Percayakan Padaku
Sebuah Boboiboy Fanfic karya LightDP AKA LightDP2.
Author note:
-Boboiboy dan seluruh karakter yang terkandung di dalamnya adalah milik pemegang hak cipta, saya hanya pinjam saja koq karakter-karakternya
-Warning: Elemental sibblings. tanpa super power, OOC (mungkin ?), typo, Yaoi, Tau/Hali, Fang/Hali (implied), Fudanshi!Solar.
-Dalam fanfic ini umur karakter utama adalah sebagai berikut dari yang tertua:
Fang: 17 tahun.
Boboiboy Halilintar: 17 tahun
Boboiboy Taufan: 17 tahun.
Boboiboy Gempa: 17 tahun.
Boboiboy Blaze: 16 tahun.
Boboiboy Thorn: 16 tahun.
Boboiboy Ice: 15 tahun.
Boboiboy Solar: 15 tahun
.
Selamat Membaca
.
Kala itu menjelang sore hari di kediaman tujuh bersaudara BoBoiBoy...
Halilintar, sang kakak tertua baru saja melangkah keluar dari kamar mandi dengan sebuah handuk kecil saja yang melilit di sekeliling pingangnya yang ramping. Di hadapan sebuah cermin, Halilintar menyisiri rambutnya dan surai putih ciri khas nya sengaja agak dikeluarkan.
Puas dengan penampilannya, Halilintar kini meraih sebuah celana panjang bahan berwarna hitam polos dan kemeja merah yang sudah disiapkannya. Sebuah dasi bergaris merah hitam dipasangnya dan terakhir sebuah jas bewarna hitam polos menambah serasi penampilannya. Topi hitam bercorak petir merah untuk pertama kalinya tidak dipasang di kepalanya.
"Wow... Halilintar... Kamu..."
"Aku kenapa, Gempa?" Tanya Halilintar tanpa menoleh ke arah adiknya, Gempa yang baru saja masuk ke dalam kamar. Gempa sendiri sudah berpakaian rapi dengan kemeja berwarna merah tua hampir kecoklatan. Ia memilih pakaian yang lebih simple saja. Mengikuti saran Halilintar, Gempa juga tidak memakai topi kesayangannya.
"Ah... Ngga apa-apa koq..." Jawab Gempa lembut sembari tersenyum. "Aku belum pernah melihatmu berbaju formal begini."
"Jadi kenapa?. Apa iya aku harus memakai baju rombeng ke perpisahan sekolah ?"
'Sarkastik seperti biasa.' Keluh Gempa dalam hati. 'Coba saja dia ramah sedikit pasti lebih... Menarik.'
Gempa tidak menyadari ada seseorang yang berada di belakangnya.
"Wah... Kak Hali... Ganteng!". Memang tidak dengan tenaga penuh, namun teriakan melengking dari Taufan cukup membuat gendang telinga Gempa berdenging karena jaraknya yang cukup dekat.
'Aih... Yang ini lagi.' Gerutu Halilintar dalam hati mendengar suara beroktaf tinggi milik adik kembarnya yang boleh dibilang agak hyper itu.
Meskipun kembar dan hampir mirip-mirip suara ketiga bersaudara masih dapat dibedakan. Halilintar nada suaranya dingin, datar dan hampir tidak ada naik-turunnya. Gempa cenderung lebih rendah nada suaranya dan selalu terdengar ramah di telinga. Taufan sendiri suaranya bernada lebih tinggi, selalu riang dan agak manja.
Celana panjang biru gelap, kemeja berwarna kuning tua, dan jaz blazer berwarna biru muda melengkapi penampilan Taufan sore itu. Ditambah topi biru bergaris putih kuning yang selalu bertengger di atas kepala
Halilintar hampir saja mengomentari pilihan busana adiknya yang meriah itu. Namun mengenal Taufan yang gampang ngambek kalau dikritik, Halilintar memilih berdiam diri saja. 'Persis mucikari...' Batin Halilintar yang sekuat tenaga menahan komentarnya meluncur dari lidahnya.
Halilintar baru saja hendak mengambil sepatunya yang telah disemir ketika sesuatu menghentikan langkahnya.
Sesuatu itu adalah sepasang tangan yang mendekap badannya dari belakang dengan kuat.
"Kak Hali ganteng..."
'Ini anak suka amat mencari masalah ya...' Batin Gempa sambil sweatdrop melihat Taufan yang mengusap-ngusapkan pipinya di punggung Halilintar seperti seekor kucing yang sedang digaruk lehernya.
Wajah Halilintar langsung memerah. "Taufan... Lepas" Perintahnya dengan tegas dengan tangan terkepal.
"Ngga mau...". Masih saja Taufan mengusapkan pipinya di pungung kakaknya.
"Peringatan pertama... Lepaskan aku...".
"Ngga...". Taufan malah mempererat dekapannya.
"Peringatan kedua... Lepas...".
"Ngga mau... Aku suka Kak Hali" Gumam Taufan sambil memejamkan kedua matanya.
"Oke. Peringatan ketiga... Lepaskan aku, atau...". Nada Halilintar menjadi semakin ketus, yang sebenarnya adalah isyarat bahwa kesabarannya tinggal sedikit lagi
"Atau apa ?" Tanya Taufan sambil memeletkan lidahnya.
Sayang sekali Taufan tidak melihat perempatan urat marah yang melitas di pelipis Halilintat yang semakin kesal.
"Jangan bilang aku ngga ngasih peringatan...". Halilintar menarik sebuah dari sepasang sepatunya dan ujung tumit sepatu itu dihantamkan pada jidat adiknya yang terus menggodanya itu.
"ADUH !. Sakit !" Ringis Taufan sambil memegangi jidatnya yang baru saja dicium sayang oleh sepatu sang kakak tersayang.
"Salahmu sendiri..." Ujar Gempa setengah meledek Taufan yang meringis kesakitan dan bercap sol sepatu di jidatnya. "Hali, jadi kita mau titip rumah ke siapa nih ?".
"Blaze Thorn, Ice, atau Solar. Siapa saja boleh" Jawab Halilintar sembari memasang sepatunya.
"Ah..Aku baru ingat Ice tadi menelponku. Dia menginap di rumah temannya... Jadi antara Blaze, Thorn, atau Solar".
Halilintar terdiam sejenak dan memilih calon kandidat untuk menjaga rumah selama ia, Gempa, dan Taufan pergi menghadiri acara perpisahan sekolah.
.
.
.
Bersambung.
