Fanfiction
Sketch
Kuroko No Basuke belongs to Fujimaki Tadoshi
Pair : Akashi X Reader
Genre : Romance & Angst.
Warning : Typo(?) , 2nd POV , bad language, etc.
Enjoy and Happy Reading~
.
.
Aku menatap pemuda besurai crimson itu berjalan kearah bangku bench pemain. Peluh menbanjiri tubuh putih porslen yang terpahat oleh otot-otot indah terlatih—entah mengapa walaupun hari ini tim basket yang dikomandokannya memperoleh kemenangan dengan selisih skor tiga kali lipat, raut wajahnya terlihat berbeda. Memang, orang lain tidak akan menyadari hal transparan seperti itu—ekspresi sedingin es, aura raja yang mengintimidasi, dan tatapan bola mata heterochrome nya yang mampu membuat siapapun berlutut. Bahkan jika—ada orang lain yang menyadarinya, mungkin tidak ingin mengambil resiko untuk peduli. Lalu kenapa aku? Karna aku begitu mengenalnya—begitu memperhatikan hal kecil yang menyangkut pribadinya.
Aku menghampirinya yang kini tengah duduk sendirian didalam ruang ganti. Pemain lain telah pulang, kini hanya tinggal dirinya yang duduk menggenggam tangannya, dengan handuk putih yang menutupi kepalanya. Ini jelas sesuatu yang tidak biasa.
"Sei-kun."
Aku memanggil namanya, mencoba menyentuh bahunya dengan tanganku. Tubuhnya sedikit bergeming kala tanganku mencapai kulitnya, dan menolehkan kepalanya ke arahku.
Dia tidak bicara, hanya menatapku sejenak lalu kembali menundukan wajahnya. Tangan yang lebih besar itu meraih dan menggenggam tanganku yang menempel dibahunya—sangat erat, aku bisa merasakan genggaman tangannya yang meremas tanganku.
"Ada apa ?"
Aku membuka suaraku, mencoba mencairkan keheningan dan menguak apa yang sebenarnya terjadi pada pria didepanku ini.
Dia tak menjawab, hanya melepas genggaman eratnya dari tanganku lalu meraih pinggangku agar lebih mendekat padanya. Kedua lengan besarnya memeluk pinggangku, membenamkan wajahnya ke perutku. Aku masih tak mengerti apa yang telah terjadi padanya—aku mencoba mengelus surainya hanya untuk membantu membuatnya lebih tenang.
Hanya beberapa menit, sampai pada akhirnya dia melepas pelukannya dari tubuhku dan berdiri. Aku kembali menatap wajahnya dengan ekspresi penuh tanya namun,
"Tunggulah sebentar, aku akan ganti baju. Kita pulang bersama."
Aku sedikit kecewa karna tidak mendapatkan jawaban yang ku inginkan . Jawaban dari apa yang sebenarnya terjadi pada Akashi seijuurou, pria yang resmi menjadi kekasihku sejak setahun lalu ini—namun aku mencoba untuk mengerti, mungkin saja dia belum siap untuk membagi cerita padaku atau tidak ingin membuataku khawatir. Baiklah aku ambil opini yang kedua.
"Baiklah."
Aku berjalan meninggalkannya diruangan itu, menuruti apa yang dia katakannya—menunggunya sebentar dan kami pulang bersama.
.
.
Esoknya..
Seperti biasa , setelah pelajaran selesai. Aku menunggunya latihan basket dibangku bench bersama Momo-chan, atau Momoi Satsuki dia maneger klub basket Teikou. Dia sibuk mencatat perkembangan pemain pada kertas yang dijepit pada sebuah papan—sedangkan aku? Tak berbeda jauh dengan Momo-chan, aku juga berkutat dengan pensil dan kertasku. Hanya bedanya, aku tidak mencatat tapi menggoreskan pensilku untuk membuat sketsa. Dan tentu saja, Seijuurou lah yang selalu menjadi objek sketsa ku. Sebenarnya ini sesuatu yang efektif , menggoreskan pensilku sekaligus memperhatikan sang objek—bola mataku terus mengejar pandangan pada dirinya yang sedang berlatih, mengkomandoi segala gerak gerik permainan rekan satu timnya. Memang itulah tugasnya sebagai seorang kapten, memperhatikan segala hal sekecil apapun yang menyangkut tim basketnya—seperti halnya diriku yang memperhatikannya.
Dia seseorang yang luar biasa, pikirku.
Priiiiiitt.
Pluit tanda latihan berakhir pun berbunyi, dibarengi dengan helaan nafas panjang para pemain yang lega karna latihan neraka mereka telah usai. Latihan yang memakan waktu cukup lama, namun tidak untukku. Melihat Seijuurou dan yang lainnya berjalan kearah bangku bench, aku segera memberikan sentuhan akhir pada sketsa ku dan meletakannya untuk meraih sebotol air mineral dan handuk untuk dirinya.
"ini, air dan handukmu Sei-kun."
"Arigatou."
Dia mengambil air dan handuk yang ku berikan padanya. Meneguk air itu hingga sebulir likuid mengalir keluar dari sudut bibirnya—'Mengapa jadi terlihat erotis begini..' pikirku melantur. Tidak, tidak! Aku menggelengkan kepalaku cepat mencoba menepis pikiranku barusan. 'Apa yang sebenarnya yang ku pikirkan!'
"Kau kenapa?"
Eh? Gawat. Tanpa sadar pasti Seijuurou melihat tingkahku barusan. Memalukan!
"Ti-tidak ada apa-apa. "
".. begitukah?"
"Ano.. Sei—"
"Tunggu sebentar, ponselku berbunyi."
Telepon kah? tidak biasanya. Aku hanya memperhatikan Seijuurou yang berbicara dengan seseorang diseberang sana, mendengarnya menjawab dengan jawaban 'ya' dan 'Aku akan segera kesan'. Sepertinya sesuatu yang penting—Dia menutup teleponnya dan kembali menatapku.
"Apa terjadi sesuatu?"
"Maaf, sepertinya aku tidak bisa—"
"Wuaahh ! Hei, hei, [Name]-cchi ? Ini gambar buatanmu lagi-ssu ?"
Aku reflek menoleh pada Kise Ryouta , pria bersurai blonde yang selalu memasang senyum secerah matahari, muncul tiba-tiba disampingku memotong pembicaraan Seijuurou denganku .
"Iya Kise-kun, itu sketsa gambar buatanku."
"Hebat! Ini pasti Akashicchi kan? [Name]-cchi selalu saja menggambar wajah Akashicchi~ Aku kan juga mau-ssu~ "
"[Name] tidak akan mau menggambar wajah jelekmu Kise!."
"MOU… HIDOI ! Aku tidak jelek Aominecchi! "
Aku menahan tawa melihat tingkah kedua rekan tim Seijuurou, mereka berdua memang akrab. Selalu bertengkar setiap waktu, ah! Atau lebih tepatnya memang Kise-kun yang selalu jadi objek bully Aomine Daiki. Kontras dengan Kise-kun yang memiliki kulit seputih susu dan berwajah Bishonen, Aomine berkulit tan dan memiliki wajah garang yang membuatnya terlihat manly.
"Ma, ma, sudahlah. tidak usah bertengkar,"
"Kau lihat kan-ssu.. Aominecchi duluan yang mulai."
Kise-kun mengerucutkan bibirnya, tanda dia merajuk. Lucu sekali—Sedangkan lawannya hanya mendecih kesal.
"Ahh.. pasti senang ya kalau hanya aku saja yang menjadi objek sketsa [Name]-cchi!. "
"EH? maksudnya?"
Belum aku mendapatkan jawaban maksud dari perkataan Kise-kun, dia sudah terlebih dulu melenggang pergi. Membuatku hanya bisa menautkan alis dengan bingung.
"Sudah selesai bicaranya ?"
Celaka! Aku sampai lupa kalau Seijuurou sedang bicara padaku tadi. Dia menatapku tajam , 'Ada apa? Apa aku membuatnya kesal?'
"Ma-maaf Sei.. tadi kau ingin bilang apa?"
"Hari ini aku tidak bisa pulang denganmu, aku ada urusan mendadak."
"Urusan?"
"Hm. Urusan perusahaan."
"Oh..souka. Baiklah aku mengerti. "
Aku memasang senyum, walaupun sebenarnya kecewa. Namun aku mengerti—sejak awal memang inilah resiko mempunya kekasih seperti Seijuurou. Aku tau dia dibesarkan oleh ayahnya yang sangat kaya raya tanpa seorang ibu , serta mendidiknya dengan mental pemenang—karna kelak dialah yang akan menjadi pewaris perusahaan ayahnya. Hidupya yang keras menjadikannya seperti sekarang—berbeda denganku yang menjalani hidup dengan sesukaku dan atas kehendakku sendiri tanpa ada yang protes , walaupun itu orang tuaku sendiri. Terkadang aku merasa sesuatu yang menyesakkan di dadaku saat memikirkan hal seperti ini, membuatku berfikir bahwa sejak awal—tempat kami berpijak sangat berbeda.
Dan disaat persepsiku kembali menguasai pikiranku, aku hanya bisa menepisnya jauh-jauh. Karena walaupun aku sadar posisiku dan posisinya. Aku selalu mencoba untuk menjadi yang pantas untuknya.
"Hati-hati, dan pulanglah."
Dia mengelus puncak kepalaku lembut, membuat wajahku sedikit memanas—lalu berjalan meninggalkanku dan masuk kedalam mobilnya yang baru saja ditutup oleh sang supir—aku hanya bisa menatap punggung tegapnya pergi sambil memegang puncak kepala ku yang tadi disentuh Seijuurou. Walau sudah terbiasa diperlakukan seperti ini olehnya, entah mengapa aku merasa seperti—
Menjadi yang terakhir kalinya.
Dan..
sambil tersenyum getir, tentu saja aku berharap firasatku salah.
.
.
Fin
.
.
A/N :
Gimana ? gantung ya? Hehew silahkan berimajinasi sendiri sama kelanjutannya~ /digampar/
Ini sebenernya fic terbengkalai yang udah lama ngendep di dokumen. Jadi dari pada mubazir sekaligus selingan selagi ngetik fic-fic saya yang multichapter, jadilah begini. /beginiapah/
Harap dimaklumi kalo endingnya absurd gajelas dan authornya minta digampar, soalnya saya juga bikinnya pas galau gitu tapi ngga tau apa yang digalauin /duk.
Sekian.
Mind to review ?
