-dhedhedheadheo-
Cast:
Kim Taehyung
Jeon Jungkook
(mereka akan menjadi satu marga)
Genre: Family, Brothership, Life, Drama, DLDR, RnR please!
Rate: T
Length: Chaptered/twoshoot tergantung imajinasi lol
Disclaimer:
Kesamaan nama tokoh ataupun ide terjadi tanpa sengaja, alur dan jalan cerita milik saya sepenuhnya. Terinspirasi dari salah satu karakter di kdrama cukup jadul, Medical Top Team (tapi bukan berarti saya membuat cerita yang berkaitan dengan dunia kedokteran loh ya hahaha). Dan kebetulan saya juga mempublikasi FF ini di lapak sebelah.
SELAMAT MEMBACA!
WARNING! TYPO, cerita pasaran, kalimat amburadul, alur kecepetan, membosankan!
Don't like? DON'T READ!
NO BASH and… ENJOY!^^
.
.
.
Part 1. Alasan Untuk Bertahan
.
.
.
Seoul National University Hospital
July 5th, 2015
.
"wali dari pasien kim taehyung?" suara berat milik pria paruh baya memecah keheningan di salah satu ruang tunggu rumah sakit.
"saya! dokter... bagaimana keadaan hyungku?"
"tak adakah wali lain yang lebih dewasa darimu, nak?" pria paruh baya atau mungkin dapat disebut sebagai dokter ini memandang ragu bocah lelaki di depannya.
"tidak... hanya aku satu-satunya keluarga taehyung hyung disini.." bocah lelaki itu -kim jungkook- terus memandang sang dokter dengan tak sabar.
"bisakah kau menelepon orang tuamu terlebih dulu? akan lebih baik jika orang tuamulah yang mendengar penjelasan mengenai keadaan terakhir kim taehyung"
"tapi... orang tua kami sudah meninggal..." raut wajah bocah lelaki itu berubah seketika. berubah menjadi sulit untuk dideskripsikan. dia tidak memasang wajah sedih, karena senyuman tipis tercetak dari bibirnya. bukan, bukan senyum yang menggambarkan kebahagiaan... tetapi lebih mengarah pada senyum kemirisan.
"oh? maaf nak, aku tak bermaksud-"
"tidak masalah dokter, jadi tolong katakan padaku... bagaimana kondisi taehyung hyung? hanya cidera biasa kan? ia akan segera pulih bukan?" jungkook semakin tak sabar. baginya dokter ini terlalu mengulur-ulur waktu saja.
"hmmm... begini... sebenarnya... cidera kim taehyung cukup serius. ia jatuh dengan posisi terduduk dan tepat mengenai tulang ekornya-"
"aku... aku... tak mengerti dok" nyatanya jungkook memang tak paham tentang apa yang dijelaskan oleh dokter. bagaimanapun ia hanya remaja berumur 15 tahun yang buta dunia kedokteran.
"maaf, karena cidera itu... pasien kim taehyung mengalami kelumpuhan permanen... kelumpuhan pada setengah bagian tubuhnya, lebih tepatnya dari pinggul hingga kedua kakinya..." penjelasan dari dokter itu semakin lama terdengar semakin memudar di telinga jungkook. atau mungkinkah kim jungkook secara tiba-tiba kehilangan fokusnya?
"tidak mungkin..." suara jungkook tercekat. juga pandangannya mulai dikaburkan oleh air mata yang telah mengumpul di pelupuk matanya.
"dokter, katakan jika ini hanya lelucon... tidak... tidak... bagaimana mungkin? ia hanya terjatuh biasa saat melakukan break dance di academynya... seharusnya ia mengalami cidera biasa..." jungkook kian kehilangan seluruh kata-katanya. oh lebih parah lagi, lidahnya terasa sangat kelu. ia terduduk lemah di kursi ruang tunggu, seolah seluruh tenaganya diserap habis-habisan oleh keadaan yang mempermainkan hidupnya bersama hyung semata wayangnya.
"tenanglah anak muda..." dokter paruh baya itu memberanikan diri untuk menepuk bahu kanan jungkook, berharap itu dapat menenangkannya.
"kumohon dok, periksa keadaannya sekali lagi... kupikir kau salah mendiagnosa hyungku... kumohon..." jawab jungkook memaksa. dan pada akhirnya ia menangis sendirian. menangisi nasib yang dialami hyungnya... juga karena merasa gagal untuk melindungi cita-cita taehyung. jungkook tak peduli, jika tangisannya ini mengundang rasa iba orang yang berlalu lalang di hadapannya.
.
.
.
"jungkook-ah"
"ye hyung?"
"bisakah kita pulang dari tempat ini? aku bosan! aku ingin secepatnya berlatih gerakan baru itu, lalu akan kupamerkan pada-"
"hyung..." jungkook memotong perkataan taehyung. lantas ia tidak melanjutkan satu kata yang telah meluncur dari bibirnya. jungkook hanya menggigit bibirnya sendiri, menandakan jika ia sedang dilanda kebimbangan.
"eoh?" sahut taehyung bingung. ia mengernyitkan dahinya, menunggu ucapan sang adik lebih lanjut.
"beristirahatlah, kata dokter kau belum pulih..." jungkook kembali menjawab sekenanya. lebih baik ia menyimpan bebannya sendiri, daripada akan menyakiti perasaan hyungnya. selanjutnya ia alihkan kegiatannya dengan memainkan ponsel, berharap jika taehyung tidak bertanya lebih jauh lagi.
"kau kenapa hm? bukankah sudah biasa aku cidera seperti ini? dalam waktu beberapa hari ke depan, pasti aku sudah kembali ke academy untuk mempersiapkan debut tahun depan. kau tak perlu khawatir seperti itu" taehyung tertawa kecil melihat kepolosan adiknya.
"kumohon hyung, sekali saja turuti permintaanku... lihat wajah pucatmu! bahkan kau baru siuman satu jam lalu!" jungkook kehilangan kesabarannya. bahkan secara spontan tawa itu dibalas dengan bentakan pada lelaki yang terpaut 2 tahun lebih tua darinya. membuat taehyung sangat terkejut, hingga mulutnya pun sedikit menganga. pasalnya, kim jungkook yang biasa ia kenal adalah seorang yang polos dan penurut.. bukan kasar dan suka membentak seperti ini.
"maafkan aku hyung, aku tak bermaksud membentakmu..." sesal jungkook. sungguh, ia masih terlalu dini untuk menyimpan beban ini seorang diri.
"tidak.. tidak kookie. bagaimana bisa aku berdiam diri disini? kau tahu sendiri... lebih baik aku beristirahat di rumah, daripada menghamburkan uang demi membayar biaya rumah sakit" benar, jungkook memang membenarkan perkataan taehyung. uang di tabungannya tak akan cukup untuk membayar biaya rawat inap taehyung lebih lama lagi. tapi, bagaimanapun tak ada yang bisa jungkook lakukan selain menyerahkan perawatan taehyung pada ahlinya. ia menyayangi taehyung, ia tak mau melihat hyungnya 'terjatuh' lebih dalam lagi.
.
"jungkook-ah, tak mau membantuku untuk kabur dari sini eoh? baiklah jika itu maumu" taehyung mengendikkan bahunya, buru-buru ia melepas dua infus yang menancap di punggung tangan dan lengan kirinya secara paksa. ia meringis, karena perbuatan cerobohnya itulah darah segar tak segan menetes dari luka yang diakibatkan.
"hyung! lihat apa yang kau perbuat! tunggu sebentar, akan kupanggilkan dokter untuk membenahi infusanmu!" seru jungkook panik.
"tak usah ikut campur kookie! biarkan aku pulang sendiri jika kau tak mau membantuku" jawab taehyung keras kepala, kemudian menyibakkan selimut yang telah menutupi setengah bagian tubuhnya. taehyung pun bersiap untuk menuruni ranjang tersebut, membiarkan warna putihnya ternodai darah yang terus menetes.
namun... tak lama setelah itu...
"jungkook-ie..." taehyung kembali berujar. kali ini kata yang keluar dari mulutnya terdengar begitu bergetar. apakah yang ditakutkan jungkook satu hari ini benar-benar akan terjadi? apa yang harus ia lakukan?
"ne hyung? kau merasakan sesuatu?" timpal jungkook ragu. ia ingin menangis keras melihat keadaan hyungnya. namun, jika ia menangis... siapa yang akan menenangkan taehyung nantinya? siapa pula yang akan menguatkan hyungnya jika bukan jungkook?
taehyung tak bersuara. ia hanya menggeleng pelan, mengisyaratkan jika ada yang tak beres dengannya. ia berusaha menahan nafasnya sendiri, seraya berpikir keras apakah otak dan tubuhnya sudah tidak terhubung dengan baik. mengapa tubuhnya seakan tak mau menerima perintah dari otaknya?
"jungkook-ah... aku... aku tidak bisa menggerakkan kakiku... bagaimana ini? apa yang terjadi?" taehyung panik. air matanya meluncur dengan mudahnya membasahi kedua pipinya. ia tak tahu harus berbuat apa.
"taehyung hyung..." dengan sangat berat jungkook melangkahkan kakinya menuju ranjang taehyung. ia memeluk tubuh kurus hyungnya seerat mungkin, seolah menyadarkan taehyung jika ia selalu ada untuknya.
"jungkook-ah, aku tak bisa merasakan apapun... mungkinkah.. mungkinkah aku lumpuh?" taehyung berusaha memukul kedua kakinya sendiri. namun apa yang ia dapat? ia tak bisa merasakan apapun pada kakinya. seperti mati rasa, diikuti sebuah tanda tanya besar di dalam pikirannya.
"jungkook-ah, jawab aku... bagaimana jika aku memang lumpuh? bagaimana aku akan membiayai sekolahmu? tanpa kaki ini, bagaimana aku bisa meraih mimpi-mimpiku?" taehyung menangis keras, dengan kedua tangannya yang menutupi wajah tentu saja.
"taehyung hyung, dengarkan aku... aku, kim jungkook. adikmu satu-satunya, mulai saat ini akan menjadi penopangmu. penopang di segala situasi dan kondisi. aku akan selalu di sampingmu, kau tak perlu cemas. kau tak akan pernah sendirian, karena mulai sekarang kita akan melakukannya bersama-sama. aku akan keluar dari sekolahku, dan mencari pekerjaan untuk kesembuhanmu. percayalah padaku hyung, kau pasti bisa melewati ini semua"
.
.
.
.
.
.
Daegu
February 3rd, 2016
.
"jungkook-ah... kau melamun lagi?" suara itu berhasil membuat jungkook terlonjak di tempat duduknya.
"hyung..." jungkook menoleh, menatap taehyung yang duduk di sampingnya. bahkan ia tak sadar, selama beberapa menit terakhir taehyung terus-terusan memandangi wajah murungnya.
"apa yang kau pikirkan, hm? aku... terlalu membebanimu ya?" taehyung tertunduk sedih. ia sungguh sadar bahwa selama lebih dari setengah tahun telah membebani hidup adiknya. berhasil merampas pula masa-masa remaja yang seharusnya dihabiskan jungkook bersama teman sebayanya.
"apa yang hyung bicarakan hm? sudah semestinya aku merawatmu, terlebih-"
"terlebih aku lumpuh dan tak bisa melakukan apapun seorang diri" potong taehyung cepat.
"hyung..." jungkook terkesiap. bukan, bukan itu yang sebenarnya ia ingin katakan.
"maafkan aku kookie..." taehyung berujar pelan lantas meremas selimut yang menutupi kedua kakinya.
"kau tak salah hyung, mungkin memang takdir kita yang harus hidup seperti ini" balas jungkook sembari memasang senyuman tipis.
"seandainya aku mendengarkan kata-katamu saat itu... seandainya aku tak terobsesi dengan debutku tahun ini... seandainya-"
"sudah berapa kali kukatakan hyung, tak ada kata seandainya! tak ada pula yang harus kau sesali! kau hanya perlu bersemangat melanjutkan hidupmu, itu saja!" raut wajah jungkook berubah, lagi-lagi remaja berumur 16th ini lupa untuk mengontrol emosinya.
"maafkan aku..."
"sudahlah, sebaiknya kau tidur" masih dalam rangka mengatur deru nafasnya jungkook beranjak dari tempat duduknya, kemudian berjongkok di depan taehyung. ya, saat ini jungkooklah yang menjadi 'kaki' bagi taehyung. ia akan menggendong taehyung kemanapun, ketika sang kakak ingin melakukan aktivitasnya. karena sejujurnya, ia tak sanggup untuk membelikan kursi roda yang harganya tak terbilang murah. uang tabungannya habis untuk biaya rumah sakit taehyung saat itu, dan hasil kerjanya sekarang hanya dapat menutupi biaya kehidupan sehari-hari mereka.
"ehm!" taehyung menurut, dengan susah payah ia raih punggung jungkook untuk membantunya berpindah ke tempat yang lebih nyaman. kamarnya. sebuah kamar berukuran sedang yang begitu sederhana itulah, satu-satunya di rumahnya yang menjadi favorit jungkook maupun taehyung. karena disitulah mereka berdua dapat leluasa menceritakan apapun yang ada di benaknya, saling bertukar pikiran atau bahkan beradu argumentasi hingga sama-sama tertidur pulas.
.
"jungkook-ah..." taehyung membuka suaranya kembali, meskipun lampu kamar sudah dipadamkan beberapa saat lalu. ia memandangi sang adik yang berbaring dengan posisi memunggunginya.
"hm..." sahut jungkook malas-malasan. dengan begitu taehyung tahu, jika sang adik masih berada di alam sadarnya.
"kembalilah ke sekolahmu..." taehyung berkata ragu. entah mengapa sangat sulit baginya untuk mengucap satu kalimat ini.
"..." tak ada tanggapan dari jungkook. hanya hembusan nafasnyalah yang terdengar di malam yang hening ini.
"hyung tahu, kau belum tidur" secara spontan taehyung memberanikan diri untuk mengulurkan tangannya demi mengelus surai lembut milik sang adik.
namun secara tiba-tiba jungkook membalikkan posisinya. kini ia berbaring menghadap taehyung.
"jika aku bersekolah, bagaimana denganmu hyung? bagaimana dengan biayanya? sudahlah, hyung tak perlu khawatir. aku sudah menikmati rutinitas ini..." lagi-lagi jungkook tersenyum, senyum yang ia paksakan tentunya. demi menenangkan hati hyung semata wayangnya itu.
"kau lupa? aku mantan trainee di academy terkenal, setidaknya hyungmu ini memiliki pengalaman dalam teknik bernyanyi. dan... dengan begitu aku bisa mengamen di pinggiran jalan gangnam. kupikir aku akan mendapat banyak uang di sana"
"lalu kau akan menyanyi accapella, begitu? hhh, tak akan ada yang memandangmu hyung.. kau hanya akan menjadi bahan olokan di sana" jawab jungkook ketus. buru-buru ia menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut yang ia pakai, membiarkan taehyung berfantasi ria dengan khayalannya.
"karena aku cacat? tenanglah, hyung sudah terbiasa mendengar olokan lebih dari itu" jungkook tak mengira jika taehyung akan menjawab sedemikian rupa. ia hanya dapat merutuki segala kebodohannya, hingga tak sadar ia terus menggertakkan giginya di balik selimut.
"aku tak mau mereka menganggapmu sebagai sampah di sana! oh ayolah hyung..." secepat kilat, jungkook membuka selimut yang beberapa saat lalu menutupi wajahnya. namun sekali lagi, ucapan spontan itu meluncur begitu saja dari bibir jungkook.
"jadi selama ini kau menganggapku sampah, oh tidak... bahkan mungkin sebagai parasit. benar begitu kim jungkook?" taehyung melebarkan matanya, tak percaya jika jungkook pun menganggapnya serendah itu.
"tidak hyung... bukan begitu maksudku.. demi tuhan, aku sangat menyayangimu. karena itulah... aku... aku hanya..." jungkook kehabisan kata-kata. tak tahu lagi kalimat apa lagi yang bisa meluruskan kesalahpahaman ini.
"kalau begitu sekali saja. sekali saja ijinkan aku untuk membantumu... setidaknya agar aku bisa sedikit meringankan beban yang kau tanggung selama ini. untuk masalah bagaimana cara aku bernyanyi nantinya, aku bisa meminjam gitar jimin! ia pasti tak keberatan membantuku" balas taehyung lagi.
"tidak! aku tak pernah mengijinkanmu untuk menjadi seorang peminta! maaf, jika aku bertindak tak sopan kepadamu hyung. tapi aku tak mau kita direndahkan orang lain. selama aku masih bisa memenuhi kehidupan kita berdua... meskipun harus bekerja mati-matian, jangan pernah terpikirkan untuk menjadi seorang pengemis!" jungkook terus berseru dengan dahi berkerut, menandakan jika ucapannya begitu serius.
"maaf... maaf jika aku tidak bisa membantumu kookie. aku... aku selalu merepotkanmu... aku menjadi seorang yang tak berguna sekarang" suara taehyung memelan. ia menutup matanya, menghindari jika air matanya kembali meleleh sewaktu-waktu.
"aku lelah hyung..."
mendengar ucapan itu, jantung taehyung berdegup semakin kencang. ia menelan salivanya sendiri. ia tetap tak mau membuka kedua matanya, takut untuk melihat wajah sedih milik sang adik yang jelas-jelas karena dirinya. jadi... apakah kali ini jungkook mulai berani mengatakan isi hati yang sebenarnya?
"aku lelah mengatakan padamu, jika ini bukan sepenuhnya kesalahanmu! sudah berapa kali harus kukatakan eoh? sudah menjadi kewajibankulah untuk bekerja memenuhi kebutuhan kita. percayalah padaku, suatu saat nanti kita akan hidup jauh lebih baik daripada ini. aku akan berjuang untuk memperbaiki nasib kita! dan tugas hyung saat ini hanyalah mendoakanku agar semua harapan ini dapat terwujud!" mendengar ucapan panjang lebar itulah taehyung memberanikan diri untuk membuka matanya. dilihatnya senyuman tulus yang tercetak pada bibir tipis milik jungkook. senyum yang berhasil menenangkan semua kegelisahan yang biasa mendera hidupnya.
"terima kasih kookie.. terima kasih kau telah rela mengorbankan hidupmu demi hyungmu yang cacat ini.. jja, tidurlah! bukankah esok pagi kau memulai kerjamu sebagai pengantar susu?"
"hm, aku dengar gajinya lebih besar dari pekerjaanku sebelumnya" jungkook tersenyum kembali. seolah-olah jungkook polos yang taehyung kenal telah kembali. tak segan ia memeluk tubuh hyungnya sangat erat, seakan menyalurkan kehangatan di penghujung musim dingin tahun ini.
"mau kunyanyikan sebuah lagu?" bisik taehyung di ujung telinga kiri jungkook, sembari menepuk-nepukkan sebelah tangannya pada punggung sang adik.
jungkook sedikit mengangguk tanda setuju.
"berjanjilah, kau akan terus bernyanyi hingga aku tertidur hyung.." jungkook berujar pelan.
"hm..." taehyung terkekeh geli mendengar permintaan sang adik. sudah menjadi kebiasaan jika jungkook lelah, ia akan meminta taehyung untuk bernyanyi hingga tertidur. meskipun ia sendiri memiliki suara yang tak kalah indahnya dibanding taehyung. namun ia tak cukup percaya diri untuk memamerkan suara merdunya pada orang lain. lagipula bagi jungkook, memiliki suara baguspun tak ada gunanya. yang ia butuhkan saat ini ialah tubuh sehat dan bugar untuk menjalani pekerjaannya dari pagi hingga larut malam.
.
This is my winter song to you.
The storm is coming soon,
It rolls in from the sea
My voice; a beacon in the night.
My words will be your light
To carry you to me
.
I still believe in summer days.
The seasons always change
And life will find a way.
I'll be your harvester of light
And send it out tonight
So we can start again.
(Winter Song by Sara Bareilles)
.
semakin lama alunan nada yang tercipta dari mulut taehyung membawa jungkook ke alam bawah sadarnya. buktinya tak perlu waktu lama, ia bisa mendengarkan dengkuran halus yang berasal dari hembusan nafas adiknya.
"jaljayo uri kookie~ tak ada yang bisa kukatakan selain maaf dan terima kasih" taehyung kembali tersenyum. tak henti-hentinya ia bersyukur karena memiliki adik yang rela membanting tulang dan melepaskan sekolahnya demi melanjutkan hidup. dengan perlahan ia membenahi poni jungkook yang sedikit berantakan, lalu memutuskan untuk ikut berpetualang bersama sang adik di mimpi malam ini.
.
.
-TBC/END?-
berikan komentar kalian di kolom review yah, jika memang responnya bagus akan saya lanjut! gomawoyo~^^
