Okey ini fict yang keempat dari saya. Di chapter pertama di jamin tidak ada lemon. Tapi untuk chapter selanjutnya saya pastikan ada. Terinspirasi dari lagu Just Give Me A Reason dari PINK.

.

.

Naruto dan Hinata telah menikah dua bulan yang lalu. Namun rumah tangga mereka tidak berjalan mulus seperti apa yang diharapkan. Naruto masih menyayangi seseorang yang telah menjadi istri dari sahabatnya sendiri. Apakah rumah tangga Naruto dan Hinata akan berlanjut atau justru mereka akan berpisah? Happy Reading :D


A NARUTO FICT

BY NAMIKAZE MUTIARA HANA

CHAPTER I

JENUH

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Pairing Utama : Uzumaki Naruto & Hinata Hyuuga

Genre: Romance, tragedy, dll

Warning: seperti biasa alur cepat, OOC, gaje, de el el

DON'T LIKE DON'T READ


Aku merasa jenuh dengan hubungan ini. Dengan kisah cinta kita. Ada apa denganku?

Hinata

Kau cantik. Kau manis. Cintamu tulus padaku. Tapi entah mengapa aku tidak bisa membalas itu. Kenapa?


"Naruto-kun" gadis itu memanggil nama suaminya. Malam itu adalah malam kesekian kalinya mereka tidur di ranjang yang sama namun suaminya masih mengacuhkannya. Gadis bermarga hyuuga itu hanya bisa menarik nafas untuk sedikit melegakan hatinya.

"Ya ada apa Hinata?" Naruto tidak sama sekali melirik gadis itu. Naruto menutup buku yang ia baca. Sekalipun mereka telah menikah dua bulan lalu, Naruto masih bersikap dingin pada gadis itu.

"Akhir-akhir ini sepertinya kau sering bermimpi buruk. Kau bisa menceritakannya padaku" Hinata menatap suaminya itu. Sejak satu minggu ini Hinata selalu mendengar Naruto mengigau memanggil-manggil nama perempuan lain. "Apa kau ada masalah Naruto-kun?" Hinata tahu Naruto menikah dengannya karena terpaksa. Tapi Hinata selalu berusaha membuat Naruto untuk membalas cintanya.

"Aku tidak ada masalah. Itu mimpi biasa" Naruto tersenyum palsu. Ia mengalihkan pandangannya dari istrinya itu.

"Naruto-kun, apa kau mencintaiku?" Hinata menatap penuh harap pada pemuda itu. Yang di tanya malah terlihat gelagapan.

"Eh? Em ya tentu saja" masih dengan senyum palsunya.

"Naruto-kun" Hinata memegang wajah suaminya. "Aku mohon jujurlah walau itu sedikit" Hinata tak kuasa untuk menahan tangisnya.

Naruto melepas tangan itu. "Malam ini aku ingin tidur di ruang tengah. Maaf!" pemuda itu berjalan menjauhi Hinata. Meninggalkannya sambil membawa sebuah bantal. Dirinya sama sekali tidak tahan melihat gadis itu menangis di hadapannya. Ia sungguh menyesali akan keputusannya untuk menikahi Hinata. Ia kira dengan seiring waktu berjalan, perasaan cinta itu akan muncul. Akan tetapi lain dari harapannya. Hatinya malah semakin hampa. Ia masih saja mengingat gadis berambut pink yang kini telah menikah dengan sahabatnya, Uchiha Sasuke. Naruto lalu membantingkan tubuhnya di atas sofa berwana cream itu dan ia mencoba untuk menutup matanya.

Mata lavender tak kuasa lagi menahan tangisnya. Ia selalu berusaha menyenangkan Naruto. Selalu berusaha menjadi seorang istri yang baik. Tapi apa daya pernikahan yang di idamkannya ini malah membawa petaka besar padanya. Hatinya teramat sakit mendapatkan perlakuan dari suaminya. Hinata menggenggam erat selimut itu. Apa yang harus ia lakukan. Hinata teramat mencintai Naruto. Wanita itu tidak mau kehilangan Naruto. Padahal Hinata telah mencintai suaminya itu sejak mereka masih kecil. Gadis itu selalu bersembunyi sambil memperhatikan Naruto. Wajahnya selalu memerah ketika lelaki itu mendekatinya. Tapi Naruto tidak cukup peka padanya. Hinata untuk ribuan kalinya menahan tangisnya ketika pria itu malah mendekati perempuan lain. Dan tidak lain, perempuan itu adalah Sakura. Teman baiknya Hinata.

''Apa yang harus aku lakukan" lirihnya pelan.

Apa ia salah terlalu mencintai suaminya itu?

Apa ada yang salah dengan sikapnya pada Naruto?

Mengapa Naruto berlaku seperti itu padanya?

Pertanyaan itu terus berkecamuk dalam fikiran Hinata. Hinata menghentikan tangisnya. Ia sangat ingin melihat wajah suaminya. Hinata bangun dari tempat tidur itu lalu keluar dari kamar mereka sambil membawa selimut untuk Naruto. Hinata melihat pria yang di cintainya itu tengah tertidur di sofa ruang tengah. Hinata lalu mendekatinya.

"Naruto-kun, maafkan aku tidak bisa menjadi seorang istri yang kau inginkan" lirihnya lembut berusaha untuk tidak menangis. Hinata lalu menyelimuti Naruto dan mengusap pelan rambut pirang lelaki itu kemudian ia mencium kening pria itu. Hinata teringat ketika pria yang di hadapannya itu selalu tersenyum hangat pada siapapun. Termasuk pada dirinya. Selalu bersemangat dan memberi warna tersendiri bagi hidup Hinata. Tapi itu sebelum mereka menikah.

"Naruto-kun, aku-aku sangat mencintaimu. Aku akan selalu berusaha menjadi apa yang Naruto inginkan. Aku tidak ingin Naruto pergi dariku. Aku tidak tahu alasan mengapa Naruto bersikap dingin kepadaku. Tapi aku tidak apa-apa. Aku tidak merasa sakit hati. Aku tetap bahagia dengan adanya Naruto di sampingku" Tangis gadis itu pecah kembali. "Aku hanya berharap Naruto mau menerimaku. itu saja" Hinata langsung pergi kembali ke kamarnya. Naruto membuka matanya. Ia sama sekali belum tertidur. Tak terasa air matanya ikut membasahi pipinya.

"Apa aku terlalu bersikap jahat pada Hinata? Maafkan aku" Naruto kembali teringat akan kelakuan istrinya itu. Ketika ia mendekati Hinata, wajah Hinata langsung memerah padam. Pada waktu itu dengan polosnya Naruto malah memegang kening Hinata karena mengira wajah Hinata yang memerah itu sakit demam dan dalam beberapa detik saja gadis itu pingsan. Saat itu, Naruto sama sekali tidak menyadari akan rasa cinta tulus yang kini menjadi istrinya. Kini Hinata tak seperti dulu, tapi rasa cintanya masih sama. Gadis itu tumbuh menjadi sesosok wanita yang sangat cantik dan juga anggun. Selalu berusaha melayani suaminya dengan baik, tapi ia malah bersikap demikian. Naruto tersenyum ketika mengingat semua itu. Ia lalu menghapus air matanya kemudian mencoba untuk menjemput mimpinya.

Saat itu Hinata menangis sejadi-jadinya. Terus dan terus memikirkan apa keputusannya untuk masa depan pernikahannya itu. Ia sangat menyayangi Naruto lebih dari dirinya sendiri. Ia rela melakukan apa saja untuk pria itu. Tapi ia tetap tak bisa memaksakan kehendak pria itu. Hati Naruto bukanlah untuk Hinata. Ia menyadari itu. Percuma saja bila Hinata bahagia tapi seseorang yang di cintainya itu tidak merasakan hal yang serupa. Atau mungkin pernikahan ini menjadi pesakitan bagi Naruto.

"Aku sudah memutuskannya. ini jalan terbaik. ya ini jalan terbaik". Hinata lalu mencoba menutup matanya. Ia ingin menyudahinya sampai disini.

.

.

Naruto membuka matanya. Ia terbangun dari mimpinya. Pemuda itu melihat jam dindingnya yang sudah menunjukan pukul enam pagi. Ia lalu melihat ke arah dapur, tidak ada Hinata. Biasanya wanita bermata lavender itu tengah sibuk memasak sarapan pagi untuk Naruto. 'Mungkin dia masih tidur'. pikirnya. Naruto lalu beranjak dari sofa itu lalu berjalan ke kamar mandi. Setelah selesai mandi, Naruto melangkahkan kakinya ke kamar dia dan Hinata. Naruto membuka pintu kamar itu dan melihat mata lavender itu masih berkutat dengan mimpinya. Ia lalu mengambil beberapa pakaian kerjanya lalu memakainya. Biasanya Hinata selalu membantunya dalam mempersiapkan pakaian kerja. Dan juga selalu memakaikan dasi yang benar pada Naruto. Naruto terus berusaha memakai dasi itu namun percuma. Ia membiarkan dasinya begitu saja. Naruto lalu menatap sebentar ke arah istrinya. 'Manis'. Batinnya dalam hati. Naruto bergegas ke dapur. Di dapur ia bingung harus menyiapkan menu sarapan apa untuk dirinya dan juga Hinata. Naruto lalu mengambil sekotak susu lalu menuangkannya. Ia lalu mengambil roti lalu memanggangnya. Setelah itu Naruto melahapnya karena ia baru sadar ia sangat kelaparan karena malam ia tidak makan. Padahal Hinata telah menyiapkan makan malam untuk Naruto. Naruto termenung, ia merasa bersalah atas sikapnya kemarin pada Hinata. Naruto lalu melirik makanan yang kemarin Hinata siapkan. Semuanya terbuang sia-sia. Sop miso tofu dan sukiyaki. Naruto lalu membuang makanan itu ke tong sampah. 'Dia bilang tidak sakit hati? bohong. Dia harusnya sudah membenciku'. Katanya dalam hati. Setelah selesai melahap beberapa roti, Naruto lalu membawa piring berisi lima roti dan satu gelas susu ke dalam kamarnya. Ia menyiapkan itu untuk Hinata.

Naruto lalu membuka pintu kamar itu. Ia meletakkan piring dan susu itu di meja tata rias Hinata. Ia mencari secarik kertas dan menuliskan sesuatu. entah mengapa, naruto mendekati gadis itu lalu ia membenarkan selimut yang melekat di tubuh hinata. tangannya tak kuasa untuk membelai rambut istrinya itu.

"ittekimasu" katanya pelan. naruto tidak ingin membangunkan hinata. ia lalu mencium kening gadis itu dan bergegas pergi ke kantornya.

Hinata mencoba membuka matanya. Matanya begitu sembab karena tangisannya semalam. Ia melirik jam beker yang ada di sampingnya. "Jam delapan?" Hinata langsung terbangun. "Naruto-kun pasti telat. Ah bagaimana aku ini, aku belum menyiapkan sarapan untuknya" gadis itu merasa bersalah karena ia bangun terlambat. Namun Hinata tertegun melihat ada piring berisi roti panggang dan segelas susu di meja tata riasnya. Ia juga melihat ada selembar kertas. Kemudian gadis bermata lavender itu membacanya. Matanya terbelalak seakan tak percaya bahwa itu dari Naruto, suaminya.

Ohayou Hinata-chan

Maafkan aku soal semalam

Ini aku siapkan sarapan untukmu

Maaf ya kalau tidak enak, hehe

Aku akan pulang cepat malam ini

Kita akan makan malam di luar, jadi bersiaplah

Ittekimasu

Suamimu, Naruto

Betapa terkejutnya Hinata membaca surat itu. Ia kembali mengeluarkan air matanya. Namun, ini bukan air mata kesedihan seperti yang sudah-sudah. Tapi, ini adalah air mata kebahagiaan yang telah lama ia tunggu. Hinata lalu memakan roti panggang suaminya dan ia tersenyum simpul. Rasanya sedikit pahit karena roti itu sedikit gosong. Namun ia sangat menghargainya. Seakan tak peduli bagaimana rasanya, Hinata memakan roti panggang itu sampai habis lalu ia menghabiskan satu gelas susu itu.

"Arigatou Naruto-kun. Aku tidak ingin kehilangan Naruto-kun. tidak ingin" katanya pelan. Ia sangat bahagia.

.

.

Naruto terus memacu mobil mercedes miliknya. Tak lama kemudian ia sampai ke sebuah gedung milik perusahaan ayahnya, Namikaze group. Dengan pakaian yang tidak rapih, ia berjalan menuju ruang kerjanya. Semua pegawai memperhatikan penampilannya saat itu namun Naruto tidak memperdulikannya. Dan sahabatnya Kiba kemudian mendekati si bos muda itu.

"Ohayou gozaimasu" pria berambut coklat dengan garis merah di wajahnya itu menyapa. Biasanya jika sedang ada di luar, Kiba memang di haruskan untuk menghormati bosnya itu. Tapi berbeda jika sudah masuk ke ruangan kerja Naruto.

"Ohayou, kau ikut denganku" kata pria berambut pirang itu tanpa melihat wajah sahabatnya.

"Eh baiklah"

Mereka berdua kini telah berada di ruang kerja Naruto.

"Hari ini kau terlihat sedikit cerah Naruto-sama" kata Kiba sambil duduk di kursi penerima tamu milik bos muda itu.

"Kau jangan memanggilku dengan embel-embel seperti itu. Apa kau bisa memasangkan dasi ini?" Naruto kembali sibuk memakai dasinya. namun tetap ia tidak bisa.

"Ah tidak bisa, itu tugas perempuan" sahut sahabatnya itu menolak.

"Ayolah? Kau tadi lihat kan mereka memandangku seperti itu?" Naruto lalu mendekati sahabatnya itu.

"Ah kau ini Naruto. tidak tidak. Bagaimana kalau Sakura tiba-tiba masuk ke ruangan ini lalu ia melihatku memakaikan dasimu? Ah apa kata dunia?" Kiba menjauhi bos nya itu. Ada rasa ngeri di hadapannya.

"Oh jadi kau berani membantah bos mu begitu?" Naruto menatap death glare pada Kiba.

"Eh biasanya kau kan selalu rapih. Kenapa kau begitu kacau?" Kiba menatap geli pada Naruto. Ia membayangkan apabila ia memasangkan dasi itu. Ah ia bisa kehilangan reputasinya sebagai cowok tulen.

"Istriku sepertinya kelelahan. Ia bangun terlambat jadi ya beginilah" kata Naruto sambil terduduk di kursi besar miliknya.

"Kau habis main dengan istrimu Naruto?" Kiba tersenyum jahil. Naruto tiba-tiba sweetdrop mendengarnya. 'jawabannya tidak, aku belum pernah menyentuhnya'. batinnya dalam hati.

Tak berapa kemudian terdengar suara ketukan pintu.

tok tok tok

"Masuklah" Naruto melihat pintu itu terbuka dan wanita berambut pink itu masuk ke dalam ruangnya. Naruto. Ya dia adalah Sakura teman masa kecilnya dan seseorang yang masih ia sukai. Wanita itu tersenyum manis pada dirinya dan juga Kiba.

"Ohayou gozaimasu" sapanya ramah. Wanita itu membawa setumpuk berkas untuk ia berikan pada sahabatnya sekaligus temannya, Naruto.

"Ah Sakura-chan, apa kau bisa memasangkan dasi ini?" Naruto mengharapkan Sakura menjawabnya iya.

"Aku harus kembali ke ruanganku. Permisi" Kiba lalu pergi keluar ruangan tersebut. Ia tidak ingin mengganggu.

"Tentu saja" jawab Sakura masih dengan senyumannya. Wanita itu mendekati Naruto. Naruto lalu berdiri dan ia membiarkan Sakura membenarkan dasi itu. Jantungnya cukup berdetak kencang ketika ia berada sedekat ini dengannya.

"Kau sedang bertengkar dengan Hinata kan?" tanya Sakura sambil menatap death glare pada Naruto.

"Ti-tidak, aku tidak bertengkar dengannya" Naruto sweetdrop melihat tatapan Sakura itu.

"Sudah selesai, ini tampak lebih baik" Sakura mengencangkan dasi itu. Naruto secara refleks memegang Sakura itu dan menatapnya dengan penuh harap.

Brakkk

"Awww" Sakura memukul perut Naruto. Ia merasa risih dengan tatapan dan pegangan Naruto. "Aku sudah menikah, dan begitu pula kau. Kalau kau berani berbuat seperti itu lagi, aku akan keluar dari pekerjaan ini. Semua berkas itu harus kau tanda tangan. Aku akan kembali satu jam lagi. Permisi Naruto-sama" Wanita itu membelakangi Naruto dan berjalan keluar dari ruangan itu. Sakura menutup pintu terlalu keras dan cukup mengagetkan Naruto.

"Kau benar Sakura-chan. Harusnya aku tak seperti ini" katanya pelan. Ia lalu melihat semua berkas itu lalu menandatanganinya.

.

.

Satu jam kemudian

tok tok tok

"Masuklah" Wanita berambut pink itu kembali memasuki ruangan itu. Namun ia tak seramah tadi pagi.

"Kau masih marah padaku?" tanya Naruto pada sekretarisnya itu.

"Entahlah" Sakura hanya mengambil beberapa berkas yang sudah di tanda tangani Naruto. Wanita itu fokus melihat apakah naruto sudah benar melakukannya atau ada yang belum di tanda tangani. Setelah semua tidak ada masalah, Sakura menutup kembali dokumen itu. Sakura kemudian berbalik akan segera keluar dari ruangan.

"Sakura-chan" panggil Naruto. Sakura hanya berusaha menahan kekesalannya.

"Apa lagi?" Wanita itu membalikan tubuhnya. Masih tampak jelas raut wajah yang marah pada bosnya.

"Maafkan aku Sakura-chan" Naruto menundukan wajahnya. Ia merasa bersalah sekali telah bersikap seperti itu pada Sakura.

"Sudahlah" kali ini wanita itu berbalik.

"Sakura-chan" panggilnya lagi.

"Apa lagi?" nada suara Sakura meninggi.

"Emm apa hari ini tidak ada jadwal meeting?" Naruto berusaha menetralkan suasana.

"Tidak ada. Semuanya telah di ambil alih oleh ayahmu. Apa ada yang mau kau tanyakan lagi?" Sakura mengenyitkan dahinya.

"Bagaimana hubunganmu dengan Sasuke?" pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Naruto.

"Bukan urusanmu" Sakura lalu mendekati pintu keluar ruangan itu lalu menutupnya.

"Ah bodoh. Mengapa kau tanyakan hal seperti itu". Naruto mengacak-ngacak rambutnya. Ia mulai muak dengan perasaanya sendiri. Sulit rasanya melupakan gadis impiannya itu. Naruto lalu mengambil inisiatif untuk menelepon sahabatnya yang lain, yaitu Shikamaru. Naruto mengangkat gangang telepon itu lalu memijit tombol.

"Halo Shikamaru"

"Ya ada apa Naruto-sama?"

"Kau bisa ke ruanganku? Ada yang ingin aku bicarakan"

"Hah mendokusei. Baiklah" telepon itu di tutup. Tak berapa kemudian sahabatnya itu datang tanpa terlebih dahulu mengetuk pintu.

"Ada apa Naruto?" Shikamaru lalu duduk di kursi tamu milik Naruto. Naruto memperhatikan sahabatnya itu. Seperti biasa dengan wajah malasnya.

"Kau harus menolongku Shikamaru. Aku-" Naruto tak sempat melanjutkan perkataannya terpotong oleh perkataan Shikamaru.

"Kau masih menyukai Sakura. Begitu kan?" Shikamaru mengangkat kedua tangannya lalu melipatnya di belakang kepalanya.

"Ba-bagaimana kau tahu?" Naruto mengenyitkan dahinya.

"Aku tahu dari cara kau menatap wanita itu"

"Entahlah, aku tidak mengerti dengan perasaanku tebbayo" Naruto mengacak-ngacak rambutnya kembali. Shikamaru hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan sahabatnya yang satu ini.

"Kau sudah merasakannya bagaimana rasanya di abaikan" Shikamaru menatap tajam pada Naruto. Naruto terhenyak mendengarnya. Naruto teringat ketika dirinya sejak dulu sudah sering di abaikan oleh gadis berambut pink itu. Gadis itu selalu berkata bahwa ia hanya seorang pengganggu. Dan gadis itu malah memilih Sasuke, sahabatnya sendiri. Suatu keajaiban sahabatnya itu juga menerima Sakura. Naruto menarik nafasnya.

"Aku tahu itu Shikamaru"

"Jadi jangan biarkan istrimu merasakannya pula. Aku tahu di depan kami kalian tampak mesra. Tapi kau tidak bisa membohongiku" Shikamaru kembali dengan tampangnya yang malas. Naruto tampak semakin frustasi mendengar ocehan sahabatnya itu.

"Kau baru akan merasakan cinta sebenar-benarnya ketika dia pergi dari hidupmu. Jadi apa kau ingin membiarkannya pergi agar kau mengetahui apa kau mencintainya? Kalau kau berbuat seperti itu aku yakin kau akan menyesal" Naruto terdiam mendengarnya. Benar apa yang di katakan Shikamaru. Tadi saja waktu ia hendak sarapan, ia merasa kehilangan Hinata yang biasanya menyiapkan sarapan itu. Juga pada saat Naruto hendak memakai pakaian kantornya, biasanya Hinata yang selalu mempersiapkan pakaiannya dan memakaikan dasi itu. 'Sebaiknya aku memperlakukan Hinata sewajarnya. Aku tidak boleh egois', pikir Naruto.

Pria berambut pirang itu tersenyum. "Arigatou Shikamaru. Akhirnya aku mendapatkan jawabannya" kata Naruto sambil mengepalkan tangan kanannya.

"Mendokusei, apa sekarang aku boleh kembali ke ruanganku?"

"Sebentar, aku ingin menanyakan satu hal lagi padamu" bosnya itu kembali memperlihatkan cengirannya yang aneh.

"Apa?" tanya shikamaru dengan nada malas.

"Kapan kau menikah dengan Temari-chan" kata Naruto menggoda sahabatnya yang masih saja melajang itu.

"Entahlah, biar dia saja yang urus" jawab Shikamaru masih dengan nada malas. Kemudian ia bangkit dari kursi itu dan berjalan keluar.

"Cepatlah menikah, malam pertama nikmat tau" celetuk Naruto yang berhasil membuat Shikamaru terbengong. Pria berambut seperti nanas itu lalu membuka pintu dan keluar dari ruang kerja Naruto. Sedangkan Naruto masih dengan cengirannya yang aneh. 'Aku juga belum pernah merasakannya tebayo. haha" batinnya dalam hati.


Hahahaa akhirnya selesai juga deh chapter satu

di tunggu ya reviewnya

arigatou :D