Title: a little breeze, wishes on the air

Main Character: Sasuke Uchiha/Sakura Haruno/Itachi Uchiha

Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto.


.

.

.

Prologue

.

.

.


"Didalam sana, salah satu dari mereka akan terpilih."

Agaknya suara seringan bisikan itu terlampau keras sehingga seisi beranda bisa mendengarnya. Entah siapa yang mendengungkan hal tersebut, semua orang tak menanggapi, terlalu cemas menanti-nanti hal yang selama ini mereka tunggu. Lagipula, sebuah hal tabu berbicara dalam ritual temurun keluarga, aib tak tertulis, katanya.

Disana, di dalam ruangan luas bergaya tradisional berbatas kertas yang menguarkan bau dupa, ditemani tembang pendeta Shinto yang berjejer rapi membentuk pola heksagram, terduduk ditengah, dua makhluk mungil terhimpit lima pendeta utama yang mengelilinginya layaknya lingkaran.

Sasuke kecil mengeliat tak nyaman. Itachi paham betul akan hal itu.

Sesekali, mata hitam miliknya melirik cemas terhadap sekumpulan pendeta yang masih berkomat-kamit tak jelas. Ia gigit bibir bawahnya keras-keras menahan kengerian yang semakin membuat bulu kuduknya meremang. Pelan-pelan menyusup, kengerian muncul layaknya pembunuh yang tengah mengintai urat nadinya.

Dan sebagai seorang bayi, tentu Sasuke kecil jauh lebih peka. Stimulan-stimulan negatif merangsang mata batinnya terbuka lebar. Berulangkali, Sasuke kecil menggeliat, terisak kecil atau merancau tak jelas. Bulir-bulir keringat bermunculan, membuat rambut halus Sasuke kecil lemas berair.

Itachi tak yakin tentang ritual yang tengah dilakoninya, usianya masih enam tahun, terlalu awam untuk mengetahui tentang seluruh seluk beluk supranatural atau hal-hal berbau horor lainnya(sekalipun ia telah terbiasa melihat makhluk aneh dengan wujud berantakan yang berseliweran di sekelilingnya).

Itachi juga tak pernah tahu tentang ritual yang tengah dilakukannya dan Sasuke. Ayahnya tak memberi komentar apapun, juga ibunya yang tetap bungkam dengan sapuan halus mengalir di ujung rambutnya. Mereka hanya dititah untuk terduduk ditengah ruangan—tak boleh bergerak dengan alasan apapun—dengan puluhan pendeta mengeluarkan jampi-jampi mantra aneh yang baru ia dengar dan merasakan gemetar tubuhnya.

Ia merasa pusing, dengan gema jampi mistis, dengan bau dupa, dengan rupa para pendeta yang hampir sama, dengan berbagai macam rantai kertas yang tengah melilit sekujur tubuhnya.

Lalu tiba-tiba bulu kuduknya berdiri sempurna.

Pendeta utama berdiri dengan langkah-langkah khidmat. Berderap pelan-pelan, mengelilingi dirinya dan Sasuke. Seperti tingkah predator yang mengintai mangsanya. Itachi tak tahu cara bernapas, saat itu, Sang Pendeta seolah-olah memiliki tangan-tangan tak kasat mata yang menarik udara keluar dari paru-parunya. Seolah tengah mencari dan mengawasi. Pendeta tersebut memercikkan air wewangian—yang Itachi pun tak terlalu tahu jelas baunya—kemudian berlalu.

Itachi masih memandang pendeta itu lekat-lekat, bahkan sesudah pendeta tersebut kembali duduk di tempatnya.

Bulu kuduknya masih berdiri. Menyisakan kengerian yang semakin membuat jantungnya giat berpacu.

"Hi no Kamiyo."

Hanya sebaris kalimat meluncur dari bibir pendeta itu, tapi menorehkan dampak yang luar biasa.

Lilin-lilin bergerak rancu, api kecil di atasnya berputar-putar gelisah. Mantra-mantra mistis mengudara dengan cepat, secepat embus angin yang membentur-benturkan lukisan kuno di dinding. Cahaya melesat-lesat memenuhi pola heksagram yang tengah dilakoni puluhan pendeta. Sulur-sulurnya mengenai tubuhnya yang tengah dililit kertas mantra.

Lalu kemudian, tubuhnya panas. Sepanas bara api yang masak dari tungku. Merah menyala-nyala disertai bisikan-bisikan aneh.

Itachi berontak. Dadanya bergemuruh. Ia berteriak, kakinya menendang-nendang udara kosong. Kertas mantra disekitar lehernya melepuh merah, membuat leher Itachi seolah-olah dicekik api.

Ia menoleh, mendapati adik kecilnya menangis dengan suara lantang. Tubuh Sasuke dipenuhi ruam-ruam kemerahan yang mengepulkan uap dan daging yang menyembul keluar. Benar-benar membakar kulit dibawahnya.

Dan ketika ia menengadah, kengerian lain tengah menyambutnya.

Pupilnya mengecil. Teriakan lolos dari bibirnya.

Itachi ingin berlari.

Seekor naga hitam besar tengah mengintai dari ujung mata merahnya. Ekornya ia kibaskan dengan pogah. Kuku-kuku tajamnya mengambang. Mulutnya menyeringai bengis dengan dua gigi taring yang menyembul keluar.

Itachi menggelepar di lantai. Ia menggeleng-geleng kuat. Api semakin erat mencekik lehernya.

Naga hitam bergerak turun. Mata semerah darahnya menyiratkan kemantapan.

Itachi melemas, tubuhnya tak bisa ia gerakkan.

Matanya membeliak, naga hitam itu tengah bercokol di depan muka Sasuke. Kuku tajamnya mengores pipi bayi mungil itu, mengeluarkan daging bercampur darah disana. Lidah panjangnya pelan-pelan mencecap amis darah yang mengalir keluar. Lalu tiba-tiba, wujudnya pelan-pelan menguap, bermetamorfosa menjadi kumpulan asap hitam pekat. Merasuk ke dalam tubuh Sasuke, meninggalkan tato naga hitam yang bergerak menyeluruh dan berubah menjadi tiga titik kecil di kanan lehernya.

Sasuke kecil melolong-lolong. Seolah nyawanya baru saja dicabut.

Lalu kembali seperti semula.

Lilin-lilin bergerak stabil. Pola-pola cahaya memudar. Cekikan api di lehernya musnah. Luka-lukanya sirna. Seolah luka tersebut tak pernah terjadi sebelumnya. Seolah kejadian tadi tak pernah menghampiri keduanya.

Itachi memandang langit-langit ruangan itu.

Suara pendeta utama mengalihkan pandangannya, "Bujang Cilik," katanya.

Lalu gema bersahutan, pendeta lain yang bertugas memberitahukan kabar gembira tersebut lebih sigap mengemborkan berita ke arah beranda; dimana sanak keluarga Uchiha lain tengah menunggu dengan cemas.

"Penerus berikutnya, Bujang Cilik."

Sasuke Uchiha, katanya.

.

.

.

To be Continue

.

.

.