Hai, Soonyoung-ie~
Bagaimana kabarmu? Aku bertaruh saat ini kau sedang gugup dan sibuk sekarang, iya kan? hahaha...
Tapi aku juga yakin meskipun begitu kau pasti merasa sangat bahagia, bukan?
Soonyoung-ah, sebelumnya maafkan aku.
Saat kau membaca ini, itu artinya aku telah pergi.
Tapi tak apa, kepergianku mungkin tak berarti banyak untukmu.
Jika kupikirkan kembali... Waktu yang kita habiskan bersama sangatlah pendek, iya kan?
Semua itu terasa menyenangkan. Bahkan hingga kini, kurasa itu adalah waktu paling menyenangkan dan membahagian dalam hidupku.
Tapi jika aku boleh jujur, aku ingin berbicara lebih banyak denganmu. Aku ingin bisa benar-benar menghadapimu, bercanda denganmu, tertawa denganmu dan menghabiskan semua waktu dalam hidupku bersamamu. Meski kutahu semua itu tidaklah mungkin.
Aku sudah mencoba membuatmu berpaling padaku tapi gagal. Akhirnya aku memutuskan untuk menggunakan cara terakhir dengan mengirimu surat ini. Aku pikir jika kau menerima surat ini saat aku telah pergi, aku akan bisa mengatakan semua perasaan yang kusimpan selama ini tak peduli apapun yang akan terjadi.
Begitu banyak hal yang tidak sempat aku katakan padamu. Katakanlah aku pengecut, tapi aku memang tak sanggup untuk bertemu dan berbicara langsung denganmu. Kau dan Chan adalah orang-orang yang begitu berarti dalam hidupku, dan aku tidak mempunyai hati untuk merebut senyuman bahagia dari wajah kalian hanya karena perasaan bodohku ini.
Apa kau ingat saat kau mengatakan ingin dibuatkan bekal makan siang? Itu adalah kali pertama aku mencoba memasak sesuatu untuk orang lain. Jujur saja aku gugup. Aku sama sekali buta tentang masak memasak, dan akhirnya setelah berkali-kali gagal aku berhasil membuat sesuatu yang cukup aman untuk bisa dimakan, tapi ternyata aku terlambat, Chan datang lebih dulu dan memberikan hasil masakannya yang kau terima dengan wajah berbinar senang.
Mungkin kau tidak ingat yang ini, tapi saat aku berkunjung ke rumahmu, aku melihat sebuat pohon kecil. Ibumu bilang kau yang menanam pohon itu tapi terlalu sibuk untuk mengurusnya. Aku pun meminta ijin untuk menggantikanmu merawat pohon itu. Sekarang pohohnya telah tumbuh lebih besar. Setiap hari saat aku memandang pohon itu, keyakinan lain dalam diriku muncul. Keyakinan bahwa suatu hari kau mungkin akan menyadari perasaanku dan membalasnya. Meski hanya harapan kosong tapi memiliki sesuatu yang bisa kupercaya membuatku sedikit tenang.
Yang ini masih teringat jelas di pikiranku. Saat itu ulang tahunmu dan Chan bertanya padaku hadiah apa yang cocok untukmu. Aku mengatakan bahwa apapun akan kau terima dengan senang hati asal dia yang memberikannya. Benarkan? Karena cintamu padanya dan perhatiannya padamu bahkan sudah lebih dari cukup untuk membuatmu bahagia.
Dan kebahagiaanmu sudah cukup untuk menjadi alasan kebahagiaanku juga. Meski bukan bersamaku, meski bukan aku sumber tawa bahagiamu tapi tak apa. Setelah ini aku harap kau akan menjalani hidupmu denga lebih baik. Melakukan semua yang kau inginkan, dan jika tiba saatnya nanti aku akan benar-benar bisa berbahagia untukmu.
Mungkin kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama... Dan jika setelah ini kau membenciku... Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku akan tetap menyukaimu.
Aku bersyukur karena pernah menjadi salah satu bagian dari perjalanan hidupmu, meski mungkin bukan yang terbaik.
Aku juga bersyukur karena Tuhan telah memberiku kesempatan untuk bisa mencintaimu. Meskipun bertepuk sebelah tangan.
Aku tidak akan menangisi perasaan ini. Aku sudah terlalu lelah menangisinya.
Kurasa ini saatnya aku mundur, menjauh dan menyerah. Itulah kenapa aku memutuskan untuk pergi. Dan pesan terakhirku padamu adalah... Berbahagialah.
Soonyoung-ah... I liked you
I adored you
I loved you
Selamat tinggal.
