SUMMARY: It's just a poem about him by her…

DISCLAIMER: Naruto © Masashi Kishimoto


Arigatou

© The Law Of Gege


...

cinta..

sebenarnya apa itu cinta?

awalnya aku tidak tahu..

namun perlahan..

aku mulai tahu..

...

cinta itu..

bagaikan seekor burung..

yang terkekang..

oleh sangkarnya..

...

lalu siapa yang menjadi burung?

dan siapa yang menjadi sangkarnya?

...

selama bersamanya..

aku menyadari..

jawaban dari semua itu..

...

burung itu.. adalah cinta..

dan orang yang kita cintai..

adalah sangkar itu sendiri..

...

lalu siapa kita?

kita bukanlah siapa-siapa..

kita hanyalah sebagai penonton..

hanya menonton seekor burung..

yang berkicau merdu..

walau kita tak tahu..

apa yang sebenarnya..

burung itu nyanyikan..

burung itu terus terkekang..

burung itu adalah milik kita..

tapi sangkar tanah yang mengurungnya..

membuat kita tak bisa..

merasakan lembutnya..

mendengar indahnya..

...

walau kita tak mampu melihat..

wujudnya yang transparan..

.


Langit senja.. benar-benar indah. Bagaikan selembar kain emas yang terulur indah di sebuah tongkat langit yang berdiri kokoh. Matahari sudah lelah~ menyinari semuanya. Menyinari kebahagiaan. Menyinari kesedihan. Menyinari kemarahan. Semuanya. Semua telah ia sinari. Dan sekarang sudah saatnya ia istirahat untuk dapat melakukan pekerjaan rutinnya esok. Mungkin kita harus mengucapkan 'selamat tidur' pada sang raja siang..

Sepasang mata emerald menangkap sesosok yang tengah duduk bersimpuh. Melihat hal tersebut, bibir tipisnya agak sedikit melebar - namun seperti membentuk sebuah goresan indah di kanvas putih wajahnya. Matanya bersinar - entah itu adalah pantulan sinar mentari senja. Kakinya yang putih - bak sebuah guci porselen - melangkah, mendekati sosok yang telah lama ia kenal.

"Sudah lama?"

Tangannya yang dibalut oleh sarung tangan rajutan - menepuk lembut bahu orang yang sedari tadi duduk - menatapi sebuah makam tak bertuan. Kontan, ia refleks menengok ke belakang. Mata lavendernya melihat seorang wanita berambut merah muda yang membawa seulas senyuman dan seberkas sinar dari mata emeraldnya. Ia menganggukkan kepalanya pelan.

Tubuh yang sempurna dan tanpa cacat sedikit pun - mulai duduk bersimpuh di samping sahabatnya. Mata hijaunya menatap kilauan yang terpantulkan oleh sebilah pedang yang tertancap gagah di gundukan tanah..


...

aku membutuhkan sebuah kunci..

kunci untuk membuka sangkar tanah itu..

untuk membuka kurungan seekor burung..

...

aku mencari-cari..

aku bertanya-tanya..

dimana gerangan kunci itu berada?

...

semakin giat aku mencari..

semakin lama aku mencoba..

tetap tidak ada hasilnya..

...

lalu ada dimana?

ada dimana?

...


Wanita itu berdiri. Rambutnya yang berwarna indigo memantulkan sinar mentari merah. Mata lavendernya memandangi tubuh bungkuk di hadapan sebilah pedang panjang, sayu.

Dirinya masih saja duduk - walau sahabatnya sedang menunggunya. Membiarkan salju menjadi alas belahan buah persiknya. Masih. Masih saja ia memandang. Memandangi pedang tak bernama, tak bertuan. Bibirnya bagian bawahnya yang merah merona tergigit, lembut. Walaupun seuntai kalung yang mencolok menggantung di gagang pedang itu, sama sekali tidak ia pedulikan. Hanya sekilas saja, ia melirik. Baginya, pedang itu memiliki beribu-ribu arti.. yang tak bisa dijelaskan dengan cara apapun..


...

sangkar tanah itu terbuat dari tanah..

dan tanah pula lah yang menjadi kuncinya..

...

lambat laun..

aku mulai menyadari..

bahwa kunci itu..

adalah diriku sendiri..

...

kita tercipta oleh Tuhan..

dari tanah..

...


Matanya yang berwarna hijau dan tidak pernah disirami air - kini mulai meneteskan air mata. Sebenarnya dirinya ingin menangis, menjerit. Tapi baginya itu sama sekali tidak ada gunanya. Itu hanya membuktikan bahwa dirinya itu lemah. Dengan lembut, ia menyeka genangan air di pelipis matanya. Ia kemudian tersenyum, semangat yang biasa ia tunjukkan telah kembali..

"Ayo, kita kembali.. sahabatku.."

Ajakan dari suara halus nan lembut itu meneguhkan pendiriannya. Ia tak boleh larut dalam kesedihan. Ia tidak boleh jatuh dalam keterputus-asaan..

Wanita itu bangkit dari duduknya - sekaligus keterpurukannya. Dengan langkah pasti, ia mengikuti jejak sang sahabat.

"Arigatou, Sasuke-kun.. karena telah.. mencintaiku.." ia berbisik lembut. Sosok mereka berdua hilang di tengah hutan yang gelap. Meninggalkan sepetak makam di tengah langit malam yang ditaburi oleh berbagai bintang yang bersinar..

Makam tetaplah makam..

Yang bisa dilakukan adalah membiarkan dirinya terpatri di bebatuan yang keras. Walaupun saat itu angin menghembuskan nafasnya yang dingin, bintang-bintang yang bersinar terang menghangatkannya, menemaninya..


aku dapat membuka kunci sangkar itu..

burung tak terlihat itu bebas..

namun aku masih merasakan..

kehadirannya..

suara kepakannya..

dan kicauannya..

...

aku begitu bahagia..

merasakan kebebasan burung itu terbang..

...

dan tanpa kusadari..

aku menelantarkan dirinya..

yang menjadi sarang..

sekaligus rumah..

bagi burung itu..

...

...

THE END

.

..


But baby don't cry..

You had my heart..

At least for the most part..

Cause everybody's gotta die sometime..

We fell apart.. Let's make a new start..

Cause everybody's gotta die sometime..

But baby don't cry..

*Ngepause lagu A Little Piece Of Heaven-nya Avenged Sevenfold di mp3*

(tarik napas dalem-dalem) GYAAA!!! LAGI-LAGI BIKIN POEM FIIIC!! GAK FULL PULAA!!

Eng, ini iseng-iseng gue buat pas lagi ngetik lanjutan Blue Eyes. Jadi, maap ya kalo ficnya agak-agak gaje gitu. Puisinya juga.. sulit dimengerti. Author sendiri sempet gak wudeng. (SFX: wong edan!)

Maklum.. GAK ADA INSPIRASIIIII PAS BIKIN FIC INIIII!! (stress gara-gara flashdisk yang berisi hentai ilang semua)

Terserah dah mau review ato kagak..

Makasih ye udah mau baca!!

The Law Of Gege

a.k.a

Kosuke Maeda