A Cup of Hot Chocolate
Hetalia belongs to Hidekazu Himaruya
NorBela. K. Romance. Human!AU.
.
.
.
Lukas membisu. Mulutnya sedikit terbuka, menganga tak percaya.
"Aku mentraktirmu cokelat panas bukan untuk kau pelototi, tapi untuk kau minum."
Sang pemuda berdarah Norwegia tak mengindahkan sindir barusan. Yang meluncur bebas dari mulutnya justru sebuah pertanyaan bodoh, "Kau sedang menyatakan perasaanmu padaku?"
Si bungsu Slavik di seberangnya mendengus. Kedua tangan mungilnya meraih cangkir berisi cokelat panas miliknya dan mengangkatnya hingga menutupi sebagian wajah—berusaha menyembunyikan rona di kedua pipi, Lukas menduga, dengan kedok ingin meniup minuman yang masih beruap itu.
"Mungkin sebaiknya aku membelikanmu alat dengar saja."
Lagi, Lukas tak peduli.
Lagi pula, hei, bagaimana ia tidak bertanya-tanya jika mendadak Natalia menariknya sekeluarnya ia dari gerbang sekolah, menembus hujan salju ringan di atas mereka, dan menyeretnya masuk ke dalam kafe yang tak pernah sekali pun mereka masuki?
Kafe itu sebenarnya sederhana saja dengan interior yang didominasi warna cokelat dan pencahayaan agak redup. Tak sedikit pun terdapat pernak-pernik mencolok berwarna merah muda atas nama Valentine yang jatuh pada hari ini.
Ya, yang jadi masalah adalah hari ini bertanggalkan 14 Februari—yang terkenal sebagai Hari Kasih Sayang hampir di seluruh belahan bumi—dan dengan sangat tiba-tiba si gadis Belarus mentraktirnya cokelat panas.
...segelas cokelat panas.
Memangnya ada peraturan tertulis bahwa Valentine hanya boleh dirayakan dengan cokelat berbentuk hati atau, setidaknya, berwujud solid?
"Akui saja, Nat."
Natalia berdesis, "Tutup mulut dan minum saja. Atau kuguyur kau dengan cokelat panasmu."
Lukas terkekeh. Baiklah, ia akan diam dan meminum cokelat panas traktiran si bungsu Slavik sesuai perintah gadis itu. Anggap saja cokelat panas di hadapannya sebagai ganti jasa payung yang kerap ia berikan pada sang gadis Arlovskaya tanpa balasan kendati sekadar ucapan terima kasih dan Lukas tidak akan merasa berutang budi. Toh tidak ada salahnya juga menikmati segelas cokelat panas gratis di tengah hari bersalju seperti ini.
Maka di sinilah dirinya: meja di sisi jendela sebuah kafe sederhana, memandangi jalanan disapa gumpalan kapas dingin di tengah bulan Februari dari balik kaca, bertemankan dua hal; segelas cokelat panas dan seorang gadis pirang platina menawan nan dingin. Kontras memang, namun Lukas menyukai keduanya.
"Terima kasih, Nat."
"Kau ini berisik sekali, Lukas Bondevik."
.
.
.
.
...valentine udah lewat, memang. tapi percayalah, saya nulis ini tepat di harinya. /gaadayangnanya
