Pagi hari, di suatu apartemen mewah di Tokyo.
"Tenang saja, aku pasti datang."
"Iya, mana mungkin aku tidak datang ke acara sepenting itu."
"Pasti kusampaikan. Baiklah, sampai jumpa."
Sang kepala koki Tokyo Grand Resto-sebuah restoran bintang lima di Jepang-itu menutup teleponnya, kemudian berjalan menuju balkon apartemen yang ditempatinya. Udara sejuk berhembus. Gadis berambut indigo itu terdiam, sebelum akhirnya kembali masuk dan duduk di sofa ruang utama.
Entah mengapa, tiba-tiba saja ia teringat pada seorang pria berambut kuning. Bermata sapphire, dan tak lupa pikirannya yang sedikit mesum, Naruto Uzumaki.
12 tahun telah berlalu, sejak kepindahan Naruto ke Amerika. Sejak saat itu, kehidupan Hinata berubah. Ia berubah menjadi seorang gadis yang pendiam dan tertutup. Namun Hinata sudah mencoba untuk melupakan Naruto. Melupakan masa lalunya. Melupakan semua kenangannya bersama Naruto. Karena Hinata yakin, Naruto tidak pernah menganggapnya lebih dari seorang sahabat.
.
.
.
Fanfic by Hana Lavender
.
Disclaimer : Masashi Kishimoto
.
Alternate Universe
.
.
Love Story (?)
.
.
Hinata Hyuuga
Sang gadis cantik, ramah, namun tegas yang menjabat sebagai kepala koki di sebuah restoran ternama, Tokyo Grand Resto. Anak dari Hiashi Hyuuga, pemilik sebuah perusahaan tekstil terkenal di Jepang. Adiknya, Hanabi Hyuuga, seorang model kelas internasional, yang telah berhasil membuat hati ratusan pria luluh. Tak lupa sepupunya, Neji Hyuuga, sang perngacara ternama.
Siapa yang tak kenal gadis berbakat itu?
Gadis sempurna yang dapat membuat semua pria jatuh hati padanya. Hanya saja, ia tetap bertahan pada pilihan pertamanya, Naruto Uzumaki.
.
.
"Dua okonomiyaki dan satu beef yakiniku!"
"Satu sashimi, tiga yakitori, empat tempura!"
"Tiga chicken teriyaki, dua ramen!"
"Satu yakisoba, dua kids bento!"
Fiuh.
Hinata mengusap keningnya yang penuh keringat itu.
"Mizuki, tolong gantikan aku sementara ya, aku ingin keluar sebentar,"
"Baiklah Hinata-sama,"
Hinata tersenyum tipis melihat salah satu asistennya itu ber-ojigi dihadapannya. Hinata melepas celemeknya kemudian keluar dari dapur yang berisik itu.
Seketika suara-suara berisik itu menghilang dari pendengarannya. Kini, yang ia dengar hanyalah suara kendaraan yang berlalu-lalang dan angin yang berhembus pelan.
Jauh lebih tenang dari apa yang dibayangkan sebelumnya.
Hinata merogoh saku celana jeans-nya. Ia mengeluarkan sebuah ponsel bermerek *piip*, berwarna silver, yang kini sedang tren di pasaran.
Juga ponsel yang sedang diincar Naruto.
Hinata mendengus.
"Apa dia lupa hari ini hari Selasa?" gerutunya.
Sudah tiga minggu belakangan ini, Hinata tidak tenang. Pikirannya melayang-layang jauh.
"Hei!"
Sebelum ia hampir jatuh ke dalam kolam ikan di hadapannya. Dan sebelum pria berambut putih acak itu menariknya menjauh dari sana.
"T-To-ne-ri?" Mata Hinata membulat ketika menatap wajah yang berada tepat di hadapannya ini.
"Kau mau masuk ke kolam itu?" Toneri mengerutkan keningnya, melihat Hinata menatapnya seperti itu.
Hinata menarik tubuhnya dari pelukan Toneri, dan memalingkan kepalanya ke arah lampu lalu lintas di seberang jalan. "N-ngapain kau disini?" Hinata bertanya penuh kecurigaan, terdengar jelas dari nada suaranya.
"Aku mau mampir ke apartemen Naruto dan Mei, pacarnya. Kebetulan aku lewat sini. Memang kau kira aku mau ngapain, hah?" ucapan Toneri terdengar dingin dan sinis. Ya, meskipun sejujurnya, ia tak tega melakukannya pada Hinata.
Seketika, Hinata merasa jantungnya tak berfungsi lagi. Matanya membulat, jauh lebih besar daripada saat ia menatap wajah Toneri tadi. Puluhan tanda tanya berdesakan di otaknya. Dan saat itu juga, Hinata merasa kilat menyambar dirinya.
.
.
.
Naruto-kun pulang ke Jepang? Kapan? Kenapa dia tidak bilang padaku? Dimana Naruto-kun sekarang?
Bersama pacarnya?
Aku berjalan lemas menuju kamar. Rasanya sulit sekali menggerakkan kedua kaki ini.
Huft.
Perlahan, aku membuka pintu di hadapanku. Melepas sepatu dan jaket biru laut hangat yang dari tadi menyelimutiku dari dinginnya angin malam ini. Aku membaringkan tubuh yang lemah ini.
Entah mengapa, sulit sekali melupakan kata-kata Toneri tadi.
Tepatnya, 'apartemen Naruto dan Mei, pacarnya'
Kata-kata itu terus menghantui pikiranku. Siapa Mei? Apa benar dia pacar Naruto-kun?
'Kring! Kring!'
Siapa yang telepon malam-malam begini?
"Halo?"
"Hinata?"
"Um.. Iya. Maaf, ini siapa?"
"Ahaha. Aku Naruto. Nomor teleponku ganti. Maaf telepon malam-malam. Tadi si-"
"Kau pulang ke Jepang?" aku memotong ucapannya.
"Darimana kau tahu?"
Aku mendesah pelan. "Toneri. Mengapa kau tidak bilang padaku kalau kau pulang hari ini?"
"Maaf, Hinata. Sebenarnya kemarin aku ingin bilang padamu. Tapi aku sibuk beres-beres sampai lupa meneleponmu. Maaf juga tadi siang aku tidak mengabarimu," suara Naruto terdengar berbeda dari biasanya.
Aku menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya perlahan.
"Kau ke Jepang bersama pacarmu? Benarkah itu?"
"Kalau soal itu...-"
"-ya, itu benar,"
Aku mencoba mengendalikan diriku. Sakit? Tentu. Tapi apa boleh buat? Aku bukan siapa-siapanya.
"Oo, ok," aku berusaha untuk tersenyum. Meskipun aku tahu, Naruto-kun tak bisa melihatku.
"O ya, besok kau mau lunch bersamaku?"
Senyum dibibirku mulai mengembang.
"Hm, boleh. Jam brp? Dimana?"
"Kudengar, kau menjabat sebagai kepala koki di restoran milik Inoichi-senpai, ya?"
"Iya"
"Ya sudah, disana saja. Jam setengah satu siang, ya. Sampai ketemu besok,"
"Baiklah. Selamat malam,"
Tut-
Aku mematikan ponselku dan menaruhnya di atas meja kecil di sebelah kasur.
Perlahan-lahan, aku memejamkan mataku.
Kuharap besok menjadi hari yang menyenangkan.
.
to be continued-
.
Okay, akhirnya selesai juga chapter 1-nya. Maaf ya, chapter ini pendek. Soalnya author udah kehabisan kata-kata. *peace*
Terima kasih untuk kalian semua yang sudah membaca ff ini, bahkan me-reviewnya. Author ucapkan terima kasih banyak, deh. ^^
Sampai jumpa di chapter selanjutnya!
.
Special thanks to :
Praha.
ChocoLover-Chan.
Eleonora Beckham.
.
04/07/16
