CHAPTER 1
"MASALAH PERTAMA "
Warning: TYPO, GAJE DAN HAL LAINNYA!
.
.
.
Terkadang kau tidak bisa menebak takdirmu sendiri
tapi kau hanya perlu melihatnya
.
.
.
enjoy it...
by Aulia Asrikyuu
Warning: Mature Languange and actions Little bit of humor(?)
.
.
.
" Eren...bangunlah".
Gadis di depannya berusaha sekuat tenaga membangunkannya.
" Mikasa...5 menit saja lagi...dan 5 menit lagi..mungkin 5 lagi."
BRUKKK!
" WAAAA! MIKASA!"
Baiklah...itu mungkin berlebihan untuk mengawali sebuah cerita tapi tadi itu tidak bohong.
Eren Jaeger− Pemuda berusia 15 tahun berdarah Jerman baru saja pindah ke Tokyo untuk tinggal disana. Seharusnya saat pertama kali kau bersekolah di lingkungan baru, setidaknya buatlah kesan yang baik tapi tidak untuk kebiasaan pemuda manis bermata emerald yang menyala ini. Kebiasaan untuk tidur seperti kerbau mabuk dan bangun 8 jam kemudian.
Setidaknya itu penuturan Mikasa Ackerman. Gadis asia berambut hitam sebahu yang merupakan kakak angkat Eren Jaeger ini.
Mikasa berdiri dengan pandangan datar tetapi tenang di depan ranjang single size berwarna hijau milik Eren. Menatap Eren yang terjatuh karena tarikannya juga. Tubuhnya sudah dibalut dengan jas almamater berwarna hitam dan rok merah selutut. Siap untuk berangkat ke sekolah tapi tidak dengan pemuda manis di depannya ini. Rambut sewarna mahoganinya acak-acakan. Mata emeraldnya masih penuh air mata. Kantung mata bergelayut di wajahnya. Dan yang lebih parah adalah tubuhnya masih dibalut pijama sewarna hijau pasta.
" Mikasa!" rengek Eren. " Jangan menarikku seperti itu lagi...kau tahu kan aku baru saja berbenah kamar baruku sampai jam 3 malam tadi! Setidaknya biarkan aku mengisi tenagaku.. kumohon".
" Tidak". Jawab Mikasa singkat. " Aku sudah berjanji kepada ayahmu untuk menjagamu selagi kau pindah ke Tokyo dan beliau masih di Jerman mengurusi rumah sakit dan perusahaan obatnya. Termasuk mengajarkanmu disiplin Eren..."
Gadis itu menutup mulutnya dengan syal merah yang setia melingkar di lehernya.
" Jika kau mau bangun pagi... aku pasti tidak akan menarikmu seperti tadi. Cepatlah mandi dan makan sarapanmu. Armin berada di ruang tamu menunggumu."
Eren merengutkan bibirnya. Dia sangat tidak suka diatur. Sudah cukup di Jerman dia dijaga ketat oleh ayahnya yang overprotektif seperti dirinya itu barang pecah belah dan sekarang! Dia mau-mau saja ke Tokyo untuk hidup bebas barang sekali...tapi rasanya takdir membenci Eren.
Dia harus serumah dengan saudari angkatnya yang menjaganya seperti ibu singa pemarah alias terlalu overprotektif. Mikasa Ackerman yang pemaksa sekali. Saudari angkatnya yang akan mendempret habis-habisan orang lain yang ingin menyentuh Eren barang secuil pori-pori kulit. Sampai orang itu dinyatakan koma selama-lamanya.
Eren menyilangkan tangan di dadanya dan mengerucutkan bibirnya imut.
" Kenapa tidak sekalian saja aku satu sekolah denganmu, Mikasa!? Jadi kan enak kau bisa mengawasiku sesukamu!?" sindir Eren.
Mikasa berhenti untuk membuka pintu kamar Eren. Dia berbalik menatap Eren.
" Tidak bisa." Jawabnya. " Jika saja diperbolehkan, aku pasti akan menyeretmu bersamaku ke sekolah dan tidak akan membiarkanmu jauh-jauh dariku tapi ayahmu menginginkanmu mandiri sekali-kali..."
Eren merinding mendengar penuturan Mikasa. Mendengar dia diseret seperti itu membuatnya bersyukur takdir masih sayang padanya untuk disekolahkan di sekolah lain.
Dia mendengus kasar dan memasang muka serius. Yang menurut Mikasa itu gagal. Muka itu malah terlihat imut.
" Berhenti memasang ekspresi itu Eren." Ucap Mikasa. " Cepatlah mandi..kau tidak ingin terlambat bukan? Kasihan Armin yang sudah menunggumu di bawah"
Dan akhirnya Mikasa meninggalkan Eren sendirian di kamarnya. Dia berdiri sambil mengumpat marah dan membanting pintu kamar mandinya kuat. Tangannya telaten melepaskan seluruh pakaian di tubuhnya dan membasahi diri dengan air dari shower yang dingin. Membuat Eren menggigil karena kulitnya dihadapkan langsung dengan air dingin tanpa penghalang apapun.
" Arrghhh! Dasar Mikasa..aku bukan anak kecil lagi! Seharusnya orang tuaku membiarkanku bebas barang sekali saja!" gumamnya kasar.
Eren memejamkan mata sebentar dan membiarkannya larut dalam pemikirannya barang sebentar.
.
.
.
" Armin? Kau dimana?"
Eren sudah selesai membersihkan dirinya. Tubuhnya dibalut dengan jas almamater berwarna merah marun.
Pada awalnya Eren bingung dimana atau bagaimana rupa sekolahnya yang bisa-bisanya membuat jas almamater berwarna merah marun seperti ini. Dengan sayap hitam puth dan dua pedang. Seperti sekolah prajurit saja.
" Disini Eren!". Jawab seseorang dari kejauhan.
Eren segera mengambil dua iris roti bakar di meja makan dan berlari ke arah ruang tamu yang tidak jauh dengan dapur. Matanya menemukan seorang pemuda dengan rambut pirang sebahu dan mata biru langit duduk dengan buku tebal di tangannya, di salah satu sofa di rumah Mikasa. Dia memakai pakaian yang sama dengan Eren. Armin tersenyum manis saat melihat Eren menggigit salah satu roti dimulutnya dengan gaya khas anak-anak. Eren hanya menyengir lebar.
" Cepatlah Eren! Ini hari pertama kita disini!"
Eren tersadar dari lamunannya. Dia melempar roti satunya kepada Armin dan pemuda itu segera menangkapnya dan menangkupkannya di antara dua belah bibirnya yang selembut plum.
" Huh Armin! Untung saja kau ikut pindah...aku bisa-bisa gila jika harus tinggal berama Mikasa sendirian lebih dari 2 tahun!" Ucap Eren.
Mereka berdua meninggalkan rumah Mikasa yang terbilang cukup besar dengan interior modern. Seharusnya Mikasa tinggal di Mansion mewah karena orang tuanya adalah pemilik perusahaan elektronik terbesar di Jepang yang memiliki kerabat teman dengan orang tuanya Eren di Jerman dan Armin di Inggris. Tapi menurut Armin, ada sesuatu yang membuat Mikasa pindah dari kehidupan mewahnya dan memilih tinggal di rumah biasa seperti ini. Eren sering melihat orang tua Mikasa tapi kelihatan mereka tidak punya masalah dengan Mikasa. Mikasa juga bersikap baik dan menyayangi mereka.
Masih berupa misteri kenapa Mikasa mau hidup susah dan meninggalkan kehidupan mewahnya.
Armin tertawa kecil. " Hahaha Eren... menurutku itu terlalu berlebihan. Mikasa hanya takut kau di apa-apakan. Itu wajar jika sesama saudara mengkhawatirkan satu sama lain, Eren.."
Eren menyilangkan tangannya kesal. " Dia itu seperti penjaga pribadiku saja kau tahu Armin...itu sudah melebihi batas saudara!"
Armin menggelengkan kepalanya bingung melihat tingkah Eren yang seperti anak kecil biarpun umurnya sudah 15 tahun.
" Armin.." panggil Eren. " Kenapa kau mau ikutan pindah? Kau sudah enak di Inggris bersama kakekmu..apalagi setelah ini kau dapat masuk Universitas Oxford secara gratis atau Universitas Cambridge dan kau juga pewaris tunggal kakekmu!"
Armin berfikir sejenak. " Tidak ada gunanya juga aku sekolah setinggi-tingginya tapi tidak bisa berbahagia dengan teman-temanku. Aku ingin kita semua bahagia, Eren! Makanya aku ikutan pindah..."
Eren hanya mendengus kasar. " Bilang saja kau takut aku akan gila karena terlalu lama bersama Mikasa..Armin Arlert"
Armin tertawa canggung. " Kau sudah tahu jawabannya...hehe"
Eren berhenti di depan perempatan Shibuya, Tokyo yang ramai dilalui pejalan kaki. Armin mengedarkan pandangan bingung. Lampu menandakan jalan untuk pejalan kaki tapi Eren malah berhenti.
" Eren?" panggil Armin.
Eren menggigit jarinya bingung. " Kau tahu sekolah kita dimana? Aku lupa menanyakan Mikasa...nama sekolah dan letaknya dimana"
Armin menganga tidak percaya. " EREN! Aduh! Bagaimana kau bisa lupa!?"
" Aku juga tidak tahu! Mungkin karena aku kelelahan...". Jawab Eren bingung.
" EHEM!".
Suara deheman keras menggema di belakang mereka. Membuat Eren dan Armin membelalakkan mata panik. Secepat kilat mereka membalikkan badan dan menemukan seorang berjas hitam dengan badan besar dan kacamata hitam.
" Apakah kalian Eren Jaeger dan Armin Arlert? Teman Nona muda Mikasa Ackerman?"
Armin dan Eren melemparkan pandangan bingung kepada satu sama lain.
" Iya..itu kami berdua". Jawab Armin sopan.
Orang itu membungkuk hormat. " Nona Mikasa menelpon saya dari sekolahnya dan menyuruh saya mengantarkan kalian berdua ke sekolah. Karena Nona bilang dia lupa memberitahukannya"
Eren mendesah lega. " Syukurlah Mikasa! Kau benar-benar saudari angkatku!"
Armin mengurut dadanya lega.
" Mari ikut saya ke mobil". Ucap orang itu dan berlalu terlebih dahulu.
Armin menarik tangan Eren yang sedang berteriak kegirangan seperti orang tak waras dan menyeretnya untuk segera pergi.
" Ayo Eren! Sudah kubilang Mikasa tidak selamanya buruk! Dia masih memperhatikan kita!" teriak Armin.
Eren hanya menganguk-anggukan kepalanya lucu dan mengikuti Armin ke arah mobil Mercedes Benz berwarna hitam mengkilat. Armin membuka pintu di belakang dan menyeret Eren masuk ke mobil.
.
.
.
.
Eren dan Armin berada di dalam perjalanan ke sekolah baru mereka. Semenjak perjalanan, Eren terus berteriak kegirangan melihat pemandangan kota Tokyo yang belum sempat mereka nikmati karena harus berbenah kemarin malam setelah sampai di Tokyo.
Tapi mereka berdua kembali bungkam. Heran sekaligus khawatir.
Sopir mereka berkata bahwa sekolah mereka tinggal beberapa meter dari jalanan yang mereka lalui sekarang. Tetapi ada yang aneh dengan jalanannya. Sangat sepi untuk kota Tokyo yang ramai dan ribut. Banyak sekali atribut pelajar dan sekolah yang robek. Mengisi bahu-bahu jalan. Botol-botol miras yang pecah dan paku berterbaran dimana-mana. Coretan khas anak berandalan mengisi tembok-tembok jalan.
Eren mengigit tangannya khawatir.
" Apakah ini benar-benar arah menuju ke sekolah kami Tuan Hannes?" tanya Eren khawatir. Mata emeraldnya memandang takut bercak darah di badan jalan.
" Saya rasa iya Tuan...sekolah tuan adalah Survey Corps Highschool. Dan ini memang jalannya.." jawab Hannes yang masih setia mengendarai mobil ini menuju tujuannya.
Armin menepuk pundak Eren yang memandangi lekat-lekat keadaan di jalanan.
" Jangan pesimis dulu Eren...mungkin saja jalanan ini belum diperbaiki pemerintah Jepang karena kekurangan dana. Apalagi disini ada sekolah...Mungkin saja sekolah sedang mempersiapkan dana"
Optimis sekali pikiran mu Nak Armin Arlert...ckckck..
Eren memandangi Armin takut. " Yahh...kita tidak boleh pesimis. Lagipula kita baru disini. Mungkin saja aku salah sangka! TATAKAE EREN!"
Armin tersenyum mendengar teriakan khas Eren dan membuat dua pemuda manis itu tertawa bersama.
" Tuan muda...kita sudah sampai".
Eren dan Armin menghentikan tawa mereka dan segera keluar dari mobil untuk melihat keadaan sekolah baru mereka. Baru saja Eren ingin berteriak senang dan Armin yang tersenyum tapi semua itu harus mereka tahan saat melihat gerbang dari perunggu berukuran 5 meter dengan tulisan ' SURVEY CORPS HIGHSCHOOL' dari cat merah menyala.
Armin menarik seragam Eren takut dan menunjuk tulisan dari cat hitam di tembok depan sekolah. Eren mengalihkan pandangannya kali ini dan dia benar-benar membenci takdirnya.
' DISINI BUKAN SEKOLAH UNTUK PENGECUT! LARI DAN PULANGLAH KALIAN ANJING KECIL!'
Eren ingin berbalik tapi mobil Hannes sudah melaju pergi. Meninggalkan Eren dan Armin sendirian di depan sekolah baru mereka.
" Armin.." rengek Eren takut. " Aku benar-benar benci takdirku"
Dan gerbang itu dibuka.
Banyak siswa dan siswi berpakaian ala berandalan berhamburan keluar sekolah. Beberapa dari mereka menyipitkan mata curiga kepada Eren dan Armin yang sangat rapi dan polos memakai seragam kebanggan Survey Corps Highscool.
" Hei kalian berdua!"
Eren dan Armin segera membalikkan badan. Mereka terkejut saat melihat seorang pemuda yang lebih tinggi dari Eren dengan rambut coklat tan berdiri di depan mereka sambil membawa tongkat besi. Jas almamater tersampir di bahu kanannya. Seragamnya kumal dan acak-acakan. Dia berdiri dengan gaya angkuh.
" Siapa kalian!? Murid lain yang tersesat dan segaja memakain seragam kami!? Disini bukan untuk pengecut kalian tahu! Apakah mata kalian terlalu buta untuk melihat tulisan di depan tembok..." Teriaknya.
Dia menghampiri mereka berdua. Matanya menatap Eren sekilas dan berakhir menatap Armin. Dia menarik dagu Armin paksa dan membuat pemuda berambut pirang itu berteriak sakit dan mendongak paksa.
Eren terkejut dan mulai emosi. Dan semakin terbakar saat melihat dia menghempaskan Armin ke tanah dan membuat pemuda itu terjatuh kuat.
" Cih..Pengecut lemah mana bisa membaca!"
BUUGH!
Semua siswa di tempat itu terbelalak kaget dan terperangah. Beberapa dari mereka bahkan menganga.
Eren memukul pemuda tadi tepat di punggungnya hingga mukanya membentur tanah. Menciptakan bunyi debuman yang sangat keras menandakan wajahnya menghantam tanah telak.
Armin berteriak kaget dan berusaha menenangkan Eren.
" EREN! APA YANG KAU LAKUKAN!? TENANGLAH EREN!"
Eren menepis tangan Armin dan melotot padanya. " BAGAIMANA AKU BISA TENANG ARMIN! DIA MELUKAI SAHABATKU! KAU TIDAK MERASA FISIKMU LEMAH TAPI KAU MALAH MEMBIARKAN KAU DILUKAI!? AKU TIDAK TERIMA SAMA SEKALI!"
Pemuda itu kembali berdiri. Dia membuang ludahnya yang penuh darah ke jalan. Matanya menatap nyalang Eren yang mengepal kuat padanya. Semua siswa meneriakinya.
" BALAS DIA JEAN!"
" BUAT PENGECUT ITU MATI JEAN!"
" JANGAN BIARKAN DIA MENJATUHKANMU KIRSCHTEIN!"
" BALAS! PUKUL DIA!"
" SINGKIRKAN MEREKA DARI SEKOLAH KITA!"
Jean terbakar emosi. Berani-beraninya anak baru ingusan itu memukulnya sekuat itu. Siswa dari sekolah berandal lain saja koma karena sudah pernah membuat Jean emosi sejauh ini.
" Kau! Siapa namamu!?"
Eren menggeram kuat. " JAEGER! EREN JAEGER! ITU NAMAKU DASAR MUKA KUDA!"
Teriakan siswa lain semakin membahana saat Eren menyebut Jean muka kuda. Dia berani sekali menggelarinya muka kuda.
Eren sudah berjanji sejak kecil untuk melindungi Armin bersama Mikasa. Biarpun otak Armin mengalahi semua otak ilmuwan tapi kekurangannya hanya satu.
Fisiknya sangat lemah. Tak jarang dia dipukuli anak laki-laki lain saat mereka kecil. Eren dan Mikasalah yang dengan sigap memberi pelajaran pada anak-anak itu. Dan tentu saja emosi Eren kembali terbakar karena sejak 6 tahun masa dimana Armin dapat aman karena pengawasan kakeknya, dia harus kembali merasa ketakutan itu. Dan Eren tidak dapat membiarkannya.
" Oi bocah bodoh. Menjauh dari jalanku"
Semua siswa terdiam kaget.
Mereka bungkam dan takut berkata-kata. Suara orang itu membuat mereka semua gugup dan memilih untuk kembali berkeliaran. Jean bahkan meneguk ludah takut. Ini akan sangat gawat. Semua siswa langsung menyamping dan membuka jalan hormat termasuk Jean. Tapi tidak dengan Eren. Dia malah kebingungan di tengah-tengah jalan dengan tatapan polosnya. Mata emeraldnya yang manis mencari-cari sesuatu yang aneh sampai semua siswa membungkuk hormat seperti itu.
" Oi bocah. Kau tuli atau apa?"
Telinga Eren menangkap sebuah suara datar nan dingin. Suara itu sangat datar tanpa intonasi. Sebenarnya Eren juga takut. Dari suaranya saja membangkitkan insting Eren bahawa orang di belakangnya ini berbahaya. Tapi Eren tetap tidak akan terima jika orang ini juga akan melukai Armin.
" Aku tidak tuli! Telingaku masih normal!" Teriak Eren lebih tinggi satu oktaf.
Semua siswa menahan nafas dan bersiap-siap akan peristiwa buruk yang tejadi.
" Ho bocah. Jika kau tidak tuli, minggir dari jalanku". Jawab orang itu kembali datar.
Eren semakin emosi karena orang itu terus-terusan tidak mengiraukannya. Dia berbalik dan menemuka seorang siswa yang berbeda.
Almamater merah marunnya tersampir di bahu kanannya. Bajunya tidak terlihat seperti anak berandalan. Rapi dan bersih. Sehelai crafat putih menempel di depan kerah seragamnya. Matanya sangat tajam sampai membuat Eren merinding sekaligus terpikat untuk melihat lebih. Rambutnya hitam sehitam malan dan mempunyai poni belah tengah yang unik. Kulitnya seputih susu dan posturnya tegap. Tapi sesuatu membuat Eren geli.
" Kau pendek". Ucap Eren.
Pemuda itu mengernyitkan dahi. Semua murid meneguk ludah berat. Pendek merupakan kata terlarang bagi seluruh murid jika sedang berhadapan dengan orang di depan Eren.
" Apa yang kau bilang tadi bocah?" Tanya orang itu emosi.
" Kau pendek Kurcaci!" ucap Eren balik.
Orang itu melempar jas merah marunnya ke tanah. Seluruh murid bergerak gelisah di tempat. Ini pasti berakhir buruk! Sangat buruk dan mungkin berdarah!
Dia menghampiri Eren dengan tatapan setajam belati. Mata hitam kecilnya berkilat emosi. Dia mengepalkan tangannya kuat. Jika orang ini marah...maka sekolah akan kembali kesulitan untuk menyembunyikan satu mayat lagi tanpa tercium polisi Negara. Beberapa pasang mata dari jendela gedung sekolah menatap penasaran kenapa orang itu sampai melempar jasnya ke tanah. Dan beberapa murid di dalam lingkungan sekolah berteriak girang saat orang itu bakalan mengeluarkan kekuataannya sebagai Ketua geng paling ditakuti di Tokyo.
Ya...di adalah ketua sebuah geng yang paling ditakuti di Tokyo. Berpusat di Survey Corps Highschool.
Sekolah semua murid berandalan di Tokyo. Tapi jangan remehkan sekolah ini. Pemerintah Jepang ingin sekali menutup sekolah ini karena sering membuat onar yang kelewatan batas tapi mereka hrus menahannya karena sebagian besar lulusan sekolah ini mendapat nilai lulusan terbaik se-Jepang. Alias...mereka kuat, ditakuti, dikenal, disegani, dan cerdas.
Eren sempat terperangah melihat perubahan orang ini secepat kilat. Dia dapat merasakan hawa menusuk dari orang di depannya. Armin tidak berani menengahi pasalnya Jean, pemuda yang menyerangnya tadi menahan tangannya dan mengatakan bahwa mereka akan binasa jika ikut campur urusan orang itu.
" Diamlah disini murid baru...jikau kau ingin selamat maka tetaplah di tempat!". Peringat Jean.
Armin menyipitkan mata curiga. " Memangnya kenapa!? Aku harus menyelamatkan Eren sekarang juga!"
Jean menarik Armin kembali dan membuatnya tertarik ke punggung Jean.
" IKUTI KATA-KATAKU!" teriak Jean satu oktaf.
Armin hanya bungkam terdiam dan berdoa kepada Tuhan agar Eren diselamatkan atau lebih baiknya lagi Mikasa datang kesini dan menyelamatkan mereka berdua dari semua masalah ini sekarang juga!
" Oi bocah. Apa kau tidak diajarkan sopan santun oleh orangtuamu?" Tanya orang itu.
Dia berdiri 3 meter di depan Eren. Eren hanya mengepalkan tangannya semakin kuat. Orang ini benar-benar membuat Eren kesal! Lihat cara dia menatap Eren dari atas sampai bawah! Seolah-olah ingin menelanjangi Eren hanya dengan tatapannya yang sangat tajam itu!
" Apa pentingnya itu dasar Cebol!" Jawab Eren sambil teriak.
SYAATTT!
Semua murid tercekat dan terkejut. Armin ingin sekali menangis rasanya dan mencengkeram tangan Jean kuat sambil memukul-mukul pundaknya.
Kerah baju Eren ditarik. Membuat pemuda itu melayang dari tanah beberapa senti. Eren merasa lehernya panas dan tercekik. Dia menahan tangan orang yang menarik kerahnya tanpa ampun.
" L-lepaskan akh...akhu dasar C-Cebhol.."
Urat kesabaran orang itu putus. Baru kali ini dia menemukan bocah ingusan yang berani mengatainya dengan tatapan tak berdosa dan emosi. Satu tangannya mencekik leher Eren kuat dan membuat pemuda itu berteriak kesakitan. Beberapa tetes air mata jatuh dari dua manik Emerald Eren.
" Terimalah hukuman dari perbuatanmu mengataiku, Dasar bocah bodoh. Hoho.. Kali ini jangan harap kau bisa bicara lagi"
Eren mengap-mengap berusah memasukkan oksigen ke paru-parunya tapi tangan orang itu mencekik dan menahan kuat satu-satunya saluran ke paru-paru. Membuat Eren hanya berteriak kesakitan dan air matanya terjatuh membasahi wajahnya dan tangan orang itu.
" Dasar bocah lemah. Ini saja kau sudah menangis sakit"
Orang itu makin menarik kerah baju Eren. Erent terperangah. Orang ini lebih pendek darinya tapi kekuatannya seperti 100 orang dewasa. Melebihi Eren sendiri.
Orang itu mencekik Eren semakin kuat membuat Eren berteriak tolong. Armin mencakari punggung Jean tapi pemuda itu tidak menghiraukannya. Dia suah biasa akan luka-luka seperti itu. Yang membuatnya penasaran adalah apakah bocah itu akan mati? Dia lagi yang pasti ditugaskan untuk membuang mayatnya lagi dan bermain-main dengan petugas dari Military Police.
" LEVIIIII! ~~~"
Suara melengking menggema di seluruh sekolah. Membuat beberapa siswa menutup telinga tidak tahan.
Orang itu menghentikan cekikannya pada Eren dan mendecih. Dia hanya menatap Eren tanpa berbalik karena dia sangat malas bertatapan muka dengan orang paling menyebalkan di dunia. Dia terperangah melihat hijau emerald milik Eren. Hijau yang tadi menatapnya emosi dan hijau yang sama yang juga sekarang sedang menatapnya lemah. Dia bersumpah dia tidak pernah menemuka hijau seperti ini sebelumnya. Hijau yang sangat unik.
Membuat dia ingin terus-terusan menatap ke dalamnya dan menyatu di dalamnya. Sedikit lagi dia ingin sekali mengelus pipi pemuda yang sempat bersentuhan dengan kulit tangannya. Lembut seperti kulit bayi.
Tapi semua batal saat pemuda tadi mengatainya lagi.
" L-lepaskan aku...d-dasssar Pendek!"
Orang itu menatap Eren tajam. " Kau masih belum jera juga, bocah ?".
Dia melirik name tag di baju seragam Eren. " Kau belum puas dengan ini, Jaeger?"
Eren tersentak kaget. " Kau tahu namaku darimana?"
Dia hanya mendecih kesal. " Cih..tidak penting Jaeger. Bocah tetaplah bocah"
Eren termakan emosi dan menyerang orang itu. Dia memukul tangannya dan sukses melepaskan cengkeramannya pada kerah Eren. Orang itu terkejut dan tidak menyangka bocah ingusan masih bisa menyerang.
Biasanya semua musuhnya langsung menyerah hanya dengan ancamannya tapi tidak dengan bocah baru di depannya ini. Dia dengan berani memukul tangannya kuat. Orang itu menatap tangannya yang dipukul dan dengan segaja memamerkannya ke semua orang. Mata semua siswa mengkilat saat melihat memar yang cukup biru tercetak di tangan putih orang itu.
Armin bahkan menutup mulutnya tidak percaya. Eren telah membuat kesalahan sangat besar. Dia ingin sekali menarik Eren dan mengomelinya agar tidak macam-macam dengan orang itu. Jean dengan terpaksa menceritakan segala tentang orang itu kepada Armin yang mengancam akan ke tengah jika Jean tidak menceritakannya.
Dan sukses membuat pemuda berambut pirang itu menganga khawatir sambil melihat Eren.
" Mikasa...kumohon datanglah". Gumam Armin kawatir.
Orang itu melihat Eren yang duduk memegangi lehernya dengan tatapan tajam. Dia baru sadar pemuda itu tidak benar-benar sangar seperti yang dia kira dari awal. Dia terlihat imut jika mengerucutkan bibirnya kesal dan kuras itu ditujukan padanya. Ekpresi kesal yang imut itu ditujukkan padanya.
" Kau tidak punya ekspresi lain bocah? Itu menyebalkan". Ucap orang itu.
" Tidak dasar Pendek! Kurcaci Cebol!" jawab Eren.
Mata orang itu berkedut kesal. Perempatan emosi timbul di dahi mulusnya. Dia benar-benar akan memberi bocah kurang ajar ini pelajaran.
Dia benar-benar akan menendang bocah ini sampai mati jika tidak ada orang yang berteriak di belakangnya.
" LEVI! LEVI! LEVI! BWAHAHAHAHA! AKU MENEMUKANNYA!"
Semua murid terhuyung sakit kepala. Ketua regu penelitian miss..atau mr..Ah..lupakan. Yang penting namanya Hanji Zoe.
Memang dari luar dia terlihat tidak menyeramkan. Kacamata bulat, rambut dikucir tinggi, jas laboratorium dan tawa senyaring sirine pemadam. Berbaik-baiklah jika kau tidak ingin berakhir di meja pembedahan dan menjadi kelinci percobaannya dengan banyak bagian tubuhmu yang terawetkan di dalam toples laboratorium.
Sudah kubialng sekolah ini berandalan. Sampai mempunyai ilmuwan gila dan ilegal di sekolah mereka. Huh...
" Diamlah Hanji. Kau menyebalkan sekali..." Desis orang itu.
Hanji berhenti di depannya sambil mendengus kuat dengan wajah merona semerah tomat matang. " TIDAK! TOLONG JANGAN HENTIKAN EUFORIA INI LEVI...AHH...AKU MENCINTAI PERCOBAANKU KALI INI DA−Ehhhh..".
Levi, nama orang itu.
Levi mengernyitkan dahi heran saat Hanji terdiam. Biasanya dia akan terus mengoceh sampai sekolah bubar jika sudah segirang tadi tapi dia terdiam saat melihat sesosok di belakangnya.
Levi mengalihkan pandangannya juga ke arah pemuda kurang ajar. Dia sama-sama menatap Hanji dengan pandangan penasaran.
" WAHAHAHA...KAU IMUTNYA! IMUT SEKALI!". Hanji berteriak kencang dan membuat siswa lain menutup telinga.
Eren terperangah dan terdiam heran. Hanji segera menghampiri Eren dan mencubit pipinya gemas. ( Baca: Mencubit pipinya ganas). Eren mengaduh kesakitan tapi tidak mengaduh kesal seperti yang ditujukkan kepada Levi.
Dan itu sukses membuat Levi sedikit iri. Ingat! Sedikit sekali!
Eren sedikit tersenyum karena merasa ini bukan ancaman ataupun yang lain. Orang di depannya ini tertawa bahagia padanya. Padahal Eren biasanya akan marah jika dipanggil manis oleh Mikasa tapi dia takut marah pada senior di depannya ini. Instingnya mengatakan dia juga harus berhati-hati pada orang ini juga.
Hanji melepaskan cubitannya dan menarik-narik tubuh Eren. Berusaha meneliti setiap jengkal tubuh Eren. Eren sedikit memerah.
" Ehh...s-senio−"
" Panggil senior Hanji saja!" teriak Hanji girang.
Eren meneguk ludah gugup. " S-senior Hanji...apa yang senior l-lakukan?"
Hanji menatap Eren dan Levi bergantian.
" Oi Levi!" panggil Hanji.
Levi menatapa Hanji datar. Dia sangat malas berurusan dengan ilmuwan gila ini. dia bersumpah akan benar-benar membuat Hanji sebagai bahan percobaan daripada menjadi orang yang melakukan percobaan.
" Ada apa?" ucapnya singkat dan datar.
Hanji merengut kesal. " Ganti wajahmu itu Levi! Seperti talenan sayurku!"
Levi mendesis. Jika dia bukan temannya, sudah lama Hanji menjadi pajangan perapian di rumahnya.
" Ke poinnya saja mata empat."
Dia menarik Eren dan menepuk-nepuk puncak kepala Eren lembut. ( baca : kuat ). Membuat efek samping bagi Eren yaitu sakit kepala yang tiba-tiba datang.
" Bocah imut ini murid baru!? Dia kena kasus apa!? Kuharap lebih ekstrim..oh! jangan-jangan dia punya sindikat perdagangan gelap dan hampir ditangkap tapi dia selalu menyamar saat menghadapi pelanggan dan menyembunyikan semuanya di balik wajah imutnya!".
Eren tersedak. Ini sekolah atau penjara?
Eren mengedarkan pandangannya ke seluruh murid di tempat ini. Jadi...semua anak disini mempunyai kasus kriminal!? Eren serasa ingin menabok kakek Armin yang menyarankan sekolah disini.
Levi mengangkat bahunya. " Tidak tahu. Yang kutahu dia hanyalah bocah kurang ajar yang tidak tahu sopan santun."
Hanji mengangkat alisnya dan menatap Eren canggung. " Jangan pedulikan dia! Dia itu namanya Levi!"
" Berhenti mengenalkanku sembarangan Mata empat". Ucap Levi dingin dan datar. Ingatkan dia untuk mencincang manusia ahh..bukan. Alien bernama Hanji ini menjadi kebab.
" Dia adalah wakil OSIS disini!" Hanji mengedipkan mata ke arah Levi.
Levi memutar mata jengah. " Terserah".
" Dan...ketua Geng Survey C".
Levi menghentikan langkahnya di depan jas almameter merah marunnya. Dia mengangkat jas itu dengan jijik
" Kau membuatnya kotor Jaeger. Seharusnya kau bertanggung jawab atas ini".
Eren mengernyitkan dahi tidak suka. " Sejak kapan itu jadi salahku!? Levi sialan!"
Semua murid bersorak tidak terima saat Levi diucap sialan. Terutama oleh para gadis dan siswi yang sebagian besar adalah pelacur disini. Mereka tidak suka saat pangeran sekolah mereka dikatai oleh pemuda baru yang bodoh dan nekat.
Hanji membelalakkan mata. Dia menatap Eren tidak percaya.
" WAH!WAH!WAH! TIDAK KUSANGKA KAU EREN!"
Eren tersentak. " Ehh!? Ada apa?"
Hanji menepuk-nepuk punggung Eren kuat. " Ternyata kau senekad ini! Levi..kau harus mempertimbangkan ini!".
Levi mendecih dan menghampiri Eren juga Hanji. " Menjauh dariku bocah jika kau masih ingin hidup."
Entah kenapa kali ini Eren benar-benar takut dengan pemuda pendek di hadapannya ini. Dia mengangguk seperti anak kecil. Pandangan pemuda itu menusuk tapi membuat Eren ketakutan sekaligus aneh...
" OI OI LEVI!" panggil Hanji. " Kau mau kesana lagi!? Tidak mengajakku dan Irvin eh!?"
Levi mendecih dan masuk ke lingkungan sekolah. Dan beberapa saat kemudia terdengar bunyi suara motor berwarna hitam keluar dari sekolah. Levi mengendarai motor besar berwarna hitam memgkilat itu. Banyak siswi yang meneriaki namanya dan siswa yang meneriakinya juga.
" BUAT PERHITUNGAN DENGAN MEREKA LEVI!"
" BUNUH KEPARAT-KEPARAT ITU LEVI!"
" LEVI!KYAAA!"
" CINCANG MEREKA! HANGUSKAN SEKOLAH MEREKA LEVI!"
" KITA BUNUH MEREKA SEMUA!"
Levi hanya diam di motornya. Dia mendengar semua teriakan itu. Salah satu murid di sekolah mereka di habisi oleh sekolah lain yang merupakan musuh bebuyutan Survey Corps. Sebagai ketua geng dan wakil OSIS, tentu dia tidak akan diam.
Dia akan membuat sekolah itu tinggal nama bahkan tidak dikenal lagi hari ini juga.
Wajahnya tertutup helm berwarna hitam. Jas merahnya berkibar karena angin.
" Kutunggu di tempat biasa. Kita akan bermain hari ini". ucapnya datar.
Hanji menyeringai. Membuat Eren merinding hebat. " Tentu kita akan bermain-main! Tidak sabarnya aku mendapat kelinci percobaan baru! WAHAHAHA!"
Setelah itu, dia melesat dengan kecepatan tinggi dengan motornya diiringi teriakan dan panggilan perang semua murid Survey Corps di dalam sekolah yang melihat kejadian tadi maupun di luar. Minus Eren dan Armin tentunya.
Armin segera menghampiri Eren setelah merasa Levi telah pergi. Hanji tersentak melihat dua pemuda manis. Wajahnya memerah hebat dan matanya berbinar-binar.
" KALIAN BERDUA! SELAMAT DATANG DI SURVEY CORPS HIGHSCHOOL! KYAAAAA!"
Eren memandangi Armin khawatir. " Armin...aku ingin pulang ke Jerman"
Armin meneguk ludahnya. Jean memperingatinya bahwa sekali kau jadi murid disini, jangan berharap bisa kabur kecuali kau sudah lulus. Itu pilihanmu jika tidak ingin mati.
Armin melototi Eren. " Tidak bisa! Pokoknya tidak bisa sampai kita lulus!"
Eren mengerang. " Kenapa!?"
" Nanti kuceritakan! Tapi jangan disini!"
Hanji menatap Eren dan Armin bersamaan.
" Apakah kalian tidak ke ruangan kepala sekolah!? Biar kuantarkan!"
Armin dan Eren hanya mengangguk pasrah saat diseret Hanji ke dalam sekolah..ahh..tidak menurut Eren ini bukan sekolah. Ini adalah penjara seluruh kriminal di Tokyo.
Dia hanya berdoa agar bisa tahan di sekolah ini atau Mikasa dapat menariknya dari sini...seharusnya disaat seperti ini Mikasa yang sangat berguna sekali.
" Ayah..ibu...Mikasa..siapa saja..Tolong Eren.."
.
.
.
Di sekolah lain.
Mikasa tersentak dari belajarnya. Dia sedang fokus pada buku matematikanya daritadi tapi instingnya mengatakan sesuatu yang sangat tidak baik. Tiba-tiba pikirannya tertuju pada Eren dan Armin.
Dia meminta izin pada gurunya untuk ke toilet dan diperbolehkan. Saat dia sedang melewati koridor sekolah untuk pergi ke toilet sekolah demi mencui muka barang sekali. Mungkin saja itu hanya karena bawaan ngantuk. Guru matematikanya memang luar biasa membosankan.
Dia memandangi koridor yang dibatasi jendela besar dan langsung menghadap kota Tokyo. Jika saja boleh memilih, Mikasa akan memilih satu sekolah dengan Eren agar dia dapat mengawasinya sesuka hati. Dan tiba-tiba moodnya yang sudah buruk semakin buruk saat melihat beberapa motor besar melintasi jalanan Tokyo dan menimbulkan keributan. Dan dia menatap benci satu motor hitam besar yang sangat dia kenal sebagai motor hasil pemberian ayahnya dipakai oleh seseorang yang sangat dia benci. Memimpin dua motor di belakangnya yang membawa bendera dengan lambang kedua sayap.
Mikasa merogoh kantong seragamnya dan menelpon seseorang.
" Halo Military Police. Ini Mikasa Ackerman ingin mengadukan laporan"
.
.
T
B
C
Halo! Saya masih baru XD
Maaf adegan Rirennya kurang ya...XD kan masih awalan tapi nanti di chapter berikutnya bakalan berhamburan tu RIREN XD
Typo dan gaje juga pasti berhamburan... dan dari itu saya perlu bantuan kalian semua ^^
REVIEW YA! SILENT READER DIHARAP SADAR DIRI!
Salam sayang
A.W.J
