Sebenarnya ide cerita ini sudah lama berdiam dikepala saya. Cuma sempat ragu karena merasa banyak kekurangan dan pengenalan yang belum mendalam soal Shingeki no Kyojin. Namun setelah bertapa didalam kamar, akhirnya saya dapat membuat cerita ini dan kemudian mempostnya...
Saya harap kalian puas dengan Fic sederhana ini..
Disclaimer: Saya tidak akan pernah mengakui kepemilikan Naruto dan Shingeki no Kyojin (Attack on Titan)
Rate: T semi M
Pair:
Genre: Adventure, Crime, Fantasy
Warning: Typo, OCC, IC, bahasa yang aneh, abal-abal, banyak kekurangan di sana-sini, alur yang terlampau cepat, sistim SKS (Sistim kebut semalam), Dan Penulisan yang sangat jauh dari aturan KBBI
AU Naruto yang telah mati melindungi dunianya dari pertempuran melawan Madara dan Obito, dilahirkan kembali untuk melindungi Manusia didunia yang baru dari serangan para Titan. Dengan pengalaman dalam kehidupan pertamanya akankah Naruto siap melindungi Manusia dari serangan para Titan?
Seorang anak kecil dengan berdiri ditanah lapang dibawah guyuran hujan. Iris biru langit miliknya menatap awan kelabu yang sedang menangis dengan tatapan kosong. Air hujan yang jatuh menerpanya, tidak mengoyahkannya sedikitpun untuk tetap berdiam di tanah lapang ini.
Butir-butir air yang mengalir dirambutnya dan terus hingga wajahnya membuatnya seakan mengangis jika kau melihatnya dari jauh. Namun berbanding terbalik jika kau melihatnya dari dekat.
Mengalihkan pandangannya kearah lain. Anak kecil tersebut yang tak lain adalah Namkaze Naruto menagkap sesok bayangan kecil yang perlahan mendekat kearahnya. Semakin dekat dan semakin besar, pupil mata Naruto melebar sejenak ketika mengetahui siapa yang menghampirinya.
Seseorang yang sangat dikenalnya.
Eren Yeager.
Anak dengan surai coklat dan iris hijau itu mendatanginya dengan wajah yang panik, dan melihat raut wajah teman baiknya itu membuatnya bertanya-tanya.
"Naruto!"
Naruto yang mendengar Eren yang memanggil namanya hanya diam tetap memperhatikan pemuda itu dengan wajah dingin miliknya.
"Ikut aku!" Eren yang ketika sampai lansung menghampiri Naruto dan menarik tangan anak bersurai pirang jabrik itu.
Naruto hanya diam ketika melihat Eren menariknya kasar tergesah-gesah. Langkah kakinya agak tersendak ketika Eren mengajaknya memasuki kawasan hutan kecil didalam kawasan dinding Maria. Terus seperti itu, hingga akhirnya mereka berhenti agak jauh dari sebuah pondok tua ditengah hutan.
"Kenpa kita kesini?" untuk pertama kalinya Naruto membuka suaranya sejak kejadian ini.
"Kita harus selamat seorang gadis dalam pondok itu" tunjuk Eren pada pondok tua itu.
Menatap pondok kecil yang sudah kelihatan tua itu sejenak, Naruto kemudian mengalihkan matanya menuju Eren dan terdiam menatap wajah bocah yang seakan menahan amarah tersebut.
"Tidak" Naruto menepis ajakan Eren. "Aku tidak ikut, lebih baik kita tunggun pasukan militer datang kesini"
Eren seketika terdiam ketika mengdengar ucapan Naruto tersebut. Memandang Naruto dengan tatapan tidak percaya, Eren menggertakkan giginya seketika. "Apa maksudmu Naruto!"
"Kita hanyalah anak kecil" kemudian Naruto menatap Eren datar. "Jangan pernah bertindak sok kuat dihadapanku"
Duk
"Kau..." ucap Eren yang seketika memukul wajah Naruto dengan keras. "... akan kubuktikan padamu bahwa aku bisa menyelamatkannya!"
Naruto yang terduduk ketika menerima bogem mentah dari Eren hanya diam. Mengelus pipinya yang terasa perih, Naruto hanya memandang kosong Eren yang telah berlari masuk kedalam pondok kecil tersebut.
"Benar-benar ceroboh" Naruto masih memperhatikan pondok itu.
0o00o0
Dua orang pria dewasa terlihat sedang menunggu sesuatu didalam sebuah pondok tua. Satu diantaranya terlihat duduk dengan tenang, dan satu lagi terlihat berjalan mondar-mandir tanpa arah. Sedangkan diantara mereka berdua seorang gadis kecil hanya terkulai lemah dengan kondisi dimana tangan dan kakinya terikat.
"Bahkan kita harus membunuh orang tuanya untuk merebutnya" ucap seorang pria dewasa yang berjalan mendekat kearah seorang gadis kecil yang tangan dan kakinya terikat tali. "Coba lihat wajahnya..." kemudian pria itu menatap wajah gadis bersurai hitam tersebut. "... manis tapi masih anak-anak. Aku tidak keipkiran sampai kesana"
"Tidak ada yang memintamu untuk menyukainya..." ucap seorang lagi yang sedang duduk membelakangi jendela. "... dia Oriental" kemudian lelaki yang sedang duduk tersebut memperhatikan gadis itu. "... dulu ada banyak jenis yang seperti dia. Dia adalah keturunan terakir dari klan yang melarikan diri ke dinding yang dikenal dengan [Orient]..."
"... kita akan melelangnya pada orang kaya cabul dipasar gelap itu. Oriental sudah mendekati punah dia akan mendapatkan harga yang bagus"
"Ayahnya tidak kelihatan Oriental sama sekali. Jadi dia bukan darah murni sama sekali" balas lalaki yang mendekati gadis kecil tadi, kemudian berbalik arah menghadap temannya.
"Sialan! Ibunya lah yang benar-benar bernilai... " kemudian berdiri seraya menghentakkan kakinya. "... tapi kau panik dan membunuhnya" kemudian pria tersebut berjalan kearah temannya dan memengang kerah baju temannya.
"Apa yang bisa ku lakukan dia melawan balik!." Bela temannya tersebut.
"Apa itu semua yang bisa kau katakan?!"
Sedangkan gadis yang sedang terikat itu hanya diam melihat kedua pria dewasa itu bertengkar satu sama lain. Melihat kearah jendela dengan pandangan kosong, inggatannya melayang pada kejadian tadi pagi diamana kedua orang tuanya dibunuh tepat didepan matanya.
Dia tidak bodoh, melalui percakapan singkat kedua pembunuh ini. Dia tau untuk apa keluarganya diserang. Hanya untuk uang kedua orang tuanya dibunuh.
Namun... pandangannya terpaku ketika dari arah luar jendela terlihat sesosok anak yang kira-kira seusianya berdiri diluar sana. Jambut jabrik pirang yang lusuh karena basah, dan iris biru itu menatap tajam entah kearah mana.
Namun... dia tidak peduli... mengalihkan pandangannya, gadis tersebut memilih menatap langit-langit pondok tersebut dengan pandangan kosong. "Dingin..."
.
.
.
Tiba-tiba pintu pondok itu terbuka pelan dan lansung mengangetkan kedua penjahat yang sedang bersitengang tersebut. Melihat kearah pintu mereka menangkap sosok seorang anak lelaki yang menatap mereka grogi.
"Permisi!" salam anak tersebut lirih.
"Kau anak sialan apa yang kau lakukan disini!?" ucap salah satu pria berambut pirang ikal mendekati anak tersebut yang tak lain adalah Eren.
"Aku hanya ... aku tersesat di hutan... " ucap Eren gugup. "... lalu aku melihat pondokmu" kemudian Eren sedikit mendekat. "... lalu aku... "
Jleb.
Seketika sebuah pisau sudah bersarang tepat di leher pria tersebut, darah segar keluar dan mengalir menodai tangan sang pelaku yang tak lain adalah Eren sendiri. "Lalu mati saja kau dasar sampah"
Eren mencabut pisau itu dengan kasar, yang menyebabkan darah sedikit menyembur dan mengenai wajahnya. Kemudian Eren berbalik arah dan menutup pintu tersebut seraya menatap tajam dan penuh membunuh satu penjahat lagi yang menatapnya tidak percaya.
"Sialan! Kemari kau anak sialan!"
Pria bertubuh gemuk itu berlari menuju pintu seraya membawa sebuah kapak di tangannya. Membuka pintu pria itu mengalihkan perhatian pada sekitar berusaha menyisir dimana bocah sialan tersebut.
Tapi siapa sangkah seketika Eren lansung menusuk jantung pria gemuk tersebut dengan sebuah pisau yang sudah di ikatkan pada ujung tongkat sapu. Dengan cepat setelah menghujam jantung pria gemuk itu, Eren mendorongnya hingga masuk kembali kedalam ruangan tempat dimana dia menyekap gadis tersebut.
"Kau benar-benar bajingan!"
Mikasa! Gadis yang sudah kehilangan harapan hidupnya karena kematian orang tuanya. Shok melihat aksi seorang anak laki-laki seusianya yang kasarnya menghujam tubuh pria yang menyekapnya.
"Mati aja anjing!"
"Bangsat! Ini setimpal! Ini layak kau dapatkan!"
Ucapan anak laki-laki itu terdengar dan menggema dalam telinganya, melihat kearah jendela, disana anak leki-laki bersurai pirang masih memperhatikannya dari luar jendela. "..."
"Jangan pernah bangun lagi!"
Dengan kasar Eren menghujamkan berbagai tusukan pada tubuh tak bernyawa itu, setelah menusuk jantung pria itu berulang kali. Eren kemudian menusuk kedua mata pria tersebut dan kemudian mengorok leher pria tadi hingga hampir putus. Menyebabkan darah kental makin banyak keluar dan mengenang disudut ruangan itu.
Menatap mayat yang sudah tak berbentuk tadi, Eren kemudian menatap Mikasa anak dari keluarga yang akan dikunjunginya bersama ayahnya. "Semua baik-baik saja, jangan khawatir.. " namu Eren segera sadar bahwa Mikasa tidak menatapnya, lebih tepatnya gadis itu menatap jendela.
Mengalihkan pandangannya Eren lansung menatap kearah jendela dengan waspada, tetapi yang dilihatnya hanyalah pepohonan saja. Kembali menatap Mikasa, Eren berjalan gontai kearah gadis itu dan segera menggunakan pisau untuk melepaskan ikatan yang mengikat gadis itu.
"Kau Mikasakan...? " tanya Eren memecah suasana, seraya tangannya melepaskan ikatan. "... aku Eren. Aku putra Dokter Yeager. Aku cukup yakin kau telah bertemu dengan ayahku sebelumnya."
"Mereka ada tiga!" ucap Mikasa tiba-tiba.
Eren lansung siaga ketika mendengar ucapan Mikasa barusan. Tiba-tiba instingnya berteriak ketika merasakan hawa kehadian seseorang. Dan benar saja seorang pria dengan model rambut cepak [khas tentara] dengan kaos hijau dan dalaman putih masuk disertai tiga orang berwajah sangar yang terlihat seperti preman.
Eren yang sadar lansung bergerak untuk mengambil pisau miliknya. Namun terlambat karena sebuah tendangan telak bersarang ditubuhnya.
"Apa kau yang melakukan ini?" tanyanya seraya mendekati Eren. Sedangkan tiga preman yang bersama pria tadi hanya diam melihat. "Apa kau yang membunuh mereka...!? " tanyanya sekali lagi, kemudian menjambak rambut Eren dan mencekiknya. "... apa itu kau?!"
"Aku akan membunuhmu dan memotong-motong tubuhmu!"
Eren yang sudah tidak berdaya dicekik pria tadi kemudian menatap Mikasa tajam "Lawan!" ucap lirih dari Eren menyuruh Mikasa untuk melawan. "Jika kau menang kau akan hidup... " Eren menatap Mikasa burusaha meyakinkan gadis itu. "... jika kau kalah kau akan mati!"
Mikasa mengambil pisau itu dengan ragu. Mikasa menatap Eren berlinang air mata, dia melihat dengan pasti Eren masih menatapnya tajam. Tangannya gemetar memengang pisau tersebut. namun tiba-tiba gemetar dalam tubuhnya hilang seketika, ketika matanya menaksikan tubuh Eren yang sudah terkulai lemas.
Malihat Eren yang terkulai lemas membuatnya kembali mengalami kilas balik mengenai kejadian selama ini yang dilihat. Bagaimana cara dia melihat dunia. Dan ketika melihat kembali kilas hidupnya satu kesimpulan terukir disana.
Dunia ini kejam!
Meremas gagang pisaunya Mikasa dengan cepat berlari kearah pria yang sedang mencekik Eren. Cepat bahkan sampai pria itu terlambat untuk menghindar.
Jleb
Mikasa menusuk pria dari belakang, sebuah tusukan fatal yang mengenai jantung pria tersebut. setelah menusuk pria tadi Mikasa dan Eren seketika jatuh kelelahan, mereka sepertinya tidak sadar dengan tiga preman yang menatap mereka sambil tersenyum senang.
"Sepertinya kita tidak perlu membayar mereka lagi." Ucap salah satu preman itu terlihat senang.
"Kau benar mereka sudah mati" ucap yang lainnya.
Eren dan Mikasa yang mendengar ucapan itu seketika sadar bahwa masih penjahat yang lain didalam pondok ini. Mengalihkan perhatian menuju asal suara, mereka dengan jelas bisa melihat tiga pria berperawakan besar sedang berjalan kemari.
Eren hanya bisa meng death glare tiga preman itu, tidak mampu bangkit lagi mengingat tenanganya yang sudah habis. Sedangkan Mikasa kembali terdiam menatap tiga preman itu, berdiri gadis itu kemudian berlari kearah para preman yang sepertinya sudah siap menyambutnya.
Jleb..
Tapi, sebuah serangan cepat menghentikan langkahnya. Pupil matana melebar ketika melhat sesosok anak laki-laki bersura kuning yang dengan cepat menikam kepala salah satu preman itu dengan telak.
"N- Naruto!" ucap Eren kaget.
Naruto mencabut kedua pisau yang digunakannya untuk menikam kepala salah satu preman itu. Menatap tubuh tak bernyawa itu dengan tatapan kosong. Naruto kemudian menginjak kepala tak bernyawa itu dan kemudian berdiri diatasnya.
"K-kau!" tunjuk salah satu preman tidak percaya.
"Aku tau siapa kalian... " ucap Naruto dingin "... kalianlah nantinya yang akan jadi perantara dari si penculik dengan orang kaya yang cabul. Agar si cabul didalam dinding sana bisa menikmati tubuhnya!" sambung Naruto dingin seraya menunjuk Mikasa.
"Maka kalian akan mati disini!"
Kemudian Naruto berlari kearah salah satu preman yang sudah siap menantinya. Mengengam kedua pisaunya seperti mengenggam Dengger. Naruto kemudian meluncurkan badannya ketika melihat adanya cela antara kedua kaki preman itu.
Meluncur.
Ketika tepat berada dibawah selangkang preman tersebut. naruto lansung menancapkan pisaunya tepat pada alat vital milik preman tersebut.
Ahhhkkkrrrr...
Preman itu menjerik kesakitan. Dan tidak sampai disitu saja, Naruto kemudian menancapkan pisaunya dilantai kayu pondok itu berusaha untuk mengerem lajunya dan kemudian menarik salah satu pisaunya yang bersarang di alat vital preman itu dengan kasar.
Crassss...
Darah segar mengalir deras dari selangkang itu yang lansung mengenai wajah Naruto. Namun seakan tidak peduli Naruto berdiri dan menatap preman terakir yang menatapnya balik ketakuatan.
"Ber-berhenti atau kubunuh gadis ini!" ancamnya dengan suara bergetar. Seraya tangannya menaha Mikasa yang berusaha memberontak.
Namun Naruto tidak peduli. Berlari kemudian Naruto kearah preman tersebut seraya kembali meyiapkan posisi gagang pisaunya.
"ahhhhhhh... " merasa ancamannya tidak berarti apa-apa preman itu maju dan lasung melesat kearah Naruto. "... mati kau bangsat!"
Berlari Naruto lansung menghindari tusukan yang akan diarahkan padanya. Namun sayang walaupun menghindar, tusukan preman itu masih tetap bersarang di lengan kirinya. Dan seakan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, Naruto sekera mengorok leher preman itu hingga putus dengan salah satu pisaunya.
.
.
.
"Ku kira kau tak akan ikut?" ucap Eren seraya mengikatkan shal miliknya pada lengan Naruto yang terluka untuk menghentikan pendarahan.
"Mana bisa aku membiarkan anak bodoh sepertimu bertindak sendirian"
"Apa katamu!" ucap Eren kesal seraya memukul lengan Naruto yang luka hingga terdengar erangan sakit dari Naruto, namun Eren tidak peduli. "Dan bagaimana dengan dia... " ucap Eren kemudian yang melihat Mikasa yang sedari tadi terdiam dengan khwatir. "... Dia masih begitu dari tadi"
"..." namun Naruto hanya diam, dan mulai berjalan kearah Mikasa seraya mengulurkan tangannya. "... ayo keluar dari sini!"
.
.
.
Naruto hanya terdiam melihat pertengkaran kecil antara Eren dan Ayahnya. Naruto berjalan menjauh dan memilih untuk bersandar di dinding pondok dibanding mendengar pertengakaran antara ayah dan anak yang sudah sering di dengarnya dalam keluarga Yaeger.
Menarap Mikasa, Naruto hanya melihat gadis itu menatap api unggun seraya memeluk kedua tubuhnya. 'Dia kedinginan' begitulah pikir Naruto ketika melihat tingkah laku Mikasa.
Namun Naruto tetap diam dan memilih melihat apa yang akan terjadi. Dan dia melihat bahwa Dr. Yeager [ayah Eren] memintanya untuk tinggal dirumah mereka dan mengangkat Mikasa sebagai anak angkat mereka.
Naruto kemudian melangkah mendekati Mikasa ketika gadis itu berkata 'Dingin'. Membuka ikatan shal dari Eren yang melilit lengan kirinya. Naruto kemudian melilitkannya pada lehir Mikasa dengan lembut seraya menatap gadis itu. "Ini untukmu, walau ada noda dan bau darahnya... "
"Hangat kan?" sambung Naruto masih menatap Mikasa.
"Kenapa...? " ujar Mikasa binggung.
"Perlukah sebuah alasan?" ucap Naruto yang kemudian berlalu meninggalkan Mikasa dan yang lainnya. Berjalan hingga menghilang dalam rimbunan pohon malam.
"Dia memang seperti itu" ucap Eren yang entah bagaimana sudah berada disamping Mikasa yang masih menatap kepergian Naruto. "Ayo kita pergi... " kemudian Eren menarik tangan gadis itu. "... kembali ke rumah kami saudariku!"
"Rumah.."
.
.
.
0o00o0
.
.
.
Wall Maria Shinganshina District [845]
Beberapa tahun kemudian
"Kau baik-baik saja?" ucap Naruto yang menatap Eren heran.
"Apa yang terjadi?" ucap Eren seraya mengusap matanya yang terasa berat.
"Kau ketiduran dan bermimpi buruk... " kemudian Naruto mengalihkan pandangannya pada Mikasa yang sedari tadi asik mengumpulkan ranting kering. "... kau harus contoh Mikasa. Dia rajin tidak sepertimu dasar pemalas"
"Tidak kau, tidak orang tuaku selalu membandingkanku dengan Mikasa." Eren terlihat tidak senang dengan ucapan Naruto.
"Memang...! " Naruto tak terlalu menangapi. "Itulah kenyataannya, bahkan kau lebih payah, bahkan dari Armin sekalipun"
"Sialan kau" Eren lansung bangit dan berusaha memukul Naruto, tapi sayang pemuda itu dengan gesit menghindari pukulan Eren.
"Perlu ratusan tahun bagimu untuk menyamaiku Eren" nasehat bijak Naruto yang tidak pada tempatnya.
"Kalian berdua ayo pulang!"
Teriakan Mikasa seketika menghentikan pertengkaran kecil mereka. Bergerak mereka menuju Mikasa yang sedang mengendong sebuah wadah tempat pengumpulan kayu bakar.
.
.
.
"Dengar Dinding itu adalah buatan Tuhan!"
Suasana dalam Shinganshina District sangat ramai, banyak orang yang berlalu lalang disepanjang jalan utama dalam District ini. Sangat ramai seperti pasar, tapi bukankah ini memang pasar.
"Dasar pemuja dinding" guman Naruto ketus ketika melihat seorang pastor yang berkoar-koar tentang dinding, mengelikan itulah pikir Naruto melihat pastor itu. Mengalihkan perhatiannya pada dinding ini. Sedikit membuat Naruto sangsi. 'Berapa lama lagi kah Dinding ini bertahan?'
"Aku pergi dulu" pamit Naruto pada Eren dan Mikasa.
"Mau kemana?" tanya Mikasa penasaran.
"Menemui Armin" ucap Naruto asal.
Sedangkan Mikasa hanya mengangguk mempercayai ucapan asal yang keluar dari mulut Naruto. Kemudian kembali berlari menyusul Eren yang sudah agak jauh meninggalkannya.
.
.
.
Menusuri gang sempit didalam kota, tiba-tiba terdengar bunyi lonceng dari atas dinding, mengalihkan perhatiannya kearah lain Naruto kemudian berbalik arah menuju jalan utama karna satu hal..
Recon Corps
Berdiri diantara kerumunan orang, Naruto menatap pasuka Recon Corps yang pulang dengan tatapan datar. Memasukan kedua tangannya kedalam kantong celana. Matanya melirik pasukan kebebasan itu yang terlihat berjalan penuh keputus asaan tidak seperti saat kepergian mereka yang penuh semangat.
Bagi Naruto. Dia memiliki julukan tersendiri bagi pasukan Recon Corps yaitu Kamikaze* . Namun sekali lagi dia hanya diam dalam melihat kepulangan pasukan itu. Bahkan tidak berkomentar apa-apa ketika seorang ibu mencari mayat anaknya yang kebetulan bergabung dengan aliansi kebebasan itu.
Mendengar suara gaduh dari kejahuan membuat dirinya tersenyum kecil ketika mengetahui siapa yang ribut. Eren! Bahkan pemuda itu terlihat menjitak kepala seorang warga yang berani-beraninya menghina Recon Corpsnya.
Dan tentu saja Mikasa selalu mengamankan Eren pemuda itu bertindak lebih.
Membalikan badannya Naruto berjalan pelan dan menghilang dalam kerumunan warga.
.
.
.
Naruto menyipitkan matanya ketika melihat tiga anak brandalan terlihat sedang menghajar seorang anak laki-laki bersurai pirang yang dikenalnya dengan nama Armin. Melihat dari kejahuan salah satu dari tiga anak tersebut terlihat memukul perut Armin dengan kasar.
Tidak tinggal diam Naruto memilih untuk memanjat pohon dan kemudian meniti setiap atap rumah warga untuk mengendap-endap mendekati ketika anak brandalan tersebut.
"Hei kalian" ucap Naruto dari atas atap.
Ketiga anak tersebut termasuk Armin menoleh keasal suara dan mendapi Naruto yang sedang berdiri diatas atap salah satu rumah warga dan kemudian melonpat turun dengan indahnya.
"Si-sial itu Naruto!" tunjuk salah satu anak tersebut.
"Cepat kabur... " sahut yang lainnya, bahkan mereka semakin panik ketika Naruto mengeluarkan kedua pisau miliknya. "... dia bahkan lebih buruk dari Mikasa!"
Naruto yang berjalan hanya diam ketika melihat ketiga anak tersebut lari terbirit-birit ketika melihatnya. Menuju kearah Armin yang sedang terduduk, kemudian Naruto mengulurkan tangannya untuk membantu Armin berdiri.
"Aku bisa berdiri sendiri" ucap Armin menepis uluran tangan Naruto.
Namun ketika akan berusaha untuk berdiri, ternyata Armin kembali merosot jatuh kembali. Melihat itu Naruto kembali mengulurkan tangannya. "Jangan bertindak seakan kau mampu untuk mengatasi semuanya dihadapanku... "
"... ada kalanya seseorang membutuhkan uluran tangan orang lain dalam menyelesaikan masalah yang dialuinya" sambung Naruto masih setia menanti Armin menjawab uluran tangannya.
Armin hanya terdiam mendengar perkataan Naruto, menatap tangannya sendiri akhirnya Armin memutuskan untuk menerima uluran tangan Naruto. "Terima kasih"
"Jangan sungkan... " ucap Naruto yang membantu Armin berdiri. "... itulah gunanya teman."
.
.
.
"Jadi mereka menghajarmu karna hanya berkata bahwa manusia perlu untuk keluar dinding?" tanya Naruto heran setibanya mereka ditepi sungai tempat mereka biasanya berkumpul. Disana juga ada Eren dan Mikasa yang mendengarkan permasalah Armin dengan serius.
"Ya... " Armin terlihat tertunduk. "... mereka menyebutku orang sesat"
"Mereka tidak tau apa-apa... " ujar Eren seraya melempar beberapa kerikil kecil kearah sungai. "... kenapa membenci orang seperti kami?"
"Ya... " sahut Armin kemudian mengalihkan pandangannya pada Dinding Maria yang menjulang tinggi. "... kita sudah 100 tahun hidup aman didalam dinding entah apa yang akan terjadi"
Mendengar ucapan Armin membuat Eren, Mikasa, dan Naruto mengalihkan pandangan mereka pada Dinding Maria yang menjulang tinggi yang telah melindungi mereka dari para Titan.
"Yang adalah terjadi cepat atau lambat Dinding itu akan roboh"
Ketiga anak itu menatap Naruto penuh tanda tanya ketika mendengar ucapan tersebut.
"Apa maksud mu?" tanya Eren bingung.
Menatap Eren tajam. "Pikirkanlah Eren, kau pikir berapa lama lagi Dinding itu bisa bertahan?... " kemudian Naruto beralih menatap Armin dan berakir pada Mikasa. "... kalian pikir apakah akan aman selamanya didalam sini, walaupun Dinding ini diperbaiki beberapa kalipun semuanya tidak akan berarti apa-apa... "
"... karna kita hanya memperbaiki kerusakan dipermukaan Dinding bukan kontruksi didalamnya"
"Semua orang sudah gila percaya jika Dinding ini akan melindungi kita selamanya" ujar Armin yang kemudian memilih duduk sambil memeluk kedua lututnya. "Meskipun dinding ini telah melindungi selama 100 tahun. Tapi, entah apa yang terjadi besok.."
Naruto mengiakan perkataan Armin barusan. Tidak ada yang salah dengan perkataan tersebut. Namun mengingat cara berfikir Armin mengingatkannya pada satu orang yang sangat dikenalnya. Menatap Mikasa, Naruto hanya bisa melihat bahwa gadis itu sedari tadi hanya diam, sambil menutup mulutnya menggunakan shal yang pernah di berikannya dulu.
Bbbzzzzzzzzzzzzttt...
Duarrrr...
Sebuah kilatan kilat berwarna kuning kehijauan mengangetkan semua orang di Shinganshina District termasuk keempat anak manusia tersebut. berlari Naruto dan yang lainnya berlarian menuju sumber kejadian. Namun.. belum sampai ketempat tujuan dari kejahuan kepulan asap melambung tinggi.
'Apakah meteor jatuh!?'
Namun seketika keempat anak manusia itu terdiam membatu ketika dari atas Dinding Maria terlihat sebuah tangan bewarna merah tanpa kulit mengenggam bagian atas Dinding Maria. Dan pupil mata Naruto melebar ketika terlihat dengan jelas kepala sebuah Titan raksasa tanpa kulit dan hanya menampakkan ototnya terlihat melampaui Dinding.
"Lebih tinggi..."
Naruto seketika merasakan Mikasa memeluk tangannya erat, melihat sekilas wajah gadis tersebut dia bisa melihat ketakutan yang amat sangat dari wajahnya. Kembali memperhatikan Titan tersebut Naruto seketika membatin.
'Bukankah aku belum siap Anubis el Caido'
Terima kasih karena telah membaca Fic saya. Dan hanya ada satu permintaan saya...
. . . . .
. . . .
. . .
. .
.
RnR Please?
