk pakaiannya. Tak sadar kalau orang didepannya terus menatapnya.

"Naru"Naruto yakin kalau itu hanya bisikan. Tapi sebuah bisikan darinya pun bisa membuat Naruto membatu. Iris safirnya perlahan menawan iris ruby pemuda didepannya. Ia mengerutkan dahinya saat ia rasa kalau air mata sudah berkumpul disudut matanya, membuat pengelihatannya sedikit blur. Dan tanpa berkata apapun, Naruto berjalan pergi meninggalkan sosok'nya' yang menatap punggungnya yang mulai menjauh dengan pandangan sulit diartikan.

XXXX

Tok! Tok! Tok!

Seluruh perhatian murid yang tadinya memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi didepan kelas kini mengalihkan perhatiannya pada sosok Naruto yang berdiri diambang pintu. Ia tak sadar kalau matanya terlihat berbinar dengan bibirnya yang merah karena terlalu sering ia gigit.

"Ng… sensei. Maaf aku terlambat, aku sedikit tak enak badan"ucap Naruto sambil menggaruk belakang kepalanya. Menyebabkan beberapa gadis dikelasnya tanpa sadar sudah mimisan.

"Tidak apa–apa. Kalau kau masih tak enak badan, kau bisa kembali ke ruang kesehatan, atau kau bisa duduk disini dan mendengarkan pelajaran"ucap gurunya yang terkesan datar dan dingin namun terbesit rasa khawatir.

Naruto memandang gurunya, dengan rambut dark blue panjang yang di ikat satu, dan iris sekelam langit malam. Membuatnya ingat pada satu sosok…

"Uchiha Sasuke"ucap Naruto tanpa sadar sambil matanya yang membulat.

"Kenapa sensei mirip sekali dengan ketua OSIS itu?"tanya Naruto tanpa peduli apakah pertanyaannya itu sopan atau tidak.

"Karena aku adalah aniki–nya"ucap si guru.

"Heh!"pekik semua siswa. Itachi –nama guru itu– menatap semua siswanya yang membulatkan mata dan mulutnya. Pertanda kalau mereka kaget mendengat kejujuran guru mereka atas pertanyaan yang dilontarkan Naruto.

"Nani!"pekik Naruto kaget. Beberapa detik kemudian ia tersadar dan kembali duduk dibangkunya.

Ia tak menaruh perhatiannya pada sosok sensei–nya yang sedang menjelaskan materi didepan kelas. Perhatiannya sudah ditawan oleh sekelompok siswa yang sedang olahraga dilapangan, karena letak kelas Naruto yang disamping lapangan serbaguna. Perhatiannya jatuh, khususnya pada satu sosok dengan rambut oranye yang sedang men–dribble bola basket dan memasukkan bola itu kedalam ring. Tanpa sadar senyum Naruto mulai lahir, hanya segaris.

Tuk!

"Akh"pekik Naruto lirih sambil mengusap dahinya. Matanya menatap kearah sang pelaku yang tak bukan dan tak lain adalah sensei–nya sendiri.

"Sudah aku bilang Tuan Namikaze. Kalau kau masih tak enak badan pergilah keruang kesehatan, daripada kau samasekali tak memperhatikan materi yang kuajarkan."ucap sensei–nya. Dengan iris malam yang memandangnya teguh, walau suaranya tadi terdengar begitu dingin.

"Haruno Sakura. Cepat antarkan dia ke ruang kesehatan"ucap sang guru lalu kembali ke depan kelas.

"Baik, sensei"ucap sakura sambil meletakkan lengan Naruto dipundaknya dan mengantarnya menuju ruang kesehatan.

XXXX

"Uhmm… Naruto, apa benar kau sudah bertemu dengan si ketua osis itu?"tanya sakura dengan nada selidik.

Naruto hanya menghela nafas, sebelum menganggukkan kepalanya. Membuat sang gadis dengan rambut merahmuda itu memekik tertahan.

"Bagaimana wajahnya? Apa dia tampan?"tanya sakura dengan nada gembira. Naruto mengerutkan alisnya, merasa aneh dengan tingkah laku temannya ini.

"Uhmm. Lumayan tampan, wajahnya seperti Uchiha sensei, dengan rambut model aneh"jawab Naruto seadanya. Ia masih kesal jika mengingat tentang si ketua osis dan–

"Kyuubi senpai"ucap sakura tiba–tiba. Naruto membulatkan matanya, tubuhnya menegang seketika dengan jantungnya yang memukul–mukul.

"Oh, Haruno Sakura, ya? Aku tak tahu kalau kau bersekolah disini, bagaimana dengan paman dan bibi?"tanya Kyuubi dengan sambil tersenyum kecil. Iris ruby–nya sesaat menatap kearah pemuda yang sedang dibopong sakura.

"Mereka baik–baik saja. Tentu saja senpai tidak tahu, kan senpai baru kembali dari Amerika"jawab Sakura. Naruto yang merasa hanya mengganggu acara mereka berdua pun segera melepaskan lengannya dari pundak Sakura.

"Ehm… sakura, kau bisa melanjutkan ceritamu dengan K–kyuubi senpai. Aku akan ke ruang kesehatan sendirian saja"ucap Naruto sebelum kembali berjalan.

Pak!

Sebuah telapak menahan pergelangan tangannya, Naruto disana sudah ketakutan sambil menggigit bibirnya. Takut kalau yang sedang mencegahnya pergi adalah Kyuubi.

"Ayo kuantar, dobe"ucap seorang pemuda dengan rambut dark blue sambil menyeret tangan tan milik Naruto.

Tanpa mereka sadari sepasang iris ruby dan dark blue memandang mereka dengan pandangan yang menajam.

XXXX

Suasana diruang kesehatan itu menjadi canggung saat sosok dengan rambut pirang sudah membaringkan tubuhnya diatas ranjang dan menutup tubuhnya dengan selimut hingga sebatas dada.

"Ngg… Arigatou senpai. Sudah menolongku ke ruang kesehatan"ucap Naruto. Suaranya terdengar serak karena keadaannya yang benar–benar tak baik–baik saja. Semuanya terasa seperti puzzle buatnya, jadi dia butuh sedikit waktu untuk berpikir bagaimana menyatukannya sembari istirahat karena tak enak badan.

"Hm"hanya sebuah deheman yang Naruto terima dari ucapannya. Iris kelam Sasuke menatap jauh kedalam lautan safirnya.

"Apa senpai tak kembali ke kelas?"

"Kau mengusirku?"ucap Sasuke sambil menunjuk dirinya dengan telunjuk jarinya. Membuat Naruto seketika menggeleng dan menggoyakan tangannya–pertanda bahwa ucapan Sasuke tak benar.

"Lalu?"

"K–kan senpai sudah kelas sepuluh, jadi senpai harus belajar yang rajin. Oh?"ucap Naruto lembut. Tanpa ia sadari telapak tangannya sudah bersarang dipipi kiri sang Uchiha bungsu. Matanya menatap teduh iris kelam milik Sasuke yang terlihat dingin.

Naruto tersentak saat menyadari kalau ia sudah melakukan sau hal yang tak pernah ia bayangkan, maka dari itu ia mencoba untuk menyingkirkan tangannya dari pipi Sasuke.

Grep!

"Jangan lepaskan. Kumohon, sebentar saja"ucap sang Uchiha bungsu. Kelopak alabaster–nya menutup, terlihat menikmati kehangatan milik sang pemuda tan.

Dengan ragu Naruto merubah posisinya menjadi duduk, lalu lengannya sudah melingkar dilingkar leher sang Uchiha. Dan menumpukkan dagunya pada bahu kokoh Sasuke. Naruto hanya menghela nafas, meruntuki apa yang telah dibuatnya.

"Kau bisa bercerita kalau kau sedang ada masalah, oke?"ucap Naruto kembali. Ia berbisik tepat ditelinga kanan sang Uchiha, berharap kalau ucapannya dan elusannya dipunggung Sasuke bisa menenangkan pemuda tampan itu.

XXXX

Bel pulang berdering tepat saat jarum pada jam menunjukkan tepat pukul empat. Naruto segera membereskan buku–bukunya dan memasukkannya kedalam tasnya. Ia hendak keluar dari kelasnya, sebelum wajah seseorang yang–paling–tidak ingin ia temui muncul tepat dihadapannya.

"Naruto"suara itu mengalun seperti sebuah jarum yang beterbangan cepat dan mampu melukai hati Naruto. Pemuda tan itu meringis, matanya sudah terpejam, menahan sesuatu yang telah siap untuk mengalir dibalik kelopak matanya.

Grep!

Naruto membelalakkan matanya, dan benar saja!...setetes air mata mengalir dengan mulusnya menuruni pipi tan–mulus miliknya. Aliran itu semakin deras saat dekapan pemuda dengan iris ruby didepannya semakin mengerat. Kedua telapak tangannya mengepal disisi–sisi tubuhnya, pertanda kalau ini adalah batas dari ia bisa bertahan.

"Hiks… Hikss…"isakan demi isakan itu mulai terdengar membuat hati pemuda dengan rambut merah jingga terasa tersayat ribuan jarum. Matanya menutup erat, menimbulkan kerutan dahi sebagai pertanda kalau ia sedang geram.

"Ssh… Naruto, jangan menangis oke, aku akan selalu ada disisimu"bisik Kyuubi tepat ditelinga Naruto membuat sang empu hanya bisa menyembunyikan rona diwajahnya.

Bugh!

Satu pukulan didapat Kyuubi tepat diperutnya, membuatnya meringis karena rasa sakit yang amat ia rasakan. Iris ruby–nya menatap iris safir Naruto dengan pandangan seolah bertanya 'kenapa'

"Dasar pembohong! Jangan pernah dekati aku lagi, aku benar–benar membencimu"pekik Naruto saat ia melihat tatapan Kyuubi. Kakinya reflek berputar dan berlari menjauhi Kyuubi yang masih terduduk dilantai koridor.

"Pembohong, ya?"

XXXX

Naruto melangkahkan kakinya cepat, sembari tangannya yang tak hentinya menghapus setetes air mata yang terus mengalir dari sudut matanya. Matanya bahkan tak menyadari kalau sosok yang sedang ada dalam mobilnya diparkiran menatapnya dengan tatapan aneh dan khawatir.

Naruto duduk dikursi halte, bibirnya masih bergetar walau isakannya sudah berhenti. Matanya memerah karena menangis, dan ia yakin kalau besok matanya pasti akan membengkak karena terlalu banyak menangis hari ini.

Ia segera masuk kedalam bis saat bisnya datang.

Iris safirnya menatap kosong keluar jendela. Ia mengehela nafas berat, ia masih baru dikelas menengah atas, jadi ia tak mau membuat masalah yang serius. Ia hanya mau lulus dengan tenang, apa itu permintaan yang sulit?

'Kenapa kau harus kembali? Saat aku sudah yakin kalau aku bisa.'

XXXX

"Tadaima"seorang pemuda berambut merah jingga memasuki sebuah rumah besar dengan dua lantai. Kakinya melangkah pelan memasuki rumah itu, matanya terlihat sayu dan juga guratan–guratan lelah di dahinya.

"Okaeri!"sama ia bisa mendengar jawaban sang ibu dari arah dapur.

"Kyuubi! Kemarilah nak!"teriakan itu kembali terdengar. Pemuda bernama Kyuubi itu segera berjalan menuju ibunya.

"Ada apa kaa–chan?"tanyanya lesu. Ibunya menatapnya dengan kerutan dahi, heran karena tak biasanya Kyuubi pulang dengan wajah se–kusut itu.

"Ada apa Kyu? Apa ada masalah disekolah?"

Greb!

"Ky–Kyuubi"pekik ibunya tertahan. Wanita dengan rambut merah menyala dan sebuah kacamata itu kemudian mengelus punggung anaknya. Ia menghela nafas saat merasakan getaran dari bahunya yang mulai basah.

"Ada apa hum? Apa karena Naru–chan?"tanya ibunya–Karin–pelan. Ia tahu kalau jawabannya 'ya' walaupun anaknya hanya diam, siapa lagi yang bisa membuat Kyuubi–nya menangis, selain pemuda dengan surai keemasan itu.

"Apa aku benar–benar jahat kaa–chan? Kenapa ia sangat membenciku? Aku meninggalkannya untuk membuat diriku menjadi lebih pantas untuknya, kenapa ia salah paham dengan itu?"ucap Kyuubi tak hentinya. Matanya masih melelehkan air mata dan mulai memerah.

"Kyuubi, Naruto pasti juga butuh waktu untuk mengerti dan menyadari kalau kau sudah kembali ke sisinya. Jadi, kau hanya harus memberinya waktu untuk menata hatinya, oke?"

"Hum.. baiklah"

To Be continued….

Saya menerima berbagai kritik dan saran, minna–san. Kritik dan saran kalian akan menjadi bunga pelengkap untuk melukiskan kalau tulisan saya ini layak dihargai. Bahkan kalau kalian suka, tolong fav/follow ff berfandom Naruto pertama saya.