Pernahkah berharap ada keadilan datang?
Pernahkan mendambakan usaha baik kita terbalaskan?
Nyanyikan untaian lagu kesedihan padaku, sayang~
Bayangkan akan ada kerlap-kerlip cahaya akan menemanimu~
Maka saat itu,
Aku datang untukmu~
Membawa kejutan untukmu~
Sebuah kehangatan yang hanya bisa kau kenang sekali seumur hidup!
BoBoiBoy © Animonsta Studios
Cinderella © Disney
Warn! Cinderella!Gempa; Fairy!Taufan; Typo; AU; Enjoy while reading!
humor; parody; hurt/comfort
The Tales of:
Gemparella and The Fairy
by
nufuruu
Pada zaman dahulu, hiduplah seorang perempuan—engh mungkin—berambut pendek dengan iris emas berkilau. Setiap hari ia melakukan pekerjaan rumah begitu tekun tanpa terlintas rasa malas. Tidak peduli pakaiannya banyak bekas robek yang harus ia tambal dengan jahitan, asal layak ia masih mau memakainya.
Tidak lupa setiap ada hewan-hewan yang lewat mendekat padanya, ia membawa mereka sembunyi-sembunyi ke dalam rumah dan memberi mereka remah makanan layak. Namun itu hanya berlaku untuk tipe hewan kucing. Sementara burung-burung, ia memang sudah menyediakan diam-diam dari dalam pakaian sehari-harinya; yaitu beras. Tidak lupa juga ia menyantuni seekor kura-kura yang berdiam dalam kolam rumah mereka.
"Gemparella, cucian kancutku mana nih? Kerja itu yang bener dong, ah!"
Gemparella, manusia yang dipertanyakan jenis kelaminnya. Seorang baik hati yang secara sialnya serumah dengan manusia seenaknya.
"Merasa ga punya barang berharga terus nyolong punya orang, ya?" pemuda beriris merah jingga bermuka garang.
"Aduh plis deh, punya saudara tiri yang mau nyolong bekas keluarga—eh bukan, majikannya!" sementara pemuda sebelah dengan iris biru laut ikut bicara sarkasme.
"Tapi aku memang tidak berniat mengambilnya… Kuakui aku laki-laki tapi aku tidak mau pakai kancut yang tengahnya udah bolong…"
"Heh bicara jangan sembarangan! Gitu-gitu limited edition tau!"
Gemparella sungkem, "Maaf, kenyataannya memang begitu…"
"Yah punya Blaze memang nyaris semuanya cacat, termasuk kancut juga…"
"ICE KAMU DIPIHAK MANA, SIH?!"
"Nah iya bukan? Coba dijahitkan olehku? Bajuku kutambal sendiri, kok."
"Noh, rakyat jelata menawarkan jasa," bisik Ice secara halus. Tidak sadar peran kalau mereka setara.
"Cih, ngapain juga pakai tambal? Mau selangkanganku gatal—"
"Kak, udah," Ice menutup bibir Blaze dengan wajah memerah. Ice salah mengaprahkan kalimat Blaze barusan. "Intinya Gemparella, kamu pokoknya cariin kancut kakanda Blaze! GPL*!"
"GPL?"
"Ampun deh anak ini keponya kebangetan," Blaze menarik Ice pergi dari halaman belakang. "Kita aduin sama Papa Halilintar saja!"
Masalah besar bagi Gemparella. Dia harus kembali dapat omelan dari ayah tiri kah? Sepertinya, iya.
"Aku memang gak tau apa itu GPL, kenapa aku harus diaduin? Ah yah, lanjut saja kerja deh."
Kamu kudet, sih. Aku yang jadi narator aja kesel sendiri…
Tidak lama, datanglah seorang pemuda dengan wajah garang menatap tajam Gemparella bersama Blaze dan Ice. Iris merah delima melototi Gemparella dengan hasrat membunuh.
"Gemparella, kerja jangan lemot!"
Gemparella kelabakan, "T—tapi aku baru saja mengambil istirahat sedikit. Aku sudah jemuran, cuci piring, lipat baju, mandiin Ice sama Blaze, nyikatin gigi papa Halilintar, buat sarapan, semprot kamar pakai pewangi, nyapu, ngecharge alat elektronik sebelum lampu desa mati, nyikatin korset—"
"Udah!" potong Halilintar yang lelah mendengar alasan Gemparella mendetail. "Terus, kenapa kancut Blaze gak ada di kamarnya? Katanya sudah lipat baju?"
"Bukannya kupakein buat Blaze? Soalnya aku yang mandiin mereka."
Mendadak semua mengheningkan cipta.
"… Blaze bego."
"Papa! Aku 'kan luppa! Salah dia juga gak bilang alasannya dari awal!"
Halilintar menghela napas, "Pagi ini, Gemparella gak boleh dapat jatah makan!"
"K—kok gitu?!"
"Pokoknya gak dapat! Itu hukuman buatmu! Ice, Blaze, masuk kembali dalam rumah!"
Ketiga keluarga tiri Gemparella kembali masuk, meninggalkan Gemparella yang masih terbenak banyak tanda tanya. Ia menunduk kecil.
"… kenapa aku harus punya ayahanda yang lebih parah dari wanita PMS—"
"AKU DENGAR ITU!"
Buru-buru Gemparella mengulum bibirnya.
Saat kau bertanya akan kemana keadilan datang,
Apakah kau memilih memanfaatkan baik-baik kesempatan Tuhan melepasmu?
Atau memilih kembali pada pelukan Pencipta?
Bertahanlah hidup jika kau masih percaya akan adanya keadilan!
Langkahmu sudah mendekat pada garis datangnya hidayah~
Menuju dimana cahaya kerlap-kerlip akan mendatangimu,
Membawamu pada plot cerita yang tidak kau duga sebelumnya~
Lebih dari keadilan yang kau bayangkan, sayang~
Gemparella adalah pemuda yang tegar. Sebagai seorang yang memfokuskan dirinya sendiri, ia paham kalau mengeluh hanya menyia-yiakan waktu. Ia lebih baik melakukan apa yang ia mampu dan bisa. Setidaknya, Gemparella masih bersyukur ia terlahir dalam keadaan sempurna.
Seberapa jahatnya keluarga tirinya memperlakukan Gemparella sendiri, itu tidak ada efek besarnya. Hatinya seakan sudah kebal untuk merasa sakit hati. Ia hanya berpikir bahwa mereka hanya susah untuk bertutur saja, meski beberapa kali ia mendapat kata 'benci' dari mereka.
Lagian, siapa mereka pada Gemparella? Hanya status keluarga tiri, bukan berarti Gemparella menerima mereka sebagai keluarga, sebenarnya.
Namun pada kasus sebenarnya, Gemparella menghargai setiap kehidupan makhluk. Menghargai satu hewan yang kelaparan dengan memberi makan. Tidak peduli akan apa akibatnya jika ia terus berbaik hati seperti itu terus-menerus. Baginya, melakukan apa yang diminta saja membuat hatinya nyaman.
Sebenarnya, kalau saja Gemparella melihat hati kecilnya, ia akan tahu alasannya. Namun Gemparella menutup hatinya. Ia hanya peduli pada kebutuhan orang pada masa 'sekarang'.
Kisah pilunya berawal dari kekurangannya sana.
"Papa, aku mau nonton kartun," manja Blaze suatu hari pada Halilintar. "Gak bosan berita mulu?"
"Mau kartun apa, memangnya?" nada suara Halilintar begitu dattar terdengar.
"Mau yang cerita manusia bisa berubah jadi 10 alien itu loh, Pa!"
Gemparella berpapasan ke ruang tamu sambil mengangkut pakaian-pakaian yang telah kering. Rencananya ia ingin membawanya pada kamarnya untuk disetrika. Tanpa sengaja netranya bertemu ketiga keluarga tirinya berduduk santai pada sofa di depan televisi menyala.
"Animasi aja dong, kak! Itu filmnya bocah banget!" rengek Ice pada Blaze. "Misalnya film si kakak yang punya kekuatan es yang jauh sama adiknya karena gak bisa ngendaliin powernya!"
"Ahh kartun pokoknya!" sergah Blaze.
"Animasi dong kak!" tukas Ice manja.
"Kartun!"
"Animasi!"
"Aduh kalian berdua ini, supaya adil kalian suit saja."
"… gak jadi kartun, deh. Mau manjaan sama Papa dulu~"
Blaze memeluk manja ayahanda. Pipinya menyentuh pipi Halilintar dengan arah berlawanan. Sementara Ice tidak mau kalah. Ia juga memeluk kedua saudara tirinya dari belakang dengan terkekeh.
Nyut!
Gemparella memejam matanya segera secara sekilas. Apa ia baru merasakan bahwa kedua matanya perih? Menepis gejala aneh yang ia rasakan, buru-buru Gemparella naik tangga tanpa ketahuan oleh keluarga tirinya. Tangannya bergemetar.
Ice melihat Gemparella, dan segala reaksinya. Dan saat itu juga ia membelak mata kemudian tersenyum.
Gemparella sampai pada kamarnya. Disana penuh akan barang-barang lusuh, yang sepantasnya ditaruh dalam ruangan bernama gudang. Gemparella menaruh keranjang di atas alas yang sudah berdiri tegak dari bawah jendela atap.
"Aku harus cepat mengerjakan ini, lalu masak buat makan siang. Apa aku sudah mandi, ya?"
Gemparella merasa nyaman, ia masih bisa berbicara normal. Meski hanya pada dirinya sendiri, lumayan dengan itu membuatnya menggeser pikiran tentang gejalanya saat di lantai dasar.
"Baju Blaze, Ice, Halilintar harus ditumpuk pada pakaian yang berbeda. Biar saja bajuku ditumpuk pada debu."
Ia mengambil satu helai pakaian saudaranya untuk kemudian ia setrika, sambil melamun. Ternyata Gemparella masih berpikir pada kenapa ia seperti ingin menangis saat itu.
"… sepertinya aku butuh televisi di kamar? Aku tidak punya mainan selama ini, kecuali setrika disini. Juga berburu nyamuk."
Kedua matanya redup. Gemparella menghela napasnya.
"Aku harus cepat mengerjakan, supaya bisa bermain di halaman belakang nanti."
Biarkan pemuda malang itu belum menyadari kekurangannya. Mana seru kalau aku tiba-tiba muncul di depannya saat dia belum sadar akan perasaannya?
=oOo=
"Akhirnya~"
Gemparella bersorak dalam hati. Lipatan baju yang telah disetrika ia taruh kembali dalam keranjang pakaian. Ia duduk sebentar pada alas tikar yang sebenarnya tidak layak lagi diduduki karena banyak sobekannya.
"Masih setengah jam sebelum waktu memasak. Entah kenapa aku ingin tidur sebentar."
Iris emas itu perlahan menutup masih dalam posisi duduk. Linangan air mata merembes tanpa sengaja. Seperti menggambarkan seberapa lama keteguhan ketidakpedulian perasaan sendiri akhirnya meretakkan bendungan hati kecilnya.
Cahaya biru sekilas mengelilingi diri pemuda itu. Cahaya yang masih kalah banding dengan cahaya matahari yang masuk melalu atap jendela, namun tampak jelas saat diperhatikan seksama.
"Hihihi, bagaimana juga hal yang melelahkan kalau sampai hati yang sakit. Kau mau seberapa lama tegar, sayang~?"
"…Blaze, aku sudah menyetrika bajumu. Bawa saja ke kamarmu…"
"…"
"Kamu sudah banyak kancut yang gak pantas dipakai lagi. Kenapa gak minta ayah Halilintar membelikan baru?"
"Sadarlah, aku bukan saudara kejammu!"
"… hah?"
Kedua matanya membelak cepat. Iris emas itu terus mengedarkan pandangan memandang sekitar ruangannya. Hanya ada cercahan cahaya jendela yang terbias. Tatanan barang-barang kamarnya masih sediakala. Tidak ada yang menurut Gemparella ganjal.
".. aku seperti diajak bicara pada seseorang. Tapi, siapa?" Gemparella pun bangkit dengan lemas lalu menyeka airmatanya. "… mungkin hanya mimpi. Yah, mimpi. Mana ada yang mau bicara dengan orang menjijikkan sepertiku."
Ah ya dari sekian lama aku memantau kisah hidupmu, akhirnya kau mau menengok hatimu sendiri. Kalimatmu yang menyatakan 'menjijikkan' sudah membuatku punya peluang untuk berani menemuimu.
Egoislah sedikit, sayang. Hanya tunggu waktu berjalan.
Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu pada momen kau nyaris jatuh, setelah bertahan menggantung supaya tidak jatuh pada dasar jurang.
Bisa dikatakan, aku adalah pihak kedua yang akan mengulur tanganku padamu!
=oOo=
Akhirnya waktu makan siang! Saat ini Gemparella menyediakan makan untuk keluarga tirinnya. Gemparella tahu bahwa ia tidak akan diizinkan untuk makan bersama keluarganya. Gempa memilih mundur saat semua makanan terhidang.
"Gemparella?"
Tumben ayahanda memanggil, "I—iya?" jawab Gemparella takut.
"… mau makan bersama kami?"
"! Papa!" pekik Blaze tidak percaya. "K—kenapa harus berbaik hati pada manusia dekil ini?"
"Stt!" bantah Ice. "Bicaramu kelewatan, Blaze," bahasa Ice dermawan.
"Ambillah piringmu sendiri," sila Halilintar. "Sekalian gelas untukmu sendiri."
"M—makasih…"
Gemparella menahan derai airmatanya. Ia tidak mau terkesan memalukan di depan keluarga tiri yang mau mengulur kehangatan untuknya. Ya ampun, apakah ini buah kesabarannya? Akhirnya Gemparella bisa kembali merasakan kelembutan memiliki keluarga.
….
Tidak juga Gemparella bertanya. Ia hanya sedari tadi berdiri pada sisi meja makan, jauh dari dua saudaranya dimana kursi duduk mereka berdekatan dengan Halilintar. Maksudnya, mana kursi untuk Gemparella dan kenapa ia dijauhi?
Ia tidak mau mengambil pusing. Gemparella hendak mengambil bakul nasi dan—
—dan Ice buru-buru mengambil bakul nasi itu juga sebelum digapai Gemparella. Ya, makanannya memang habis. Tapi… rasanya Ice adalah tipe orang yang makan mengikuti kadar hadis Rasulullah. Kenapa ia tiba-tiba mau makan lebih dari satu kali?
"Papa, suapin aku dong ya~ Aku lapar, tapi malas makan sendiri~" manja Ice.
"Makan sendiri dong!" Blaze sewot.
"Malasnya makan, tapi aku lapar banget masih…"
"Blaze juga masih lapar, tau! Papa gak akan punya waktu nyuapin Ice!"
"Ihh, jahatnya kakakku…"
"Sudah-sudah, aku suapi," Halilintar mengalah. Keduanya memandangi ayahanda dengan senyum.
"Kami sayang Papa, hehe," ucap Ice kemudian. Blaze tidak mau kalah. Ia juga mengucap hal serupa dengan Ice.
Tanpa sengaja Gemparella memberi respon tidak mengenakkan. Ia membanting piring pada meja makan keluarga. Giginya menggertak murka. Biarkan saja beling-belingnya mengenai wajah mereka. Kalau bisa, ah tidak. Gemparella tidak akan berpikir demikian.
"Kau!" Halilintar menggeram setelah kejutnya reda. "Sudah kami persilakan makan bareng, ini yang kau lakukan pada kami?!"
"Hajar aja yuk," provokator Ice. "Beri pelajaran. Mukanya ngeselin banget, sumpah."
"Kalau bisa kita juga lempar piring ini ke mukannya," sambung Blaze. "Eh tapi nanti ga ada tukang cuci lagi. Serah aja deh kalian mau gimana~"
Berat mengatakannya, tapi Gemparella mendapat rasa sakit fisik yang tidak main-main saat itu juga. Ia nyaris mati tercekik. Tubuhnya diseret bengis menuju kamarnya, lalu dilempar seenaknya ke dalam kamar. Kalau saja meja setrika tersenggol, pasti permukaan setrika akan menimpa wajah pemuda itu.
"Renungkan disana!" Halilintar menatap anak tirinya tajam. "Asal kau tahu, ibumu mati karena kau egois! Coba saja kau mau melayani saudaramu baik, ibumu tidak bakal pergi secepat ini! Kukira kau sudah merenungkan ucapanku. Aku kecewa denganmu, Gempa."
Lima menit kemudian, terdengar suara pintu dikunci keras dari luar.
Sepuluh menit setelahnya, suara langkah kaki menuju lantai bawah tidak lagi terdengar.
Tiga belas menit terakhir, suara isak tangis menggema dalam kamar itu.
"A—aku tau, aku tau ibu meningggal karena aku egois, aku tau itu—hiks…" Gemparella meringkuk. "Aku rela tidur disini, kerja rodi, karena aku gak mau kalian mati sama kayak ibu—iks—nghh…"
Linangan airmata tak berhenti jatuh. Isakannya mengeras, dan ia mencoba menutup mulutnya agar tidak terdengar jelas.
Nyanyikan untaian lagu kesedihan padaku, sayang~
"I—ibu, Gempa rindu ibu—aku pengen juga dipeluk, ibu…"
Bayangkan akan ada kerlap-kerlip cahaya akan menemanimu~
"Ibu, kumohon.. kumohon datanglah walau sebentar saja—hiks—ibu… hiks!"
Maka saat itu,
Aku datang untukmu~
Membawa kejutan untukmu~
"Jangan sedih, adik manis~ Kini aku datang sesuai permintaan ibumu!"
"… siapa?" Gemparella mendongak padaku. Aku membalas dengan tersenyum tipis. Tanganku menyeka rembesan airmata menggunakan ibu jari.
Sebuah kehangatan yang hanya bisa kau kenang sekali seumur hidup!
"… aku adalah perimu. Namaku, Taufan~"
*GPL: Ga Pake Lama
