"Yoongi-ya, kau sudah mengerjakan PR sejarahmu? Aku bisa menconteknya? Yoongi-ya, kenapa kau diam terus, sih? Yoongi-ya, aku bosan. Kita pergi menonton saja, oke? Kau tidak mau? Jawab aku Min Yoongi! Aku benci padamu! Yoongi-ya, aku lapar. Yoongi-ya, aku benci sendirian."
.
"Manja sekali. Dan, serius, apa dia tidak capek terus-terusan membuka mulutnya? Yah… Walaupun sedikit menyenangkan juga, karena dia selalu membuat dunia di sekitarku begitu bising. Kadang-kadang, aku juga butuh kebisingan walaupun aku tidak mengatakannya."
.
The Other Side of The Door
.
.
.
Title : The Other Side Of The Door
Cast : BTS's Min Yoongi, Baek Seulgi (OC), EXO's Park Chanyeol, Other Casts Will Be Revealed During the Story
Genre : Romance, Slight piece of Comedy, Friendship
Rating : T
Length : Chaptered
Warning : Straight
Yang gasuka, jangan dibaca oke? :D
A/N : Holaaaaaaaaaa #Tebarbungalagi Kali ini Ane Bawa Mas Agus Buat Jadi Aktor Disini, karena ane udah gemes banget sama ke-swag-annya dia. Kali ini juga chaptered seperti FF sebelumnya, dan setiap chapter itu beda-beda cerita tapi masih nyambung, kok :D Feel Free to share this to the others, but still put the credit as My Name, Please.
Disclaimer : I Own The Story, Min Yoongi Owns Himself, and Bang PD-Nim Owns Bangtans :D
.
.
.
"Mana dasimu?"
Lagi, pertanyaan yang sama setiap hari.
"Aku tanya mana dasimu?"
Berisik.
"Iiihhh… Kau dengar aku, tidak?"
Dan, menyebalkan.
Min Yoongi segera mendorong kepala Baek Seulgi, dan berjalan melewati gadis itu begitu saja. Cuek. Dingin. Tidak acuh seperti biasa.
Lagipula, kenapa juga ia harus menanggapi Seulgi?
Baek Seulgi yang merasa gemas segera menyusul Min Yoongi sambil menggembungkan pipinya kesal. Yoongi selalu keras kepala, dan sikap ketidakpeduliannya itu selalu membuat darah Seulgi mendidih. Sampai kapan dia harus Seulgi urusi seperti bayi?
"Dasar keras kepala. Kau mau dihukum?"
Yoongi berniat akan segera memakai dasinya saat tiba di kelas nanti.
Niatnya, sih, begitu.
"Siapa yang peduli, kalau dasiku tidak terpasang—lagi?"
"Kau… Dengar, ya! Kepala sekolah akan menghukummu kalau kau sampai kedapatan kali ini."
"Biarkan saja. " Gumam Yoongi, benar-benar tidak peduli.
Serius, dia bukan anak nakal atau sejenisnya.
Hanya saja, terlalu diawasi dan diatur-atur oleh orang lain membuat Yoongi jadi memberontak agar orang itu kesal. Dan, dalam kasus ini, dia ingin Seulgi jengah dan berhenti mengaturnya seperti seorang babysitter.
Tentu saja respon Yoongi itu membuat Seulgi ingin menjambak rambut Yoongi sampai lepas semua, tapi tidak bisa ia lakukan karena mereka sudah berada di area sekolah. Salah-salah, malah Seulgi yang akan berakhir di ruang bimbingan konseling bersama Yoongi untuk menerima omelan.
Jadi, kali ini ia coba acuhkan saja Yoongi.
"Terserah kau!" Seulgi memisahkan diri dari Yoongi, dan segera berlari menghampiri kelompok gadis dari kelasnya yang juga sedang berjalan masuk melewati gerbang sekolah.
"Selamat pagi…"
"Pasti kau bertengkar dengan Yoongi lagi?" Nam Ji Ah segera bisa menebak, begitu melihat Seulgi muncul dengan wajah yang ditekuk—lagi.
"Heol…" Sahut Jung Eun Ji. "Kapan pasangan suami-istri kita ini bisa akur?"
"Kami bukan pasangan suami-istri!" Tukas Seulgi dengan wajah merah padam.
"Lagipula, kenapa kalian harus selalu bertengkar setiap pagi? Kata ibuku, kemarahan di pagi hari itu membuat dewa keberuntungan dan kekayaan jadi takut mendekat."
"Ah, entahlah…" Seulgi menghela napas panjang, lalu menggembungkan pipinya kesal. "Dia tidak pernah mau mendengarkan aku."
Giliran Ji Ah yang bicara lagi. "Ya, kau serumah dengan Yoongi tapi kau tidak pernah tahu bagaimana sifatnya? Sudahlah. Biarkan saja. Lebih baik, kau alihkan perhatianmu itu pada Park Chanyeol. Si tampan itu masih tergila-gila padamu."
"Ah, biarkan saja si mata besar itu!" Tukas Seulgi.
Moodnya masih sangat buruk untuk membahas hal-hal yang berbau roman.
Min Yoongi yang melihat Seulgi yang makin menjauh, hanya bisa menghela napas dan melanjutkan berjalan ke kelas mereka di lantai dua gedung paling barat di sekolah. Dia tidak suka saat Seulgi bertingkah seperti anak kecil dan marah-marah padanya seperti sekarang, tapi dia tidak berniat mengatakan apa-apa karena pikirnya lebih baik ia diam dan menghemat energi saja seperti biasa—sebab suasana hati Seulgi akan kembali membaik setelah setengah hari berlalu dan gadis itu akan segera menempelinya lagi dengan sendirinya.
.
.
.
Tidak ada yang tidak takut pada kepala sekolah Kim Young Woon. Bertubuh besar, tukang patroli, kejam, menyeramkan. Pokoknya yang terburuk dari yang paling buruk. Setiap hari, di waktu pagi hingga jam pulang, kepala sekolah Kim akan berkeliling dengan mistar kayu panjangnya, menggunakan mata elang kelaparannya itu untuk mengawasi setiap pergerakan yang dilakukan oleh para siswa, dan tanpa berpikir dua kali segera menghukum para pembuat onar yang kedapatan membuat masalah.
Sudah syukur kalau hanya kena damprat sampai muka menjadi basah kena percikan air liurnya. Yang paling berat, hukumannya bisa macam-macam.
Pokoknya, kepala sekolah Kim—sepaket dengan jutaan peraturannya—terus menghantui hidup setiap orang selama mereka adalah siswa di SMA Daehwa.
Makanya, Baek Seulgi mati-matian mengawasi Min Yoongi, agar cowok kurus berkulit pucat yang kekurangan gerak dan kepekaan sosial itu bisa terhindar dari masalah.
Tapi, Yoongi tidak mau melihat sisi positif itu, dan sekarang seisi kelas sedang menahan napas menanti musibah apa yang akan jatuh menimpa Yoongi dari langit karena tidak mengenakan dasi—kali ini benar-benar kedapatan.
Dan, Yoongi tampaknya benar-benar tidak peduli, karena raut wajahnya begitu damai, dan sikap tubuhnya begitu tenang.
Seulgi yang duduk di belakang kursi Yoongi rasanya benar-benar ingin menjambak rambut cowok itu sampai lepas semua.
"KAU!" Suara kepala sekolah Kim terdengar seperti geledek yang sedang mencari target sambaran. "Kulitmu pucat sekali—pasti karena kurang terkena cahaya matahari, jadi… BERDIRILAH DI TENGAH-TENGAH LAPANGAN SEPAKBOLA DAN ANGKAT TANGANMU SAMPAI BEL MAKAN SIANG!"
Seisi kelas segera dipenuhi dengan dengungan terkejut, sementara Seulgi sendiri hanya bisa menghela napas pasrah sambil menepuk jidatnya.
Tamatlah si pucat itu tergoreng sinar terik, walaupun kulitnya tidak akan menggelap semudah itu.
Dengan santainya, Yoongi berdiri dan membungkuk untuk memberi hormat sebelum berjalan meninggalkan ruang kelas.
Sesekali berjemur juga tidak apa-apa. Pikir Yoongi saat menuruni tangga.
Toh, dia juga tidak begitu bersemangat mengikuti pelajaran Sastra pagi ini—membaca selalu membuatnya kehilangan semangat dan mengantuk.
"Min Yoongi!"
Yoongi terkejut dan langkahnya terhenti di anak tangga yang terakhir. Ia segera berbalik.
"Kenapa kau keluar juga?"
Seulgi hanya terkekeh. "Ayo…"
Yoongi pasrah saja saat Seulgi menariknya ke tengah lapangan dan mereka berdua segera mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi dengan otomatis. Dengan mudah, Yoongi menyimpulkan bahwa Seulgi ikut dihukum juga.
Yoongi baru akan bertanya kenapa gadis itu bisa berakhir seperti dirinya, saat ia menoleh dan tatapannya tertuju pada bagian leher seragam Seulgi, dan keningnya segera berkerut samar.
Si konyol berkepang kuda di sebelahnya ini ikut melanggar peraturan? Sejak kapan Baek Seulgi menjadi siswa yang begitu? Belum semenit, keringat sudah memenuhi kening Seulgi dan membuat poninya menjadi lembab.
"Auh! Panas sekali!"
Jelas-jelas bukan tipe yang kuat menahan hukuman.
Menahan senyum, Yoongi kembali melihat ke depan sementara sinar matahari terasa membakar-bakar bagian belakang tubuhnya.
"Auh!" Keluh Seulgi lagi, menurunkan kedua tangannya sebentar. "Mengangkat kedua tangan saja sudah sangat buruk, bagaimana mungkin kau tahan dijadikan ikan asin juga?"
Yoongi tidak menanggapi.
Dan, Seulgi yang kesal segera mengangkat kedua tangannya kembali.
"Kenapa kau mau dihukum?"
"Biar saja."
Seulgi menggeleng tidak terima. "Jawabanmu salah."
"Tsk, kenapa tidak diam saja dan pikirkan bagaimana agar kau tidak pernah terkena hukuman seperti ini lagi?"
"Aku haus."
"Lalu?"
"Kau harus traktir aku es krim setelah ini, oke?"
Yoongi malas menanggapi.
"Aku mau yang cokelat kacang. Kau dengar aku?"
Yoongi menghela napas, dan memilih memejamkan mata.
"Kalau kau haus, kau juga bisa membeli satu untukmu sendiri. Aku jamin rasanya enak. Kau mau coba? Cobalah!"
Bahkan ditengah ujian begini, Seulgi tidak pernah berhenti mengganggunya.
.
.
.
Saat jam makan siang tiba, Yoongi dan Seulgi segera kembali ke kelas mereka. Ji Ah dan Eun Ji segera menjerit histeris melihat sahabat mereka berhasil melewati hukuman dengan selamat, walaupun wajahnya tampak kecokelatan—efek terbakar sementara—dan keringat membasahi seluruh wajah hingga ke leher serta atasan seragamnya.
Mereka segera menyambut Seulgi duduk, menghujani gadis itu dengan belasan helai tisu dan sebuh buku catatan tipis yang dijadikan kipas.
"Aigo! Bayi kecil kita…"
"Kau lapar?"
Seulgi mengangguk tanpa daya.
"Kau haus?"
Seulgi lagi-lagi hanya bisa mengangguk.
"Seulgi-ya, Pinjam sapu tanganmu." Yoongi berbalik ke belakang.
Tidak mendengar perkataan Yoongi, Eun Ji dan Ji Ah segera menarik Seulgi untuk berdiri lagi dan mereka bergegas menuju ke pintu.
"Ya! Min Yoongi!" Panggil Eun Ji bersemangat, sementara mereka bertiga berhenti sejenak di ambang pintu. "Kami bawa istrimu sebentar, oke?"
Dengan enggan, Yoongi melambai-lambaikan tangannya agar ketiga gadis ricuh itu segera meninggalkan kelas dan memberikannya sedikit ketenangan.
Awalnya wajah Yoongi selalu memerah padam saat banyak yang memanggil Seulgi sebagai istrinya, tapi lama-lama Yoongi jadi terbiasa dan tidak begitu peduli.
Selalu tak acuh
Dingin.
Terserah.
Yoongi kembali menoleh ke belakang, ke arah tas Seulgi yang tergeletak di atas meja.
Dia butuh sapu tangan gadis itu.
Tanpa ragu, ia segera meraih tas Seulgi dan merogoh-rogoh ke dalam.
.
.
.
Eun Ji dan Ji Ah segera membangunkan Seulgi begitu bel pulang berbunyi.
Sambil membersihkan sisa-sisa liurnya yang sudah mengering, gadis itu segera berdiri sambil memakai ranselnya dan mengamati seisi kelas yang sudah kosong melompong itu.
"Mana Yoongi?"
"Lihatlah, begitu bangun siapa yang dia cari?" Sindir Ji Ah, sementara mereka bertiga sudah berjalan meninggalkan kelas. "Dia akan menunggumu di gerbang katanya."
"Kau tidak bisa berpisah dari suamimu sebentar saja, ya?"
"Ya! Dia bukan suamiku!"
"Aigo…" Eun Ji menyikut pinggang Seulgi. "Masih malu-malu mengakui rupanya."
"Apa yang harus diakui, sih?"
"Ya… Sekali lihat saja, setiap orang juga pasti akan tahu kalau hubunganmu dan Yoongi itu berbeda."
"Benar." Ji Ah menimpali. "Kalian tidak pernah memikirkan itu?"
Yoongi sudah pasti tidak pernah memikirkan itu sama sekali—tidak ada yang pernah benar-benar cowok itu pikirkan dengan serius, dan Seulgi rasa dia juga tidak pernah memikirkannya.
Mungkin.
Lagipula, berbeda itu mustahil.
Sejak kedua orang tuanya tewas dalam kecelakaan pesawat saat ia baru berusia satu tahun, ibu Yoongi yang merupakan kepala pelayan di rumahnya, jadi memiliki tugas ganda untuk menjadi pengasuh Seulgi sampai gadis itu berusia dua puluh tahun dan bisa mewarisi semua kekayaan keluarga Baek.
Maksud Seulgi, ia sudah tumbuh besar dan melakukan banyak hal bersama Yoongi sejak ia bahkan baru belajar berjalan. Memberi dan berbagi. Sesuatu yang seperti semua orang duga selama ini, bukanlah hal yang benar-benar akan terjadi pada hubungan mereka.
Seulgi hanya senang menempeli Yoongi, dan walaupun kadang-kadang bersikap sinis atau galak, Yoongi tidak pernah menolak Seulgi dan bahkan selalu melindungi gadis itu.
Apa yang orang-orang lain itu tahu?
Tidak bisa.
Setidaknya, tidak dalam kehidupan yang ini.
"Terserah bagaimana kalian melihatnya."
"Uuhh…" Ji Ah jelas-jelas terdengar menggoda kepasrahan Seulgi. "Bagaimana kami melihatnya, kau menyukai Yoongi dan si pucat itu juga menyukaimu. Gerak-gerik kalian begitu jelas, bahkan isyarat mata kalian saat bertatapan sangat berbeda."
Seulgi ingin sekali menjitak kepala Ji Ah, tapi kedua tangannya masih terlalu pegal untuk digerakkan.
"Apa kalian sudah jadi pengamat sekarang? Belajar saja yang rajin, agar bisa naik kelas dengan peringkat yang membaik!"
"Kau tidak percaya pada kami?" Tantang Eun Ji. Mereka sudah tiba di lantai satu gedung kelas dua, dan mulai berjalan melintasi lapangan rumput yang luasnya tiga kali dari lapangan bola di tengah-tengah area sekolah. "Kau bilang siapa yang dengan sabar mengurusimu saat kau mengalami patah tulang musim panas lalu."
Ingatan Seulgi segera mengembara, dan dia ingat saat mencoba belajar mengayuh sepeda milik Yoongi walaupun si pucat itu sudah mati-matian melarangnya.
"Min Yoongi."
"Betul!" Eun Ji makin bersemangat mengompori Seulgi. "Siapa yang menjagamu saat kau terserang demam tinggi?"
"Min Yoongi."
"Tepat sekali! Dan, kau bilang siapa yang, uhuk, memelukmu saat kau gemetar ketakutan karena suara kepala sekolah Kim? Aku bercanda. maksudku suara guntur pada malam yang diselimuti hujan badai waktu itu?"
Wajah Seulgi segera memerah padam, dan ia akhirnya menghela napas kalah.
"Min Yoongi juga."
"Betul! Bukan kepala pelayan Min, tapi Yoongi!"
Seulgi segera menggeleng-geleng.
"Lalu kenapa? Ya! Dia melakukan itu karena tanggung jawab! Kepala pelayan Min harus menjagaku, otomatis Yoongi juga."
"Uugh…" Ji Ah gemas sekali dengan sikap defensif Seulgi. Mereka bertiga sudah berjarak dua meter dari gerbang, dan sosok kurus Yoongi terlihat bersandar di salah satu pilar penyangga gerbang sambil sesekali menguap. "Terserah kalau tidak mau percaya. Nanti kau juga akan lihat sendiri kalau kami ini benar."
"Terserah. Aku pulang duluan." Pamit Seulgi tidak mau peduli lagi, segera berlari menghampiri Yoongi yang belum melihatnya, meninggalkan Ji Ah dan Eun Ji yang hanya bisa menggeleng pelan. "Yoongi-ya!"
Yoongi menoleh ke arah Seulgi datang, lalu mengangguk dan berjalan menuju ke halte bus bahkan sebelum gadis itu tiba di hadapannya. Dengan dongkol, Seulgi mempercepat larinya menyusul Yoongi.
Mereka memang tidak pernah pulang dengan mobil jemputan Seulgi, karena gadis itu tidak ingin terlalu diperlakukan seperti seorang tuan putri.
Seulgi tersenyum lebar. "Kenapa tidak pulang duluan saja?"
"Tidak bisa." Yoongi memandang lurus ke depan. "Kau tidak biasa pulang sendiri."
"Kenapa tidak membangunkanku."
"Malas."
"Kau bisa menungguku di kelas."
"Berisik." Gumam Yoongi, dan Seulgi tahu cowok itu merujuk pada dua orang sahabatnya. "Kepalaku bisa sakit kalau sampai mendengarkan mereka."
"Jahat sekali." Keluh Seulgi, tapi ia tersenyum lagi. "Besok pastikan untuk memakai dasi."
"Ugh." Yoongi malas mendengarnya—lebih baik katakan itu pada diri Seulgi sendiri. Dengan enggan, dia menyodorkan sebuah plastik yang sedari tadi ia bawa, masih tidak melihat gadis di sebelahnya itu. "Ambillah."
Seulgi segera mengambil kantong itu dengan antusias dan matanya menjadi berbinar-binar dengan cepat saat melihat apa isi di dalamnya. "Es krim! Rasa cokelat kacang! Huwaa! Kau yang terbaik! Terima kasih, Min Yoongi! Aku menyayangimu!"
"Diamlah dan makan saja!"
"Ihihihihi…" Pipi Seulgi merona samar saat ia melirik si pucat penuh kejutan di sebelahnya itu. "Kau perhatian juga, ya? Apa-apaan ini? Tadinya kupikir kau tidak mau membelikanku."
"Ugh." Keluh Yoongi lagi, membuang muka ke arah lain untuk sesaat, lalu ia menoleh pada Seulgi dengan satu tangan yang terulur lagi. "Pakai ini."
Koyo untuk meredakan nyeri otot?
"Tempelkan sebelum tidur, jadi kau bisa istirahat dengan nyenyak nanti malam."
Seulgi segera saja tersenyum lebar saat mendorong bahu Yoongi, setelah dia mengambil kemasan koyo tersebut.
"Kau benar-benar berkepribadian ganda, ya? Sedikit-sedikit baik, lalu sedikit-sedikit jadi karnivora lagi."
"Kalau tidak mau ya sudah!"
Apa susahnya mengucapkan terima kasih tanpa banyak berputar-putar?
"Enak saja!" Seulgi segera menyelamatkan kemasan koyo di tangannya itu sebelum dirampas kembali oleh Yoongi, mengangkat kemasan itu tinggi-tinggi dan mengamatinya sambil tersenyum lebar. "Aku akan memakainya nanti malam."
Sekarang mereka berdua sudah duduk di halte bus yang sepi.
Dengan suasana hati yang sepenuhnya riang, Seulgi menyantap es krimnya sambil sesekali terkikik senang dan menggumamkan nada-nada seperti anak kecil.
Yoongi melirik Seulgi, dan kali ini dia tidak bisa menahan senyuman tipisnya untuk tidak tersungging.
"Hei…"
"Apa?" Seulgi menoleh ke arah Yoongi.
"Kau benar-benar menyukainya—bongkahan es itu?"
"Tentu saja…" Seulgi menggigit potongan kecil es krimnya yang terakhir, lalu membersihkan sudut bibirnya dengan salah satu punggung tangan.
"Mau kubelikan lagi lain kali?"
Kedua mata Seulgi membulat senang. "Sungguh?"
Yoongi tertawa pelan, lalu mengangguk dan membuat Seulgi segera memekik senang. Gemas, ia mengacak-acak rambut Seulgi.
PLAK!
"YA!" Yoongi segera mengusap-usap bahunya yang kena pukul."Sakit tahu!"
"Sudah kubilang jangan merusak rambutku!"
"Kau tidak sampai menjadi botak, jadi tidak perlu terlalu mempermasalahkannya!"
"Kau yang tidak tahu tentang wanita mana mengerti hal-hal seperti ini? Aku marah padamu! Kau menyebalkan!"
"Memangnya kenapa rambutmu harus selalu kelihatan bagus? Supaya kau bisa bergaya di depan Park Chanyeol?"
Mata Seulgi membulat lagi, tapi kali ini karena dia kesal. "Memangnya kenapa kalau aku ingin selalu kelihatan cantik?"
Yoongi terperangah untuk dua detik itu, tapi kemudian ia segera mendengus dan kembali menatap lurus ke depan. "Sudahlah. Lupakan saja…"
"Heol…" Seulgi meledek Yoongi. "Benar-benar menyebalkan…"
Yoongi hanya menghela napas pelan, lalu menguap satu kali.
.
.
.
"Sialan!"
Yoongi segera menoleh ke belakang, saat mendengar Seulgi yang terkesiap dan mengeluarkan umpatan itu. Jung Eun Ji dan Nam Ji Ah belum tiba, jadi suasana pagi di dalam kelas II-B itu masih lumayan tenang, setidaknya bagi Yoongi.
"Ada apa?"
Seulgi meremas leher seragamnya. "Aku lupa memakai dasi."
Yoongi ikut mengumpat—dalam kepalanya.
Ini adalah hari kedua dimana dasi mengacaukan semuanya. Lagipula, siapa yang suruh Seulgi terlambat tidur semalam? Dia jadi kerepotan pagi tadi, kan?
"Kau sudah periksa tasmu?"
Seulgi mengangguk dengan raut wajah pucat pasi, dan Yoongi segera mengumpat lagi.
Pintu kelas yang membuka membuat Yoongi dan Seulgi terkesiap, lalu jantung keduanya mencelos saat melihat jika itu adalah Eun Ji dan Ji Ah. Dengan senyum lebar, Eun Ji segera duduk di samping Seulgi sedangkan Ji Ah duduk di kursi sebelah Eun Ji di deretan sebelah.
Mereka berdua menyadari ketegangan yang terjadi pada si 'pasangan suami-istri' di samping mereka itu, dan segera saling bertatapan penuh makna terselubung.
"Apa ini? Kalian bertengkar lagi?"
"Aku akan jadi ikan asin lagi…" Keluh Seulgi, membaringkan kepalanya di atas meja menghadap Eun Ji. "Aku meninggalkan dasiku di rumah."
"Omo!" Sahut Ji Ah dari kursinya. "Ya! Matilah kau… Kenapa bisa sampai lupa?"
Seulgi tidak menjawab, dan hanya bisa makin menekuk wajahnya dengan perasaan takut dan kesal.
Beberapa orang siswa sekelas mereka yang masih berkeliaran di lorong tampak segera berlari masuk dan duduk di kursi masing-masing, dan suasana kelas sendiri dengan cepat berubah menjadi sangat tenang.
Hening yang menegangkan, dan Seulgi panik saat tahu dalam hitungan detik lagi kepala sekolah Kim akan segera memasuki ruangan dan kembali mengirimnya ke tengah lapangan—
"Yoongi-ya!" Desis Seulgi terkejut, saat Yoongi menariknya berdiri.
Yoongi melepas dasi miliknya sendiri. Maju dan memasangkan potongan kain itu pada Seulgi yang mematung, susah payah membentuknya menjadi model pita seperti dasi milik para anak perempuan.
Seulgi perlahan mendongak, lalu menelan ludah—ia dekat sekali dengan Yoongi.
Yoongi mundur, tepat saat pintu membuka dan suara kepala sekolah Kim segera menyambar pada detik berikutnya.
"Kau!"
Yoongi segera berbalik.
"Kau lagi? Mana dasimu—lagi?"
"Maaf—aku akan ke lapangan sekarang." Yoongi membungkukkan badan sebentar, lalu berbalik pada Seulgi lagi sebelum meninggalkan kelas. "Jangan coba-coba berpikir untuk menyusulku. Kau mati kalau melakukannya."
"Oh…" Kepala sekolah Kim sedikit terkejut dengan salah satu anak didiknya yang ternyata lumayan aneh ini, dan memperhatikan kepergian Yoongi dengan terheran-heran.
Lalu, pria bertubuh tambun itu segera beralih memberikan ceramah pada para siswa yang masih duduk dengan sikap tubuh menegang di dalam kelas tersebut.
Eun Ji juga segera menarik Seulgi untuk duduk.
Hingga guru mata pelajaran masuk dan memecah ketegangan, Seulgi terus duduk menunduk dan memperhatikan dasinya.
"Harusnya Seulgi lihat bagaimana Yoongi menatapnya tadi."
"Yoongi benar-benar tidak bisa ditebak."
"Dia benar-benar melindungi Seulgi."
"Dia benar-benar menyukai si jelek ini."
Seulgi terlalu bingung untuk menanggapi bisik-bisik antara Ji Ah dan Eun Ji itu, dan hanya bisa mengeluarkan buku catatannya sambil memikirkan bagaimana Yoongi bisa berdiri sendirian di luar sana.
Ia tidak harus repot-repot membuang tenaga untuk memikirkan si pucat itu.
Yoongi bukannya cowok lemah seperti kelihatannya, dan Yoongi akhirnya selalu bisa melewati apapun yang dia hadapi.
Seulgi tidak pernah repot-repot mengkhawatirkan Yoongi.
Tapi, Seulgi tetap tidak bisa fokus pada penjelasan gurunya di depan kelas.
.
.
.
"Apa?" Yoongi mengangkat wajahnya dengan malas.
Seulgi menggeleng, lalu kembali menunduk memperhatikan tugas rumah yang sedang ia kerjakan—sudah sejam dan baru satu dari sepuluh nomor yang selesai. Seulgi bukannya sangat bodoh pada pelajaran bahasa asing, tapi dia masih tidak bisa berpikir.
Yoongi mendengus kesal, kembali sibuk dengan tugas bahasa asingnya sendiri.
Seulgi melirik Yoongi lagi, dan tangan cowok itu yang sedang bergerak-gerak mencatat segera terhenti.
Yoongi bisa merasakan tatapan Seulgi, tentu saja.
Seulgi segera menunduk sebelum Yoongi mendapatinya, tapi cowok itu sudah terlanjur kesal bermain intip-diintip dengan Seulgi. Yoongi segera meletakkan pulpennya dengan kasar, lalu mendongak sambil mendengus sebal lagi.
"Kau kenapa, sih?"
Seulgi mendongak dengan raut wajah sedih. "Bisa tidak kau tidak usah membentakku begitu?"
"Makanya katakan ada apa! Jangan menggangguku dengan aura aneh ini."
Seulgi menggigit bibir.
"T-Terima ka-sih… Untuk y-yang tadi. Di, eh, kelas."
"Aku melakukannya karena kau mengacau." Tukas Yoongi dingin, lalu kembali fokus pada tugasnya.
Kenapa wajah Seulgi harus memerah?
Kenapa Seulgi harus membuatnya merasa canggung?
Kenapa tidak menjerit-jerit mengucapkan 'terima kasih, Min Yoongi' dan 'aku menyayangimu' seperti biasanya saja?
Yoongi mendongak lagi, karena gadis itu masih mematung memperhatikannya.
"Kalau besok kau mengacau lagi, aku tidak akan peduli."
"B-Baiklah… Aku tahu." Seulgi menggembungkan pipinya sedih, mencoba berkonsentrasi pada tugas rumahnya sendiri.
Yoongi menghela napas, ikut menunduk dan sekarang giliran dia yang sepertinya tidak bisa berpikir.
.
.
.
Min Yoongi butuh sapu tangan Baek Seulgi.
Tanpa ragu, ia segera meraih tas Seulgi dan merogoh-rogoh ke dalam.
Tapi, yang ia tarik keluar adalah potongan kain yang sama sekali berbeda.
Bermotif garis kotak-kotak, dengan bagian yang melebar di kedua sisinya.
Dasi.
Yoongi mematung.
Setengah hari tadi Baek Seulgi dihukum bersamanya, karena gadis itu tidak pakai dasi juga.
Atau… Gadis itu sengaja melepasnya.
Yoongi menghela napas, dan memasukkan dasi itu kembali, meletakkan tas Seulgi ke posisinya yang semula.
Baek Seulgi bodoh.
Gadis itu bodoh, karena selalu memutuskan sesuatu semaunya saja. Dia tidak pernah menggunakan otaknya yang encer itu.
.
.
.
Preview Chapter Selanjutnya:
"Kau mau kubelikan cokelat?"
"Yoongi mengawasiku?"
"Moon Jae Hee bekerja di kafe itu."
"Terima kasih, Min Yoongi. Aku tidak menyangka kau akan melakukan ini untuk membantuku."
"Bingkisan cokelat itu dari Park Chanyeol."
"Kau sudah bekerja keras, Seulgi-ya."
.
.
.
To be continued. :D
Anw, ini kayak drama-drama yah pake Preview Segala Kkkkkk yang pasti udah mulai rumit deh.
A/N :Jung Eun Ji itu memang Member APinkeu, sedangkan Nam Ji Ah itu OC Seperti Seulgi. Kenapa namanya harus Seulgi, biar bunyinya sama dengan nama Yoongi. Itu aja LOL :D
.
