IN THE BURIAL
Author : Hyundan Byun
Cast : EXO Member, Fantao u/ chap 1.
NB: Hanya sekadar FF iseng, jadi maafkan bahasanya yang acak adul dan juga segala Typos
KEPING 1
Seoul, Korea Selatan.
Kamis, 1 Oktober 2015
Seperti biasa, Sore hari dengan sebuket baby breath yang masih segar; Tao melangkah hati-hati menuju area pelabuhan terakhir ibunya. Hoodie tebal berbulu―bermerk, memeluk erat tubuh ringkih serta tengkorak; dan payung seputih pualam tanpa motif menaunginya dari sapaan air langit. Sedikit dingin dan merepotkan, karena langit memang sedang berkabung Sore ini. Bisa terdengar gemericik rintikan hujan saling beradu dengan suara burung yang berisik; menciptakan simphoni lagu Sore di awal bulan Oktober.
"Ugh."
Tanpa disengaja, kakinya tersandung batu kerikil. Hampir menjadi akibat dari olengnya tubuh tinggi Tao jikasaja Dewi Fortuna tidak sedang rendah hati saat ini.
Ia pun―setelah mengumpat dua sampai lima kata―melanjutkan langkah tegas penuh kehati-hatian.
"Hai Ibu, kau merindukanku?"
Sapanya pada gundukan tanah merah bata dengan simbol salib di ujung―rumah ibunya.
Tao segera berjongkok di hadapan sang ibu, tersenyum sendu seraya menghadiahkan buket baby breath kesukaan Ibunya. Tangan kanannya terulur untuk mengelus lembut nama familiar yang terukir di batu nisan.
"Aku sangat merindukanmu Ibu, sangat. Padahal setiap hari kita bersua. Aku idiot kan? Kekeke. Tapi setidaknya aku tidak cengeng sekarang."
Jemari tangan kanan Tao masih setia membelai Nisan sesekali memperbaiki tudung hoodie yang menghalangi pandangan, Dan tangan kirinya hanya menggenggam erat payung.
"Ibu tau tidak, Tadi Aku menghajar semua 'kawanku' di sekolah. Tapi sungguh, mereka dululah yang mencari masalah denganku Bu.. Mereka menakut-nakutiku. Mengataiku sendirian. Selalu membullyku. Entah karena apa. Ibu tidak marah kan? Jangan marah ya?"
Angin berhembus pelan, seolah menyampaikan ya―setidaknya itulah yang ditafsirkan oleh Tao.
"Bagus! Ibu memang yang terbaik!"
Setelahnya Tao banyak bercerita tentang banyak hal pada Ibunya, dari yang terpenting sampai yang paling tidak berarti, mengabaikan waktu yang terus merangkak menuju peraduan. Ia bahkan tak acuh pada hujan yang menghantam semakin deras, yang mencoba bersaing ketat dengan suara riangnya.
-u-
23.12 PM
Hujan sudah reda.
Hal pertama yang Tao lihat saat sepasang iris ngantuknya terbuka adalah pembaringan ibunya. Disusul pekatnya langit malam serta udara dingin menusuk. Payung yang tadi ia genggam nampak tergeletak beberapa meter jauh, sedikit rusak. Mungkin karena terhempas angin. Dan sedikit melirik ke pakaiannya; baik hoodie maupun celana, dihiasi oleh gerombolan bercak-bercak lumpur.
Tao memandang keheranan, masih di area pemakaman; pikirnya. Satu-satunya kesimpulan yang dapat Ia ambil; mungkin Ia tertidur di samping makam ibunya karena terlalu giat berceloteh dan lelah. Oh, masih ada satu kesimpulan lagi, dan itu cukup membuat bulu kuduk Tao meremang: Ia di pemakaman; malam-malam di malam jum'at; sendirian.
Seolah terprogram oleh ketakutannya, Otak tao mulai me-rewind suara-suara temannya di sekolah; saat mereka menakut-nakuti Tao,
"Kau tau 'tokek' Tao? Kata nenekku Jika kau mendengar suara tokek tengah malam.. Itu artinya 50 meter dari tempatmu berada, tepatnya di arah selatan.. ada hantu yang sedang mengintaimu―"
Pause.
Tao menghentikan sejenak suara-suara di otaknya untuk menyelidiki keadaan sekitar―terutama arah selatan―melalui ekor matanya. Tidak ada siapapun. Dan tidak terdengar suara tokek, jangkrik sekalipun. Untuk sesaat, Pemuda berkebangsaan china itupun menghela nafas lega.
Krik Krik Krik.
Hening.
Ada suara jangkrik ternyata. #Abaikan.
Play.
"―Tapi yang benar-benar perlu kau waspadai adalah suara burung hantu, Tao. Karena ketika sosok hantu lewat.. burung hantulah yang merasakan kehadirannya dan bersuara―"
'Khu khu khu'.
Bahu Tao menegang. Tao memang belum pernah memelihara burung hantu sebelumnya bahkan belum pernah melihat burung hantu―kecuali teman lamanya yang bernama Do Kyungsoo―tapi Tao tau betul suara apa itu tadi.
'Khu khu khu'.
Itu suara binatang Nokturnal yang Ia takutkan. Itu burung hantu!
Keringat dingin mulai membasahi tangan dan pelipis Tao. Ia sungguh penakut; ia mengaku. Bahkan pernafasannya sampai tersengal karena khawatir hantu muncul tiba-tiba. Hawa pemakaman yang entah kenapa kini perlahan terasa semakin dingin dan menggoda bulu roma, mendorong Tao untuk segera berlari, tapi sendi-sendi kakinya melemas otomatis. Takut. Demi Zeus, Tao takut.
BRUK!
Hening. Lima menit.
BRUK!
"KYAAAAAA!"
Jeritan histeris Tao menggema dalam pelukan malam. Ia memejamkan mata; menutup kedua telinganya dengan telapak tangan. Ingin membutakan dan menulikan diri dari benda apapun yang terjatuh sangat keras itu. Ia tidak siap dihantui, tidak sekarang dan selamanya.
Hiks hiks hiks..
Hihihihi..
Hiks hiks hiks..
"..." Tao terdiam. Tak sanggup untuk berteriak karena suaranya seolah tercekat di tenggorokan. Ia hanya semakin mengeratkan mata dan tangannya. Sedikit berharap agar Ia jatuh pingsan saja daripada menahan takut. Tapi sepertinya Tuhan berkehendak lain, keadaan tiba-tiba menjadi hening cukup lama. Seolah memberinya kesempatan; Mungkin hantu itu sudah pergi. Timing yang baik untuk melarikan diri.
Tao membuka mata perlahan.
Ia berdiri, bersiap berlari.
Tapi di sana, sepuluh meter dihadapannya, Ia melihat asap yang mengepul tebal―di atas sebuah makam. Bau kembang dan dupa menyeruak dari sana, Dan sesuatu bergerak-gerak di balik asap itu, tinggi dan hitam. Lalu sedikit demi sedikit sosok itu mulai nampak jelas; Dari tangan kanan yang memegang benda bulat-Oh apa itu kepalanya?; tangan kiri yang seperti memegang tiga tusuk jarum cukup panjang, dan mata nyalang...
"KYAA! HANTU TIANG!"
-u-
"KYAA! HANTU TIANG!"
Kris yang mendengar teriakan itu terlonjak kaget sampai-sampai melempar kantung kresek berharganya dari tangan kanannya. Mendengus sebentar, Ia menatap tersangka radius sepuluh meter di hadapannya; tinggi, kurus, terisak.
Mahasiswa tingkat akhir inipun menghampiri pelaku itu, yang menggigil ketakutan sembari menutup sepasang matanya.
"KYAA JANGAN MENDEKAT HANTU TIANG!"
"BERISIK! AKU BUKAN HANTU TIANG! AKU HANYA SEDANG CARI WANGSIT! KAU DENGAR ITU BODOH!?"
Tersangka itu perlahan membuka mata, berkedip-kedip imut sebentar. Dan mendongak menatap Kris dengan bibir mencebik dan mata merah―efek menangis.
"Kau bukan hantu?" Mengangguk, "Benar-benar bukan hantu?"
Kris berdecih dan menatap garang, "Tentu saja! Kau ini bodoh atau apa, perlu kucium biar percaya?"
Pemuda itu menggeleng kuat-kuat. Seperti anak-anak. Tapi sialnya itu terlihat sangat imut.
"HWAA.. Terimakasih Tuhan. Kau mempertemukan aku dengan manusia―bukan hantu, aku janji akan rajin ke gereja setelah ini.. aku janji. AKU JANJI!"
Pemuda itu semakin bertingkah imut dihadapan Kris. Lihat cara Ia berbicara pada langit seolah mengirim pesan janji pada Tuhan. Mata berbinar serta senyum tulus rasa terima kasih, Kris tidak akan pernah melupakan ekspresi pria itu.
"Jangan berlebihan! Dasar Kekanakan!" Sentak Kris dengan ekspresi datar. Mulutnya mungkin berkata demikian tapi jauh di dalam hatinya Ia justru bergumam 'Kalau kau terus bertingkah imut; aku tak segan membawamu pulang.' Memang Dasar lain di mulut lain di hati. -_-
"Siapa namamu? Dan apa yang kau lakukan malam-malam begini?" Tanya Kris curiga. Ia menerka mungkin pria di hadapannya ini jodohnya―bukan, mungkin pria itu sama-sama mencari wangsit sepertinya.
"Namaku Tao. Aku ketiduran di sini saat mengunjungi makam ibuku, ...?"
"Kris, namaku Kris."
"Ah Kris hyung? Euhm, Hyung Keberatan tidak mengantarku sampai gerbang disana? Aku.. takut kesana sendirian.." Tanya pemuda itu sedikit malu.
Kris menyeringai, diam-diam tanpa sepengetahuan pria itu. Mungkin Kris memang bukan hantu; tapi dia licik. Pernah dengar peribahasa Sekali cheetah menemukan rusa Ia akan memburunya sampai dapat? Dan Kris adalah cheetah yang sudah menemukan rusanya. Ya. Pria di hadapannya itu.
"Tentu saja. Tapi ada syaratnya, pertama ikut aku ke makam itu dulu. Aku ingin membereskan dupa-dupaku dan memungut barang berhargaku yang terlempar karena teriakanmu."
Pemuda itu termenung sebentar sebelum menjawab Ya ragu-ragu. 'Oh ternyata benda tajam seperti jarum itu dupa?' Batin Tao lega.
Mereka berdua berjalan beriringan melintasi makam menuju makam yang dimaksud.
"Ngomong-ngomong apa yang hyung lakukan di sini malam-malam begini?"
Sambil membereskan dupa dan memungut kantong kresek miliknya Kris menjawab, "Mencari wangsit untuk ujian besok; saran dari teman-teman konyolku yang sayangnya aku percayai.." Lalu menarik lengan Tao melangkah; menuju gerbang depan yang masih jauh.
"Pffftt."
"Jangan tertawa! Aku terpaksa. Itu tentang hidup dan mati. Aku akan digorok ayahku kalau aku tidak lulus." Sela Kris kesal. "Langsung ke Syarat kedua saja; Ceritakan siapa dirimu, dimana kau tinggal, Nomor telefon, media sosial, semuanya tanpa terkecuali." Lanjutnya.
Tao mengerjap sebentar, lalu tanpa banyak memprotes Ia menceritakan perihal riwayat hidupnya―tanpa terkecuali. Sesuai permintaan Kris. Diam-diam Kris tersenyum senang dan mencatat semua yang dikatakan Tao dengan baik di otaknya.
Drap Drap Drap
"Itu suara apa?" Cicit Tao yang kemudian tanpa sengaja menggenggam jemari kiri Kris yang menganggur. Ia terlihat ketakutan; suara-suara dan bayang-bayang kuburan tidak pernah tidak membuatnya takut.
"Hanya langkah orang. Sepertinya ada orang lain di sini selain kita. Tapi abaikan saja. Kita sudah sampai di gerbang."
"Ah, Te-terima kasih."
"Heum." "Tidak masalah hanya di antar sampai sini? Aku bisa mengantarmu sampai rumah kalau kau takut."
Tao menggeleng malu-malu. "A-ani, aku tadi membawa motor. Aku parkirkan di rumah bibiku tak jauh dari sini, A-aku pulang dulu ya, hyung."
Sebelum Tao melangkah Kris menarik jemari Tao yang masih menggenggamnya.
"A-ada apa?"
"Syarat terakhir."
"Ugh?"
"Kita bertemu di Kafe Dark Red besok jam dua sore. Itu ajakan kencan dariku, dan kau wajib datang." Setelahnya Kris main nyelonong pergi begitu saja, menutupi rasa malunya. Sekedar informasi, Kris belum pernah mengajak orang lain kencan duluan sebelumnya. Biasanya fans-fans nya dululah yang melayangkan ajakan untuk Kris. Jadi jangan heran kalau melihat si jangkung bersurai pirang itu melangkah sedikit gemetar. 'Sial. Aku gugup.'
Tao berkedip-kedip bingung. Sedetik kemudian semburat tipis merah muda nampak di wajah tirusnya. Sampai umurnya yang sekarang menginjak 18 tahun, ini adalah ajakan kencan pertama untuk Tao. Pertama yang mampu membuat jantungnya serasa ditalu begitu keras; Mendebarkan, aneh, tapi menyenangkan.
Sepertinya teman sepermainannya tak bisa mengatai kejombloannya lagi setelah ini. Semoga saja. Oh tapi mereka masih bisa menakut-nakuti Tao sih. Bicara soal takut, Tao baru ingat kalau dia masih di depan gerbang pemakaman.
BRUK! BRUK!
"KYAAAAAA!"
Tuh kan.
Selamat berlari ketakutan Huang Zitao, dan jangan lupakan janji kencanmu besok.
-END-
