DISCLAIMER : TITE KUBO
STORY IDEA BY : AZURA KUCHIKI
STORY BY : IZUMI KAGAWA
RATED : T
GENRE : DRAMA - ROMANCE - MISTERI
WARNING : Seperti biasa, banyak typo. Hubungan kekeluargaan atau gambaran kota mungkin berbeda dengan yang ada di komik Bleach.
Kisah ini hanya fiksi belaka, bila ada kesamaan kejadian mungkin kebetulan semata.
Bila tidak suka bisa langsung tekan tombol close, karena author sama sekali tidak memaksa untuk membaca, kami hanya menyalurkan apa yang sudah ada di pikiran kami dan meramaikan FFN, terima kasih
Selamat membaca!
HOAX
by : Azura Kuchiki dan Izumi Kagawa
PROLOG
Lagu lama. Alunan nada yang telah lama menghilang dari kehidupannya, bukan karena kesalahpahaman, namun karena situasi yang tidak memberi pilihan. Ichigo memberanikan diri menapakkan kakinya menuju alunan nada yang hilang itu. Di hadapannya ada deretan rumah kayu dengan cat warna-warni, namun hanya ada 1 yang menjadi pusat perhatiannya, rumah kayu biru bergenting putih, ada teras kecil berpagar kayu warna putih dengan beberapa pot bunga mungil yang menggantung di atasnya. Ada seorang gadis di sana, berdiri membelakanginya. Gadis itu mengenakan dress selutut warna kuning pastel, rambut hitamnya digulung ke atas memperlihatkan bagian kulit lehernya yang putih serta luka gores kecil sepanjang yang diingatnya. Sama seperti dulu, gadis itu tetap menawan dan membuat jantungnya berdegup kencang setiap kali hendak bertemu. Baru satu langkah, Ichigo kembali mengambil langkah mundur. Tiba-tiba muncul berbagai macam spekulasi di benaknya, bagaimana jika gadis itu telah menikah? Bagaimana jika gadis itu telah melupakannya? Bagaimana jika-
"Kau tidak akan tahu kalau kau tidak bertanya langsung padanya, Nii!"
Yachiru, seorang gadis berusia 15 tahun yang tiba-tiba berdiri di sampingnya, menepuk pelan pundaknya, mengurungkan kata jika yang akan muncul entah sampai berapa banyak.
"Kau benar."
Perkataan Yachiru mengumpulkan kepercayaan dirinya kembali, ia pun memberanikan diri berjalan mendekat hingga ke depan pagar rumah, hanya 5 langkah dari gadis yang ditujunya.
"Hai!" sapanya gugup.
Gadis itu berbalik, senyum yang awalnya merekah menjadi pudar perlahan. Pot kecil berisi bunga lavender diletakkannya bersama beberapa pot kecil berisi berbagai macam bunga indah di bawah kakinya. Gadis itu memiringkan kepalanya, mata amethyst-nya menatap heran.
"Kau benar-benar tidak mengenaliku?" tanya Ichigo yang kemudian melepas kacamata hitam dan topinya, barulah setelah itu sang gadis menutup mulut dengan kedua tangannya, kedua matanya tampak sangat terkejut.
"Kau? Bagaimana bisa kau-"
"Terkejut?" tanya Ichigo sambil tersenyum.
"Dan dia adalah..."
"Hai Nee! Kau melupakanku juga?"
"Yachiru?"
Gadis itu menuruni anak tangga rendah kemudian memeluk Yachiru.
"Aku juga merindukanmu, Nee," ujar Yachiru tanpa mendengar satu patah kata pun darinya.
"Ada urusan apa kalian datang kemari?" tanyanya, tatapan matanya mengarah pada Ichigo, ada perasaan rindu terpancar di matanya, bercampur dengan rasa kesal lantaran pemuda itu telah melanggar janjinya 5 tahun silam.
"Ichigo-nii mendapat tawaran untuk bernyanyi di acara amal yang kebetulan ada di Seiretei. Selagi berada di sini, aku menyarankan untuk mencari alamatmu. Jika tidak dipaksa, dia tidak akan datang."
"Benarkah?" selidiknya.
"Ya, seperti yang dikatakan Yachiru," karena Ichigo tidak mau membuatnya marah, namun sesaat ada gurat kekecewaan yang muncul di wajah gadisnya, hanya sekejap, kemudian ia tersenyum.
"Baiklah, karena kalian sudah datang, ayo masuk ke dalam rumahku."
"Tidak perlu, Nee! Aku hanya menemani Ichigo-nii dan memastikan bahwa ia telah bertemu denganmu," Yachiru melirik ke bawah kemudian beranjak pergi, "Cincin yang bagus, Nee! Aku harus kembali untuk menyusun jadwal Ichigo-nii!" Yachiru semakin menjauh.
Ucapan terakhir Yachiru membuat semangat Ichigo kembali surut, tiba-tiba saja suasana menjadi canggung.
"Err... Yachiru adalah manajerku saat ini, sejak 3 tahun yang lalu."
"Dia sangat bersemangat, kuharap ia sudah melupakan kejadian itu."
"Aku ingin mengajakmu makan di luar, sejujurnya aku tidak tahu di mana kafe atau restoran yang bagus di daerah sini."
Gadis itu tersenyum lembut, "Baiklah. Aku akan ganti baju, tunggu aku 5 menit."
"Rukia?"
Gadis itu berbalik, baru saja ia hendak masuk ke dalam rumahnya.
"Bolehkah bila aku berkata bahwa... aku merindukanmu?"
Gadis itu hanya terenyum, tanpa menjawab ia masuk ke dalam rumah.
Ichigo sangat yakin sekilas wajah gadis itu berubah tersipu malu, Ia pun juga begitu. Rasa rindunya membuncah hingga tak sanggup lagi ditahan walau sekedar di bibir saja. Ia sangat merindukannya, entah ia sudah menjadi milik orang lain atau tidak.
^HOAX^
Rukia mengajak Ichigo duduk untuk menikmati kue dan secangkir teh di Roku, sebuah kafe dengan nuansa putih di Seiretei. Mereka duduk di sudut kafe, sesekali Rukia melihat etalase yang memajang berbagai macam kue. Ia terpaksa melakukannya, melihat ke sekeliling kafe, asalkan tidak melihat wajah Ichigo.
"Enak," ujar Ichigo, dan saat itu tatapan mereka bertemu. Cepat-cepat Rukia menunduk, menikmati Coklat Lava miliknya dengan canggung.
"Kafe ini terbilang baru, syukurlah kau menikmatinya."
"Bagaimana kabarmu, Rukia?"
"Baik. Kau?"
"Baik. Bagaimana kabar ayahmu?"
"Oh, ayahku sudah meninggal 2 tahun yang lalu."
Ichigo melihat pada jari manis tangan kanan Rukia dengan ragu-ragu, ia ingin mengajukan pertanyaan, namun ia takut mendengar jawaban yang menyakitkan. Sadar bahwa Ichigo terus memperhatikan tangannya, Rukia menggerakkan tangannya, membuat Ichigo sadar dari pertanyaan yang ada di pikirannya, mungkinkah cincin emas dengan batu safir kecil itu sangat berarti baginya?
"Bagaimana karirmu? Kau sepertinya sudah menjadi penyanyi terkenal sekarang," ujar Rukia mengalihkan perhatian, menghilangkan suasana yang canggung di antara mereka.
"Yeah... tapi tidak begitu terkenal, buktinya tadi kau tidak mengenaliku."
Rukia tertawa kecil, "Aku tidak pernah melihat televisi, mungkin aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri."
Dalam hati Ichigo kecewa, sudah jelas Rukia tidak pernah melihatnya dari balik layar kaca, padahal banyak lagu-lagu buatannya yang khusus dinyanyikan untuk Rukia, bahkan hampir setiap konser yang dihadirinya nama Rukia selalu ada di pikirannya.
"Bagaimana kabar Karakura?"
"Apa kau tidak ingin kembali ke Karakura?" Ichigo membalasnya dengan pertanyaan pula.
Rukia tersenyum kecut sambil menggeleng pelan.
"Aku tidak ingin kembali ke sana."
"Renji ada di sana."
"Renji memang bekerja di sana, setidaknya pekerjaan itu baik baginya," gumam Rukia, namun masih bisa didengar oleh Ichigo, "Aku memiliki banyak urusan di Seiretei, berbagai macam hal yang tidak bisa kutinggalkan begitu saja."
"Oh, jadi kau terlalu sibuk di sini hingga kau melupakan semua yang pernah kau lalui di Karakura? Bahkan kau juga melupakanku."
"Bukan begitu, Ichigo, aku-"
"Apa kau tidak ingin kembali ke dunia jurnalis dan meneruskan mimpimu?"
Rukia terdiam sebentar, kemudian menggeleng lemah.
"Aku hanya tidak ingin hal yang sama terulang kembali. Aku sudah membuang jauh mimpiku dan tidak mungkin aku bisa memungutnya lagi."
"Bisa!"
Kedua mata mereka bertemu, Rukia menatap tak yakin sedangkan Ichigo berusaha meyakinkannya.
"Kau bisa!"
"Aku tidak bisa, Ichigo. Aku tidak mau."
"Aku tahu sebenarnya kau ingin kembali."
Rukia terdiam, kemudian menunduk.
"Begini saja, aku akan membuat kesepakatan denganmu."
Rukia kembali menatap Ichigo dengan dahi yang berkerut.
"Kesepakatan?"
"Aku akan memberikanmu sebuah perusahaan yang bergerak di bidang media. Kau bisa memimpin karyawanmu sendiri, menulis berita di majalahmu sendiri, menyiarkan langsung kejadian di stasiun televisimu sendiri. Jadi, kau tidak perlu melakukan hal yang sama seperti 5 tahun yang lalu. Kau bisa melanjutkan mimpimu!"
"Tidak ada yang seperti itu, Ichigo. Perusahaanmu akan bangkrut dengan sistem seperti itu."
Ichigo tersenyum, "Aku yang akan mendukungmu."
"Tidak perlu! Itu akan berdampak buruk pada karirmu."
Ichigo tertawa kecil, "Karirku? Selama ini aku merasa bahwa karirku tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan melihatmu kembali dan menemanimu seperti dulu."
"Aku tidak mau mengambil resiko apapun."
"Perusahaan ini sudah punya nama dan kau tinggal mengembangkannya saja. Aku sengaja membelinya setahun yang lalu untuk membuatmu kembali, Rukia."
"Kenapa kau melakukan semua ini? Aku tidak melihat adanya keuntungan untukmu."
"Itulah yang ingin aku bicarakan denganmu, karena syarat yang aku ajukan akan sangat menguntungkan bagiku."
"Syarat apa yang kau ajukan untukku?"
Ichigo terdiam, ia tidak tahu apa yang dilakukannya ini benar? Sesaat ia merasa tidak yakin dengan syarat yang akan diajukannya untuk Rukia, tetapi jika semua yang ditakutkannya itu benar, maka perjuangan dan hasil yang telah ia dapatkan dalam 5 tahun terakhir akan menjadi sia-sia saja.
Ini sebuah dilema untuk Ichigo
Dalam hati ia berdoa agar semuanya berjalan seperti yang ia harapkan. Karena bila tidak, maka Ichigo akan kehilangan semua miliknya. Ia berharap waktu 5 tahun tidak membawa perubahan yang besar di antara mereka bedua, karena semua yang ia lakukan hanya untuk hari ini, untuk membawa kembali seorang gadis bernama Rukia.
Alunan nadanya yang telah lama hilang.
BERSAMBUNG
Hai..!
Izumi kembali mencoba corat - coret di dinding FFN, kali ini Izumi kolaborasi dengan Azura Kuchiki. Seluruh ide berasal darinya dan mengembalikan semangatku buat menulis. Jadi, aku ucapkan banyaaak terima kasih padanya.
Karena masih prolog, jadi aku tidak membocorkan banyak buat para pembaca sekalian ya!
hanya saja masalah setting, seperti ini gambaran saya :
Seiretei : kota kecil yang tenang dan jauh dari ramainya pusat kota
Karakura : pusat kota dengan banyak gedung gedung tinggi, pusat perbelanjaan, stasiun televisi dan media, pokoknya kota yang maju dan moderen.
maunya saya balik, tapi entah kenapa Rukia lebih cocok dengan Seiretei dan Ichigo lebih cocok dengan Karakura.
Ada versi asli dari fic ini, tetap kolaborasi saya dengan Azura Kuchiki, versi aslinya menggunakan setting New York dan Lafayette di Lousiana. Untuk menyamakan antara versi asli dan versi FFN, mungkin hubungan kekeluargaan antar karakter di Bleach atau gambaran kota akan berbeda dengan yang ada di komik Bleach.
Karena fic ini bercerita seputar dunia jurnalis, media cetak, media televisi, dan lain - lain, saya juga observasi dengan film drama korea berjudul Pinnochio, Pinnochio juga jadi inspirasi saya untuk mengembangkan ide dari Azura Kuchiki-sama
Oke, sekian corat coret dari saya, semoga kalian menikmati fic kami.
Bila berkenan, boleh mengajukan saran.
Terima kasih sudah membaca!
