Awal bulan Mei tahun ini, aku resmi menjadi siswa Junius Gakuen[1]. Sebuah sekolah berasrama yang lumayan terkenal di PLANT. Sebelumnya aku tinggal bersama kedua orang tuaku di December City yang masih termasuk dalam wilayah PLANT. Tapi begitu mendapat tawaran beasiswa untuk bersekolah di sana, aku langsung mengambilnya. Ah, tanpa beasiswa pun sebenarnya aku bisa mendaftar di Junius Gakuen, hanya saja aku tak mau pergi jauh dari Mama.

Oh oke, terdengar seperti anak mami, ya?

Yah, memang sejak lahir aku dekat dengan Mama.

Salahkan Papa yang terlalu sibuk dengan tugasnya sebagai Jenderal Besar ZAFT.

Hari ini aku akan memulai hidup mandiriku di Junius Gakuen. Ah, aku jadi berpikir, bagaimana siswa-siswi di sana, ya? Apa mereka akan baik padaku seperti temanku di December Koukou[2] atau tidak. Rasa takut memang sempat kurasakan, tapi langsung kutepis. Ugh, kenapa aku terlihat seperti laki-laki pengecut?

Setelah satu jam perjalanan dari bandara, akhirnya aku sampai di Junius Gakuen.

Aku pun keluar dari taksi seraya membayar tagihan. "Thank you."

"You're welcome." Sang supir tersenyum dan membungkuk sebelum pergi.

Senyum simpul tak bisa kutahan lagi. "Jadi ini Junius Gakuen? Omoshiroi desu ne...[3]"


Gundam SEED/Destiny Disclaimer by Sunrise & Bandai (Not Mine!)

We are Redfox by Oto Ichiiyan

Rate : T semi M

Genre : General, School Life, Friendship, Drama, Romance (Just a little?)

Pairing : All Pairing

Warning : OOC, OC, AU, Incest (I have a reason for it), Sho-Ai (Maybe?), Typos, etc.

Summary : Awalnya aku tidak tahu kalau laki-laki bishounen yang membantuku tadi termasuk anggota Geng Sekolah bernama Redfox. Teman sekamarku cerita, mereka adalah murid-murid yang paling disegani di Junius Gakuen. Saat bertemu empat anggota Redfox secara langsung, aku pun mengerti alasannya. Mereka-terutama sang Ketua-memiliki aura yang berbeda dari kebanyakan orang. /Don't Like, Don't Read.


Aku berjalan tak tentu arah. Haaah, padahal sudah bertanya pada lima orang yang kutemui tadi, tapi kenapa belum sampai-sampai juga di ruang administrasi dan staf? Dan lagi-lagi aku menangkap basah beberapa murid yang menatapku aneh lalu berbisik 'siapa dia?' pada temannya yang lain. Oh ayolah, namanya juga anak baru dan belum diberikan seragam sekolah karena baru besok aku mulai ikut KBM (Kegiatan Belajar Mengajar).

Mataku menelusuri denah sekolah yang kupegang sedari tadi sambil sesekali menengok ke kanan dan ke kiri. "Etoo[4], dari sini berarti..."

Seseorang menepuk bahu kananku, reflek aku berbalik.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu?"

Bantuan datang! Aku tersenyum ramah pada laki-laki di hadapanku karena sudah menawarkan bantuan. Sejenak kupandangi seragam yang dikenakannya. Seragam Junius Gakuen setahuku blazer-nya berwarna biru muda dengan garis putih di sudut-sudutnya, serta dasi motif garis-garis berwarna merah-putih. Berbeda sekali dengannya yang memakai blazer berwarna merah dengan garis berwarna emas, serta celana berwarna senada dengan blazer. Mungkinkah laki-laki ini sedang mengikuti ekstrakurikuler? Atau dia seorang senpai yang masuk di kelas spesial?

"Ehem. Ada yang bisa saya bantu?"

"Eh? A-a, etoo... saya siswa baru di sini dan ingin mengurus keperluan administrasi saya."

Ia tersenyum tipis dan membuat wajahnya terlihat... err, cantik? Bishounen ka[5]?

"Sou ka...[6] Kalau begitu, biar kuantar ke ruang administrasi dan staf. Lewat sini."

Kami pun berjalan melewati koridor yang lumayan ramai, mengingat saat ini jam istirahat pertama. Aku menatap laki-laki berambut auburn yang berjalan beriringan di sebelah kiriku. "Mm, sebelumnya terima kasih karena mau mengantarku. Tapi... apa ruang administrasi buka saat jam istirahat?" tanyaku.

"Tentu, karena biasanya siswa-siswi yang bermasalah dengan administrasinya hanya bisa datang ke sana tiap jam istirahat," jawabnya sambil mengajakku belok ke kanan.

"Sou... desu ka." Aku mengangguk sedikit dan tak ada pembicaraan lagi setelahnya.

Begitu kami sampai di tempat tujuan, ia bertanya padaku. "Kau... dari sekolah mana?"

"December Koukou."

"Eeeh... December Koukou ka..." Ia mendesah malas.

"Memang ada masalah apa dengan hal itu?" tanyaku dengan nada ragu-ragu.

Laki-laki itu ingin beranjak pergi dari hadapanku sambil menyahuti pertanyaanku. "Aa, kudengar December Koukou baru saja memenangkan Kejuaraan Basket tingkat nasional." Ia sempat tersenyum sebelum berbalik sepenuhnya membelakangiku. Sontak aku langsung membungkukkan badan. "Arigatou gozaimashita, Senpai[7]!"

Kulihat gerakannya terhenti untuk beberapa detik lalu berjalan kembali dengan tangan kanan melambai padaku. Tak mau membuang waktuku dengan percuma, aku pun masuk ke dalam ruangan. "Shitsurei shimasu[8]!"

.

.

.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 11.30 A.M. saat aku selesai memasukkan semua pakaian yang kubawa ke dalam lemari. Aku menengok ke arah laki-laki berambut hijau muda yang menjadi teman sekamarku. Nampaknya ia tengah serius membaca majalah. Mungkin sekarang di belakang kepalaku ada satu tetes air sebesar jagung yang turun sedikit begitu melihatnya. Maji ka yo[9]? Sampai seserius itu baca majalah porno?

Tap, tap, tap. Aku melangkah mendekatinya yang berbaring di atas kasurnya.

"Nicol, aku sudah selesai merapihkan pakaianku," kataku mengintrupsi.

"Oh, oke. Kalau gitu, ayo kita ke kantin, Athrun!"

Ia tersenyum lebar padaku dan tentu kubalas anggukan kecil disertai senyum ramah seperti biasanya. Aku sangat bersyukur dalam hati karena mendapat teman sekamar yang baik dan mudah akrab seperti Nicol Amalfi. "Oh iya, aku jadi teringat sesuatu," kataku memulai pembicaraan.

"Soal?" tanya Nicol balik sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana biru muda dengan motif kotak-kotak bergaris putih.

"Apa di sekolah ini ada kelas spesial?"

"Spesial?" Ekspresi bingung tercetak jelas di wajah Nicol.

Aku mengangguk sedikit dan memulai ceritaku saat bertemu bishounen tadi. "Iya, ada seorang laki-laki berparas cantik yang membantuku ke ruang administrasi, tapi seragamnya berbeda sekali dengan seragam yang kau pakai," jelasku.

"Oh, mungkin yang kau maksud itu Redfox?"

Huh? "Redfox? Geng sekolah ini, ya?"

"Bisa dibilang begitu," sahut Nicol yang terdengar ragu.

"Redfox... Tapi kenapa harus pakai seragam yang berbeda? Terlihat sekali ada kesenjangan sosial di sekolah ini," ungkapku memberikan komentar.

Nicol hanya mengangkat bahu dan berjalan lebih dulu dariku. "Athrun, soal Redfox... lebih baik kau menjauh dari mereka." Ucapannya membuatku bingung dan berhenti melangkah. Sebelum bertanya, ia kembali berucap. "Terutama Ketuanya karena dia memegang kendali atas semua murid di Junius Gakuen. Sekali kau berbuat salah atau yang menurut mereka melanggar peraturan sekolah, kau akan disiksa habis-habisan oleh semua murid."

"Pfft!" Mendengar penjelasannya, tentu langsung membuatku menahan tawa.

"O-oi! Aku serius, Athrun!" seru Nicol dengan wajah kesal.

Aku berusaha berhenti tertawa. "Oh, oke, oke. Jadi, laki-laki itu termasuk anggota Redfox?"

"Iya. Kalau kau bilang bishounen, kemungkinan yang kau maksud itu Ketuanya."

"Ketua!?" pekikku. Kini Nicol yang tertawa melihat ekspresiku. "Hei!"

"Ahaha, mengo, mengo[10]. Muka kagetmu lucu, sih! Ahaha!"

"Terserah deh." Aku pun berjalan mendahului Nicol yang masih kesusahan untuk berhenti tertawa. Ketuanya bishounen yang itu? Padahal baru hari ini aku pindah ke sini, tapi sudah bertemu Ketua Geng Redfox yang katanya disegani murid-murid Junius Gakuen. Tiba-tiba sebuah blazer menutupi kedua bahuku. Aku yang kaget langsung menengok dan terlihat Nicol tengah tersenyum kecil.

"Aku tak mau teman sekamarku kena masalah karena tidak pakai seragam."

Tangan kananku meninju pelan lengan kirinya lalu tertawa.

"Mereka juga pasti sudah tahu kalau aku ini anak baru yang belum dapat seragam."

"Tinjuanmu lumayan, Athrun," komentar Nicol sambil mengusap lengannya.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di kantin. Teman sekamarku itu langsung melesat ke konter untuk mengambil makan siang, sedang aku disuruh mencari meja dan kursi kosong. "Are[11]? Hampir semua meja sudah ditempati," gumamku. Ah! Masih ada satu yang kosong! Segera kutempati meja tersebut sebelum orang lain mengambilnya. Lima menit kemudian, di nampan yang Nicol bawa, ada dua porsi makan siang dan segelas air putih. "Kok minumnya cuma satu?" tanyaku.

"Aku lebih suka minum jus jeruk kalengan."

Aku hanya mengangguk kecil. "Terima kasih."

"Aku beli jus dulu," pamitnya dan dijawab anggukan olehku.

Helaan napas berat keluar dari mulutku. "Kurasa porsinya terlalu banyak," keluhku seraya memandangi sekitar. Ternyata memang porsinya sama. "'Empat sehat' semua lagi menunya. Pasti kalau sarapan jadi 'empat sehat lima sempurna' karena ada susu," keluhku, lagi. Jadi ini yang namanya tinggal di sekolah berasrama. Ah, tahu akan seperti ini jadinya, aku takkan mengambil beasiswa ini.

"Penyesalan memang data—"

"—KAU PUNYA MATA TIDAK SIH!?"

Sebuah teriakan keras membuatku—juga seluruh murid yang ada di sekitar kantin—menengok pada sumber suara. Kedua mataku terbelalak melihat seorang laki-laki berambut hitam acak-acakan berpakaian sama seperti bishounen yang kutemui tadi pagi ingin memukul Nicol. Di sekitar kaki mereka ada sekaleng jus jeruk—yang kemungkinan milik Nicol—tergeletak dan mengeluarkan isinya. Pasti Nicol tidak sengaja menumpahkannya di baju laki-laki itu. Aku tak bisa tinggal diam, tentu saja. Namun saat aku ingin mendekat, seseorang lainnya datang—ah tidak! Ada dua orang yang datang—dan entah kenapa kedatangannya membuatku tak bisa bergerak dari tempatku berada.

"Dinginkan kepalamu, Shinn. Sampai kapan kau mau membesar-besarkan masalah kecil seperti ini?" Untuk sesaat, aku seperti terhipnotis oleh kewibawaannya yang terpancar jelas dari nada bicaranya.

Laki-laki yang dipanggil Shinn itu mendengus kesal dan tidak jadi memukul Nicol.

"Apa kau tidak apa-apa, Nicol Amalfi?" tanya laki-laki berambut coklat.

Ia tersenyum lembut pada Nicol dan terdengar beberapa teriakan histeris dari para siswi.

"Aku baik-baik saja." Samar-samar bisa kulihat Nicol tersenyum mengejek.

Entah kenapa perasaanku jadi tidak enak, ya? pikirku.

"Seperti biasa, ya? Selalu memasang senyum palsu di hadapan semua orang."

"Eh?" Aku mengerjapkan kedua mataku melihatnya. Nicol mau cari masalah dengan Geng Redfox yang itu? Sekarang aku jadi bingung, tadi disuruh untuk tidak dekat-dekat dengan mereka tapi sekarang anak itu malah mau cari masalah dengan Redfox. Oke, aku mengaku, keringat dingin mulai meluncur dari pelipisku karena bisa kurasakan atmosfer di kantin jadi lebih berat dan err, menakutkan?

"Beruntung sekali aku bisa melihatmu, Nicol. Kau tahu? Kau satu-satunya hater Redfox yang masih bisa bertahan di sini sekarang," sahut orang tersebut sambil menyeringai.

Bisa kulihat rasa benci menguar dari tubuh Nicol. "Sampai kapan pun aku akan jadi hater Redfox! Camkan itu baik-baik!" Ia menengok ke arahku sebentar, bermaksud mengajakku pergi dari kantin sepertinya. Tapi... aku sama sekali tak bisa bergerak dari posisiku. Entah kenapa seperti ada rantai yang mengikat di kedua kaki.

Deg! Jantungku berdebar keras.

Aku bisa merasakan aura yang tak asing bagiku.

Wajahku terangkat setelah menatap kedua kakiku yang membeku.

Mata emerald-ku bertabrakan dengan iris mata berwarna amber yang menatapku tajam layaknya seekor singa yang sudah menemukan mangsanya. "Athrun! Ayo keluar dari kantin!" Aku berdencih dalam hati, kalau bisa sih juga sudah sedari tadi aku keluar kantin. Tapi aku sama sekali tak bisa menggerakkan semua anggota tubuhku dan tanpa sadar terus menatap ke arahnya. Ke arah laki-laki bermata amber yang juga sedang menatapku.

"Athrun!" Nada kesal jelas terdengar dari panggilan Nicol.

Iya, iya! Aku dengar itu! Tch!

"Shinn, kembali ke kelasmu," perintah laki-laki itu sambil mengalihkan pandangannya dariku dan dibalas dengusan sebal dari laki-laki yang selalu dipanggil dengan nama Shinn tersebut.

Saat kami tidak bertatapan lagi, tubuhku bisa kugerakkan kembali.

"Cagalli-sama[12] tidak makan siang?" tanya seorang siswi yang berada tak jauh dari laki-laki bermata amber dan berambut pirang itu.

Aku terdiam dan masih memandanginya secara lekat.

"Maaf sebelumnya, tapi aku sudah makan siang dengan Kira."

Tertegun, hanya itu yang bisa kulakukan begitu mendengar ucapannya.

Beberapa detik yang lalu suaranya masih terdengar berat dan penuh ancaman, lalu dengan cepat berubah jadi lebih ramah dan lembut. Eh? Seiyuu ka[13]? Aa, iya[14]. Pasti bukan. Bukan hanya dari nadanya yang berubah, tapi ekspresinya pun juga. Bahkan ia tersenyum dan membuat kantin heboh dengan teriakan histeris para siswi.

Senyumnya... manis.

Tanpa sadar aku mengedipkan mataku beberapa kali.

"Sadar, Athrun. Cagalli Hibiki itu laki-laki."

Dan entah sejak kapan Nicol sudah berada di samping kiriku.

Ah, aku juga baru sadar kalau laki-laki bishounen itu juga ada di kantin dan tengah berdiri di samping laki-laki yang ingin memukul Nicol tadi. Ia tersenyum kecil padaku, tapi tak bisa kupungkiri kalau ia terlihat tengah menahan tawa. Terdengar tawa dari laki-laki berambut coklat. Aku melotot ke arahnya. Dia menertawaiku, kan!?

Setelah puas tertawa, ia menatapku dengan wajah serius.

"Kau tak mau 'kan dianggap gay? Lebih baik kau menjauh dari Cagalli."

Huh? Cagalli? Maksudnya laki-laki yang senyumnya manis itu, bukan?

Mereka—yang kuyakini anggota geng Redfox—berjalan keluar kantin setelah laki-laki bernama Cagalli Hibiki itu mengambil kaleng jus jeruk milik Nicol yang sudah kosong dan membuangnya ke tempat sampah yang ada di dekat pintu keluar. Kupandangi siswa-siswi yang masih memandangi pintu keluar tersebut, lalu terdengar suara pujian-pujian dari mereka seperti 'Cagalli-sama kereeen', 'senyumnya semanis gula', 'wajahnya seperti malaikat berwujud manusia', dan lain sebagainya. Aku bergedik ngeri karena bukan hanya para siswi yang berdecak penuh kagum seperti itu, tapi para siswa juga.

Kulihat Nicol kembali berjalan mendekatiku dan duduk di kursi yang ada di hadapanku.

"Bagaimana bisa... aku bertemu laki-laki sepertinya?" gumamku bingung.

Terdengar suara mendecih dari Nicol. "Jika laki-laki yang kau maksud itu adalah laki-laki berambut pirang panjang dan dikuncir mirip Ran Mouri dari Detective Conan, dialah Ketua Redfox. Cagalli Hibiki, salah satu murid istimewa yang diundang secara langsung oleh Gakuen-chou[15] ke sini," ceritanya padaku dengan tangan kanan yang terkepal. Kesal, mungkin? "Dengan sekali lihat, kau pasti menyadarinya 'kan, Athrun?"

"Soal apa?"

"Cagalli... bukan manusia biasa."

"..." Bukan... manusia biasa... Sejenak aku kembali teringat kejadian di mana tubuhkku tak bisa bergerak sama sekali begitu ia menatapku. Mataku tertutup sejenak kemudian duduk di atas kursi. Ah, aku baru sadar kalau sedari tadi masih dalam posisi berdiri tegak. "Tidak juga," sahutku sekenanya.

***REDFOX***

Di sebuah ruangan bertuliskan "REDFOX" pada pintunya, dua dari empat laki-laki yang sempat membuat heboh seisi kantin tadi tengah sibuk dengan urusannya masing-masing. Laki-laki berambut hitam acak-acakan bernama lengkap Shinn Asuka berstatus sebagai siswa kelas 1-2 sekaligus Sekretaris dalam Redfox tersebut terus saja misuh-misuh tidak jelas. Sedang laki-laki satunya—sebut saja Cagalli Hibiki—tengah mencari-cari sesuatu di lemari besar yang ada di pojok ruangan. Tak lama kemudian, ia melempar sebuah kemeja putih polos pada Shinn.

"Ganti bajumu, aku tidak mau kau sakit," perintah Cagalli.

Dengan sigap Shinn menangkap kemeja tersebut. "Sankyuu[16]."

Saat sang sekretaris berganti baju, Cagalli kembali melakukan kegiatan sebelumnya yang sempat tertunda setelah mendengar 'Shinn mencari masalah di kantin', yaitu membaca buku dongeng di atas kursi berlabel "Kaichou[17]" di belakang kursinya. Ekspresi Cagalli tampak serius, seolah ia tengah mengikuti ujian kelulusan sekolah dan tentu membuat Shinn menatapnya heran yang entah sudah keberapa kali ia lakukan. "Kau tidak bosan, Cagalli?" tanya Shinn seraya melipat kemejanya yang kotor secara asal.

"Kenapa harus bosan?" tanyanya balik tanpa menoleh.

"Ditanya malah balik bertanya."

Pandangan dingin dan menusuk tertuju pada Shinn. Tapi nampaknya laki-laki itu sudah kebal dengan tatapan tersebut dan sibuk mengancingi kemeja putih milik Cagalli yang dipinjamkan untuknya. "Oh iya, aku baru sadar. Sepertinya laki-laki yang bersama Nicol tadi itu anak baru yang diceritakan Gakuen-chou kemarin."

"Hm." Terdengar suara halaman buku yang dibalik.

"Maji ka yo... Dicuekin lagi..." pundung Shinn.

Ckleeek. Pintu ruangan terbuka, terlihat dua laki-laki lainnya masuk.

Laki-laki bernama Kira Hibiki yang menjabat sebagai Wakil Ketua Redfox dan berstatus sebagai kakak kembaran tidak identik Cagalli itu menyodorkan tiga buah buku bertema fantasi pada sang adik. Ia tersenyum kecil atau bisa dibilang tengah menahan tawa? Terlihat laki-laki berambut auburn dan berparas cantik juga sedang menahan tawa.

Kedua alis Cagalli mengkerut melihatnya. "Apa ada yang lucu, Kira, Rey?"

"Penggemarmu akan bertambah, Cagalli," sahut si bishounen, Rey Za Burrel.

"Huh?" Terlihat jelas bahwa Cagalli kebingungan dengan ucapan Rey.

Cup. Sebuah ciuman kecil mendarat di pipi kanan Cagalli dan langsung membuatnya menengok pada laki-laki beriris mata amethyst itu yang masih tersenyum lembut padanya. Ia mengambil tiga buah buku yang diambilkan Kira dari kamar mereka seraya berucap, "Terima kasih." Mata amber-nya menatap ketiga laki-laki yang masih betah berdiri tegak di posisinya secara bergantian.

"Ada yang ingin kau sampaikan, Cagalli?" tanya Shinn yang tumben-tumbennya peka.

"Mulai sekarang," Cagalli berdiri dari posisi duduknya, "awasi gerak-geriknya."

Rey dan Shinn menyeringai kecil. "Wakarimashita[18], Kaichou," sahut mereka.

"Seperti yang kau mau, Cagalli," bisik Kira sebelum mencium Cagalli lagi, tepat di bibir.

Cagalli sendiri hanya tersenyum tipis dengan sejuta arti.

To Be Continued

Perkenalkan, nama saya Oto Ichiiyan. Pen name-nya kelewat aneh ya? ._. Panggil saya Ichi saja, biar enak didengar. Ini fanfic pertama saya di fandom GSD. Yaaah, saya juga baru tahu tentang anime-nya baru-baru ini setelah beli DVD-nya. Ternyata anime-nya bagus walau tema yang diusung cukup berat. Dan couple yang paling saya dukung Athrun dan Cagalli, sekarang jadi couple straight favorit saya. :)

Saya me-replace chapter 1 dan menambahkan translate-nya sesuai permintaan reviewers dan readers. Maaf kalau ada kesalahan dalam men-translate kata-kata di atas. ._.

Cukup segitu aja ceritanya tentang saya.

Mohon bantuannya, senpai, readers!

See You Next Time!

1 Sekolah Junius [lebih tepatnya SMA Junius]

2 SMA December [Koukou berarti SMA]

3 Menarik ya... [biasanya para chara di anime nyebut kata ini sewaktu menemukan hal yang menarik perhatiannya]

4 Itu... [kadang digunakan untuk mengawali pertanyaan yang—mungkin—akan mengganggu aktivitas atau menyinggung perasaan orang lain

5 Laki-laki cantikkah? ["bishounen" itu julukan bagi laki-laki yang memiliki wajah cantik, saya pernah ketemu kata "bijin" di kamus yang berarti cantik sedang "shounen" dikhususkan untuk sebutan laki-laki selain "otoko"]

6 Begitu... ["sou ka", "sou desu ka", "sou desu ne" memiliki arti yang sama, letak perbedaannya hanya pada pelafalan. Oh iya, mungkin kebanyakan orang memakai kata "sou desu ka" dengan nada ragu]

7 Terima kasih, Kakak! ["Senpai" berarti kakak kelas dan "arigatou gozaimashita" merupakan kalimat lampau "arigatou gozaimasu"]

8 Permisi! [sering diucapkan sebelum membuka pintu rumah orang lain]

9 Serius? [arti kasarnya kurang lebih "seriusan lo?"]

10 Maaf, maaf! [kata "gomen" yang dibalik dan dibaca "menggo", bagi yang suka KnB pasti pernah denger Kantoku ngucapin kata itu]

11 Eh? [kurang lebih artinya seperti itu, sering diucapin saat menemukan sesuatu]

12 [sebutan kepada seseorang yang dihormati, keseringan suffix '-sama' dipakai untuk Dewa]

13 Seorang dubberkah? [soal seiyuu pasti nggak asing di telinga, yaitu pengisi suara di anime-anime dsb]

14 Aa, tidak. [selain kata "iya" juga ada kata "iie" yang berarti sama yaitu tidak]

15 Kepala Sekolah [kata akhiran "chou" berarti orang tersebut memiliki jabatan tinggi]

16 Thanks [pelafalan "thanks" orang Jepang]

17 Ketua [seringnya panggilan tersebut ditujukan untuk Ketua OSIS]

18 Aku mengerti ["wakarimashita" merupakan kata lampau "wakarimasu" yang berarti mengerti]