Chapter 1: Kyoto

Disclaimer: Kakifly

Warning: OC, OOC –maybe-, typo, dll.

Happy reading 'n enjoy, minna!

Mio's POV

Kyoto... Kyoto...

Pemberitahuan dari pengeras suara di stasiun, menandakan aku sudah sampai di sebuah tempat yang baru, Kyoto. Kulangkahkan kakiku menjauhi area stasiun, sambil menenteng sebuah koper besar berwarna biru tua, dan tas berwarna putih. Ku hirup napas dalam-dalam saat aku keluar dari stasiun. Ku arahkan pandanganku ke seluruh penjuru tempat. Berapa kali pun ku lihat, Kyoto selalu membuatku terkagum-kagum, akan pemandangan kotanya yang mencerminkan bahwa Kyoto merupakan sebuah kota besar. Hal tersebut terlihat dari banyaknya gedung pencakar langit, kendaraan yang berlalu-lalang, serta warganya yang hilir mudik memenuhi area sekitar, seakan kota ini tak pernah berhenti dari berbagai aktifitas.

"Yosh. Ganbatte!" ucapku, mencoba mamberi semangat pada diriku sendiri.

Ku langkahkan kakiku kembali untuk mencari taksi, yang akan mengantarku ke sebuah apartemen yang nantinya akan aku tinggali selama aku di sini. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya ada sebuah taksi yang lewat. Segera saja aku hentikan taksi itu, dan bergegas masuk. Setelah memberi tahu supir taksi kemana tujuanku, dengan segera, taksi itu pun melaju ke tempat yang aku tuju.

.

.

Sampailah aku di pintu apartemen nomor 35 di lantai 2. Segera saja ku buka pintu berwarna coklat tersebut dan masuk kedalamnya. Di dalam ruangan yang di dominasi oleh warna biru muda dan putih ini, terdapat sebuah kamar, kamar mandi, dapur, dan ruang tamu yang lumayan besar. Ku buka jendela apartemen ini, segera saja angin sejuk menerpa wajahku. Pemandangan disini jauh berbeda dengan di stasiun tadi. Di sini, kita masih bisa melihat pohon-pohon yang tumbuh di sekitar rumah penduduk, yang hanya di batasi oleh sebuah jalan dengan apartemen ini. Cukup asri untuk ukuran sebuah kota besar seperti Kyoto.

Aah, rasanya berat harus tinggal disini seorang diri, terlebih karna aku harus menemui orang-orang baru dan memulai kehidupan baru seorang diri. Kurasa aku mulai kehilangan kepercayaan diri. Apa aku harus membatalkan permintaan Akira ini ya?

Seminggu yang lalu, Akira memintaku menggantikannya menjadi guru di sebuah sekolah SMA di Kyoto. Memang tidak lama, mungkin hanya beberapa bulan sampai sekolah menemukan guru pengganti untuk menggantikan Akira. Akira dan bandnya akan memulai karier propesional mereka di jalur musik. Seorang produser musik, sekaligus orang yang di sukai Akira menawarkan mereka untuk bergabung dalam menejemen musik yang dia pimpin, dan berjanji menjadikan mereka band terkenal. Tentu saja kesempatan itu tak akan disia-siakan mereka. Terlebih, itu adalah impian Akira sejak dulu. Aku tak bisa mengecewakan Akira, akhirnya aku terima tawaran itu. Apalagi orangtuaku kelihatan senang dengan tawaran Akira itu. Mereka bilang tinggal seorang diri di Kyoto bisa melatih kepercayaan diri dan kemandirianku. Walaupun aku heran, kenapa Akira meminta bantuanku, bukannya Yui yang notabene kuliah di fakultas pendidikan sama seperti dirinya. Saat kutanyakan hal itu dia hanya menjawab, "Dia bahkan tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Bagaimana bisa aku menyerahkan muridku padanya." Aku hanya tersenyum miris mendengar jawabanya. Tapi, orang seperti Yui bisa melakukan apapun kalau dia berusaha. Dia hebat dan bisa tak terduga kalau fokus melakukan sesuatu. Mungkin Akira juga tahu itu, hanya saja dia tak mau mengakuinya dan terlalu gengsi meminta tolong padanya. Kurasa persaingan mereka saat di universitas masih melekat di pikiran Akira.

Sebelum aku mencoba, aku selalu berkata 'tidak bisa' pada diriku sendiri. Untuk yang satu ini, aku akan mencobanya! Besok, aku akan mengunjungi sekolah tempatku mengajar nanti. Mereka sedang mengadakan festival sekolah, kurasa ini waktu yang tepat untuk mencari tahu bagaimana orang-orang di Kyoto itu.

.

.

.

Festival sekolah, selalu jadi acara yang di tunggu oleh murid dan juga para tamu. Saat festival sekolah, akan banyak stan-stan yang menyajikan berbagai macam hal menarik seperti maid cave, rumah hantu, dan sebagainya.

Saat pertama kali masuk ke area sekolah, sudah banyak stan-stan yang berjejer dan di penuhi oleh orang-orang. Diantara stan-stan itu, ada satu stan yang membuatku tertarik. Stan itu di penuhi oleh orang-orang yang mengantri. Tentu saja hal itu membuatku penasaran dan mencoba melihat lebih dekat. Saat sudah sampai di depan stan itu, tiba-tiba saja segerombolan orang datang dan membuatku terombang-ambing di antara gerombolan itu, dan tanpa sengaja masuk ke dalam antrian. Karena tidak bisa keluar, akhirnya aku mengikuti antrian itu.

Setelah mengantri beberapa lama, akhirnya giliranku masuk. Saat mencoba menolak masuk, seorang anak perempuan yang mungkin panitia stan tersebut mendorongku masuk. Kuturuti saja keinginannya dan masuk ke dalam. Terlihat ruangan itu agak gelap, dan ada seorang gadis yang memakai baju 'miku' yaitu baju berwarna putih, dan celana berwarna merah yang longgar, biasanya di pakai oleh orang yang tinggal di kuil. Gadis itu menyuruhku duduk dan memintaku memperlihatkan telapak tanganku padanya. Kuturuti saja permintaanya agar bisa segera keluar dari ruangan yang agak menyeramkan ini.

"Akan terjadi sesuatu yang menarik," ucapnya dengan ekspresi datar yang membuatku tidak mengerti. Setelah itu dia menyuruhku keluar dengan sebuah isyarat. Kurasa gadis itu pendiam atau... pemalu?

Dari stan yang aneh tadi, sekarang aku mengunjungi stan okonomiaki. Lebih baik aku mengisi perut terlebih dahulu, karena semenjak pagi hingga sekarang aku sama sekali belum sarapan. Disini, semua pegawai memakai pakaian maid berwarna hitam berpadu dengan putih. Melihat itu, seakan mengingatkanku pada masa lalu saat Sawako-sensei memaksa kami memakai pakaian yang dia buat. Aku merinding membayangkan Sawako-sensei waktu itu.

Setelah membawa okonomiaki yang tadi di pesan, aku mencari tempat duduk yang nyaman untuk memakannya. Saat akan memakan okonomiaki, tiba-tiba seseorang masuk dan menyeretku keluar.

"Kenapa kau malah santai-santai saja makan okonomiaki..." orang itu berkata sambil menyeretku. Kurasa orang itu kesal padaku. Tapi apa yang kulakukan sampai membuatnya kesal?

"...mereka semua sibuk mencarimu, tapi kau malah bersantai di tempat itu."

"Anoo..." Aku mencoba memotong omongannya.

"Kalau kau tidak bergegas, hasil latihan kita selama ini akan sia-sia..."

Orang-orang mulai memperhatikan kami, kupastikan wajahku sudah memerah sekarang. Bagaimana tidak, aku diseret oleh seorang pria tak dikenal, dan diperhatikan oleh orang-orang yang merasa heran dengan kejadian ini. Pria ini tinggi, memiliki rambut dan mata hitam, memakai kemeja putih dan celana coklat muda. Kurasa dia salah seorang guru disini.

Setelah menyeretku beberapa lama, dia menghentikan langkahnya dan memperhatikan penampilanku dari atas sampai bawah. Saat ini, aku memakai baju biasa berwarna biru, celana, sepatu dan topi warna coklat serta tas kecil berwarna putih.

"...dan apa-apaan penampilanmu itu? Kau harus mengganti penampilanmu!" Dia menyeretku lagi, hingga sampai di sebuah ruangan.

"Pakai ini. Tenang saja, aku akan tunggu di luar." Dia memberikan baju yang tadi dia pinjam dari seorang murid. Baju seragam yang hampir sama dengan yang aku pakai saat SMA hanya saja yang ini berwarna hijau toska dengan sedikit garis-garis kuning di beberapa bagian dan pita yang berwarna senada dengan seragam itu.

Setelah selesai berganti pakaian, pria itu segera menarikku kembali. Aku hanya bisa pasrah, karena pria itu tidak memberiku kesempatan untuk bicara.

"Gawat, sebentar lagi akan dimulai!" Pria itu mulai panik dan mempercepat jalannya, setelah melihat waktu yang tertera di jam-nya.

Pria itu terus mempercepat langkahnya. Aku mulai lelah sekarang, apalagi karena acara makanku diganggu tadi, sampai saat ini perutku belum diisi. Kalau tahu akan ada kejadian seperti ini, lebih baik aku sarapan dulu di rumah. Tiba-tiba saja pria itu menghentikan langkahnya, dan berbalik menghadapku. Untung saja aku tidak menabraknya.

"Aku tahu, setelah Akira-sensei pergi, kau tidak mau bermain musik lagi. Tapi untuk sekali ini, tolong bermainlah demi mereka, dan jangan sia-siakan hasil latihan kita selama ini. Ini adalah panampilan pertama kalian. Lakukanlah yang terbaik, ya?" Aku hanya diam seribu bahasa saat dia mengacak-acak rambutku sambil tersenyum. Ini pertama kalinya ada orang yang melakukan hal ini padaku selain orangtuaku. Wajahku mulai memanas sekarang. Dia menarikku kembali dan membuyarkan lamunanku.

"Selanjutnya, mari kita sambut light music club!" Terdengar suara MC, tepat ketika kami sampai di belakang panggung.

"Lakukan yang terbaik, ok?" ucapnya sambil menyerahkan sebuah mikrophone.

"Eh, tunggu. Kemana gitarmu?"

"Eh?"

"Ah, sudahlah. Kurasa Akio bisa menghandle semuanya." Dia mendorongku agar maju ke atas panggung. Anggota light musik yang lain sudah bersiap di atas panggung dan tirai sudah mulai di buka. Mereka terlihat agak panik, dan sepertinya belum menyadari keberadaanku.

Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku bisa bernyanyi kalau lagu yang mereka mainkan saja aku tidak tahu. Tapi pria itu bilang, ini adalah penampilan pertama mereka, setelah latihan keras mereka. Aku tak mau mengecewakan mereka. Terlebih pria itu menaruh harapan besar padaku. Argh... sebaiknya aku harus bagaimana?

Jreng... jreng...

Suara musik mulai terdengar. Tunggu, kurasa aku mengenal lagu ini. Aku melangkahkan kakiku menuju panggung sambil bernyanyi.

Watashi yo moete…
Moete dakishimete miru no wa tsumi ja nai deshou?
Hi de yami wo harae CHOIR JAIL

Untuk sesaat anggota yang lain melirik ke arahku dengan tatapan heran. Hanya sebentar sebelum mereka kembali fokus pada alat musik yang sedang mereka mainkan. Tapi tak ada waktu untuk memikirkan itu. Aku harus fokus pada nyanyianku.

Nageite mo yume wa utawanai
Koko de sakenda yo "Kotae wa dare ga motteru no"
Utsumuida mama ja kizukanai
Kimi no hitomi no naka mirai wo sagasu

Moshimo kiseki ga ima wo sasu nara
Nijimu namida nugutte mae wo muite arukou

Karena tidak ada alat musik yang aku mainkan, yang bisa aku lakukan hanya menghayati lagu itu. Aku berjalan ke sisi kiri panggung saat menyanyikan bagian ini.

Watashi wo akete…
Konna kurushisa de nanimo mienai
Watashi yo moete…
Moete kanata he jounetsu wa tsumi ja nai deshou?
Hi de yami wo harae CHOIR JAIL

Aku berhenti di ujung kiri panggung. Sambil menghadap penonton, ku keluarkan segala macam ekspresi yang terlintas saat menyanyikan lagu ini.

Maneite yo mune no otometachi
Koko wa yoi no meikyuu "yoake wo doko de matteru no"
Furueteru dake ja kawaranai
Kimi wo mitsuketa no wa unmei no shiwaza

Naze ni inochi wa hakanaku kieru
Tori wa toi wo yobu yue ai wo daite hateyou

Himitsu no saki he…
Yureru kanashisa wa nani wo abaku no
Himitsu ni furete…
Furete tashika na genjitsu wo nomeba ii deshou?
Te wo nobase nobase saki he…

Ku langkahkan lagi kakiku ke sisi lain panggung sambil terus bernyanyi. Entah kenapa, saat di atas panggung semuanya berjalan dengan natural. Rasanya, rasa malu dan gugupku seakan hilang, yang terpikir hanyalah memberikan yang terbaik agar tidak membuat orang lain kecewa.

Nemureru mori yo kisetsu yo
Sakihokoru hana karete mebuite

Watashi wo akete…
Konna kurushisa de nanimo mienai
Watashi yo moete…
Moete kanata he jounetsu wa tsumi ja nai deshou?
Hi de yami wo harae CHOIR JAIL LONELY JAIL

Ku curahkan segala macam emosi dan ekspresi untuk lagu ini. Hingga tanpa sadar aku meneteskan air mata. Selama konser dengan Ho-kago Tea Time, belum pernah sekalipun aku bernyanyi sampai seperti ini.

Prokk... prokk...

Tepuk tangan penonton membahana saat kami mengakhiri lagu. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, ku ucakan terimakasih pada penonton yang sudah hadir. Akhirnya, pertunjukan berakhir, yang ditandai dengan tirai yang ditutup. Aku bisa bernafas lega sekarang.

Tiba-tiba saja seorang gadis anggota klub musik menghampiriku dengan semangat dan tergesa-gesa. Gadis itu memelukku, kemudian mencengkram kedua lengan bagian atasku sebelum memberiku pertanyaan yang bertubi-tubi.

"Kau siapa? dari kelas mana? Aku baru pertama kali melihatmu. Lalu kenapa kau tiba-tiba ada saat pertunjukan kami? Tadi itu benar benar luar biasa, kau tahu? Aku pikir ka..."

"Akiyama-san?" Seorang guru yang sudah terlihat tua menghampiriku dan menghentikan pertanyaan gadis itu.

"Ha-ha'i," jawabku gugup.

"Ah, ternyata benar. Selamat bergabung di sekolah kami. Saya kepala sekolah disini, kalau ada sesuatu masalah, jangan sungkan untuk meminta bantuanku," ucapnya sopan dengan penuh wibawa seraya tersenyum, sambil menjabat tanganku.

"Ha'i, arigatou gozaimasu." Aku balas menjabat tangannya.

"Saya terkejut saat melihatmu bernyanyi di panggung..."

"Maafkan atas kelancangan saya!" Aku membungkukan badan sebagai tanda permintaan maaf.

"Tidak perlu seformal itu, lagipula tadi pertunjukan yang hebat. Memang seharusnya anak muda seperti itu. Hahaha..." Aku hanya melongo mengetahui sisi lain kepala sekolah.

"Oh ya. Sebelum itu, bisakah kau ke ruanganku? Ada beberapa hal yang harus diselesaikan sebelum kau resmi bergabung disini."

"Tentu."

Aku pun pergi mengikuti kepala sekolah ke ruangannya. Terlihat semua orang heran karena kedatangan kepala sekolah yang tiba-tiba. Terutama pria yang sedari tadi menyeretku.

To be continued...

~~~~\(^o^)/\(^o^)/\(^o^)/\(^o^)/\(^o^)/\(^o^)/~~~~

Lagu CHOIR JAIL by Suzuki Konomi

Minna-san, arigatou sudah mampir dan membaca fict pertamaku di fandom ini. gemes banget lihat fandom kesayanganku sepi, jadi aku ramein deh... ^^

Semoga aja, author dan readers yang telah dan akan bergabung bisa menambah kemeriahan fandom ini... XD

Ayo ramaikan kembali fandom ini!

Kimidori Hana~