LITTLE PROMISE
Saat kau berbisik dihadapanku
Dan menautkan jari kelingking kita
disaat itulah kita terikat dalam benang kasat mata
Tanpa sepengetahuanmu
.
.
.
DON'T LIKE DON'T READ
ENJOY
.
CHAPTER 1
Kiit. Kiit. Kiit.
Suara dekitan rantai yang berkarat terdengar saat dua buah kaki mungil mengayunkan kakinya untuk membuat ayunan bergerak. Bukan dengan gerakan yang kencang, namun gerakan yang pelan yang dapat membuat tubuh mungilnya sedikit terayun. Disamping bocah berambut grayish itu, masih di satu ayunan –karena dalam satu ayunan ada dua tempat duduk- seorang anak laki-laki bermanik bloody yang kiranya 3 tahun lebih tua darinya tengah duduk memperhatikan bocah yang ada disampingnya. Dipanggilnya bocah itu.
"Ciel..." suara khasnya membuat bocah yang dipanggil Ciel menghentikan ayunan kakinya, dan sukses membuatnya berhenti berayun.
"Ngg? Ada apa big bro?" wajah chubby Ciel terlihat menggemaskan saat itu. Manik bulat Amethystnya menatap penuh antusias pada manik mata lawan bicaranya.
"Aku tau kalau Ciel tidak akan mengerti apa yang akan kukatakan sesaat lagi."
"Ehh? Apa yang akan big bro Sebastian katakan? Ciel akan coba mengerti..ihiii" tawa Ciel manis.
"Hmm.." pemilik nama Sebastian itu tersenyum dan membelai kepala Ciel dengan penuh kasih sayang.
"Big bro sayang Ciel. Sangat menyayangi Ciel."
"Sayang? Hihiii.. Ciel juga sayang sama big bro. Mum and Dad , juga Kuro –anjing milik keluarga Ciel-
Ciel sayang smuanyaaa~~" ucap Ciel tersenyum riang nan lebar.
Dugaan Sebastian benar . Bocah tetaplah bocah.
"Hahaha... ternyata dugaanku benar!" Sebastian tertawa geli. Sementata Ciel menunjukkan ekspresi kebingungan.
"Ciel .. rasa sayang big bro pada Ciel berbeda. Bukan rasa sayang seperti yang Ciel berikan pada Mum dan Dad juga Kuro. Tetapi perasaan yang khusus."
"Apa itu big bro? Perasaan khusus? Ciel tidak mengerti.."
Sebastian tersenyum melihat kepolosan bocah 6 tahun itu.
"Ya, kan big bro sudah katakan sejak awal kalau kau mungkin tiadak akan mengerti. Saat besar nanti, Ciel pasti akan mengerti. Nah, mulai sekarang berjanjilah pada big bro, Ciel akan selalu disisi big bro sampai akhir nanti." Ucap Sebastian memegang bahu mungil Ciel.
"Ciel tidak begitu mengerti dengan apa yang big bro katakan. Tapi kalau itu janji, hehe.. Ciel akan berjanji. Hihiii..."
"Hmmm.. Ciel pintar.."
CUP
Selama 10 detik bibir lembut Sebastian menempel pada bibir mungil Ciel. Hanya pertemuan bibir dengan bibir, tidak lebih. Ciel hanya tertawa seakan tak terjadi apa-apa ketika Sebastain melepaskan ciuamannya. Sementara Sebastaian tersenyum penuh arti.
"Ahahaha... big bro seperti Mum! Mum juga sering mencium Ciel seperti itu. Hihiii.."
"Benarkah? Ahahaha ..."
Benar bukan? Seorang bocah tetaplah bocah. Sayangnya, Ciel tak tahu menahu akan janji yang ia buat dengan Sebastian... 11 tahun yang lalu.
XXX
Ciel sekarang sudah berusia 17 tahun. Ia lupa akan janji yang pernah ia buat dengan Sebastian . 5 tahun yang lalu, pekerjaan ibu Sebastian yang seorang designer terkenal menuntutnya untuk ikut ibunya ke Paris. Dia juga melanjutkan sekolahnya disana. Selama 5 tahun itu, Ciel dan Sebastian yang dulu sangat akrab putus hubungan begitu saja. Kini Ciel telah menjadi seorang murid SMA di salah satu sekolah elit di London, dan perubahan besar terjadi pada dirinya. Tubuh mungilnya kini bertambah tinggi walau tak lebih dari 180 cm. Dirinya yang dulu agak berisi, chubby, sekarang terlihat ramping dngan bahu yang mungil. Matanya teduh dan ia terlihat dewasa diusianya yang masih 17 tahun. Sementata rambut grayisnya masih dengan warna yang samadan dengan model yang sama, hanya saja sedikit rapi. Satu kata yang cocok untuknya. Perfect.
"Ciel, sudah lama ya tidak mendengar kabar Sebastian? Sudah seperti apa ya dia sekarang?" ujar sang ibunda yang tengah melahap irisan daging steak yang telah ia iris sebelumnya.
"Mum.. berhenti membicarakan orang lain." Jawab Ciel dengan malasnya.
"Aa~~ Ciel chan jangan kejam begitu. Dulu kalian sangat akrab lho! Seperti direkatkan dengan lem malah..hihi.."
Ciel menyayat daging steak sarapan paginya dengan wajah agak kesal. Kenapa ibunya harus berbicara tentang teman kecilnya itu. Padahal ia sudah melupakan Sebastian.
"Mum, benar kata Ciel. Toh dia juga menghilang tiba-tiba saat itu. Seminggu setelah berada di Paris dia baru mengabari kita kalau dia ada di Paris. Tentu saja Ciel kita tersayang kesal dan kecewa. " kini sang ayah Earl Vincent Phantomhive yang buka suara. Sementara Ciel menyudahi sarapan paginya.
"Ya, Mum tau. Maafkan Mum ya Ciel." Wajah Rachel, ibunda ciel mengekspresikan rasa bersalah.
"It's okay Mum. Ehemm.. aku bisa terlambat untuk sekolah kalau tetap di sini. Aku akan berangkat sekarang Mum.. Dad."
Ciel pamit kepada orangtuanya lalu melangkah pergi dan menghilang dibalik pintu.
"Aku rasa anak itu kelewat kecewa pada Sebby kun ya Dad? Sejak kepergian Sebby kun ke Paris, dia jadi seperti seorang gadis yang diputusin kekasihnya. Kasihan Cielku~~"
"Sudahlah Rachel. Kita tidak tau apa yang dipikirkan Ciel. Lebih baik kita biarkan dia begitu. Daripada kita membuatnya marah karena mencampuri urusannya."
"Ya Vincent.. aku mengerti."
XXX
Tepat pukul 3 sore. Para siswa maupun siswi sekolah elit itu keluar dengan anggunnya. Begitu juga dengan Ciel. Ia bahkan membuat para siswi juga siswa melting oleh pesonanya. Tapi jangan harap, Ciel bukan tipe narsis yang mau meladeni para 'fans'nya . Ia malah menganggap mereka pengganggu. Dengan santainya ia berjalan menuju parkiran mobil tanpa memperdulikan siapa dan apa yang ia lewati. Ia hanya ingin segera masuk ke dalam mobil Porsch hitamnya dan melajukan kendaraannya ke kediamannya. Dia sangat lelah hari ini.
XXX
Mobilnya terparkir mantap di pelataran rumah- ah bukan rumah, tapi mansion keluarganya. Sang butler terpercaya, Tanaka , memberikan salam hangat kepada pemuda berambut grayish itu.
"Selamat datang tuan muda."
"Ah pak Tanaka. Oh ya, apa Mum dan Dad pulang lebih awal? Kenapa mobil mereka disini?" tanya Ciel dengan kunci mobil di jari telunjuknya yang ia putar-putar.
"Ya tuan muda Ciel. Karena ada tamu yang datang. Baru saja mereka tiba."
"Ngg? Tamu? Siapa?" Ciel mulai memasang ekspresi penuh tanda tanya. Tentu saja. Kalau bukan tamu penting, tidak mungkin orantuanya itu mau repot-repot pulang kerumah dari kantor mereka yang jaraknya jauh dar kediaman mereka.
"Lebih baik Anda melihatnya sendiri Ciel sama." Pak Tanaka tersenyum . Ciel makin penasaran dan segera masuk ke mansionnya. Ia melihat kearah ruang tamu, namun tak menemukan seorangpun didalam sana. Hingga telinganya menangkap suara gelak tawa ibunya.
"Ruang keluarga!" ucapnya.
Ciel pun mulai melangkahkan kakinya dengan cepat menyusuri koridor mansionnya menuju ruang keluarga. Aneh. Ia makin curiga dan penasaran pada tamu itu, yang pasti dia orang yang dekat dengan keluarganya. Kalau orang asing atau tamu, pasti mereka akan berkumpul di ruang tamu. Siapa. Siapa tamu itu?
CKLEK
Pintu berdaun pintu besar itu terbuka menampakkan sosok Ciel yang terengah engah.
"Ah! Itu Ciel. Dia sudah besar dan tampan kan?ahaha~~?" ucap Rachel sang ibunda Ciel pada seseorang yang duduk di sofa didepannya.
"Ciel ayo masuk dan duduklah. Padahal baru tadi pagi kita membicarakannya. Hah~ Mum kangen melihat dirimu—"
"S-Sebastian...?" ucap Ciel masih tak percaya. Ia berdiri mematung di ambang pintu.
" Ya Ciel.. Aku kembali.."
.
.
.
Ini fict. perdana saya:D maklum aja ya kalo kata-katanya masih berantakan dan rada ngebosenin. Saya harap senpai favorit saya membaca ini. Saya juga mohon bimbingan dan saran juga masukan dari senpai sekalian. Semoga fict. ini bisa diterima bagi para pembaca semua. Ohya, kalian ingin fict ini LANJUT atau TIDAK LANJUT? Silakan REVIEW!
Akhir kata: Thank's for reading.^^
