Naruto Masashi Kishimoto

Hebi (Snake)

Sakura.H, Sasuke.U

Warning : typo, AU, gaje

Chapter 1.

Crash...

Sebilah pisau tertancap di punggung seekor ular yang tergolek lemah. Darah mengalir dari mahluk tersebut. Seorang gadis terduduk gemetar dengan tangannya yang juga bersimbah darah. Dan perlahan dia mulai menangis.

**Hebi**

Siinggg...

"Akh..." jerit seorang pemuda yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Dia memegangi kedua matanya yang tiba-tiba menjadi buram dan tak dapat melihat apa-apa.

"Sasuke, kau merasakannya?" tanya pemuda lain dengan wajah yang sebagian rusak.

"Hn." Jawab pemuda bernama Sasuke tersebut. Dia memejamkan matanya sangat erat hingga bayangan seorang gadis bersurai merah muda muncul.

"Jadi dia... yang membunuh Itachi" gumam Sasuke.

"Biar aku yang menemukannya dan segera membunuhnya"

"Tidak, aku saja Obito-kun" Sasuke bangun dari tidurnya dan mengusap rambutnya yang seperti pantat ayam itu.

"Kau yakin?" tanya pemuda bernama Obito itu.

"Ya, kau tau kan seberapa berharganya Itachi untukku?!" Sasuke mendengus. Matanya terlihat sendu, tak dapat dipungkiri lagi bahwa pemuda itu sedang dilanda kesedihan saat ini.

'Sudah kubilang, seharusnya kau tak mencintai manusia'

**Hebi**

"Sakura-chan..." panggil Ino sambil melambaikan tangannya kearah gadis bersurai merah muda yang sedang berjalan gontai menuju kearahnya.

"Yo, Ino-pig" jawab Sakura.

"Ah, sepertinya sakitmu parah. Lihat saja, wajahmu masih pucat sekali"

"Tidak, aku tidak apa-apa! Aku hanya butuh istirahat saja..." Sakura mencoba tersenyum meyakinkan sahabatnya itu bahwa dia memang benar baik-baik saja.

"Oya, operasi kemarin sudah berhasil karena Shizune-san membantu. Untung saja dia senggang sehingga bisa menggantikanmu"

"Hn, terima kasih banyak" Sakura kembali tersenyum namun tiba-tiba pandangannya mengabur. Seketika itu juga tubuh gadis itu ambruk dan membuat Ino berteriak.

**Hebi**

Suasana rumah sakit begitu sepi. Hari ini Sakura harus pulang telat karena banyak sekali berkas-berkas yang harus dia bereskan. Dokter muda yang cantik itu melepas jas putihnya dan segera meraih tasnya untuk beranjak pulang. Tak lupa juga dia mengecek dengan teliti ruangannya yang baru saja dia kunci. Suara sepatunya menggema di sepanjang koridor yang dia lewati. Matahari senja bersinar membias diwajahnya dan membuat pandangannya menjadi sedikit berkunang. Samar-samar dia melihat seseorang sedang tergolek lemah di depan pintu masuk rumah sakit. Segera gadis itu berlari dan menghampiri sosok pemuda berambut panjang yang mulutnya mengeluarkan darah.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Sakura sambil meletakkan kepala pria itu ke pangkuannya.

"A,Aku..." belum sempat pria itu melanjutkan kata-katanya dia sudah tidak sadarkan diri.

Dengan susah payah Sakura membawa pria itu menuju sebuah kamar perawatan karena meskipun sedari tadi dia meminta pertolongan, sama sekali tidak ada yang menjawab. Gadis itu mengambil sebuah kursi untuk duduk di samping tempat tidur setelah sebelumnya dia memastikan bahwa dia sudah memberikan pertolongan pertama.

Langit sudah berubah gelap dan udara semakin dingin. Sakura mendengus, dia baru saja membatalkan niatnya untuk pulang karena khawatir pada orang asing yang berada di hadapannya saat ini.

"Ng..."

Sakura terkejut. Dia melihat pria itu menggeleng pelan dan perlahan membuka matanya.

"Kau sudah sadar?" tanya Sakura. Dia beranjak dari kursinya dan kembali memeriksa keadaan pria itu. Pria itu terdiam. Tiba-tiba dia meraih tangan Sakura dan meletakkannya di dada kemudian kembali terpejam.

**Hebi**

"Kau sudah sadar?"

Itu kata-kata yang pertama kali Sakura dengar saat dia mencoba membuka matanya. Perlahan sosok Ino terlukis di matanya dan masih dirasakannya pusing yang melanda kepalanya.

"Aku... kenapa?" tanya Sakura.

"Kau pingsan, sudah kubilang kalau kau belum sehat!" cela Ino. Sakura memegang kepalanya dan mencoba mengingat.

"Jadi aku hanya mimpi..." gumam Sakura pelan.

"Aku harus memeriksa pasien dulu, kau istirahatlah..." Ino tersenyum sambil mengusap rambut Sakura lembut kemudian beranjak pergi.

Sakura menghela nafas. Bisa-bisanya dia pingsan saat hari pertamanya kembali bekerja. Dia perlahan bangun dan menjejakkan kakinya di lantai yang terasa dingin. Angin semilir berhembus menggelitik wajahnya dan menarik gadis itu untuk berjalan kearah jendela. Dia merentangkan tangannya untuk membuka gorden dan merasakan angin lebih banyak. Tiba-tiba mata emeraldnya menangkap sesosok pemuda berambut raven tengah berdiri di depan jendelanya. Mata Onix tajam itu menatap mata Sakura tanpa berkedip. Keduanya terdiam dalam waktu yang cukup lama.

-To be continue