Chain of Destiny
Disclaimer : Naruto dan lagu yang menginspirasi terciptanya cerita ini bukan milikku.
Naruto©Masashi Kishimoto
A/N (sekedar mengingatkan supaya gampang mbayanginnya): - Kotetsu dan Izumo adalah dua orang chuunin yang biasanya muncul bersama. Mereka pernah muncul saat mau menjebak team 7 saat akan menuju ruangan tes tulis ujian chuunin. Kadang-kadang mereka terlihat menjaga gerbang konoha.
- Mizuki adalah shinobi (guru di akademi) yang menyuruh Naruto mencuri gulungan rahasia milik hokage di Naruto eps.1
0=0=0=0=0=0=0
CLANG... terdengar suara seseorang membuka sebuah pintu ruang tahanan. Di dalamnya terdapat seorang anak yang sedang tertidur nyenyak di atas sebuah kasur usang dengan selimut tipis. Pria itu memperhatikan anak di depannya dengan tatapan yang masih mengantuk. Ia tiba-tiba menarik selimut yang dipakai anak itu. Anak itu gemetar kedinginan, tapi hal itu tidak membuatnya terbangun. Pria itu kesal dan menarik segenggam rambut anak itu sampai ia terduduk. Spontan anak itu terbangun, ia berusaha melepaskan tangan yang mencengkeram rambutnya, namun sia-sia.
"A.. Ada apa,Kotetsu-sama..." Anak itu kaget dan menyapa orang yang membangunkannya, tidak tahu lagi apa yang harus ia katakan.
"Kau sudah tahu tugasmu kan?!, cepat kerjakan!" Pria itu membentak anak di depannya, kemudian ia melemparkan anak itu ke lantai tanpa belas kasihan.
"Iya.." Anak itu tidak melawan, kemudian segera bangkit dan menuju pintu. Baru beberapa langkah anak itu berjalan, pria tadi menarik lengan orang di depannya dan mendekatkan wajahnya ke telinga anak itu, ia berbisik dengan nada mengancam.
"Kalau kau tidak selesai tepat pada waktunya, kau akan dihukum." Anak itu mengangguk, kemudian cepat-cepat pergi setelah pria itu melepaskan genggamannya.
0=0=0=0=0=0=0
# Sasuke's POV #
Namaku Uchiha Sasuke, sebut Sasuke saja karena nama Uchiha sekarang sudah dilarang. ceritanya panjang, aku tidak ingin membicarakannya. Aku sudah lama hidup di penjara ini, tapi aku tetap merupakan tahanan paling muda. Hidup di penjara ini sangat keras, kadang aku ingin mati saja. Lagipula aku sudah tidak punya siapa-siapa dan tidak punya tujuan hidup. Waktu kebebasanku tidak tahu kapan, mungkin pada akhirnya aku akan di hukum mati. Aku benar-benar tidak punya masa depan. Tapi aku tidak yakin apa jika aku mati kehidupanku akan jadi lebih baik, karena aku orang yang tidak berguna, lagipula aku masih punya satu janji dengan seseorang, janji yang bodoh.
Aku menuju ke kamar mandi untuk melakukan tugas rutinku, mengisi tempat air untuk keperluan mandi para tahanan. Tugas ini kukerjakan sendiri, karena aku adalah tahanan istimewa, lebih tepatnya sebuah mainan untuk disiksa. Aku melihat jam yang ada di ujung koridor, saat ini masih jam 4.30 pagi. Para tahanan lain masih tidur, mereka biasanya dibangunkan jam 6. Orang yang membangunkanku tadi adalah Kotetsu-sama, salah satu chunin yang bertugas sebagai sipir disini. Mungkin sekarang ia tidur lagi di kamarnya.
Aku mengambil dua ember besar dan mengisinya di sebuah kran di halaman belakang penjara. Setelah penuh, aku membawanya ke kamar mandi, untung saja jaraknya tidak terlalu jauh, kira-kira 10 meter. Tapi aku harus kembali berpuluh-puluh kali untuk mengisi bak-bak air yang ada. Aku heran, apa orang-orang disini tidak tahu ada benda yang namanya selang?. Hah, meraka memang lebih senang kalau hidupku menderita.
Jam 6 kurang 15 menit pekerjaanku sudah selesai. Aku menyempatkan diri untuk mandi lebih dulu, aku tidak suka kalau harus mengantre dengan tahanan lain. Kemudian aku mengambil pakaian bersih yang sudah disediakan, warnanya hitam, dan tanpa lambang klanku tentunya. Aku cepat-cepat kembali ke selku, saat sampai, bel berbunyi, itu adalah tanda untuk bangun bagi para tahanan. Tidak lama kemudian, Kotetsu-sama mengecek keberadaanku. "Sayang sekali kau tidak terlambat, Sasuke." ia berkata sambil mengunci pintu selku, kemudian pergi. Aku hanya terduduk diam di atas kasurku, menunggu bel berikutnya berbunyi.
0=0=0=0=0=0=0
Bel jam 8 berbunyi, para tahanan dikeluarkan untuk sarapan. Kami semua mengantre untuk mendapatkan makanan yang dibagikan beberapa chuunin dan anbu yang bertugas. Menu sarapan adalah nasi yang dicampuri beberapa macam sayuran dan sedikit potongan daging. Setiap hari kami menerima makanan yang sama, namun tidak ada kata bosan karena memang tidak ada pilihan lain.
Aku duduk di ujung bangku panjang bersama para tahanan lain, ada seratus orang lebih di penjara ini. Orang di sekitarku menatap sinis, aku hanya menunduk dan memakan makananku dengan tenang dan berharap tidak terjadi apa-apa. Setelah makan, Izumo-sama, salah seorang chuunin disana melirikku. Aku paham apa yang ia maksud. Aku langsung membereskan semua piring-piring kotor untuk dibawa ke dapur. Ya, mencuci piring adalah tugasku, khusus untukku, dan ini adalah satu bagian dari rantai penderitaanku.
Aku membawa tumpukan piring dengan hati-hati, tapi tiba-tiba seseorang menabrakku. Piring –piring yang kubawa pun pecah berantakan "sial!" gumamku. "Apa katamu?" orang itu membentakku, ternyata ia dengar. Aku menatap orang itu, ia adalah Mizuki-sama, salah satu tahanan disini. Aku harus memanggil semua orang dengan imbuhan –sama (tuan/nyonya), bahkan tehadap sesama tahanan sekalipun. Mizuki adalah salah satu tahanan yang paling menyebalkan. Ia senang menganiaya dan membuatku menderita, ia juga termasuk dalam bagian rantai penderitaanku.
BUGH... ia meninju wajahku sampai aku jatuh ke lantai. Sakit..., aku memegangi pipiku, darah segar mengalir dari ujung bibirku, aku bisa merasakannya. Aku berusaha bangkit, aku sangat ingin membalasnya, tapi aku tidak melaksanakan niatku, aku bangun untuk membereskan pecahan piring yang berceceran. Hal itu kulakukan bukan karena aku pengecut, tapi selama tujuh tahun ini aku sudah belajar bahwa melawan hanya akan membuatku lebih menderita. Lagipula tidak ada orang yang berpihak padaku. Tahanan lain pasti akan membela Mizuki, dan para anbu tidak akan peduli.
"Tidak mau membalas, huh?, pengecut!" Mizuki berkata dengan nada kesal. Aku diam tidak menghiraukannya. Dengan secepat kilat tangan Mizuki mencekik leherku dan mengangkatku sampai kakiku tidak menyentuh lantai. UGGH..., tanganku berusaha melepaskan cengkeramannya tapi sia-sia. Aku hampir kehabisan napas. Aku akan mati...
"Hentikan, Mizuki!" itu suara Izumo. "Sudah waktunya kau bekerja" ia menyuruh Mizuki pergi. Mizuki menjatuhkanku ke lantai, aku terbatuk dan segera menghirup udara sebanyak-banyaknya, untung saja tubuhku tidak mengenai pecahan piring. Mizuki segera pergi tanpa membantah. Sebelum pergi ia sempat menoleh dan melihatku dengan tatapan 'lain-kali-aku-akan-membuatmu-lebih-menderita'.
Aku melanjutkan pekerjaanku dan mencuci semua piring sampai bersih. Saat aku akan keluar dapur, Kotetsu dan Izumo menunggu di depan pintu, masing-masing memegang benda yang aku benci, sebuah cambuk. Mataku terbuka lebar. Tidak..., aku tidak mau dihukum.
"Maafkan aku, Kotetsu-sama, Izumo-sama... tadi itu adalah kecelakaan. Tolong jangan hukum aku..." aku memohon pada mereka, hanya inilah yang bisa aku lakukan.
"HAHAHAHAHA..." mereka tertawa. "Bagaimanapun juga itu adalah salahmu, kau harus dihukum" Izumo berkata.
Mereka mencengkeram lenganku dan menyeretku ke kamar mandi. Usahaku untuk melepaskan diri hanya membuat genggaman mereka lebih kuat.
"Sekarang buka bajumu!" Kotetsu memerintahkan.
0=0=0=0=0=0=0
SLASH..
SLASH..
SLASH...
Cambuk itu menyayat tubuhku. Aku menggigit bibirku, berusaha untuk tidak berteriak, namun beberapa sabetan menimbulkan luka yang cukup dalam sehingga membuatku berteriak kesakitan. Berulang kali aku memohon pada mereka agar berhenti, tapi semua itu sia-sia. Air mata mulai menggenang di pelupuk mataku karena rasa sakit yang tak tertahankan. Aku bisa mendengar mereka tertawa. Aku tidak kuat lagi..., kapan ini akan berakhir?
SLASH...
Setelah lima puluh cambukan akhirnya mereka berhenti. Tubuhku berlumuran darah, wajahku basah dengan air mata yang mengalir tanpa aku sadari, aku bernapas pendek karena kehabisan tenaga. Punggung dan dadaku penuh luka sayat, aku sudah tidak kuat untuk bergerak lagi. Kotetsu menjambak dan mengangkat kepalaku, sedangkan Izumo menyiram tubuhku dengan air, membuat luka-lukaku terasa semakin perih. Setelah mereka puas, mereka menyeretku kembali ke sel.
"Hari ini jadwalmu bersama Kakashi, dan jangan lupa tugasmu nanti sore." Kotetsu mengingatkanku, tanpa menungu jawaban dariku, mereka pergi.
Aku segera membuka laci meja di selku dan mencari perban untuk menutup luka-lukaku. Setelah selesai aku menunggu Kakashi-sensei, ia selalu datang terlambat, kadang sampai dua jam lebih. Kakashi adalah seorang jounin yang melatihku jurus-jurus ninja. Ia adalah orang yang santai, pemalas mungkin, suka membaca buku aneh, tapi dia adalah seorang ninja yang hebat, dia juga seorang mantan anbu, tapi yang terpenting dia adalah orang yang baik, tidak seperti ninja lain yang suka menyiksaku. Hanya dia satu-satunya orang baik yang kukenal saat ini.
Aku tidak tahu kenapa aku diajarkan jurus-jurus ninja, padahal pada akhirnya nanti aku akan dihukum mati. Aku pernah bertanya pada Kakashi, tapi ia hanya bilang kalau ia hanya menjalankan perintah Hokage dan para tetua desa. Yah, terserahlah, aku sebenarnya senang saat berlatih bersamanya. Kakashi juga pernah mengatakan bahwa ia senang mengajariku, ia sering memuji kemampuanku.
Saat ini para tahanan lain sedang bekerja menempa besi untuk dijadikan kunai dan shuriken. Di hari Senin sampai Jumat aku berlatih bersama Kakashi, kecuali saat ia ada misi. Saat tidak berlatih aku ikut bekerja bersama tahanan lain. Waktu latihanku sampai jam 4 sore.
Karena bosan aku duduk di sebuah kursi di depan mejaku, dan entah kenapa aku ingin menulis, menulis hal-hal yang ingin aku sampaikan pada keluargaku yang sekarang sudah tidak ada lagi. Entah kenapa aku tiba-tiba rindu pada mereka, mungkin karena aku selalu kesepian, dan tidak ada teman untuk berbagi kesedihan yang kurasakan. Aku menulis di selembar kertas, kemudian aku melipat kertas itu menjadi sebuah pesawat kertas. Saat aku kecil kakak mengajari aku membuat pesawat kertas dan kami bermain bersama. Aku menghela napas, berharap kebahagiaan itu terulang lagi.
"Yo, Sasuke..., maaf aku terlambat, aku tadi um... tersesat di jalan kehidupan^^." aku tidak menyadari Kakashi datang dan membuka pintu selku. Aku cepat-cepat menyelipkan pesawat kertasku ke dalam sebuah buku.
"Alasan konyol macam apa itu? Kau terlambat dua jam, Sensei!". Hanya pada Kakashi aku berani bicara seenaknya, lagipula ia tidak keberatan.
"Ahahahaha..., sudahlah, ayo kita ke halaman belakang," dengan santainya ia mengalihkan pembicaraan. Aku menurut saja dan berjalan bersama Kakashi.
Sesampainya di halaman belakang Kakashi-sensei melepaskan pengikat chakraku. Setiap tahanan disini dipakaikan gelang besi yang berfungsi untuk menahan chakra sehingga tidak ada yang bisa menggunakan ninjutsu, selain itu, gelang ini bisa mengacaukan energi sehingga untuk menggunakan taijutsu pun akan sulit. Hanya orang tertentu saja yang bisa membuka segel gelang ini. Itulah sistem pengamanan di penjara elite Konoha sehingga tidak ada tahanan yang berhasil kabur.
"Hey, tangkap ini, Sasuke!" Sensei melempar bungkusan onigiri jatah makan siangku.
"Makanlah dulu sebelum latihan, tadi aku memintanya pada Izumo."
"Terimakasih, Sensei!" aku memang kelaparan, apalagi setelah penyiksaan tadi. Kalau bukan Kakashi yang memintakan makanan, aku pasti tidak akan diberi makan.
Setelah makan, kami berlatih, aku harus bertarung melawan Sensei. Ia bilang aku harus menggunakan seluruh kemampuanku dan semua jurus yang pernah ia ajarkan.
Aku berhasil memojokkan Kakashi beberapa kali, tapi saat akan kuserang dengan chidori ia berhasil menghindar, padahal itu jurus yang cukup menguras tenaga. Kakashi selalu berhasil menghindar karena ia memiliki sharingan meskipun ia bukan dari klan Uchiha, karena itulah ia masih hidup. Tapi ia hanya memiliki satu, ia bilang itu dari sahabat baiknya. Sharinganku sendiri masih belum bangkit, aku tidak tahu kenapa.
ARGGH.., Aku berteriak saat Kakashi menjatuhkanku ke tanah, ia mengunci gerakanku, aku kalah.
"Pertarungan yang hebat, Sasuke. Tapi beberapa gerakanmu sepertinya masih belum sempurna.", Kakashi berkata sambil menginjak punggungku.
"Iya, itu karena tadi aku dihukum. Dan sekarang kau sedang menginjak luka hukumanku, Sensei!"
"Oops.., maaf, maaf... kalau begitu latihannya sampai disini saja." Kakashi melepaskanku dan berjalan menepi.
"T..Tunggu, aku masih kuat, Sensei. Ajarkan aku jurus baru!" aku berteriak, tidak ingin ia pergi.
"Dasar keras kepala!, kita istirahat saja. Dengan luka seperti itu kau tidak akan bisa konsentrasi. Lagipula kau sudah bisa berbagai macam jutsu." Kakashi terus berjalan, aku mengikuti di belakangnya.
"Sekarang masih hari Senin, Sasuke... Belajar besok atau lusa tidak masalah. Kau selalu bisa menguasai ilmu yang aku ajarkan lebih cepat dari perkiraanku, yah...kuakui, Uchiha memang hebat." Perkataan Kakashi membuat perasaanku senang bukan hanya karena ia memujiku, tapi karena ia tidak membenci Uchiha seperti orang lain.
"Tapi Sensei.."
"Shh..., aku ingin membaca lanjutan Icha-Icha Paradise." Kakashi memotong perkataanku sambil mengeluarkan buku aneh dari sakunya.
Akhirnya kami berdua hanya duduk-duduk. Kakashi membaca buku anehnya dan aku hanya mencorat-coret buku yang tadi aku bawa.
"Kakashi-sensei..." aku bosan terus berdiam diri.
"Hn?"
"Sekarang tanggal berapa?"
"Um.. 23 juli." Kakashi menjawab sambil membaca.
"Kau yakin?"
"Ya, tadi pagi aku sempat melihat kalender. Kenapa, Sasuke?"
"Tidak apa-apa."aku berbohong. Jawaban Kakashi membuatku terkejut. Kalau sekarang 23 Juli, berarti ini hari ulang tahunku. Saat ini aku tepat berusia 15 tahun. Aku pikir sudah lama aku melewatkannya.
"Um.., Sensei, apakah kediaman Klan Uchiha masih ada?"
"Iya, semuanya masih utuh dan tidak diapa-apakan, dan tempat pemakaman klan Uchiha ada di belakang kuil Nakano." kali ini Kakashi menutup bukunya, ia menjawabku dengan serius. "Aku tahu kau pasti merindukan mereka, Sasuke. Aku juga sendirian, aku mengerti perasaanmu.", Kakashi menghiburku.
"Iya, Sensei.", aku menunduk
"Boleh aku minta tolong, Sensei?"
"Tentu, apa yang bisa kubantu?"
"Tolong Letakkan ini di tempat pemakaman Uchiha.", aku menyodorkan pesawat kertas yang tadi aku buat. Aku tahu tidak akan terjadi apa-apa. Tapi paling tidak aku merasa bisa mengunjungi keluargaku di hari ulang tahunku ini.
"Apa ini?" Kakashi mengangkat alisnya, penasaran dengan maksudku.
"Bukan apa-apa, tolong lakukan saja."
"Baiklah..., dan karena sekarang sudah jam 4, aku pergi dulu," Kakashi berdiri dan tersenyum meskipun itu tidak terlihat karena ia memakai masker, tapi aku paham ekspresi wajahnya. Sebelum pergi ia tidak lupa memakaikan gelang pengikat chakraku.
"Bejanjilah untuk tidak membukanya, Kakashi-sensei." aku berpesan sambil melirik pesawat kertas yang aku titipkan.
"Baiklah..., sampai besok, Sasuke." Ia pun pergi.
0=0=0=0=0=0=0
Aku tetap bediri di halaman ini. Masih ada tugas yang harus kuselesaikan. Setiap sore aku harus membersihkan halaman yang penuh dengan daun-daun kering ini. Daun yang berserakan sangat banyak. Daun-daun ini berasal dari pohon-pohon di luar penjara. Biasanya aku membersihkannya sampai jam 6 sore, setelah itu aku kembali ke sel. Halaman ini sebenarnya adalah tempat penyiksaan tahanan yang membangkang, di ujung ada dua buah tiang intuk mengikat orang yang akan disiksa. Tapi selama ini aku belum pernah melihat tahanan yang dihukum di tempat ini. Aku pun tidak ingin merasakannya.
Sebenarnya tidak ada yang menggunakan halaman ini, hanya aku dan Kakashi-sensei. Tapi aku tetap disuruh membersihkannya setiap hari, tentu saja itu demi membuat hidupku lebih menderita. Kalau aku membantah aku akan dihukum.
Aku tidak membuang-buang waktu, aku berjalan menuju ke gudang untuk mengambil sapu. Setelah itu aku mulai bekerja. Aku menatap ke sebuah pohon rindang yang ada di bagian luar penjara, letaknya sekitar 15 meter dari sini.
Mataku tidak bisa lepas dari pohon itu karena aku melihat ada seseorang disana. Ada seorang anak perempuan yang sedang duduk. Ia memakai baju merah dan rambutnya berwarna merah muda, seperti bunga sakura. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena ia menunduk dan sepertinya ia menangis.
PLAKK, aku menepuk pipiku sendiri. 'bukan urusanmu, Sasuke..., kau terperangkap disini selamanya, jangan berharap gadis itu tiba-tiba kesini dan menyukaimu,' hatiku berkata. Bodoh. Aku melanjutkan pekerjaanku, tapi aku tidak bisa mengabaikan gadis itu dari pikiranku. Beberapa menit sekali aku menengok ke arahnya dan ia tetap disana dan tetap menangis, membuatku jadi makin penasaran.
Akhirnya pekerjaanku selesai aku melihat jam dari lorong menuju ke selku dan ternyata masih jam setengah enam. Aku kembali ke halaman belakang dan melihat ke arah pohon itu, dia masih ada, masih tetap menangis. Aku menggenggam erat buku yang dari tadi kubawa. Aku ingin menyapa anak itu, ini kesempatanku satu-satunya. Tapi hatiku masih ragu, kalau aku ketahuan oleh penjaga, aku pasti dihukum habis-habisan.
0=0=0=0=0=0=0
Akhirnya aku melakukannya, aku menyobek selembar kertas dan mengambil pensil dari saku celanaku, tapi aku bingung apa yang akan kutulis. 'Arrrrgh... bodoh, selama 7 tahun ini aku tidak pernah bertemu seorang gadis yang seumuran denganku, aku harus bicara apa? Ah, terserahlah, aku tanya saja'. Lalu aku tulis "Dari tadi kau menangis? Kenapa?". Setelah itu aku melipatnya menjadi sebuah pesawat terbang kertas. Aku mengambil ancang-ancang dan menerbangkannya. Pesawatku terbang melewati pagar penjara dan menuju gadis itu. Aku berharap pesawatku bisa terbang jauh sampai padanya. Dan...
YES!, aku berhasil, pesawatku mengenai kepala gadis itu. Ia sadar ada sesuatu mengenainya. Ia memungut pesawat kertas yang ada di depannya. Sepertinya ia bingung darimana kertas itu berasal. Ia melihat sekitar, dan pandangannya terhenti ke arahku. Aku diam saja, sebenarnya aku sedikit takut, takut kalau ia akan membenciku. Aku juga tidak bisa menyalahkan jika orang lain menganggapku seorang kriminal karena aku berada di tempat ini.
Aku terus melihatnya. Ia mengambil pulpen dari tasnya dan menulis di kertas yang aku lempar tadi, kemudian ia melipatnya menjadi pesawat dan menerbangkannya padaku. Gadis itu maju beberapa langkah, Pesawat itu sekali lagi berhasil melewati pagar. Lalu aku memungutnya.
"Bukan urusanmu! Kau ingin menyuruhku berhenti menangis? Kau ingin mengatakan kalau aku cengeng?.Kau tidak akan pernah mengerti, jangan ikut campur!"itu balasan dari gadis itu, mungkinkin ia benar-benar mengiraku orang jahat.
Aku memberinya balasan, dan sekarang ia sedang membacanya.
"Menangis saja kalau itu bisa membuatmu lebih baik. Kadang kesedihan bisa hilang bersama air mata.", lalu aku mengambil selembar kertas lagi dan menggambar wajah anak perempuan yang jelek, di bawahnya ada tulisan : "Sayangnya saat menangis kau terlihat seperti ini. Tapi mungkin saat tersenyum akan lebih baik."
Anak itu terdiam melihat kertas balasanku yang pertama, kemudian ia tertawa kecil saat membaca balasanku yang kedua. Kali ini ia tidak menulis balasan lagi, tapi ia berjalan mendekat ke arahku. Ia terus melangkah mendekati pagar yang menjadi batas duniaku. Wajahnya semakin terlihat jelas, ia adalah anak yang manis, rambutnya sesekali tertiup angin, ia memakai lambang konoha sebagai pita di kepalanya, rupanya ia seorang kunoichi. Matanya berwarna emerald dan sembab karena terlalu lama menangis. Kulitnya putih dan halus. Aku... ingin mengenalnya...
"Berhenti, jangan mendekat!" aku berteriak saat ia tinggal beberapa langkah dari pagar.
0=0=0=0=0=0=0
TO BE CONTINUED...
0=0=0=0=0=0=0
Huaaah... gak nyangka chapter 1 jadinya sepanjang ini...
Oiya, perkenalkan, minna-san, saya author baru dan ini fanfic keduaku...
Cerita ini terinspirasi dari lagu Shuujin (Len Kagamine) dan Kami Hikouki (Rin Kagamine). Aku akan berusaha agar ceritanya tetap berasa suasana Naruto.
Jadi tolong Review ya... aku butuh banget kritik dan saran supaya ceritaku jadi lebih baik.
Bahasa ceritaku gimana? Apakah terlalu kaku?, ya maklum lah..., saya memang gak ngerasa punya bakat nulis ^^a
Trus, apa rating cerita ini harus kuganti jadi M ya? Soalnya ada beberapa scene Torture and abuse (si author rada sadis). Tolong beri masukan ya, reader-san...
Dan akhir kata...
NO REVIEW NO NEXT CHAPTER...^^
Arigatou...
