Arcobaleno adalah sebuah kelompok yang beranggotakan bayi-bayi terkuat di dunia. Mereka tidak bergerak sebagai pahlawan atau pun kriminal. Arcobaleno diketuai oleh yang memiliki flame Sky, dan Sky tidak akan lengkap tanpa Sun, Cloud, Lightning, Storm, Rain dan Mist. Dikatakan terkuat karena Arcobaleno menjuarai semua bidang; peramal, hitman, immortal, ilmuwan, bela diri, tentara dan illusionist. Memiliki julukan seorang Arcobaleno memang terdengar nyaman, tapi mungkin untuk mereka pribadi, sebutan itu bukanlah sesuatu yang perlu dibanggakan.

Everything's Enjoyable

Rate K

Genre: humor, tragedy

DOR! DOR! DOR!

Darah menyelimuti hampir seluruh bagian tanah yang di atasnya tersebar banyak tubuh bergelimpangan. Mereka terlihat sangat mengenaskan. Ada yang anggota tubuhnya terpisah. Ada lengan, kaki, dan... oh, bahkan ada yang kepalanya sudah tidak tersambung dengan badannya. Ini pembantaian kan? Tapi apa mereka tidak melawan? Memang mereka melawan, tapi hanya sebatas mencoba. Sebelum mereka dapat mengambil pistol mereka, peluru mendarat di kepala mereka lebih dulu. Sekalinya mereka bisa menembak dan tepat, lawan mereka tetap hidup walaupun peluru bersarang. Entah itu di kepala, tangan, atau tepat di jantung.

Dan semua ini dapat menjelaskan, mereka kalah telak.

"Khukhu," orang yang menembak barusan memasukkan pistolnya ke dalam saku celananya. Dia tersenyum puas melihat tubuh-tubuh yang bertebaran dan aroma darah memenuhi tempat itu. seorang wanita bergaun putih dan bertopi menghampirinya.

"Apa kau sangat menikmati ini, Reborn? Dasar aneh. Orang biasanya akan gemetaran melihat ini," wanita itu menghela napas. Orang yang dipanggil Reborn itu mendelik sejenak, lalu mengulas senyum sinis.

"Aku hitman nomor 1. Membunuh dan darah sudah menjadi rutinitasku," sahutnya, lalu berjalan menjauh. Ia berjalan mendekati salah satu mayat –yang belum sepenuhnya jadi mayat, lalu menjambak rambutnya dan membuat wajah menyedihkan itu tidak lagi melihat tanah. Tapi sebagai gantinya ia melihat wajah salah seorang anggota dari segerombolan orang yang membuat dia dan keluarganya menjadi seperti ini. Walaupun dengan wajah seperti itu, ia memancarkan sebuah pandangan yang sudah terselimuti rasa dendam.

Reborn lagi-lagi tersenyum. Dia mengeluarkan lagi pistolnya. "Pembantaian keluarga Nesso..." ia tempelkan mulut pistol ke kening orang itu. Jari sudah siap untuk menekan pelatuk. "..selesai,"

DOR!

-DOR ?-

Masih di tempat yang sama, hari yang sama, dan misi yang sama. Kini dua orang tadi sudah bergabung dengan teman-temannya. Mereka juga baik-baik saja, tapi ada yang mendapat banyak tembakan peluru, tapi karena itu tak terpengaruh padanya, yang lain juga tidak peduli.

"Jadi kalian dapat siapa saja? Kalau Skull aku tahu sih, dia tidak bakal bisa dapat seorangpun," tanya Reborn. Skull –si manusia yang-mungkin-manusia bersarang peluru tapi tidak mati karena dia immortal, langsung mau protes mendengar perkataan Reborn, tapi Reborn langsung menatapnya tajam. Lalu Skull menyerah.

"Aku tidak peduli siapa yang kubunuh, tapi yang pasti aku tidak dapat bos-nya," sahut seorang gadis berambut hitam kebiruan yang mengenakan goggle. Reborn hanya terkekeh mendengarnya.

"Lalu yang lain?" Reborn menoleh ke arah teman-teman yang lain. Mereka juga sama dengan Lal Mirch –gadis berambut hitam kebiruan itu. "Yah, aku tahu sih. Kalian tidak bakal bisa mendapatkan bos-nya, karena aku yang membunuhnya duluan,"

"Hm? Benarkah? Kapan? Memangnya kau tahu yang mana bos-nya?" Luce –wanita bergaun putih dan bertopi yang sedari tadi bersama Reborn ikut nimbrung.

"Kau daritadi bersamaku kan? Tadi memangnya kau tidak lihat orang yang kutembak kepalanya terakhir?" jawab Reborn dengan tatapan malas karena Luce harusnya jadi yang paling tahu di antara teman-temannya. Luce mengingat-ingat, lalu hanya ber-'oh'.

"Ngomong-ngomong, untuk apa kita melakukan ini?" sebuah suara yang khas mengganti topik pembicaraan mereka. Verde. Verde adalah seorang ilmuwan yang disebut-sebut sebagai Da Vinci kedua yang bekas kriminal. Dia memang tidak terlalu kuat di masalah fisik, tapi dia masih bisa membunuh orang dengan peralatan-peralatan hasil otaknya.

"Ya. Keluarga ini termasuk keluarga kecil. Ada atau tidak keberadaan mereka itu tidak berpengaruh," sambung seorang jago bela diri berambut hitam dikepang kecil, Fon.

"Mu," ujar seorang yang-mungkin-gadis berkupluk hitam. "Mungkin karena itu, dia memilih untuk membuatnya tidak ada saja kan? Toh, tidak ada pengaruh," orang ini adalah Viper, illusionist terkuat. Kalau dia sudah serius, ilusi yang dibuatnya akan sangat menakutkan dan mungkin bisa mengakibatkannya juga ke fisik.

Reborn tidak begitu ingin merespon obrolan mereka, jadi ia hanya membenarkan letak topi fedoranya. "Aah, misi ini sudah selesai kan? Sudah ah, aku mau pulang. Laporannya besok saja," ujarnya sambil menguap. Tanpa menunggu respon yang lain, Reborn sudah mengambil beberapa langkah kecil, menjauh. Yang lain juga kelihatannya setuju, karena mereka langsung mengikuti Reborn di belakangnya –menuju mobil mereka.

Mereka ke sana menggunakan 3 mobil. Viper , Luce dan Fon menggunakan mobil pertama dengan Fon yang menyupir. Lalu Verde, Lal dan Skull menggunakan mobil kedua dan Verde yang menyupir. Reborn? Dia menggunakan mobil terakhir. Tetap dengan sifatnya yang suka gaya, dia ingin sendiri saja. Tapi...

"Luce, kamu ngapain ikut aku ke sini?" tanya Reborn lagi-lagi dengan tatapan malas, tapi tersirat sedikit perasaan jengkel. "Kamu kan naik mobilnya Fon?"

"Tapi masa kamu cuma sendiri? Kamunya keenakan kan? Jadi aku ke sini saja. Habis, Skull tidak berani semobil denganmu dan aku juga tidak akan memaksanya," jawabnya tentu dengan senyuman yang setiap saat selalu terlihat di wajahnya. "Aku akan di kursi belakang, jadi aku tidak akan mengganggumu kok,"

Reborn hanya mendecih. "Aku tidak yakin kau akan diam saja di belakang," Luce tertawa mendengarnya. Memang benar dia tidak begitu menjamin dia tidak akan mengganggu, di mana pun dia duduk. Baik di depan atau belakang. "Lagipula aku masih bisa merasakan aura a-"

"Kalau begitu, aku juga tidak akan memaksa, deh," potong Luce, tetap tersenyum. Dia langsung berjalan menjauh, lalu menoleh sedikit. "Nikmati waktu sendirimu ya! Tidak ada aura aneh lagi kan?" sambungnya, terdengar meledek. Reborn aslinya tidak mudah terpancing, tapi kalau dengan wanita satu ini, ia susah membalas.

Diam. Reborn terdiam menatap Luce berjalan pelan. Dia memang ingin sendiri saja, tapi entah kenapa ada yang memberatkannya.

"A.." Reborn membuka mulutnya, tapi juga masih ragu. Luce yang masih bisa mendengar suara Reborn, berhenti melangkah dan menoleh ke tempat Reborn berdiri. "Hm?"

"J-Jalan ke mobil mereka melelahkan, kan? Sudahlah, kau di mobilku saja," ucapnya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Tangannya yang lain bertengger di saku celana dan pandangan matanya tidak fokus ke depan, seolah menghindar mata Luce.

Luce yang melihat Reborn seperti itu rasanya ingin tertawa, tapi bisa-bisa nanti Reborn berubah pikiran. Luce lalu hanya tersenyum lalu mengangguk, dan berjalan berbalik arah, ke tempat Reborn.

-Mengangguk ?-

"Aduh, Reborn. Mobilmu bau espresso..." keluh Luce, yang akhirnya tetap duduk di belakang. Espresso memang bukan sesuatu yang baunya perlu dikeluhkan jika tercium, tapi mobil ini juga diberikan sementara untuk menyelesaikan misi, dan diberikannya juga baru-baru ini. Dan bagaimana caranya bau espresso bisa tercium pekat sekali di dalam mobil? Kan minum espresso lebih enak kalau santai-santai di cafe? "Jangan bilang kamu minum espresso di parkiran drive in," Luce mengambil kesimpulan dengan memicingkan mata. Kali ini tanpa senyuman.

"Tidak mungkin aku begitu! Kadang memang aku suka minum di mobil, tapi bukan di parkiran drive in!"

"Tidak mungkin kadang-kadang. Baunya pekat sekali. Jangan-jangan kamu menyimpan banyak espresso di sini, atau juga kamu menebar bubuk espresso di sini ,"

"Ah, iya. Dua-duanya benar. Aku menyimpan espresso di dashboard dan jika ada orang lain masuk ke mobilku, aku menebarkan espresso agar tidak sial,"

Luce diam. Bukannya harusnya pakai garam? Tiba-tiba dia makin merasa ramalannya semakin tepat. Tapi kenapa kali ini malah tepat di urusan seperti ini? God knows.

Luce sekarang memilih diam agar tidak mengganggu Reborn. Nanti kalau Reborn merasa terganggu dan malah meninggalkan Luce di jalan yang tidak familiar seperti ini bagaimana? Ah, tenang saja. Reborn tidak sejahat itu, dan lagi dia lebih takut dengan ekspresi Luce nanti jika itu benar-benar terjadi. Pasti menyeramkan... batin Reborn.

Luce sekarang sudah terbiasa dengan bau espresso yang menguar entah dari mana bagian mobil itu. tapi makin terbiasa, dia merasa mengantuk. Dia sekarang merasa terayun-ayun dan rasanya ingin sekali mengikuti arusnya. Tapi dia tahu kalau dia mengikutinya, dia akan tertidur. Yah, manusia susah sekali menolak 3 nafsu utama; konsumsi, reproduksi dan tidur. Lihat, dia sudah tertidur.

-Nafsu ?!-

Ckiiit.

Mobil pertama berhenti. Seorang pemuda berkepang keluar dari mobil, lalu disusul seorang... ditetapkan kelamin orang ini perempuan, jadi dia seorang gadis berkupluk hitam.

"Mu. Menyupir saja lama sekali," ujar gadis itu, si Viper dengan tangannya ia lipat di depan dadanya. Orang yang disindir hanya tertawa.

Disusul mobil kedua, dan Lal keluar duluan. Tampangnya acak-acakan. "Awas kamu, jangan dekat-dekat!" hardiknya terhadap si immortal yang tidak kelihatan sengsara dengan statusnya yang tidak bisa mati. Skull.

"Eeh, aku kan cuma tidak sengaja pegang!" elak Skull. Lalu Lal memicingkan mata. "m-maaf, senpai!"

Tidak ingin memperhatikan dua orang yang sedang berargumen itu, Verde keluar dari mobil. "Hei, pasangan baru," ledeknya kepada Viper dan Fon. Yang diledek merasa tersinggung.

"Maksudmu siapa, hah?" tanya Viper, walaupun dia tahu siapa yang dimaksud.

"Lho, tidak merasa ya?" ucap Verde sambil memegang dagunya. Fon hanya mengeluarkan aura-aura tidak enak, tapi tetap tersenyum –dan pastinya senyum palsu.

"Kalau kau mau berkata seperti itu, lebih baik sama mereka, Verde," ujar Fon, sambil menunjuk ke arah mobil yang berjalan ke arah mereka. Mobil yang dibawa Reborn –mobil espresso. Verde melihatnya dengan heran.

"Maksudmu apa? Reborn kan cuma sendiri," tanya Verde, memperjelas penglihatannya. Lalu ketika dia melihat di kursi belakang ada seorang wanita bertopi yang sangat khas dan sudah menjadi ciri khasnya, Verde langsung membelalakkan mata. "L-Luce?!" Fon mengangguk. "B-Bukannya dia bareng kamu ya?!"

"Awalnya saja. Pas pulang tadi, Luce bilang dia bakal naik mobil Reborn soalnya dia cuma sendiri," tutur Fon.

"Tapi memangnya kamu tidak heran?"

"Untuk apa? Mereka kan sebelum ini sudah dekat. Lagipula mereka cocok juga," verde akhirnya diam.

Ckiit. Dan akhirnya mobil Reborn, si mobil espresso berhenti. Luce segera keluar dari sana, lalu menghirup udara segar.

"Haaah... bau espresso memang enak, tapi kalau seperti tadi itu berlebihan," ucap Luce sambil meregangkan tubuhnya pelan, sementara Reborn benar-benar menabur espresso di mobilnya. Luce hanya menghela napas melihatnya.

"Hei, Luce. Kenapa kamu naik mobil jambang itu?" tanya Verde, sambil mendekati. Luce yang ditanya hanya mengerjap mata. "Jambang?" Luce bertanya balik karena tidak mengerti siapa yang dimaksud. "Reborn, maksudku,"

"Aah," ucap Luce karena sudah mengerti. "Dia kan sendiri, jadi aku hanya menemani. Awalnya aku kira lebih baik minta Skull saja, tapi kamu juga tahu kan Skull takut sama Reborn dan Lal,"

"Tapi kau kan bisa minta Viper? Atau Lal kan juga bisa?" balas Verde seakan tidak terima Luce bersama Reborn.

Luce terdiam. "Iya juga ya. Aku tidak terpikir untuk minta mereka," Verde menepuk jidat. "Ah, kenapa?" Verde hanya menggeleng. Lalu tiba-tiba ada tangan melingkar di leher Luce, dan langsung membuatnya tersentak. "Fon!"

"Verde, Verde. Kamu ini. Ini cuma bisa-bisaan Luce doang buat mendekati Reborn, tahu?" harusnya sih, Fon berpikir dua kali sebelum bertindak. Gara-gara kata-katanya itu, di wajahnya terdapat bekas tonjokkan yang lumayan dalam. Dan bukannya simpati yang ia dapat, tapi tampang ledekan dari Verde.

"Kamu harus belajar menjaga sikap dan omongan, Fon," ucap si pelaku, yang tidak terlihat ingin bertanggung jawab. Siapa lagi kalau bukan Luce? Luce biasanya tersenyum, tapi karena sering tersenyum, energi untuk marah jadi banyak sekali. Di sisi lain Verde hanya menahan tawanya.

Luce melihat Viper yang sedang berbicara dengan Lal. Pemandangan jarang, tapi karena menurut Luce ini hal bagus, jadi ia memutuskan untuk tidak memikirkan lebih jauh. Lalu ia melihat Reborn yang masih dengan bubuk espresso-nya. Dia juga tidak ingin mencampuri urusan Reborn dengan espresso-espresso itu.

Luce melihat sekeliling. Rasanya ada yang kurang. "Ah iya. Skull di mana?" tanya Luce, sambil mendekati teman-temannya. Fon dan Verde menggeleng.

"Ah, bocah itu. Baru saja kubunuh di belakang mobil kedua," sahut gadis berambut hitam kebiruan. Lal. Lal tadi memang sempat berargumen dengan Skull, gara-gara Skull yang terkenal mesum sekali itu memegang entah apa itu milik Lal. Walaupun dia bilang tidak sengaja, mungkin kata itu juga ambigu. Mungkin saja dia sengaja untuk tidak sengaja kan? Oh, oke. Rasanya familiar.

Luce entah kenapa bisa puas dengan jawaban macam itu dari Lal. Karena yang sekarang sedang dibicarakan itu adalah Skull. Mau pakai apa juga dia tidak akan mati ini. "Oh, untunglah," ucapnya. Kasihan sekali Skull. Bagaimanapun juga dia tetap merasakan sakit kan? Anggap saja hukuman.

Reborn yang akhirnya sudah selesai dengan espresso itu heran melihat rekan-rekannya semua masih berkumpul –dia tidak berniat memasukkan Skull masuk ke dalam hitungan. Setelah mengunci mobil-pinjaman-sementara-yang-sudah-dianggap-milik -sendiri itu, ia lalu berjalan ke tempat mereka. Tapi kemudian ia menghela napas kecewa, karena ia mengira yang mereka bicarakan sekarang adalah sesuatu yang lebih dahsyat lagi.

"Aah, kupikir kalian sedang membicarakan apa, ternyata cuma orang yang tidak dihitung ya," hela Reborn seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Maksudmu siapa?" tanya Luce. "Tidak," orang-orang yang mengerti maksudnya hanya menahan tawa. Luce lagi-lagi hanya menatap heran, melihat teman-temannya yang kelihatan asyik sendiri tapi tidak mau menjelaskan maksudnya.

"Mu, aku mau pulang. Aku bosan," ujar Viper, lalu pergi menjauh. Benar-benar mencemari suasana. Padahal tadi sudah enak tertawa-tawa, malah diganggu.

"Aku juga pulang," ucap Reborn, berjalan menjauh juga. Setelah mengambil empat langkah, dia menoleh. "Luce, kau mau bagaimana?" tanyanya, yang membuat lainnya terbelalak kaget. Yang paling upset adalah Verde. Entah kenapa, Verde kayaknya tidak ikhlas sekali ya, daritadi.

"Maksudmu bagaimana?" yang ditanya, memiringkan kepala. Pertanyaan Reborn memang tidak begitu spesifik sih. Reborn menepuk dahi, lalu membetulkan topi fedoranya. "Tidak jadi," kalau Reborn menjelaskan maksudnya di depan yang lain, bisa-bisa dia dijadikan bahan candaan. Tapi dengan yang itu saja dia juga sudah jadi bahan candaan untuk besok.

Selepas Reborn, Luce hanya mengerjapkan mata. "Maksudnya apa sih? Aku tidak mengerti," keluh Luce. "Kalian pasti mengerti maksudnya,"

"Tentu saja kami tahu. Masa' yang ditanya tidak tahu sih? Kasihan sekali Reborn. Ckck," sahut Fon, sambil menepuk-nepuk Verde untuk entah apa alasannya. Verde juga karena senang sekali dengan kejadian tadi tidak merespon dengan tepukan itu.

"Itu pantas untuk si jambang itu, hehe," Verde ikut nimbrung. Sementara Lal hanya menggeleng-geleng karena kasihan sama Reborn. Luce makin gemas juga terhadap teman-temannya ini. Kalau sudah mengerti kenapa tidak langsung beritahu sih?

Luce mulai mengeluarkan aura-aura seram. Inilah kekuatan tersembunyi karena setiap harinya telah menghemat. Ya, energi marahnya. Curang sekali Luce, menggunakan jurus andalannya di saat seperti ini. "Beritahu dong, maksud Reborn~"

-Hemat-?-

"Tch," pria bertopi fedora itu mendecih. Dia sekarang sedang mengendarai mobil berbau espresso itu dengan kecepatan tinggi. Dia merasa marah, tapi dia sendiri juga tidak tahu apa yang membuatnya marah. Apa itu gara-gara Luce persediaan espresso-nya menipis? Kalau memang itu, berarti Reborn marah di tempat yang salah. Siapa yang suruh Reborn menaburkan bubuk espresso di mobil?

Reborn merasa kepalanya sakit karena rasa marah yang sedang melandanya. Dia terpaksa mengarahkan mobilnya ke sebuah drive in. Baru saja dia memarkirkan mobilnya, tapi dia seketika diam. Kalau dia memang mau minum espresso untuk menenangkan diri, berarti kata-kata Luce barusan benar.

Karena merasa gengsi, akhirnya Reborn kembali memasuki mobil lalu segera keluar dari tempat itu. Luce lagi, Luce lagi! Aku kenapa sih?! Batin Reborn, lalu menggebrak klakson mobilnya. Merasakan kepalanya semakin berat, Reborn hanya asal memberhentikan mobil di pinggir jalan, lalu menyenderkan kepalanya di stir. "Kenapa... begitu saja dia tidak mengerti? Kh..."

-Tidak mengerti -?-

Kembali ke tempat Luce dan yang lain. Sekarang mereka sedang menurunkan kadar energi marah Luce sebelum menjelaskan maksud Reborn. Soalnya nanti kalau mereka menjelaskannya saat Luce masih dengan energi marah yang berkoar-koar bisa-bisa Luce mengambil intinya dengan cara penglihatan yang salah. Atau mungkin juga bukan? Entahlah.

"Ayolah, Luce! Tadi kami hanya bercanda!" bujuk Verde, karena dia yang paling takut dengan amarah Luce setelah Skull. Tapi kalau Skull lebih takut sama Lal sih. "Sekarang kami akan cerita deh!" lanjutnya. "Benarkah? Kalau begitu aku bisa menghemat lagi," ujar Luce, lalu benar-benar menurunkan energi marahnya. Tapi ini juga bukan berita bagus. Soalnya itu berarti level marah berikutnya juga bisa lebih tinggi lagi karena penghematan sudah dimulai kembali.

"Nah, ayo. Fon, Verde, jelaskan. Jelaskan maksud Reborn tadi itu apa," kata Luce, sambil melipat tangannya di depan dada. Fon dan Verde menghela napas di depan wanita satu ini yang super telmi.

"Haah. Luce, Luce. Kamu padahal lebih dulu kenal Reborn. Sebelum kita semua jadi rekan, kan kalian sudah dekat sekali," anggap ini permulaan dari penjelasan dari Fon.

"Memang apa hubungannya dengan yang ini?" tanya Luce, memiringkan kepala.

"Itu lho. Kau tahu sifat Reborn begitu kan? Dia kalau ngomong suka ke mana-mana, tapi menyalahkan kita kalau kita tidak mengerti maksudnya," Luce mengangguk.

"Dan itu yang baru saja terjadi. Tapi-"

"Tapi mau bagaimanapun juga, kalau kita tidak mengerti maksudnya, dia pasti bakal menjelaskan yang dia bicarakan," lanjut Verde, memotong perkataan Luce. Bagus saja Luce tidak marah kalau hanya dengan kalimatnya dipotong.

Luce mengangguk lagi, tanda dia setuju. Reborn seperti sudah mengerti kalau dia tidak bisa berbicara to-the-point, jadi dia juga sudah siap untuk menjelaskan ulang. Tapi kali ini tidak. "Lalu, kenapa kalian bisa tahu maksudnya? Dia kan tidak menjelaskan lagi?"

Fon dan Verde memasang senyum aneh. Saking anehnya membuat Luce bergidik. Jarang. Jarang sekali Luce bisa seperti itu. "A-apa-apaan dengan wajah kalian?"

"Jahat sekali," ujar Verde, mengeluarkan sebuah sapu tangan dari jas putihnya, dan sok menghapus air mata yang lebih terlihat seperti air liur tapi asalnya dari mata. Jangan bayangkan. Tolong.

"Waktu itu kami pernah lihat sekali, waktu kita keluar buat perjalanan pengakraban diri. Kamu pakai baju yang beda dari yang selalu kamu pakai ini. Itu jelas-jelas menarik perhatian, kan? Nah, kamu ingat apa yang kalian katakan waktu itu?" tanya Fon, dan terlihat di matanya, dia semangat sekali mengatakan itu.

Luce mengingat-ingat. "Kalau tidak salah..."

Flashback : on

"Hm, ternyata kamu bisa ganti baju juga, ya. Hebat," tanya Reborn, dengan nada meledek. Luce hanya tertawa.

"Aku kan tidak mungkin pakai baju itu terus-menerus, dan lagi ini juga bukan pertama kalinya kan, kamu melihatku pakai baju lain," sahut Luce, masih setengah tertawa. "Terus, bagaimana? Cocok kan?" tanya Luce, lalu berputar pelan untuk memperlihatkan semua bagian bajunya.

Reborn diam, lalu mengerjapkan mata. "Hah?"

"Iih, bagaimana menurutmu? Aku cocok kan pakai baju ini?" terpaksa Luce ulang pertanyaannya, karena dia mengira Reborn tidak mengerti.

Tentu Reborn mengerti maksudnya, tapi dia tidak bisa terlalu frontal. Apalagi kan dia tidak merasa dunia milik berdua. Di sana banyak orang, dan ada yang dia kenal juga –rekan-rekan barunya."A, ah... hmm.. ano.. k-kalau cewek yang di sana yang pakai, m-mungkin...jadi lebih bagus lagi,"

Luce mengerjapkan matanya. "Maksudmu apa, heh? Kok kamu bawa-bawa cewek yang di sana sih,"

"T-terserah aku, dong!"

Flashback : off

"Itu kan dia jelas-jelas bilang kalau dia menaruh matanya ke cewek tidak jelas di sana! Padahal aku kan mintanya kalau aku yang pakai!" ucap Luce dengan lumayan keras ketika mengingat tentang itu. Apalagi itu terkesan membuatnya terlihat bodoh. Seperti ketika kamu dengan percaya dirinya bertanya apa pakaianmu bagus pada pacarmu dan pacarmu malah menjawab 'kalau gadis yang di sana yang pakai sih, bagus'. Dan lagi dilihat orang. Aduh.

"Tenang dulu dong, Luce. Reborn kan tidak bisa terus terang, orangnya," Fon ikut-ikutan melipat tangan di depan dada. Verde juga, karena dia mulai bete dengan obrolan ini.

"Berarti, sebenarnya dia ingin bilang 'tidak mungkin cocok dengan Luce yang jadi pemakai'?!"

Fon menepuk jidat. Verde tertawa terbahak-bahak.

"Aduh, Luce. Kayaknya cuma penampilanmu ya, yang pintar. Begini, lho. Kalau dia memang ingin menghinamu, dia juga pasti terus terang. Dia tidak bisa terus terang di soal...ehm...kau tahu..." Fon sebenarnya tidak terlalu yakin bagaimana caranya dia harus menjelaskan, jadinya dia menggantungkan kalimatnya. Tapi Luce jadi semakin penasaran. "Dia tidak bisa terus terang soal perempuan. Lebih tepatnya sih, soal kamu saja,"

Luce memiringkan kepalanya, lagi dan lagi. Dia tidak mengerti bagaimana cara kerja otak Fon dan Verde yang bisa menyimpulkannya jadi seperti ini. Otak Verde memang yang paling bagus di antara mereka, dan memang tergolong otak terpintar, tapi otaknya juga bekerja di bidang ini ya?

"Kenapa bisa begitu? Walaupun benar begitu, itu tetap tidak bisa membuatnya tidak mengkritikku kan?"

"Iya, dan itu makanya, Reborn waktu itu memujimu," ucap Fon. Sementara Verde kembali bete. "Waktu itu Reborn bilang 'jadi lebih bagus' kan? Berarti waktu kamu yang pakai juga sudah bagus,"

Luce yang telmi, hanya mengangguk penuh arti, sementara otaknya masih bertanya-tanya maksudnya. Setelah mencerna kata-kata Fon dengan konsentrasi penuh, pipi Luce memerah. Tidak tebal, tapi juga tidak tipis. Dia tidak tahu kalau ternyata Reborn memiliki pikiran seperti itu padanya.

"B-begitu..kah? ehehe, aku tidak tahu," ucap Luce, dengan tawa yang disengaja, berharap rona merahnya bisa hilang dengan tertawa. Melihat Luce seperti itu, Fon hanya tersenyum, sementara Verde mendecih. "Lain kali aku akan lebih peka,"

TBC

Okech, Kirika dateng lagiii :P sekarang lagi demam Reborn x Luce, jadi bikin ni fic :P Kirika juga gak ngerti ni sama Verde, kok kayaknya dia gak suka gitu ya Reborn sama Luce deket. Tapi tau lah, Verde gak suka sama Luce kok, Cuma ya gimana sih temen kalo becanda .-.

Awalnya ini fic pengen fic yang semuanya serius, tapi kok jadi...ngaco ya? Bodo, awal-awal ini. Btw, Kirika lagi stuck banget nih sama IHWP -_- terus juga rada gak pede, nulis itu fic. Soalnya itu Kirika masih bingung, mending Hibari straight atau slash aja .-. dan lagi itu Hibari udah punya anak. Apa ada readers yang suka chara nya udah punya anak dari hubungan straight? -?- Kirika sendiri juga gak suka straight di KHR kecuali Reborn x Luce, Bel x Mammon n Hibari x Chrome. -tadi aja abis mencak-mencak liat plat mobil nomornya 6995

Oke deh, udah ya. Doain Kirika bisa lanjutin IHWP n wanoji ya :P maunya sih wordnya sampe 6927, tapi malah kelebihan xD

Fav sama review pls dong ada -_- tapi baca juga udah luarbiasa menyenangkan sih :'D