Disclaimer : I don't take any profits from writing this.

Warning: AU, a bit of OOC, and some mistyped words.

"Merokok bisa membunuhmu tahu." Sasuke tidak pernah memprediksi bahwa ia dapat mengujar ketus sedemikian rupa kepada si gadis bersurai merah jambu yang kini tengah berkutat dengan pemantik logam bergambar bunga sakura di tangannya. Terlebih lagi, kali ini ia mendapati dirinya berada di atas atap rumah orang lain dengan hanya beralaskan selembar selimut tipis sebagai alas padahal suhu nyaris menyentuh sepuluh derajat. Namun tampaknya, gadis itu tak terganggu dengan nada ketus bahkan angin malam yang kian gencar menusuk kulit. Malah sekarang gadis itu tengah menghembuskan asap tipis dari kedua belah bibirnya.

Sakura tersenyum. Tapi senyum ini bukanlah senyum yang Sasuke sukai.

"Lebih baik begitu, kan?" tukas si gadis musim semi seraya menengadah menatap langit malam.

Sasuke tidak membalas. Ia memilih keheningan mengisi mereka berdua sambil mengamati gestur gadis itu dalam diam. Sakura terlihat kacau. Rambut sebahunya mencuat sana-sini belum disisir, kaus putih usang kusut dilengkapi dengan celana yang terlampau terlalu pendek untuk musim gugur yang nyaris beku.

"Aku hamil," pelan, seperti angin musim gugur, nadanya getir, "sudah dua minggu."

Sasuke tidak memiliki kata-kata untuk menimpali. Ia memilih diam, menatap lekat si gadis merah jambu. Sasori tahu? sudah di ujung lidah tapi tidak ia katakan.

Sakura menoleh sepenuhnya. Bekas maskara luntur yang sudah mengering meninggalkan bekas di pipinya yang putih. "Dia sudah berada di benua lain bersama si jalang berambut pirang," kasar, tapi kegetiran kentara di nada bicaranya, Sasuke tahu.

Sakura menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga. Di belakangnya, ada purnama dan gemintang berpendar terang sebagai latar.

Dia terlihat seperti malaikat.

Ada kilatan asing di kedua gioknya. "Aku berpikiran buat mati. Aku mau terbang, Sasuke," ringan, seperti bukan apa-apa, nadanya hampir seperti sedang merapal doa.

Sakura tertawa, miris. "Aku bahkan berusaha mengenyahkan makhluk lain ini," perut ditunjuk, "tapi dia nggak pergi."

Sasuke hanya butuh satu tarikan bertenaga sedang untuk menarik gadis itu ke dalam dekapannya. Ia tak lagi ragu. Ia hanya menunggu. Menunggu gadis itu menumpahkan luka di kausnya seperti dua bulan lalu ketika si merah jambu memergoki kekasih merahnya di dalam apartemen Ino Yamanaka.

Sasuke mengujar pelan, "Nggak perlu pergi," punggung ringkih lagi kecil diusap, "aku di sini,"

Hal lain yang terjadi selanjutnya adalah bagian depan kaus Sasuke berangsur-angsur terasa basah dan panas. Tapi Sasuke tak ingin memikirkan apa-apa lagi. Ia memilih terus mengusap punggung kecil itu seraya menyesap harum rambut di sebelah pipinya.

Mungkin beginilah ia memiliki Sakura, menjadi bahu ketika gadis itu dilanda pilu. Meski ada separuh, bahkan seluruh bagian dirinya yang lagi-lagi remuk, Sakura tidak perlu tahu. Asal Sakura baik-baik saja, ia akan terus menjadi bahu.

end

author's note:

hello peeps!