Disclaimer : Detective Conan/Case Closed © AOYAMA Gosho
No commercial advantage is gained by making this fanfic. So, this fanfis is just for fun.
Genre : Mistery/Friendship, and just a little bit of romance (in chapter 2, I guess :P).
Please enjoy the story.
GIFT FOR CHRISTMAS, GIFT FROM CHRISTMAS
.
.
.
24 Desember—Christmas Eve.
Satu hari tepat sebelum hari Natal—di mana biasanya orang-orang menghabiskan waktu untuk berkumpul bersama keluarga ataupun orang berharga lainnya.
Ya. Sungguh satu hari yang hangat di tengah-tengah dinginnya musim yang kerap diwarnai oleh putihnya salju.
Lalu … bukan hal aneh jika di hari ini seseorang memberikan hadiah pada orang yang disayanginya. Kebiasaan yang menjadi tradisi bagi sebagian orang itulah yang kini membuat seorang Haibara Ai terseret dalam kegiatan yang sama sekali bukan dirinya.
"Kenapa harus aku?" tanya Ai—lagi—pada bocah berkacamata yang mendadak saja mendatanginya di rumah Profesor Agaasa dan kemudian memintanya ikut—
"Sudah kubilang, 'kan?" jawab bocah berkacamata yang bernama Edogawa Conan itu sambil menoleh dan memperlihatkan matanya yang sudah sedikit menyipit, "Aku tidak mungkin minta bantuan pada orang lain. Hanya kau yang bisa kumintai tolong."
—memilih kado untuk perempuan yang sudah lama menjadi pujaan hatinya.
"Yah…," jawab Ai sambil melipat tangannya di depan dada, "kau kan bisa minta bantuan Profesor?"
"Dia tidak begitu mengerti kesukaan wanita." Conan kembali melihat ke arah depan.
Jalan di sekitar taman yang mereka lalui saat itu cukup lengang. Ah, itu tidak aneh mengingat dinginnya cuaca dan tidak banyak orang yang akan memilih taman di samping mereka untuk menghabiskan waktu. Namun, lengangnya jalanan itu malah membuat Conan menjadi leluasa untuk bercakap-cakap dengan gadis cilik berambut kuning tersebut. Tidak perlu berpura-pura sebagaimana yang biasa ia lakukan saat ada orang lain di sekitarnya (kesampingkan Profesor Agasa dan Hatori Heiji, serta kedua orang tuanya untuk saat ini).
"Kupikir, kau cukup tahu mengenai Ran dan kau akan bisa membantuku," imbuh Conan perlahan. Dalam nada suaranya, tersimpan sedikit penyesalan mengajak gadis sinis yang enggan berjalan di sampingnya itu. Ya, semenjak Ai keluar dari rumah Profesor Agasa, gadis itu memilih untuk berjalan di belakang Conan, seakan menjaga jarak.
"Heh." Ai menjawab dengan sebuah senyum sinis terpampang di wajahnya. Pun demikian, ia mengatakan itu sambil melihat ke arah lain—ke arah sepasang kekasih yang sedang berpegangan tangan dengan wajah yang sedikit merona, "Kau yang lebih mengenalnya dibanding aku."
"Memang, sih…."
" … Belikan saja dia bros atau anting atau perhiasan apa pun, pasti dia akan senang," ujar Ai tiba-tiba, "sudah, ya, aku pulang!"
"Hei? Haibara!"
Dengan demikian, Ai siap beranjak pergi meninggalkan Conan. Sungguh, ketidakpekaan bocah itu kadang membuat Haibara ingin menamparnya. Sebuah tamparan—bisakah itu menyadarkan bocah yang sebenarnya sudah berusia 18 tahun itu? Oh, Kami! Padahal dia begitu tanggap untuk kasus yang membutuhkan pemikiran rumit, kenapa perasaan sederhana seperti ini saja dia tidak mengerti?
Atau … dia tidak mau mengerti?
Ai belum mendapatkan jawabannya saat tiba-tiba—
"KAITOOOOO! TIDAK ADA! Bros Aoko tidak ada! HILAAAANGG!"
—teriakan itu memecah keheningan.
Refleks saja, Ai menoleh. Demikian pula Conan. Dan alangkah terkejutnya mereka menyaksikan dua orang yang mirip dengan … Kudou Shinichi dan Mouri Ran.
Mirip, tapi berbeda.
"Whoa? Apa, nih?" sahut si pemuda. Tampak ia kebingungan menanggapi sang gadis yang terengah-engah, seolah habis berlari. Tidak salah, gadis itu memang baru saja berlari—dari toilet taman sampai ke tempat dimana pemuda itu menunggunya.
"Bros Aoko hilang, Kaito!" jawab sang gadis dengan kedua tangan yang terkepal di depan dadanya.
"Eh? Kau yakin? Sudah kaucari benar-benar?" tanya si pemuda yang dipanggil 'Kaito' tersebut . Sebelah tangannya masih tersimpan rapi di saku jaketnya yang berwarna kehijauan sementara tangannya yang lain tampak memegang boneka kecil berbentuk tidak jelas—entah gambaran dari makhluk apa boneka yang tengah dipegangnya. Di sampingnya, sang gadis berambut kecokelatan sebahu tampak sibuk mengacak-acak isi tas selempangnya. "Di dalam saku mantelmu?" tanya pemuda itu lagi sambil menunjuk ke mantel panjang berwarna kebiruan yang tengah dipakai gadis itu.
"Tidak ada," jawab si gadis dengan mata yang mulai sedikit berair, "Aoko tidak menyimpannya di dalam saku mantel, kok! Kaito sendiri melihatnya, 'kan? Tadi Aoko memasukkannya ke dalam tas setelah Kaito memegangnya…."
"Ada apa?"
DEG!
Mengikuti rasa penasarannya, Conan pun menghampiri kedua orang yang tampak sedang berdebat itu. Ia pun menangguhkan sejenak perihal urusannya mencari kado.
Ai sendiri sudah menatap sinis ke arah punggungnya sebelum sang gadis cilik menghela napas dan berlalu pergi meninggalkan Conan beserta semua rasa ingin tahunya. Sialnya, Conan bahkan terlalu lupa bahwa ia tengah bersama Ai kala itu. Kepergian Ai tidak disadarinya sama sekali. Belum, tepatnya.
Memiliki rasa ingin tahu memang satu hal yang bagus, tapi bagi sang pemuda mirip Shinichi yang memiliki nama lengkap Kuroba Kaito itu, rasa ingin tahu bocah tersebut sama sekali tidak bagus untuknya. Terlihat jelas ketika sang bocah mengeluarkan suara yang menarik perhatian dirinya dan gadis temannya sejak kecil—Nakamori Aoko—Kaito bergidik sesaat.
Mungkin keberuntungan memang sedang enggan menyertai Kaito. Bertemu musuh bebuyutannya di saat seperti ini sama sekali tidak menguntungkan. Syukurlah bocah itu tidak menyadari keterkejutan lain yang tersirat di matanya. Lebih lanjut, bocah itu juga tidak menyadari siapa dia sebenarnya. Atau … itulah dugaan Kaito pada awalnya.
"Eh … itu, Dik, bros Aoko hilang," jawab sang gadis dengan polosnya, "padahal bros itu baru Aoko beli tadi. Dan harganya cukup mahal…."
"Tsk, untuk apa juga cerita pada anak kecil?" jawab Kaito sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Sebelah tangannya tampak menggaruk bagian belakang kepalanya.
"Eh?"
"Tidak apa," jawab Conan sambil tersenyum mantap, "ceritakan saja, mungkin aku bisa membantu?"
"Eh?"
"Tidak ada gunanya, anak kecil bisa apa?" jawab Kaito lagi—sengit. "Hei, Dik," ujarnya sambil tersenyum dan kemudian menepuk kepala Conan, "cukup main detektif-detektifannya, ya?"
Senyum Conan mengembang. "Wah, kenapa, Kak? Aku kan cuma ingin tahu?" jawab Conan sambil memasang ekspresi anak-kecil-yang-tidak-berdosa andalannya. Mendadak, senyum itu pun berubah, menjadi senyum menantang, "Atau Kakak takut kalau aku terlibat lebih jauh dalam kasus pencurian ini?"
Kaito pun menghapus senyumnya sesaat. Sekilas, tatapan Conan dan Kaito terasa menusuk satu sama lain. Aoko yang tidak mengerti hanya bisa memandang keduanya secara bergantian sebelum akhirnya ia bersuara.
"Ehm … ano…."
"Hahahaha! Bocah ini lucu sekali!" potong Kaito sambil mengacak-acak rambut Conan dengan tangan kanannya seakan dia tidak mendengar ucapan Aoko sebelumnya. Sementara Conan yang mendapat perlakuan tersebut hanya memasang tampang tidak suka—cemberut. "Ne, Aoko, ceritakan saja padanya. Biar dia tahu kalau ini mungkin bukan kasus pencurian, tapi murni … kecerobohanmu!"
Aoko menggembungkan pipi. Oke, kasus ini memang belum bisa digolongkan sebagai pencurian, tapi bukan berarti juga bros-nya hilang karena kecerobohan Aoko sendiri, 'kan? Aoko yakin kalau ia sudah meletakkan bros-nya di dalam tas yang tertutup. Aman dan tidak mungkin jatuh.
Jadi … apa kemungkinan lainnya selain bahwa bros itu dicuri?
"Aoko akan mencoba menceritakannya," ujar Aoko bersemangat, "ehm … jadi begini…."
~FLASHBACK STORY WITH AOKO'S POV~
Hari ini, Aoko ada janji jalan-jalan dengan Kaito. Waktu itu, Aoko lagi menunggu Kaito di depan salah satu toko. Wah, Kaito terlambat lagi! Dan saat Aoko sedang marah-marahnya dengan Kaito, ada seorang wanita yang menegur Aoko. Wanita itu ternyata pemilik toko di belakang tempat Aoko berdiri.
"Ada apa, Nona?"
"Eh? Tidak … Aoko hanya menunggu teman di sini. Maaf, apa Anda terganggu kalau Aoko berdiri di sini?"
Wanita dengan rambut hitam yang dicepol itu hanya tersenyum. Dia kemudian menggeleng perlahan. "Sama sekali tidak," katanya, "tapi dibanding menunggu di luar, bagaimana kalau Nona menunggu di dalam? Barangkali ada barang yang membuat Nona tertarik."
Wanita itu memegang pundak Aoko seraya mendorong Aoko pelan ke dalam toko miliknya.
"Tidak, ano…."
"Di dalam ada perhiasan-perhiasan untuk gadis manis seperti Nona. Lihat-lihat saja dulu…."
Akhirnya, Aoko pun mengikuti wanita itu untuk masuk ke dalam tokonya. Dan ternyata … tokonya benar-benar aneh! Maksud Aoko, bukan apa-apa, sih, tapi … isi toko itu kosong sekali, seperti toko yang tidak siap buka toko.
Isinya sendiri lebih banyak perhiasan-perhiasan kecil. Kalung, jam tangan, anting, bros….
Tapi, Aoko langsung jatuh cinta pada sebuah bros berbentuk boneka beruang berwarna kecokelatan. Bros-nya tidak besar, tapi lucuuu sekali! Di lehernya ada pita berwarna merah muda. Pokoknya, tanpa pikir panjang, Aoko langsung membeli bros tersebut.
Awalnya, wanita itu mematok harga tinggi yang jelas-jelas membuat Aoko tercengang! Bayangkan! 3500 yen untuk sebuah bros? Memang, sih, wanita itu bilang kalau bros itu handmade dan segala macamnya, tapi Aoko lihat, walaupun lucu, tetap saja harganya tidak terjangkau oleh Aoko! Akhirnya, Aoko menawar harga bros itu. Si wanita awalnya tampak keberatan—bahkan menatap sendu ke arah Aoko, tapi akhirnya, Aoko berhasil mendapat pengurangan 1000 yen. Hehehe. Tetap mahal? Tapi, ya, sudahlah! Aoko sudah terlanjur suka, sih!
Begitu Aoko keluar, ternyata Kaito sudah menunggu.
"Tsk! Ternyata kau di sini," kata Kaito ketus.
"Hehe, maaf! Habis Kaito lama, sih! Jadi Aoko lihat-lihat dulu ke dalam! Dan … je-jreeeng!" Aoko pun memperlihatkan bros itu pada Kaito. Kaito langsung memasang wajah sinis sebelum menyambar bros lucu itu dari tangan Aoko.
"Kaubeli barang kayak gini?" tanya Kaito sambil mengangkat satu alisnya. Bros beruang Aoko diangkatnya tinggi-tinggi. "Tidak salah?"
Segera saja, Aoko mengambil kembali bros itu dari tangan Kaito. "Biarin, wee! Yang penting Aoko suka."
"Berapa?"
"Ng?"
"Harganya?"
"2500 yen!" Jawaban Aoko itu langsung membuat Kaito memasang wajah terkejut. Sungguh, Aoko tidak bohong! Apalagi, setelah itu, Kaito berkomentar.
"2500 yen? Untuk bros jelek itu? Yang benar saja! Kau ditipu, tuh!"
Kaito memang bodoh! Bisa-bisanya dia berkata begitu di depan toko tempat bros itu dijual! Dan … astaga! Wanita pemilik toko tadi melihat ke arah Aoko! Tatapannya … ukh! Mengerikan! Horornya, wanita itu kemudian beranjak ke arah Aoko dan berteriak, "PERGI KAU!"
Ketakutan, Aoko segera memasukkan bros tadi ke dalam tas dan dengan cepat, Aoko akhirnya menyeret Kaito menjauh dari toko itu. Setelah agak jauh dari toko aneh tadi, Aoko baru bisa bernapas lega. Aoko juga akhirnya punya kesempatan untuk menyelempangkan tas di pundak kanan Aoko, melintang sampai pinggang kiri Aoko. Nah, seperti ini.
"Wanita tadi galak sekali, ya?" Demikianlah komentar pertama yang bisa Aoko lontarkan setelah berhasil mengatur napas.
"Heeem…," jawab Kaito acuh tak acuh. "Tapi kayaknya dia bukan membentak kita, deh?"
"Eh? Masa, sih?"
"Mungkin?" imbuh Kaito sambil tertawa.
Lalu Aoko dan Kaito pun tidak lagi berbicara mengenai wanita di toko itu. Kami asyik berjalan-jalan di daerah pertokoan. Begitu sampai di dekat salah satu game-center, Kaito tiba-tiba bilang kalau dia mau membeli makanan ringan dan dia menyuruh Aoko menunggu—lagi. Huh! Kaito menyebalkan! Tapi, ya, sudahlah. Aoko akhirnya memutuskan untuk menunggu.
Saat Aoko sedang berjalan, tiba-tiba Aoko ditabrak seseorang di bahu. Aneh! Padahal jalan begini lengang, tapi orang itu bisa-bisanya menabrak Aoko. Seperti sengaja saja! Begitu Aoko melihatnya, orang bertopi rajut itu malah mendelik marah pada Aoko! Mengerikan! Padahal kalau dipikir-pikir, pakaian orang itu tidak seperti preman—sweater kehijauan, berkaca mata, syal panjang berwarna putih, rambut yang tertata rapi—dia seperti orang yang mau kencan.
"Go-gomen!" seru Aoko cepat sembari membungkuk. Selama beberapa saat, Aoko merasa bahwa orang itu terus memandangi Aoko. Tapi selanjutnya, orang itu pun hanya mendengus dan kemudian berlalu begitu saja. Aoko pun menghela napas lega sembari memegangi tali tas Aoko. Untunglah orang itu tidak marah dan membuat keadaan makin runyam.
Aoko kembali berjalan ke arah game-center. Tidak masuk, sih, cuma berdiam di depan permainan mencapit boneka. Lucu! Banyak boneka lucu di sana! Ah, Aoko sudah berpikir akan meminta Kaito mengambilkan satu untuk Aoko begitu dia datang nanti!
"Hoi!"
Ah, suara itu.
"Kaito … ng?"
"Untukmu," ujar kemudian sembari menyodorkan creepes ke depan wajahku.
"Eh?"
Bisa kaubayangkan? Kaito? Kaito yang pelit itu membelikanku creepes? Dunia pasti sudah mau kiamat. Hehehe, aku hanya bercanda.
"Terima kasih, Kaito!"
"Lalu? Apa yang kaulihat?" tanyanya sambil menelan potongan terakhir creepes miliknya. Tsk, cepat sekali dia makan, 'kan? Tapi memang, sih, saat Aoko melihatnya, dia sudah menghabiskan nyaris setengah lebih dari creepes miliknya. Hm, pasti sambil menunggu creepes Aoko matang, dia tidak sabar dan akhirnya menggerogoti creepes-nya sedikit demi sedikit.
"Oh! Aoko melihat boneka itu," jawab Aoko sambil menunjuk ke arah salah satu boneka dengan telunjuk tangan kiri. "Kaito! Bisa kau—"
Tanpa sadar, Aoko kemudian menggerakkan tangan kiri Aoko ke belakang dan secara tidak sengaja … memukul tangan kanan Kaito yang sedang berada di depan dadanya.
Prak.
"E-eh? Maaf! Kau tidak apa?" seru Aoko tambah panik saat melihat ada sesuatu yang terjatuh dari tangannya.
"Oh? Tidak apa."
"Itu…."
"Bandul kalungku," jawab Kaito sambil menunjukkan tali kalungnya yang jadi polos, "tadi rusak, dan aku baru mau memasangnya kembali." Kaito pun membungkuk dan kemudian mengambil kembali bandul kalung berbentuk persegi panjang sederhana yang terbuat dari logam berwarna agak gelap tersebut. "Lalu? Kaubilang apa tadi?"
"Uhm … boneka itu…," jawab Aoko sambil menunjuk ke arah salah satu boneka.
"Heh! Kau masih besar tapi masih suka boneka? Yang benar saja, Aoko!"
"Humph!" Aoko menggembungkan pipi—seperti yang biasa Aoko lakukan saat Aoko sedang kesal. "Aoko mau itu! Ayo ambilkan! Kalau tidak bisa … artinya Kaito cuma pecundang!"
"Heeeehh? Jangan meremehkanku, ya!" jawab Kaito setengah menyerigai dengan gigi-gigi yang sudah saling beradu.
Dan kau tahu? Dia berhasil! Uuh! Aoko kesal tapi … senang!
"Terima kasih, Kaito!" ujar Aoko sambil memeluk boneka yang tidak terlalu besar itu. "Nah, sekarang, mau ke mana lagi?"
Kaito melihat jam tangan di tangan kirinya. Hehehe, jam tangan itu hadiah dari Aoko saat dia ulang tahun. Entah Kaito sadar atau tidak, sebenarnya jam tangan itu sepasang dengan yang Aoko pakai di tangan kiri ini. Ah, tapi lupakan saja. Kaito kan tidak peka, dia pasti tidak sadar.
Lalu … umm … setelah itu, kami berjalan-jalan sebentar lagi di sekitar daerah pertokoan dan kemudian kami mengunjungi taman ini. Tiba-tiba, Aoko ingin ke toilet. Saat di toilet, Aoko membuka tas untuk mengambil sapu tangan dan saat itulah Aoko sadar, bros Aoko tidak ada!
~END OF FLASHBACK STORY WITH AOKO'S POV~
"Begitulah, Dik! Aneh sekali, 'kan?" ujar Aoko sambil sedikit menunduk, seakan menyamakan posisi matanya dengan bocah tak dikenalnya itu. "Kalau bros itu jatuh," tambah Aoko sambil kembali berdiri tegak dengan telunjuk yang terletak di bawah dagunya, "rasanya mustahil. Tas Aoko selalu tertutup, kok. Nih, seperti ini!" Aoko memperlihatkan tas sederhananya yang tertutup oleh resleting tunggal. "Tapi kalau dicuri juga, Aoko sama sekali tidak merasa ada tangan siapa pun yang masuk tas Aoko. Apalagi, Aoko yakin bros itu tersimpan cukup dalam di bagian tas," jelas gadis imut itu sambil menepuk-nepuk tasnya.
"Apa Kakak ingat, saat di pertokoan, tepatnya saat di dekat game-center, ada toko apa saja di sekitarnya?"
Aoko mengernyitkan alisnya sebelum ia mulai menghitung dengan jari-jarinya, "E … to … umm, ada toko olahraga, mini market, toko baju, toko listrik, restoran, toko kerajinan tangan … apa lagi, ya? Kaito, kau ingat?"
Kaito menggaruk pipinya. Lalu, dengan enggan, ia menjawab, "Tidak."
Setelah itu … hening—tidak ada tanggapan dari sang bocah berkacamata. Terlihat oleh mata Aoko, bocah itu tampak sedang memegangi dagunya dengan kepala yang sedikit menunduk. Ia tampak berpikir serius.
"Err … Dik?"
"Hahaha. Makanya kubilang, untuk apa cerita ke anak kecil? Dia belum tentu bisa membantumu!" ujar Kaito sambil mengacak-acak rambut Aoko. Aoko sendiri hanya mendelik kesal pada teman sejak kecilnya itu.
"Dik, tidak usah dipikirkan, ya? Sekarang Aoko dan Kaito akan menelusuri jalan kami semula dan barangkali kami bisa menemukan bros itu terjatuh," ujar Aoko seolah memberi semangat pada Conan. Gadis itu mulai tampak tidak enak karena melibatkan bocah yang bahkan tidak tahu apa-apa.
"Ehm," jawab bocah itu pelan, "sebenarnya, aku sudah tahu trik yang digunakan pencurinya untuk mencuri bros Kakak." Sebuah senyum santai menjadi pendukung perkataan sang bocah.
"Eh?"
"Tapi, ada satu hal yang belum kumengerti," tambah sang bocah—Conan, sambil kembali menyentuh dagunya.
"Benarkah? Lalu? Bagaimana caranya?"
"Menggelikan. Pasti bocah itu hanya main-main. Sudahlah, Aoko. Ayo kita pulang!"
DEG!
Seketika itu juga, Conan langsung mengalihkan kepalanya ke belakang. Seakan teringat tujuannya semula, Conan pun memucat.
Celaka! Aku mengabaikan Haibara! Tsk! Dia pasti sudah pulang sekarang! batin Conan menggerutu sementara tangannya menggaruk kepalanya dengan frustrasi. Sekarang gimana dengan kado untuk Ran, nih?
" … Belikan saja dia bros atau anting atau perhiasan apa pun, pasti dia akan senang."
Bagaikan mendapat pencerahan, Conan hanya bisa terbelalak. Ia pun mematung selama beberapa saat. Panggilan Aoko tidak digubrisnya.
"Oh," ujar Conan kemudian—lirih, "jadi begitu rupanya."
Sebuah seringai kemenangan pun dilayangkan sang bocah detektif.
***TO BE CONTINUED***
Heyaa! Saya kembali dengan fanfic di Fandom Detective Conan/Case Closed.
Special for Christmas, but hell! Nuansa Christmas-nya mungkin belum kerasa, ya? Hahay! Di chapter dua, mungkin baru akan terasa Christmas-nya (hopefully :P)
Oke, fic kali ini ada sedikit misteri di dalamnya. So, ke mana bros Aoko hilang? Siapa pelakunya? Apa tujuannya? Semua akan dikupas tuntas setajam … ehm! Semua akan dikupas tuntas di chapter selanjutnya. Jadi, sebelum chapter selanjutnya yang akan dipublish tanggal 25 Desember 2011, apa minna-san mau menebak trik-nya? Pelakunya? Tujuannya? Hahaha. Tapi jangan berharap trik yang canggih luar biasa, ya? Maklum, otak ane gak secanggih Aoyama-sensei. Ini aja susah payah mikirnya. Kalau nanti ternyata triknya aneh, janggal, harap dimaklumi, saya kan baru pertama kalinya terjun ke dunia kejahatan (?). Ahem, maksudnya, saya emang sengaja gak terlalu mematangkan triknya sampai bisa diterapkan di dunia nyata. Nanti kalau sampai mateng, ada yang niru kan gawat *ngelesmodeon X3
Well, kayaknya bacot saya sekian aja. Silakan tinggal pesan, kesan, saran, serta jawaban minna-san via review. ^^v
I'll be waiting.
Regards,
Sukie 'Suu' Foxie
~Thanks for reading~
