Namaku, Sawada Tsunayoshi. Aku adalah anak pertama dari keluarga Sawada. Tentu saja, karna aku ini anak tunggal. Aku tinggal di Namimori, Jepang. Usiaku baru saja memasuki 14 dan aku masih duduk di kelas 2 SMP. Aku singgah 'sendirian' di sini. Ayahku bekerja di Italia, ibuku hanya ingin ikut dengan ayahku. Karna aku tak pandai berbahasa inggris, kalau aku pindah ke Italia saat ini, mungkin aku lebih memilih tidak usah sekolah. Aku memutuskan untuk sekolah hingga SMA di sini.

Setiap pulang sekolah, aku selalu menghabiskan waktu di sebuah tempat makan. Ya, tempat makan ini sudah menjadi favoritku selama ini. Selain tempatnya nyaman, makanannya juga tak kalah enak dengan restoran bintang lima. Pulang sekolah sekitar pukul empat sore, kebetulan aku tinggal sendiri di rumah. Daripada aku repot-repot memasak dan hanya mengotori dapur, lebih baik aku beli makanan di luar saja. Namun karna tempat makan ini tak kalah nyaman dengan kamarku, sering kali aku menunggu jam makan malam sambil mengerjakan tugas sekolah di sini. Semua pelayan di sini sudah sangat mengenaliku. Bagaimana tidak, hampir setiap hari aku datang ke sini.

Sudah hampir setahun aku selalu datang ke sini, tak jarang aku melihat orang-orang yang ternyata pelanggan setia sepertiku. Setiap hari, aku selalu melihat mereka datang kemari. Aku selalu penasaran dengan latar belakang orang-orang yang sama sepertiku ini. Selalu datang kemari seperti tiada tempat makan selain di sini.

Orang pertama, laki-laki berambut keperakan dan memilik iris hijau emerald. Karna aku selalu duduk sendiri dan dia juga datang kemari sendirian, terkadang ia mengambil tempat duduk satu meja denganku bila tempat makan ini sedang kebanjiran pelanggan. Terkadang ia mengenakan kacamata. Ia sering mengerjakan soal matematika yang sangat rumit. Padahal kelihatannya orang ini seumuran denganku. Setara denganku masih kelas 2 SMP. Aku tak pernah mengajaknya berbicara, karna ia terlalu serius mengerjakan soal rumit itu atau membaca buku tentang sains. Percakapan yang selalu kami lakukan,

"Apa aku boleh duduk di sini?", ia meminta izin duduk semeja denganku.

"Ya, silahkan.", jawabku.

"Terima kasih."

Hanya sekedar itu percakapan yang selalu kami lakukan.

Orang berikutnya. Laki-laki berambut hitam spiky dan beriris cokelat. Nah, kalau orang yang ini memiliki keunikan bagiku. Karna ia selalu membawa pedang bambu. Sepertinya ia jago kendo. Aku tak pernah menyapanya dan tak pernah duduk semeja. Karna ia terlihat selalu bersama teman-temannya, mungkin. Yang aku lihat setiap hari dari orang berikut ini, ia selalu memesan makanan porsi besar dan memakannya seperti orang tidak makan selama tiga hari. Bingungnya aku, ia tak pernah tersedak makan dengan cara begitu. Dari wajahnya selalu memancarkan senyum sejuta watt. Ia mudah tersenyum, seakan ia adalah orang yang tak bisa diajak serius, bagi orang yang belum mengenalnya lebih jauh.

Selanjutnya, laki-laki ini memiliki rambut hitam yang halus sekali, beriris blue metal, ya seperti itu aku menyebutnya. Ia selalu berekspresi dingin. Ia juga selalu datang sendirian. Orang ini memiliki tatapan yang sangat tajam. Aku pernah sekali terkena tatapannya itu dan rasanya… mengerikan. Sepertinya ia juga anak SMP, mungkin satu tingkat di atasku. Orang ini juga memiliki ciri khas tersendiri. Ia mengenakan gakurannya hanya dengan digantungkan di kedua pundaknya. Aku bingung gakurannya tak pernah terjatuh dengan cara pakai seperti itu. Dan ada satu hal lagi di gakurannya yang selalu aku ingin tanyakan. Di lengan kiri gakurannya, terdapat tanda "Komite Disipliner" berwarna merah. Dan hal lain yang selalu membuatku heran. Setiap ia datang kemari, tempat ini suasananya tiba-tiba jadi sangat mencengkram dan orang-orang yang berkunjung seperti merasakan takut. Kenapa ya?

Lalu, orang yang selalu duduk di meja setelah mejaku. Entah memang hanya kebetulan atau bagaimana, ia selalu duduk di dekat mejaku. Aku menjulukinya lelaki kaya, karna ia tampak seperti orang kaya. Ia selalu mengenakan mantel hijau. Sepertinya ia bukan orang Jepang. Dilihat dari rambutnya yang blonde seperti orang bule dan memiliki iris cokelat, kontras sekali dengan rambut dan kulit putihnya. Ia laki-laki yang lumayan tampan bagiku yang laki-laki, tapi mungkin dialah orang paling tampan bagi para perempuan. Kenapa aku bilang begitu? Karna ia selalu datang ke sini dengan lain-lain perempuan setiap harinya. Terkadanga perempuannya terlihat lebih muda darinya atau seumuran dengannya. Laki-laki ini tampak hanya sebagai tempat curhat bagi si perempuan, tapi dia bukanlah tempat curhat biasa melainkan tempat curhat khusus. Terkadang aku mendengar percakapan mereka seperti,

"Siapa namamu, manis?", tanya lelaki itu.

"Namaku… Yuna..", jawab si perempuan.

"Kau terlihat tidak senang hari ini. Ada apa?", tanya lelaki dengan nada lembut.

"Aku benci… selalu digunakan untuk bermain… tapi tak pernah dibayar…"

"Oya? Berapa bayaranmu?"

"Ba-bayaranku… tinggi."

"Itu tidak masalah. Malam ini kosong?"

"Kosong.."

"Jadi, mau di rumahku atau hotel?"

"Terserah anda saja."

Oke dari percakapan itu, aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Maklumi saja karna aku hanya murid kelas 2 SMP. Tapi kalau menurutku, mereka sedang melakukan bisnis. Kenapa aku merasa bisnis yang mereka lakukan tak lazim.

Kalau dari tadi aku hanya menceritakan yang laki-laki saja, sekarang ada salah satu perempuan pengunjung tempat ini. Ia berambut ungu tua dan beriris senada dengan rambutnya. Ia tampak menggunakan eyepatch di mata kanannya. Wajahnya tak pernah menampakkan ekspresi. Tapi kenapa bisa-bisanya aku mengira dia sedang memiliki masalah yang berat. Sepertinya ia setahun lebih muda dariku. Ia selalu datang dan memesan makanan lalu di take away. Ia memang tidak pernah makan di tempat. Setiap hari ia selalu membawa pulang makanan yang dibelinya. Sepertinya makanan itu untuk seseorang bukan untuk dirinya sendiri.

Selanjutnya, orang ini bukan pelanggan melainkan pelayan di tempat makan ini. Bagiku perempuan ini seperti memiliki kelainan. Kenapa begitu? Karna tak jarang ia memperlihatkan kecerobohannya saat bekerja. Satu hal yang menarik perhatianku, ia sepertinya masih seumuranku tapi kenapa ia sudah bekerja? Mungkin bekerja paruh waktu. Satu hal yang aku tau tentang dirinya adalah namanya Yuni. Terlihat dari name tag yang selalu ia kenakan saat bekerja. Ia memiliki rambut hijau gelap dan beriris biru laut. Ia juga pernah menunjukkan kecerobohannya padaku, ia pernah menjatuhkan minuman yang aku pesan dan membasahi seragamku. Saat itu pula aku merasa ia selalu memikirkan sesuatu saat bekerja dan terlihat sangat cemas.

Itulah beberapa orang yang membuat aku selalu mengira-ngira bahwa mereka memiliki masalah yang tak dapat terselesaikan dengan sendirinya. Begitupun juga dengan diriku sendiri. Sampai sekarang ada satu masalah yang tak bisa aku hadapi sendiri. Entah kenapa sepertinya masalah yang aku hadapi tak pernah beda jauh dari orang-orang yang aku sebutkan tadi. Kira-kira bagaimana keadaan hidup mereka ya? Bahagiakah? Atau dalam masalah setiap saat?

.

.

.

To be continued.


Hola hola bertemu lagi dengan saya The Seventh!

Ini karya ketiga saya di dunia fanfic dan masih dalam fandom KHR.

Maaf jika chapter pertamanya pendek, karna di chapter ini baru pengenalan lah gitu istilahnya.

Entah kenapa saya lebih suka bikin penyambutan di akhir cerita.

Mohon reviewnya, agar bila ada salah tulisannya atau yang kurang jelas bisa saya perbaiki.

Arigatou gozaimasu~ bagi pembaca pertama!

Sampai ketemu di chapter berikutnya!

Jaa~