"Hal yang paling kutakutkan adalahー"
Tetesan hujan semakin membasahi Ibu Kota Korea Selatan, Seoul. Beruntung tidak ada petir dan angin kencang yang melanda. Hanya hujan ringan yang bisa membuat orang-orang basah kuyup jika berjalan ditrotoar tanpa payung. Asap rokok yang mengepul diudara terbang bebas, perlahan menghilang tertiup angin, aktifitas yang sangat pria ini senangi saat sendirian, melakukan sesuatu yang merupakan hobi, me-time yang sangat berharga.
Didepan Kit's Cat Cafe yang sudah lama tutup ini, banyak sekali kenangan yang terbentuk. Walaupun hanya tinggal bangunan tua yang kosong dengan papan nama yang sudah rusak termakan usia. Ini adalah tempat ter-favorit, mengulang kenangan bahagia itu tidak buruk. Sesekali membuat senyuman kecil, saat mengingat masa-masa dimana masih ada orang terkasih, Ibu.
Bersandar lalu kembali menghisap puntung rokok yang kini tinggal setengah, sedangkan bagian lainnya sudah menjadi abu. Dilihat jam tangan yang menunjukkan pukul 4 sore, hari ini sangat tenang tanpa cacat sedikitpun. Tidak ada janjian dengan klien ataupun toko antik yang kini dikelolanya sedang tutup. Seminggu ini benar-benar hari yang tenang. Sampai sebuah suara yang menghilangkan lamunan sang pria.
Someone's POV
"Ah... Basah, bagaimana ini, duh, bisa telat..." Nampaknya gadis ini berbicara sendiri. Dengan rambut yang terurai sepanjang bahu berwarna kecoklatan dan pakaian yang cukup basah karena kehujanan, lalu berteduhーtepat disebelahku.
Kepala yang sedikit kutolehkan berhasil menangkap bentukan fisik si gadis, sedikit lebih pendek dariku namun, ia mengingatkanku akan seseorang. Tidak sadar aku memperhatikan gadis ini dengan rokok yang masih bertengger dibibir.
"Tisu.. Mana tisu.." Gadis ini terlihat panik, tidak sengaja kudengar tadi ia telat? Mungkin bertemu klien.
"Kau genggam." Ujarku dalam hati.
"Oh! Yaampun." Seraya menepuk keningnya dan tertawa kecil.
"Kau seceroboh itu?" Seulas senyum kecil tidak sadar terbentuk.
Sembari mengeringkan bagian yang tadi terkena hujan, satu, dua, lima, delapan tisuーatau lebih? Sudah dihabiskan hanya untuk mengeringkan pakaian, terlihat kesusahan saat menggenggam tisu sebanyak itu.
"Kenapa tidak kau buang dulu tisu-tisu itu? Bodoh, disebelahmu." Ingin sekali kuberitau kalau tepat disebelah kanan kakinya ada sebuah tempat sampah kecil yang usang.
"W-WaーJatuh," ia mengambil satu tisu yang terjatuh, lalu disusul dengan tisu yang lainnya, mereka sudah janjian? Pada akhirnya gadis ini sibuk dengan tisu-tisu yang berjatuhan.
Semakin lama menatap gadis ini, aku merasa ada yang aneh denganku. Kecerobohannya, wajah itu, semuanya.
"Hal yang paling kutakutkan adalah..."
"Adalah..."
"Kehilangan orang yang sangat kusayangi."
Getaran ponsel sedikit mengagetkanku, untung saja gadis itu tidak menyadarinya. Kuambil dan dilihat nama yang tertera disana, 'Ahjumma's Calling...'
Kuhembuskan asap rokok untuk kesekian kalinya, namun sedikit penekanan untuk kali ini, diliriknya dirimu lagi lalu diikuti dengan menggeser panggilan hijau dilayar sentuh untuk menjawab telepon.
"Ya?"
"Aldric,"
Disaat itu juga tempat sampah bergeser sedikit dengan sendirinya dan menyentuh kaki kanan si gadis, "Eh?" Tanpa berpikiran yang macam-macam ia langsung memasukkan semua itu kedalamnya. "Bagaimana bisa aku tidak menyadarinya..? Ah! Jam berapa ini?!" Begitulah, untung saja tipe gadis yang ceroboh.
"..."
"Aku tau kau sedang sibuk, tapi, ada klien yang bersikeras ingin bertemu denganmu."
"Hm, tempat biasa."
"Alー"
Selesai sudah percakapan singkat ditelepon itu, kubuang puntung rokok yang sudah tinggal seperempat dan diinjak agar percikan apinya tidak menimbulkan masalah yang lebih besar.
Kukeluarkan kunci motor dan hendak berjalan meninggalkan tempat itu karena hujan sudah mulai mereda, namun sebuah tangan menahanku untuk pergi.
"Mm... Itu, motormu? Kau bawa motor?"
Untuk pertama kalinya mata kami saling menatap, cukup singkat sampai kubalas pertanyaannya dengan sebuah anggukan.
"Pas sekali! Boleh aku ikut bersamamu? Hm... Aku ada janji dengan seseorang namun sudah sangat telat, jadi..." Pandangannya beralih kearah jam tangan yang dikenakan lalu kembali menatapku.
"Boleh...?" Lanjutnya.
"Ke arah Insadong?" Tanyaku cepat.
"Wah...! Kebetulan sekali, tujuanku juga kearah sana."
Kebetulan? Kurasa.
Sebuah anggukan singkat kembali kuberikan, yang berarti setuju. Langsung saja kuberjalan kearah motor dan langsung kunaiki sembari menyalakan mesin, ia juga mengikutiku dari belakang lalu membonceng. Sempat kulihat wajah sumringahnya, juga, seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tidak ku gubris dan langsung berjalan.
Diperjalanan tidak ada yang mengeluarkan sepatah dua patah kata, kalau untukku, ini adalah hal wajar namun tidak untuk si gadis yang belum kutanyakan namanya ini. Kulihat, ia tipe yang cerewet?
"Ponselmu bergetar." Bingo, mungkin juga baik hati.
"Biarkan saja."
"Tapi, sudah sekitar 5 menit? Apa tidak apa-apa?"
"Iya."
Selesai, percakapan yang singkatー
"Hm.. Kuangkat saja ya? Kasihan kan kalau dia menunggu," dengan santai gadis ini mengambil ponsel disaku jaketku dan menggeser tombol hijau.
"Jaー"
ーtidak, sepertinya setelah ini ia akan diceramahi seseorang.
"Aldric, diー"
"Yeoboseyo?"
Sial, andaikan aku tidak sedang menyetir motor.
"..." Tidak ada tanggapan dari telepon.
"Anu, maaf tapi yang punya ponsel sedangー"
Sambungan terputus.
Gadis ini menatap ponselku dengan pandangan bertanya-tanya. Tepat saat aku menepikan motorku, tepat disebuah bangunan dengan cukup banyak orang disana.
End of Aldric's POV
Si gadis sontak menoleh dan sedikit terkejut, seraya turun dari motor.
"Wa... Daebak! Kau juga ingin kesini?" Masih dengan menggenggam ponsel Aldric.
Lupa dengan masalah sebelumnya, si pria terdiam sejenak. Sangat tidak enak sebenarnya jika dapat membaca pikiran seseorang, Aldric refleks mengantarkan gadis ini ketujuannya.
"Hm.. Iya."
Ekspresi senang tidak terbendung diwajah lawan bicara, "Kebetulan sekali ya, ada apa dengan hari ini? Aneh sekali..." Suara ringtone ponsel si gadis berbunyi, sontak langsung mengambil dan menerima panggilan itu.
"Nde.. Nde... Tunggu aku ya, sudah didepan kafe, sebentar..." Lalu ditutup panggilan itu.
Pandangan mereka kembali bertemu, "Terimakasih banyak sudah repot-repot mengantarkanku, ah, namaku Roselyn. Cho Roselyn. Panggil saja Lyn, hehe. Sampai bertemu lagi.." Sembari membungkukkan badan dan berbalik lalu berlari kecil, saat Aldric tidak menjawab kalimat Lyn, gadis ini kembali berbalik.
"Aldric! Kau percaya dengan hal-hal yang ada didalam buku cerita?" Sedikit berteriak.
Kuberikan jawaban dengan ekspresiku yang sedikit mengerutkan alis.
"Kalau aku percaya!" Seraya melambaikan tangan dan kembali berbalik lalu menghilang dari pandangan.
Aldric terdiam beberapa detik, "Hal-hal didalam buku cerita?" Gumamnya. "Yang tidak masuk akal, begitu? Mungkin, iya."
"Bahkan keberadaanku ini adalah palsu."
Menarik napas lalu dikeluarkan secara perlahan, atensinya kearah bangunan dengan nama Hanbok Cafe. Kafe penyewaan baju khas korea, kafe ini cukup terkenal karena berisikan fotografe yang profesionalーtunggu, ia melupakan sesuatu, ponselnya.
"...Ponselku."
Dengan cepat Aldric memakirkan motornya dan berjalan memasuki Kafe, perlahan dibuka pintu utama bangunan itu dan disambut dengan beberapa orang yang terlihat sibuk. Didalam kafe itu sangat kental khas koreanya. Ternyata cukup luas, walaupun begitu tidak sulit untuk menemukan gadis itu, namun langkahnya terhenti saat melihat pemandangan yang masih cukup jauh didepannya.
"Selamat datang tuan, sudah membuat janji?" Seseorang menghampirinya.
"Aa, tidak. Aku akan segera pergi."
Senyuman yang mengembang terlihat berbeda saat mereka bertemu, gadis itu tersenyum dengan artian lain, ke orang yang kini sedang berbincang dengannya.
"Kenapa aku merasa seperti ini? Memang, ada yang aneh dengankuーsejak pertama kali kita bertemu."
Ia segera berbalik dan berjalan keluar.
"Tidak, tidak apa-apa, aku ada pakaian ganti didalam." Sembari menyelipkan rambut kebelakang telinganya. Senyuman Lyn mengembang dengan sendirinya.
Seraya mengeluarkan ponsel, "Haha, begitu? Baguslah, jadiー"
"Ah! Aku melupakan sesuatu, yaampun..." Lyn menggeledah isi tasnya dan menemukan ponsel Aldric.
"Ponsel barumu?" Tanya si Pria.
Menggeleng cepat, "Ceritanya panjang, nanti kuceritakan," seraya menatap sekelilingnya, "Sebentar ya, Dae." Berpamitan sejenak dengan pria bernama Dae ini dan berjalan menuju konter, bersamaan dengan suara motor Aldric yang mulai menjauh.
"Eonni~ Ada pelanggan bernama Aldric tidak?"
"Aldric?" Lalu mengecek data pelanggan, dan gelengan yang didapat. "Tidak.. Ada apa Lyn?"
"Tidak ada? Benarkah? Tapi..." Lyn berpikir sejenak lalu tersenyum. "Ah, tidak apa-apa, gomawo eonni!"
"Nde.."
Gadis ini berjalan keluar kafe, mencari sosok pria yang baru beberapa menit yang lalu bertemu. "Dia berbohong? Tapi, kenapa?" Tanyanya dalam hati.
"Entah mengapa, aku merasa kecewa." Ujar Aldric dan Lyn bersamaan didalam hati.
Aldric's POV
Kenapa aku harus pergi tadi? Seharusnya kuambil ponsel lalu langsung pergi, ah... Benar-benar... Mungkin sudah beberapa menit lebih aku telat, lagi pula ini bukan salahku, aku tidak ingin bertemu namun ia memaksaku untuk bertemu dengannya dengan membawa-bawa nama klien. Masih megendarai motor, dan sedang lampu merah.
Kalau dipikir-pikir, Lyn, gadis itu mirip dengan...
Ibuku. Lebih tepatnya wali, tidak ada hubungan darah namun saat aku membuka mata disebuah kamar, pertama kali wajah yang kulihat adalah wajahnya. Dan disaat itu juga aku merasakan hidup kembali dengan tubuh yang mengecil, tepat 50 tahun yang lalu, ibu, gadis yang kucintai, pergi untuk selamanya.
Sempat goyah karena Lyn, sudah cukup lama aku tidak membuka kembali perasaan ini. Saat aku melihat Lyn dengan pria lain tadi, rasanya.. Sama seperti saat aku kehilanganmu. Aku takut ditolak. Karena aku kembali merasakan 'cinta pada pandangan pertama' yang akan berakhir sama.
End of Aldric's POV
Bersambung...
Siapa sebenernya Aldric? Pesulap? Kok suka sama ibunya? Loh loh loh, penasaran? Stay tuned~ Fav+Comment ya! Thanks.
