"Awalnya Ambisi menjadi sosok pahlawan seperti All Might adalah impian terbesarku, tapi kini ada hal lain yang lebih kusuka, mempermainkan koleksi pahlawanku."

Di negeri Sakura, orang lebih menggemari pedang atau biasa disebut katana daripada pistol. Memang zaman modern menggerus budaya, tapi jiwa bushi masih tetap dimiliki oleh orang-orang Jepang. Bukan masalah Izuku ingin terlihat keren atau mengikuti mode, tapi pistol beretta Px4 miliknya lebih dari sekedar pistol, senjata itu memiliki banyak arti.

Pistol Beretta Px4 hanya sedikit lebih besar daripada ponsel, beratnya sekitar 700 gram dan dapat digunakan untuk sepuluh tembakan. Pistol ini kecil, ringan dan tidak kentara bila dimasukan saku. Kalibernya memiliki kegunaan luar biasa, bukan menembus tubuh manusia, tapi dapat menghancurkan apapun di depannya.

Tentunya kemungkinan bertahan hidup lumayan tinggi, dalam ribuan kasus tidak ada luka serius mengakibatkan kematian, korban masih punya waktu untuk bereaksi serta melumpuhkan penyerang. Namun bila mau, si penembak bisa saja memilih kematian instan. Tembak di titik antara dua mata atau jantung.

Atau kematian perlahan membiarkan korban melangkah kesakitan menahan darah mengucur.

Dalam beberapa sudut, bila kau menembak di titik dekat tulang iga, korban akan butuh waktu untuk sadar jika dia baru saja ditembak dan berusaha lari serta mencari bantuan, keuntungannya adalah si korban bisa melihat wajah penembak dan drama pembunuhan berakhir cepat dengan kemangan polisi.

Kata salah satu intel dari MI6, berkata bawa laki-laki pengguna Barreta Px4 adalah banci, "Senjata itu bagusnya untuk wanita, mudah diselipkan di tas wanita dan elegan di tangan mereka." Namun bila kau profesional maka dengarkan saja kata intel itu. tapi Izuku tahu kebutuhannya dan pistol ini sempurna untuk rencananya.

Ia mendapatkan senjata ini dari sosok tak terduga yang menyelamatkannya dari jurang neraka. Seorang nenek nyentrik yang berusaha mengajarkan kehidupan hippie modern sekaligus pembunuh ampuh meski dunia dipenuh hero. Ya Quirk, sesuatu yang menyiksa batinnya di masa lalu, terlahir sebagai korban diskriminasi dan keputusasaan adalah makanan pembuka kehidupannya, tapi sekarang Izuku punya segahal hal untuk menyamai kedudukan orang-orang ber-Quirk(mereka pada umumnya) dia telah mengenggam takdirnya.

Kembali ke pistol, benda mematikan itu hanylah pilihan terakhir. Ia hanya akan menggunakan satu tembakan yang ujungnya telah diberi tanda "X" sehingga mudah hancur menjadi empat serpihan.


Ada banyak cara lain untuk membuat dunia kiamat, menghancurkan manusia dan sahabat yang dengan kemurahan hatinya menghajar serta mengajari Izuku arti kerasnya hidup, sahabat yang dia kagumi sekaligus rasa kecewa membesar, sosok yang membuka mata Izuku jika pahlawan memilki sisi lain, selain menjadi komunitas mereka.

Dia sama sekali tidak dendam, justru setelah dia mengumpulkan semuanya, menyusun rencana besarnya, Izuku bermaksud memberi kado termanis untuk laki-laki itu. dia Cuma ingin melihat bagaimana rekasi laki-laki itu dan mungkin membuka tangan untuk kata "maaf" dan kembali bersahabat seperti dulu.

Usianya muda, baru 28 tahun, tapi nama Midoriya Izuku dikenal dikalagan pahlawan sebagai sosok "Donatur" muda dan esentrik.

Di malam itu, ia memilih duduk di hall hotel ketimbang naik ke kamarnya meski jam sudah larut. Tapi kerena pekan ini festival pahlawan tahunan berlangsung, sekitar wilayah Hatsudai selama itu bisa dikatakan wilayah teraman karena hampir setengah pahlawan negeri berkumpul disana. Seorang pria berkostum pahlawan bersama wanita cantik yang mungkin pasangannya siap menghadiri penutupan acara hari itu, semakin menuju puncak, Izuku akan lebih sering melihat pemandangan seperti ini.

Izuku tidak mengacuhkan pasangan itu, ia menyembunyikan wajahnya di balik koran bisnis internasional yang sedang gencarnya memuat perang dagang Tiongkok-AS (kadang untuk terlihat berkelas, koran macam ini sangat perlu. Koran dalam negeri sudah ketinggalan jaman), apa yang dilakukannya sebenarnya hal yang tak perlu, meski donatur sering dijadikan sasaran empuk oleh para agensi dan juga pastinya wanita, butuh lebih untuk tahu sekilas jika sosok mudah berbintik ini pemilik ratusan saham bernilai besar di berbagai bisnis pahlawan negari sakura.

Pasangan wanita itu, adalah pahlawan yang Izuku tahu berjuluk CIO, seorang laki-laki yang mengandalkan kemampuan memanipulasi tekanan udara. Umurnya mencapai 43 tahun, tapi dengan percaya diri membawa wanita yang mungkin berusia dua puluhan untuk terus menggayun manja di tangannya.

Izuku mengamati si laki-laki, pahlawan tua itu sudah lenyap masa jayanya dan hidup dalam masa tua yang damai, dia sangatlah sopan, mengucapkan terima kasih pada pelayan dan memberi tips dalam jumlah besar

Dia menimbang apa si laki-laki ini cocok untuk rencananya, tapi setelah berpikir dan megingat hasrat kecilnya, menjadikan si laki-laki pembuka adalah pilihan buruk. Dia sudah berkomitemen untuk seminal mungkin bersikap berlebihan, gurunya mengajarkan untuk jauh-jauh dari rasa tamak, apapun wujudnya.


Tengah malam, bar Hatagaya palace penuh aroma rokok dan keringat. Jam segitu harusnya Arubaito Kouta sudah berakhir bergilir dengan rekan kerja lainnya, dia sudah kelelahan meski menejer menjanjikan gaji lembur yang memikat (besarnya tiga kali lipat dari upah normalnya). Tapi pengunjung yang seperti semut, tak pernah kunjung habis dan semakin meggila ketika malam menjelang.

Festival pahlawan atau Festival Hatsudai sudah berlangsung empat hari dan kemerihan semakin menggila meski belum terjadi apa-apa. setiap tamu di setiap kerja hanya tertarik pada satu hal; bertemu dengan top hero yang sudah punya kelasnya tersendiri. Para wanita cantik berharap dapat kencan atau setidaknya satu malam tidur bersama pahlawan, itu sudah umum dan tersimpan rapi di balik gambaran sebuah keidealan pahlawan di mata masyrakat. Para pemuda atau lulusan Hero baru berusaha semenarik mungkin mencari pahlawan yang sudah lebih dulu punya nama, para agensi yang berusaha mencari iklan, donatur demi terus memenuhi kebutuhan penggerak roda bisnis pahlawan yang luar biasa menguntungkan. Hal-hal itu sudah Kouta lihat sejak usianya lima belas tahun setelah kabur dari rumah bibinya demi yakin bahwa pilihan hidupnya benar.

Kouta beruntung bertemu dengan kenalan yang memberinya rumah berteduh, dan juga mengenalkan pekerjaan ini meski harus berhadapan delapan jam bertatap dengan pahlawan, sesuatu yang amat dibencinya.

Tapi inilah hidup, uang lah yang berkata, tanpa uang Kouta sudah merana dan bisa jadi terjun ke dunia lebih kelam yang tak pernah dia mau bayangkan.

Dan pilihan menjilat ludah kembali untuk bergantung pada kenyamanan kehidupan masa lalu adalah sebuah kebodohan.

Betapa naif!

Kouta berusaha tersenyum sesuai standar pelayan setelah melayani seorang pahlawan memesan segelas besar bourbon. Jika masyrakat menganggap pahlawan adalah pekerjaan mulia, sebaiknya mereka perlu tahu gambaran tersebut adalah lelucon di tempat ini.

Pahlawan adalah ladang bisnis, sama seperti publik figur semacam artis, pemain film yang membutuhkan popularitas. Tanpa itu, mereka hanyalah bayangan semu yang diingat bila terjadi bencana. Populasi pahlawan yang membludak di akhir tahun-tahun ini, tanpa regulasi yang jelas tentang pembatasan jumlah menjadikan persaingan sengit di balik gambaran agung akan pekerjaan mulia menyelamatkan jutaan manusia.

Kejahatan kadang dipandang sebagai cara demi mendongkrak popularitas, meski Kouta belum tahu apa kejahatan-kejahatan yang terjadi murni ambisi para penjahat atau sekedar skandal murahan demi meningkatkan nilai pahlawan, Kouta tetap membenci pahlawan dan terus selamannya membencinya.

Tapi dia juga tahu perbuatan anti-Hero pada masa Stain sang Hero Killer atau liga penjahat di masa lalu adalah kesalahan.

Dia memilih hidup menjadi orang biasa tanpa pahlawan dalam hidupnya.

Kadang bayangan dunia normal sebelum fenomana Quirk terasa menyenangkan bila Kouta bisa hidup disana.

Tapi, inilah dunianya. Dia harus menghadapinya.

Seorang pro hero muda, yang Kouta tahu sedang naik daun akhir-akhir ini tengah bercanda dengan dua wanita muda yang terlihat seperti tak tahan dengan fase berikutnya, apakah si hero akan menjadikannya pacar atau lainnya. Sekelompok jutawan yang sibuk menentukan pahlawan mana yang memiliki potensi sebagai ladang uang untuk mereka, atau pahlawan yang benar-benar pahlawan seperti legenda All Might tengah ada di tengah kepalsuan.

Kouta mengambil gelas dan mengelap saat seorang pria mendekat ke meja bertender, pria itu mengenakan setelan jas hitam mengkilat dengan potongan pendek yang membuat rambut ikal hijaunya terlihat rapi.

Dia duduk di kursi kosong tepat di depan Kouta, mengamati menu pilihan wine dan tersenyum. "Pinot noir terbaik yang kalian punya. Dua gelas untuk malam terbaik tahun ini."

Kouta mengangguk.

Pria itu mengamati interior dan lebih sering mengamati pengunjung kafe, khusunya para hero muda yang berusaha terlihat penting di sini, mata hijau itu seperti mata kolektor yang tengah berjuang mencari barang incaran.

Kouta tahu berususan dengan siapa, di depannya ini adalah seorang donatur yang tengah menilai apakah ada hero layak mendapatkan uang darinya.

Setelannya berkelas dan tubuhnya juga seperti terawat dengan baik, orang-orang pasti akan langsung menilai jika pria di ini adalah hero muda sukses yang tengah naik daun, Kouta sendiri awalnya juga berpikir demikian, jika 'radar' anti hero tak berfungsi. Semua orang pasti juga berpikir jika donatur adalah mereka yang beruban kelebihan harta, bukan pemuda enerjik yang masih hijau.

"Apa aku pernah melihatmu?" si pria memutuskan kontak ke sekitar dan mengamati Kouta telaten melakukan pekerjaannya. "Jujur saja wajahmu tak asing."

"Mungkin kau pernah melihatku di suatu tempat."

"Hm... kau benar, dunia luas bukan?"

Gelas pertama tersaji, pria itu tak langsung meminumnya. Dia membaui, megecap dan merasakan tiap sentuhan cairan anggur sebelum menelannya. Melakukannya sekali lagi seolah apa yang dilakkukan masih belum pas dan diam beberapa menit merasakan tiap sentuhan anggur tersisa.

Kouta memang yang bukan menciptakan anggur, tapi melihat pelanggan sedikit menghargai anggur membuatnya senang. Biasanya orang-orang Cuma bergaya seolah merka berkelas dengan memsan wine mahal, tapi tak memahami bagaimana merasakan minuman itu.

"Berapa usiamu? Cukup muda remaja untuk bekerja di bisnis semacam ini."

"20, aku Cuma mengisi waktu liburan menggantikan sepupuku." Mengatakan hal sejujurnya hanya akan bertambah buruk, manajer mengajari Kouta trik bila ada bertanya soal umurnya, dan inilah salah satu triknya

"Apa kau tahu banyak soal anggur?"

"Tidak juga," anehnya Kouta merasa ringan, mungkin dia memang butuh obrolan ringan ketimbang diam melihat para hero yang dibencinya.

"Aku juga, tapi guruku mengajari jika orang kaya harus ada di tempat semacam ini, menikmati wine dan menebarkan pesona. Menurutmu aku menebar pesona?"

"Entahlah."

"Aku suka kamu. Namaku Midoriya Izuku."

"Izumi."

"Hanya Izumi?" mata pria itu melirik tertarik. Ini juga cara yang diajarkan menejer untuk tidak sembarangan memberi nama kecil, orang-orang akan cukup kesulitan menelusuri jejak jika hanya bermodal nama keluarga.

"Nah Izumi-kun, bagaimana jika lain kali kita mengobrol tapi aku memesanmu seharian sebagai teman mengobrol? Kau tak usah khawatir soal uang, aku akan memberikan apapun yang kau mau."

Dengan cara itulah orang kaya bersikap, menunjukan bahwa dunia mampu dia beli berkat uang miliknya yang berjumlah jutaan Yen. Kouta membenci pahlawan karena menghancurkan masa kecilnya sebagai anak biasa, dia juga benci para donatur yang menebarkan uang, menjadikan pahlawan tak bedanya dengan pesuruh yang dibeli.

Secara tak langsung Kouta sedang dijadikan barang oleh pria ini, mungkin pria ini begitu kesepian sehigga temanpun tak punya dan berpikir bisa dibeli semudah itu. apa ini kehidupan para superclass? Apa jam bermerk, parfum mahal ataupun popularitas serta kenyamanan belum cukup?

Tapi satu hal pasti, Kouta cukup terhibur dengan pria ini. Untuk pertama kali dalam hidup Kouta untuk tidak langsung membenci orang asing.

"Kurasa tak ada salahnya meluangkan waktu," Kouta menjawab sederhan karena tak ingin terkesan seperti barang yang sudah dibeli

"Sempurna," pria itu meminum wine keduanya yang kali ini sedikit lama, rasanya suara dengung berhenti dan sunyinya pria itu menyerap fokus Izumi Kouta.

Pria itu bernajak pergi dan meninggalkan tips dalam jumlah besar, dia melihat pria asing itu melewati para pahlawan yang tak berpikir jika mereka baru saja berpapasan dengan orang yang mungkin mampu menyokong dana operasional agensi mereka.

Dan juga sebuah kunci yang rupanya tertinggal. Mungkin Kouta harus sedikit menambah jam sebelum kembali ke kamar kontrakan malam itu.


Kadang Tuhan punya cara unik menyenangkan hambahnya yang taat. Kini Izuku santai duduk menikmati suasana kamar presiden suit, yang baru saja memanas meski hanya terjadi selama lima menit. Berbalut piama tidur, Izuku masih ingat betul apa yang terjadi, dan bagaimana hal itu sedikit membuar rencananya semakin bernilai.

Setidaknya Izuku sudah menebar bibit kecil ke dalam anak itu, mengingatkan apakah dia memang hanya membenci pahlawan atau punya rencana untuk memuaskan keinginan besarnya.

"Aku tidak bermaksud membawa anak polos terjun ke dalam lembah setan, aku Cuma membantu sesama orang untuk melawan ketidakadilan dunia."

Jiwanya semakin ringan, seakan dia seperti sudah menyelesaikan masalah. Dia berharap besok akan menjadi kejutan menyenangkan atau berlalu seperti hari-hari lalu.

Malam itu Izuku tertidur pulas sambil tersenyum untuk pertama kalinya.


Izuku bangun jam delapan, jauh lebih awal daripada yang diinginkan tubuhnya, tapi dia masih belum bisa beradaptasi dengan keadaans sekeliling, sebelum kembali ke Jepang. Sebulan lamanya Izuku berkeliling mengawasi bisnis gurita yang diawariskan kepadanya.

Pagi itu adalah langkah awalnya untuk mencari pengorbana pertama, apa yang terjadi tadi malam tak Izuku hitung dan dia anggap sebagai bonus jika si anak mengambil potongan kue yang dia berikan.

Jikapun sikap si anak pasif, itupun tidak merugikannya. Anak itu tak tahu apa-apa tentang rencananya, dia hanya kebetulan hadir, seperti anggrek pada pohon besar, tak ada diuntungkan ataupun dirugikan.

Izuku mandi, lalu turun untuk meminum kopi di restoran yang nyaris sepi, kemudian menyusuri kompleks emas Hatsudai yang dipelpori gedung-gedung bertingkat mewah. Jalanan tak macet karena memang kawasan itu steril dan diperuntukan bagi para Hero yang datang sesuai jadwal yang dibagikan. Ada sekitar 167.835 hero yang terdaftar di biro kementrian pelayanan publik, dan panita festival perlu membagi rata agar semuanya bisa menikmati festival sepekan lamanya.

Izuku tak membenci atas apa saja perbuatan Kacchan padanya, dia memahami jika Kacchan hanya menunujukan posisinya dan kebetulan Izuku ada di tempat yang salah, lagipula setelah percobaan bunuh diri yang gagal hingga detik dia bernafas sekarang Izuku telah melewati fase-fase kenaikan level yang dibutuhkan untuk berkembang.

Izuku tetap pahlawan, sebagai donatur dia sudah menggelontarka dana bernilai fantastis. Sebut saja bantuan bencana kekeringan Afrika, kasus ilegal pertambangan berlian di Kenya yang menjadi sidang penting rapat PBB, kekerasan kaum minoritas Rohingya atau beberapa agensi penting pahlawan yang bergantung pada saham yang dia tanam.

Sebut saja Kamui Wood, Brother an Brother, Froppy, Celo, Real Steel yang menduduki peringkat tinggi, ataupun pun puluhan agensi lain yang menggantungkan diri pada saham miliknya. Dia adalah pahlawan yang menyokong pahlawan sesungguhnya, dia adalah dalang bagi pahlawan yang bersedia dibeli olehnya.

Izuku melihat seorang wanita tengah duduk membanca novel the winner stan alone sambil menikmati kopi, matanya berkilat, dia sudah menemukan target pertamannya.

Ya, Hero itu sempurna dia bisa dijadikan pesan untuk Kacchan bahwa nama 'Deku' bukan hanya sekedar bentuk kasta terendah. Sebelum mendekati Hero itu, Izuku mengamatinya dengan hati-hati. Wanita itu tidak tahu, jika semua berjalan lancar, maka dia tidak perlu menjadi pahlawan yang merepotkan yang bersedia menjadi mainnanya. Izuku menanamkan saham sebesar 75% ke agensi wanita itu.

"Jarang ada yang mau baca novel terjemahan sekarang," tanya Izuku menyapa si wanita

"Oh, Maaf?"

Izuku tersenyum, "Mungkin kau sudah lupa tapi kita pernah bertemu di festival tahunan musim lalu, pussycats, salah satu donatur."

Wanita itu—Mandalay—memperbaiki sikapnya.

"Ah, maafkan saya, kebetulan saat itu salah satu rekan saya yang mengaturnya,"

"Tak apa, aku tahu itu, kalau tak salah Pixie bob kan? wanita menarik, dia membuatku terkesan sehingga aku yakin untuk membantu agensi kalian."

Mandalay merasa bersalah, melihat donatur yang sudah membantu agensinya secara tiba-tiba bukanlah sesuatu yang sering terjadi, biasanya donatur hanya bertemu dengan salah satu penanggung jawab.

"Bolehkah aku duduk? Atau mungkin kau terganggu dengan orang asing yang tiba-tiba datang dan mengaku sebagai dontaru agensimu, penipuan banyak terjadi dan mungkin saja aku seorang yang sama, tapi aku bisa menjaminmu, aku punya data-datanya dan aku hanya sedang mencari teman mengobrol."

Mandalay sedikit ragu, dia tidak bisa mengatakan apa-apa kerana pria ini tampak seperti mudah mendominasi pembicaraan. "Aku percaya anda, kurasa meski anda penipu pun sangatlah bodoh untuk seorang pahlawan seperti saya menjadi sasaran penjahat."

Izuku tersenyum. "jawaban menarik, kau pasti sangat percaya diri kalau begitu. Oh ngomong-ngomong namaku Midoriya Izuku"

Tanpa permisi, Izuku mengambil kursi kosong. Tak tanggung-tanggung dia menarik kursi itu mendekat sehingga posisi mereka berdua nyaris seperti orang pacaran, Mandalay sendiri tak tahu harus bersikap seperti apa, memang pria itu hanya menarik kursi untuk duduk di sampingnya tapi sikap itu sedikit membuatnya gelisah, dan dia seperti tak punya keberanian untuk berusha mengatakan ketidaksukaannya, jadi dia hanya menarik kursinya sedikit menjauh.

"Jadi kau tertarik dengan novel ini?"

"Tidak juga, aku hanya suka membaca karangan Paulo Coelho."

Mandalay tidak tahu harus menjawab apa, dia memilih mengamati pria asing ini lebih dulu.

"terima kasih sudah meneri tawaranku, meski kau masih tidak percaya denganku. Tapi memang ya, mari kita mengoborl."

Mandalay merasa aneh dengan cara laki-laki ini yang semudah itu merubah topik pembicaraan,

"Apakah ada kegiatan donatur yang sedang anda lakukan. Biasanya banyak yang seperti itu terjadi di festival semacam ini."

Izuku mengamati anak-anak TK yang berlari riang, dan dia mengeluarkan rokok.

"Merokok tidak baik untuk kesehatan."

Izuku tidak mengacuhkannya.

"Paulo Coelho selalu menulis tentang kehidupan manusia, dengan latar belakang Katolik taat dan pandangannya soal kristus dia membuat tulisan-tulisan yang enak dibaca, sejujurnya aku belum membaca semaunya, tapi kurasa ada beberapa yang menurutku memiliki pesan menarik."

Mandalay masih menunggu maksud

"Apa yang akan kaulakukan setelah semua keinginanmu terwujud?"

"Aku akan terus berusaha sebaik mungkin melayani masayrakat."

Mandalay tersenyum, ini benar-benar bisa menjadi obrolan bermakna di pagi secerah ini. Hal-hal yang lebih bermakna ketimbang membahas ekonomi dan politik.

"Menurtumu sendiri?"

"Sama, meski aku bukan pahlawan aku tahu seperti apa kegunanku, membantu para pahlawan untuk terus bergerak menjaga keadilan. Aku Quirkless, yang artinya tak akan pernah menjadi hero untuk selamanya."

Mandalay tak ingin menyela, dia membiarkan laki-laki itu melanjutkan.

"Aku memiliki teman yang kini menjadi pahlawan, ingin sekali rasanya membantu temanku ini dengan memberi hadiah terbaik untuknya."

"Temanmu ini pasti sangatlah berarti untukmu."

"Dia menunjukan sesutu yang selama ini aku tutup rapat-rapat karena tak mau melihat kenytaannya. Apa kau punya seorang yang berarti?"

"Ya, rekan pussycats ku sudah kuanggap sebagai keluarga. Mereka, meski tak ada hubungan darah, kami telah menjalani semuanya mulai dari nol hingga sekarang. Tentu anda juga keluarga saya, tanpa bantuan dari donatur seperti anda, kami hanyalah pahlawan yang tak akan pernah menjadi pahlawan."

"Hidup memang berat kalau begitu, kita hanya ingin menolong tapi perlu syarat-syarat agar dilihat sebagai pahlawan, tak terpikirkan kau jika pahlawan sekarang seperti sesuatu yang telah kehilhagan nilainya?"

"Menurtuku asal masyrakat senang semua akan baik-baik saja. kita tak bisa memaksakan diri, menerima apa adanya jauh lebih baik."

"tapi itu hanyalah kepalsuan bukan?"

Mandalay mencoba menerawang apa yang sebenarnya ada dalam pikiran laki-laki muda itu, melihatnya yang begitu segar dan masih punya banyak jalan terbuka lebar, mengatakan hal tentang pencapaian sukses dan merenung tentang masa depan. Mandalay mencoba menggali.

"Apa kau sudah memikirkan hadiah yang pantas untuk temannmu?"

"aku perlu melihatkan padanya jika pahlawan sesungguhnya amatlah langkah, pahlawan semacam All Might yang siap menjadi sosok martir."

"Wow kedengarannya seperti sebuah tindakan yang besar."

"Memang betul, sudah banyak agensi yang kucermati, dan kau tahu apa? mereka sesungguhnya seperti bekerja pada sistem yang menggerogoti nilai pahlawan, pussycats jujurlah jika kalian sendiripun juga terikat pada lubang yang sama."

"Kami melakukan yang terbaik semampu kami," ada perasaan kesal mendadak yang dirasakan Mandalay, bagaimana Izuku mengucapkan kata-kata itu sedatar dinding, Mandalay seperti sedang dipermainkan, tapi tidak tak gegabah dan berusaha bersikpa jadi teman ngobrol yang baik.

"Sejak All Might pensiun, memang negeri ini kehilangan sesuatu, aku sendiri tak tahu apa, tapi yang bisa aku katakan adalah dunia tak lagi sama seperti masa kejayaan pahlawn itu, tapi di luar sana, kami Endeavor, Hawks, Edgeshot dan banyak pahlawan lain berusha menjalankan tugas semampunya, meskipun memang itu semua tak menggantikan All Might, tanpa kami yang rela berjuang apa yang diperjuangkan All Might tak akan bernilai.

"Anda juga telah berkontribusi, tanpa andapun kami juga pasti tak pernah ada."

"Aku menyumbang agar pahlawan-pahlawan itu mampu memenuhi beban yang sewajarnya mereka genggam tapi aku merasa aku masih belum cukup, temanku pun juga, aku merasa dia membutuhkanku, tapi aku merasa uang bukanlah jawabannya."

"lalu?"

"Aku akan menghancurkan pahlawan yang tak pantas ada, kupikir sedikit menilai ide Stain bukanlah perkara buruk."

Ekspresi Izuku berubah dan Mandalay merasakan obrolan ini sudah tak lagi baik untuk dilanjutkan.

"Kurasa anda lelah, mungkinkah menjadi donatur seberat itu?"

"Hal yang terbarat adalah ketika uangku disalahkan gunakan pahlawan picik yang membuatku ingin menghancurkan mereka semua."

Mandalay ingin menagmbil uang dalam dompet ketika izuku menodongkan moncng pistol ke arah wajahnya

Mandalay ingin acuh ketika izuku menodogkan moncong pistol ke arah wajahnya.

"Duduk."

Reaksi pertamanya adalah menggunakan telekenis, dia sudah menargetkan seorang manula yang ada di dekatnya.

"Jangan gunakan kemampuanmu atau keponakan kesayanganmu Kouta kubunuh," kata Izuku, seakan tahu apa yang dilakukan Mandalay. "aku sama sekali tak minat mengakhiri hidup anak malang yang membenci pahlawan yang sudah meghiburku selama ini dan oh, apa kau pikir aku semudah itu memberi donasi pada agensi kalian? Aku selalu menyeldiiki pahlawan mana yang ku inginkan dan aku tahu semua hal tentang pussycats, khususnya kau Mandalay."

Bernagai bayangan menghantui Mandalay. Mungkinkah dia berbohong? Hanya sebuah gertakan? Tapi perasaan kesungguhan-sungguhan pria itu tampak tak memiliki celah

"Kau tak sayang Kouta? Bukannya kedatanganmu kesini untuk mencarinya? Aneh kan pussycats yang sudah tak lagi menarik berada di tempat ini kecuali untuk berusaha kembali eksis. Aku bertaruh apa kau mencari Kouta, tapi well, kau pasti akan bereaksi tentang keponakann yang pergi meninggalka kalian dua belas tahun silam. Duduk mandalay"

Ya pria ini bahaya, dan bisa jadi dia gila.

Mandalay duduk dan berusaha bersikap normal, dia bisa saja menggunakan telepati jika nekat dan orang ini akan tertangkap, dia tak masalah jika terluka, tapi kemungkinan Kouta yang menjadi tawanannya yang membuat mandalay memilih diam, meski ada keraguan bahwa laki-laki ini meggertak, tapi sorot hijau yang digin itu membuatnya terpaku.

"Izumi Kouta, bocah malang membenci pahlawan kerena orang tuanya mati sebagai pahlawan, menganggap pahlawan bodoh karena kurangnya rasa kasih sayang orang tua, berbeda denganku yang mendapatka kasih sayang meski hanya ibuku dan menganggumi pahlawan.

"Bagiku pahlawan itu alasan aku hidup, awalnya aku pikir aku menjadi salah satu dari mereka, tapi begitu hidup kulalui higga saat ini, aku tahu ada hal lain yang menarik, mengontol mereka.

"Mandalay? Apa kau pikir kami para donatur dengan mudahnya menjadikan pahlawan sebagai wadah kami belas kasih? Sayangnya bukan, justru kami berusaha menciptakan pahlawan-pahlwan yang mau menjadi pesuruh kami, ya semacam bodyguard gambarannya."

"Tapi memang ada pahlawan sejati diantara mereka. All Might misalnya."

Izuku tersenyum.

"Hero killer stain dan aku bisa dikatakan punya hubungan menarik, kami mendambahkan pahlawan dengan cara yang sama, bedanya stain lebih memilih melenyapkan pahlawan, dan aku lebih suka mengendalikan mereka."

Mandalay berusaha tampak tenang.

"Bagaimana keadaan Kouta?"

"Baik, dia tumbuh jadi laki-laki menarik, mandiri dan mampu melawan arus dunia ini, aku bisa saja mengantarkanmu ke tempatnya kau pasti rindu bukan? Tapi aku khawatir Kouta tak bisa kulepaskan, dia koleksi yang menarik."

Mandalay merasakan bahwa izuku memiliki penyakit gila menjijikkan, dia tak menyangka selama ini dia mendapat uang dari orang seperti dia.

"Kau berniat memeras kami?"

"Hanya karena aku menyekap Kouta? Mandalay itu cara tejijik dalam hidupuku, aku lebih suka melenyapkan tanpa menjadi lintah darat. Aku bisa dengan mudah menghacurkan agensi kalian, tanpa perlu melakukan hal semerepotkan itu."

Izuku menempelkan mocong pistol ke rusuk mandalay. Pasangan remaja lewat, menoleh. Mereka tampak tertarik pada Mandalay, yang kemungkinan karena alasan pahlawan.

Mandalay berusaha membuat kontak, tapi pasangan itu gagal memahami.

"Selamat pagi."

Mereka meninggalkan begitu saja.

"Ya, lupakan soal Kouta," kata izuku memecah kehingan. "mari kita bahas kau mandalay, kehidupanmu. Aku tertarik kenapa kau tak lagi eksis? Apakah kau terlalu sibuk mencari Kouta hingga melupakan pekerjaanmu? Atau kau lebih suka berseng-senang dengan pacarmu yang nyatanya adalah pembunuh orang tunya duet Waterhouse?

Mandalay terkejut.

"Aku bilang kan? Semua tentang kalian ku ketahui, nah Mandalay bisakah kau berbagi cerita menarikmu, kalian berdua berpacaran sejak smp, tapi narkoba membuat kau memutuskan hubunganmu dengan Mascular secara sepihak hingga pacarmu jatuh kedalam nereka dan menjadi penjahat dan entah apa yang terjadi pacarmu membunhuh orang tua Kouta..."

"Pussycats akan memgembalikan semua uangmu dan aku bisa memberi tahu dimana pria iru berada."

Mandalay berusaha bersikap dewasa. Apapun, itu Kouta adalah titipan sanak keluarganya yang juga kegagalannya untuk terus dijaga. Dia sudah tahu rahasia kecilnya ini akan terungkap dan menjadi senjata untuk melawannya, tapi nyawa Kouta lebih utama.

"Aku tak terarik dengan sebagian kecil uang yang kuberikan ke kalian, dan lagipula pria yang kau maksudkan itu toh sudah diurus orang yang cocok."

Mandalay tidak tahu harus mengatakan apalagi.

"Kenapa kau begitu mecintai pria itu?"

"Karena aku benar-benar mecintainya. Meski kehidupan adalah nereka, aku tak bisa meninggalkannya. Inilah keadaanya, meski dia menyakitiku aku akan terus berusaha dan yakin jika dia pasti akan berubah."

"menarik, andai aku dan kacchan adalah lawan jenis dan kami saling pacaran mungkin aku akan bernasib sama, tapi aku tak serendah kau, aku tak akan kembali ke jalur yang sama, dan parahnya kau sebagai pahlawan hanya hidup untuk dirimu sendiri.

"Aku menghormati kacchan, tapi aku juga sedikit bermain dengannya. pahlawan ada untuk hiburan."

Pahlwan, ada dua pahlawan yang sedang berpatroli

"Mandalay, aku jamin Kouta mendapatkan hidup yang jauh lebih layak, tapi sayangnya kau tak lagi berharga sebagai pahlawan, kau cacat, ijinkan aku meringankan bebanmu."

Mandalay sadar inilah akhrinya, karena sadar final ada di depan mata, setidaknya dia sudah menangkap orang jahat sebagai tugasnya, tapi sebelum telepatinya aktif ia merasakan tangan orang itu di bahu kananya, sekaan sedang merangkulnya dengan penuh kasih.

Samozaschita bez orujiya, atau yang lebih dikenal dengan istilah sambo di antara orang Rusia, adalah seni membunuh kilat dengan tangan kosong, membuat si korban tidak sadar apa yang sedang terjadi. Teknik itu dikembangkan berabad-abad, ketika warga harus berhadap dengan penjajah bersenjata, teknik ini dikembangkan aparat pemerintahan Soviet untuk melenyapkan orang tanpa jejak, sebuah ilmu yang nyaris punah dan berhasil diturunkan oleh pembunuh bayaran yang dijumpai Izuku saat membuka cabang di Moskow.

Sempurna dengan begitu hanya sedikit orang yang tahu teknik ini.

Jempol kanan izuku menenkan pembuluh darah jugular di leher Mandalay dan darah pun terhenti mengalir ke otak wanita itu. sementara tangan satunya menakan satu titik dekat ketiak Mandalay, membuat otot-otot gadis itu lumpuh. Tak ada kontraksi, sekarang tinggal tunggu dua menit.

Mandalay terlihat tertidur dalam pelukannya. Dua pahlawan patroli melewati begitu saja, tidak memperhatikan dua pasangan itu. mereka lebih asyik mengobrol tentang pengumuman top chart terbaru yang akan diumumkan akhir festival berlangsung.

Sambil tetap memapah wanita itu, Izuku menjadikan novel sebagai bantalan Mandalay.

Begitu dia tak melihat siapa-siapa, pelan-epalan izuku membaringkan tubuh lemas Mandalay dan memberikanya posisi nyaman. Mandalay terlihat seperti tertidur nyenyak; mungkin dia bermimpi antara terjebak dalam kehancuran atau bebas dari maslaah dunia.

"Selamat bermimpi pussycats."


Izuku berjalan santai ke arah sebuah kompleks suram yang letaknya cukupu jauh dari lokasi dimana dia membunuh Mandalay. Kepalanya berdenyut-denyut nyeri. Ini normal, ini adrenalin, dia memnunuh pahlawan pertama kali.

Dia berhasil, dia berhasil memainkan kehidupan pahlawan seperti apa yang dia suka, dia membuktikan—meski kacchan tak ada—bahwa Izuku berbeda dengan masa lalu, dia juga bukan Stain yang membunuh pahlawan demi keadilan sejati. Dia adalah Midoriya Izuku, donatur yang menyumbangkan banyak uang ke berbagai agensi pahlawan.

Di depnnya ada sebuah rumah, ya tempat dimana si pembunuh berdarah dingin Mascular yang juga pacar Mandalay tinggal, dan disana ada Kouta, duduk meringkuk, lemah rapuh dengan jiwa tergoncang setalah melepaskan dendam yang sekian lama terpendam.

Izuku tersenyum, biarlah urusan Mandalay dibawanya hingga mati. Ada satu sosok yang jauh lebih manartik.

"Kouta-kun? Bagaimana rasanya melepas bebanmu?"

Kouta masih depresi tapi izuku tak menunggu.

"Aku bisa menjadi temanmu ngobrol hari ini, dan... ya banyak yang bisa kita obrolakan nanti."