Fiction based from Masashi Kishimoto-san's Manga and Anime
Official Sekuel for You Stupid, Sasuke
Title : Nothing but All
Genre : Hurt/Comfort, Romance
Rate : T
Setting : AU
Pair : SasukexNaruto
Warn(s) :
1. Mungkin ceritanya akan sedikit aneh
2. Saya belum bisa melepaskan diri dari OOC, Typo, dan Ketidakjelasan Alur
3. Ini merupakan fic yang bertema Shounen Ai, Yaoi
4. Jika tidak menyukai fic dengan pair ini, I beg you, Do not read
–Apa yang telah kulakukan... hingga kau membuatku, hatiku begini?–
.
.
Musim semi telah menyapa.
Menebarkan suhu yang cukup membuat manusia menggigil kedinginan di waktu pagi maupun sore.
Meniupkan aroma harum dan nyaman dari berbagai jenis bunga yang berlomba untuk bermekaran dan menampilkan keindahan mereka.
Di sebuah kota yang ditinggali oleh seorang pemuda yang memiliki iris bak warna batu mulia, bunga-bunga yang identik dengan warna merah muda dan kecantikannya yang alami tengah bermekaran.
Sakura telah bermekaran dengan indah di sana –di kota tempat seorang pemuda bernama Namikaze Naruto tinggal.
Mahkota-mahkota sakura yang lepas perlahan karena tiupan angin tanpa dosa itu turun dan berhenti di pundak pemuda berumur delapan belas tahun itu.
Membuat sebuah memori yang tak ingin diputarnya lagi kembali datang.
Menyuguhkan sebuah rasa yang meronta pelan di dalam dadanya. Membuatnya berjengit karena rasa yang tak asing itu menyebar.
Membuatnya pusing.
Tiba—tiba, rasa sesak itu datang lagi... bahkan setelah dia pergi dari Kaisei High School satu tahun empat bulan yang lalu.
Kenangan akan kekasih–ah, bukan. Dia bahkan bingung bagaimana menyebutnya.
Entah apa namanya itu.
.
.
–Apa memang ini yang kau inginkan? Hanya... bermain-main denganku?–
.
.
Sosok pemuda itu sedang berjalan sambil memasukkan kedua pergelangan tangannya ke dalam saku mantelnya. Dia merapatkan syal yang membungkus erat lehernya yang berwarna senada dengan kulit kecoklatannya. Di sekelilingnya nampak uap-uap yang menunjukkan betapa dia merasa kedinginan.
Udara pagi pada hari ini memang sungguh menusuk sampai ke tulang. Pemuda tadi menggerutu sambil menutup mulutnya yang membuka karena sedang menguap.
"Jika hari ini bukan Anko-sensei yang menjadi dosenku, aku pasti masih tidur. Fuwwaah..." katanya sambil menguap –lagi.
Pemuda itu masih tetap menggerutu sambil sesekali menendang bebatuan kecil yang ada di jalan kecil yang dia lewati. Tiba-tiba dirinya dikagetkan oleh suara nyaring yang memanggilnya dari arah belakangnya.
"Narutoo! Tunggu aku!"
Kepala berhelai rambut kuning keemasan itu bergoyang sejenak. Dia berhenti, kemudian menolehkan kepalanya ke belakang.
Dilihatnya ada sesosok pemuda lain yang sedang berlari dengan sahabat sejatinya di sampingnya, seekor anjing.
"Yo, Kiba. Kau telat sekali," dengus Naruto saat Kiba sudah berada di sampingnya dengan napas sedikit terengah.
"Akamaru susah sekali dibangunkan. Dia tidur terlalu nyenyak," balas Kiba sambil merapikan syalnya yang hampir terlepas karena kegiatan yang dilakukannya tadi.
Akamaru menyalak tak senang. Seakan ingin membantah pernyataan pemuda berambut pendek berwarna coklat itu. Naruto memandang Akamaru yang terlihat kesal karena kesalahan yang tidak dilakukannya. Akamaru balas memandang Naruto, seakan ingin menyampaikan kalau dia tidak bersalah.
Naruto mengangguk kecil pada Akamaru, dia memahami reaksi Akamaru secara non–verbal. Dia mengedipkan sebelah matanya pada Akamaru dan tersenyum kecil.
"Bukannya itu kau, Kiba?" kata Naruto sambil terkekeh.
"A–apa? Darimana kau tahu, Naruto? Kau mengintip?" tanya Kiba. Dia tersentak saat Naruto menanyakan hal yang di
Akhirnya Naruto tak dapat menahan tawanya yang sudah berusaha ditahannya sejak tadi.
"Kau baru saja mengakuinya sendiri, Kiba–kun," Naruto tertawa sambil mengacak kepala Akamaru dengan lembut.
Akamaru menjulurkan lidahnya senang dan Kiba memasang tampang sebal karena dia telah ketahuan berbohong oleh sahabat baiknya ini.
"Sudahlah! Kita harus cepat berangkat! Aku tidak mau Anko–sensei menghukum kita hanya karena lelucon ini!" kata Naruto sambil berlari.
"Tu–tunggu aku!"
Kiba dan Akamaru mencoba menyusul Naruto yang memang tak diragukan lagi kemampuan berlarinya itu.
Walau terlihat sebal, dalam hati Kiba ada terbersit suatu perasaan lega. Dengan cepat dirogohnya ponsel yang tersimpan rapi di kantong jaketnya. Diketiknya sebuah pesan singkat dan segera dikirim kepada sahabat–sahabatnya.
Subject: Kaisei's XII A–4
Object : Non
Dia tertawa lagi... Kali ini dia benar–benar tertawa.
.
.
–Tak pernahkah dalam hatimu ada rasa cinta... bahkan sedikit pun?–
.
.
"Kau duluan saja, Kiba. Aku harus bertemu dengan Asuma–sensei dulu," kata Naruto sambil setengah berteriak.
"Heei! Nanti kau terlambat, Naruto!"
"Ini lebih penting!"
Asuma–sensei adalah seorang Rektor di Universitas tempat Naruto kuliah sekarang. Dia selalu mengirim surat yang bertulis tangannya sendiri kepada orang yang bersangkutan jika urusan itu penting. Dan surat terakhir yang dikirimkannya adalah surat untuk Namikaze Naruto, yang dikirimkannya kemarin.
Maka, jangan salahkan Naruto yang lebih memilih bertemu dengan Asuma–sensei lebih dahulu walaupun nanti dia akan mendapati hukuman dari dosen Biologi–nya yang 'sadis' itu.
Setelah menaiki tiga tingkat tangga, akhirnya Naruto tiba di depan pintu yang bertuliskan 'Rektor 's Room: You may smoke here, free.'.
Naruto heran dengan kebijakan yang dituangkan rektornya melalui papan pengenal yang terpasang rapi di depan ruangan itu.
Jika ada pertanyaan : Adakah seorang dosen atau guru mengizinkan orang lain untuk merokok di ruangan mereka?
Maka Naruto akan menjawab : Ada.
Seorang dosen–rektor pula– di Universitasnya dengan gratis dan tenang mengizinkan orang lain untuk merokok di ruangannya.
Malas untuk memikirkannya lebih jauh, Naruto mengetuk pelan pintu yang ada di depannya.
"Masuk," suara khas Asuma menyapa Naruto, mempersilakannya untuk masuk.
Dengan pelan dibukanya pintu itu dengan memutar gagang pintu tersebut. Aroma khas dari rokok menyapa indra penciumannya.
"Ada apa, Asuma–sensei?"
"Ah, duduklah dulu," kata Asuma sambil menunjuk sebuah kursi yang ada di depan meja kerjanya.
"Terima kasih," kata Naruto sambil memposisikan dirinya di hadapan orang nomor satu di universitasnya ini.
"Aku ada tugas untukmu," kata Asuma memulai pembicaraan. Kedua belah jemari tangannya dikaitkan dan diletakkan di atas meja.
"Kalau boleh tahu, apa itu sensei ?"
"Aku akan mengirim kau ke Universitas kenalanku."
"Maaf, tapi untuk apa?"
"Hm, ada seorang dosen yang penasaran dengan bakatmu dalam memberi pertolongan pada hewan, Naruto. Beliau sudah memperhatikanmu semenjak kau mengikuti Ujian Praktek beberapa waktu yang lalu."
Naruto hanya menganggukkan kepalanya,sebagai tanda kalau dia mengerti maksud rektor–nya ini.
"Kau akan belajar pada dosen itu selama tiga hari."
"Siapa beliau, sensei ?"
"Kalau tidak salah namanya Kabuto. Berangkatlah besok, kau akan tinggal di Guest House milik Universitas itu."
Sekali lagi Naruto menganggukkan kepalanya. Sebelum permisi dari ruangan itu, asap dari rokok yang dihisap Asuma kembali menyapanya, seakan mengantar kepergian sosok berhelai rambut keemasan itu menuju keping kenangan masa lalunya...
... yang akan jadi nyata sebentar lagi.
.
.
–Ah, begitu ya... Akhirnya kini aku memahami semua sikapmu itu, Sayang–
.
.
Setelah mempresentasikan hasil diskusi tentang organ dalam pada hewan vertebrata, akhirnya jam kuliah dari Anko–sensei selesai. Semua manusia yang ada di dalam ruangan yang kursinya tersusun seperti tempat duduk di bioskop beranjak dari tempatnya.
Membereskan tas mereka dan bersiap menuju kantin, perpustakaan, taman bahkan mungkin mencari–cari dosen yang entah berada di mana.
Kiba yang duduk di kursi bagian atas, menuruni tangga sambil melirik sahabat baiknya sejak SMA yang sedang terduduk diam di barisan ketiga dari depan. Entah sehak kapan, hal itu sudah menjadi kebiasaan Naruto untuk menunggu semua orang keluar terlebih dulu dari ruangan.
Kiba meringis.
Kebiasaan itu... datang dari dia. Seorang pribadi yang lebih suka menyendiri dan menunggu semua orang yang ada di kelas pulang terlebih dahulu, dan dia akan melenggang keluar kelas sendirian.
Sahabatnya itu... hampir menjelma menjadi salah satu bagian pribadi dari sosok pemuda beriris mata hitam kelam itu.
'Masih memikirkannya, ya. Naruto...'
Akamaru menyalak kecil dan menyadarkan Naruto dari lamunannya. Dia menoleh ke arah Kiba yang sedang menatap sendu padanya.
"Kiba... ada apa memandangku begitu?" tanya Naruto. Bingung dengan tatapan yang menyiratkan rasa sedih itu.
Kiba tak menjawab. Hanya diam. Kiba sungguh sangat mengerti, sahabatnya ini bukan 'sahabat'–nya.
Dia adalah pribadi lain yang memakai senyuman palsu agar orang yang ada di sekitarnya berpikir bahwa dia baik-baik saja. Tertutup secara tak langsung, menghindari perhatian dengan kata 'Aku-baik-baik-saja-kok-' sambil tertawa–atau bukan–lebar.
Ah, dia memang bukan Naruto yang dulu lagi.
Tapi, Kiba akan selalu ada di dekat Naruto untuk mendampinginya sebagai sahabat.
Menopangnya dengan bersikap tak peduli dengan perubahan Naruto.
Mencoba melindungi perasaan sakit yang masih tertoreh dalam di relung Naruto.
Mendukungnya dengan selalu mempercayai diri sahabatnya itu.
"Hei, kau melamun? Atau sedang ada perang dengan Shino?" goda Naruto sambil mengambil tasnya sambil menggantungnya di sisi pundak kanannya.
Kiba tertawa pelan. Meski sudah berubah, tapi sisi jahil pemuda di depannya itu tak pernah berubah.
"Baka!" Kiba menjitak kepala Naruto dengan sangat tidak pelan.
"Aduh! Jitakanmu selalu sakit seperti biasa Kiba!" Naruto menggerutu sambil mengelus bagian kepala yang dijitak Kiba tadi.
.
.
–Kau... kasihan padaku? Karena aku yang memintamu?–
.
.
Sambil menuju ke kantin, Naruto bercerita bahwa di akan pergi ke kota sebelah untuk mendalami pengobatan hewan. Semula Kiba terlihat baik-baik saja, namun ketika mendengar nama Universitas yang akan dituju Naruto, ekspresi wajahnya sedikit berubah.
'Di sana... tempat dia berada 'kan?'
Sesaat, Kiba ingin memberitahukan hal itu pada Naruto. Tapi, entah kenapa bibirnya terasa kaku. Menguak luka sahabatnya lagi itu sungguh berat baginya.
"Naruto..."
"Hm? Kenapa Kiba?"
Kiba menelan ludahnya yang entah mengapa terasa begitu keras untuk ditelan. Melihat Naruto memandang lurus padanya, entah kenapa dia tidak ingin ada hal yang buruk lagi pada sahabatnya.
"Ah, berhati-hatilah di sana ya! Jangan mempermalukanku!" kata Kiba sambil menepuk keras pundak Naruto sambil tertawa keras. Dia berlari kencang agar Naruto tak dapat membalasnya.
"Aakh! Sakit Kiba!" Naruto mengejar Kiba. Dan mereka berdua tertawa bersama-sama.
.
–Cukup... biarkan semua ini menjadi kenangan. Hanya kenangan...–
.
Besok, adalah awal di mana sang pemuda beriris mata warna batu mulia ini akan menghadapi kenangannya... tanpa bisa menghindarinya lagi.
Tiga hari ke depan, akankah ada keajaiban yang membuat luka semu yang dalam di lubuk hatinya sembuh?
Biarkan sang Pemilik Takdir yang menentukannya.
To Be Continued
R/N
Iya saya tahu kalau saya tidak bertanggung jawab. Banyak fic yang belum saya selesaikan, saya malah bikin yang baru T^T Ah, maaf kalau sekuelnya malah bermultichapter.. nanti kalau cuma satu chapter, saya takut saya terlalu meremehkan rasa sakit hati Naruto..
Maaf ya, Minna-sama. Sekuel yang kalian minta berupa cerita yang tidak bisa dibilang bagus ini.. Semoga Minna-sama bersedia membacanya :)
Terima Kasih untuk semuanya, Minna :)
