#tsukkikageweek2018
-Day 1-
Beach/Training camp
Haikyuu©Furudate Haruichi
Just Two©vinamhani
JUST TWO
Apa yang terjadi... Aku tidak ingat. Yang aku tahu saat kelopakku terbuka aku melihat langit-langit rumah berwarna orange dan suara tumbukan tak jauh dari tempatku berada. Siapa?
Tobio mencoba memahami situasinya sekarang. Ia mencoba bangkit dari tidurnya, namun rasa nyeri di kakinya membuat ia mengurungkan niat.
"Kau mungkin terluka, tidak usah bergerak dulu." Terdengar suara seseorang menyela. Reflek Tobio menoleh ke sumber suara.
"Siapa?"
Seseorang yang tengah menumbuk sesuatu di atas meja itu tak berpaling, tetap melanjutkan kegiatannya sambil menjawab, "Tsukishima Kei."
"A, ahh. Kenapa..aku bisa ada di sini? Dan ini di mana?" tanya Tobio lagi. Binernya mengamati sekitar yang tampak tak terlalu luas dan remang. Penerangan di sini hanya berasal dari api di dinding, membuat Tobio sedikit heran karena di masa seperti ini masih ada yang tak menikmati kegunaan listrik.
"Ini rumahku. Kau tidur di kamarku. Aku menemukanmu tak sadarkan diri di dekat tebing pinggir pantai sana. Mungkin kapal yang kau naiki mengalami kecelakaan sehingga kau terdampar sampai ke mari."
"Terdampar?" Tobio menggumam kata itu dengan ingatan buram.
Lelaki bernama Tsukishima Kei itu berdiri. Ia berjalan ke arah Tobio dengan mangkuk di tangan.
"Kemarikan kakimu," perintahnya.
"Mau apa?"
"Aku membuatkan obat oles untuk kakimu. Sakit kan? Mungkin saja terkilir."
Sedikit ragu Tobio akhirnya mendekatkan kakinya ke arah Kei. Lelaki tinggi itu pun segera mengoles luka lelaki beriris malam di depannya. Tobio meringis kecil.
"Hei, ngomong-ngomong apa kau tinggal sendiri?"
"Ya."
"Kenapa? Di mana keluargamu?"
"Seorang yang terasingkan tak membutuhkan keluarga."
"Eh?" Tobio sedikit terkejut mendengar jawaban itu. "Apa maksudnya terasingkan?"
"Kau tidak akan mau tinggal dengan orang aneh yang berbahaya kan? Itulah yang mereka pikirkan terhadapku. Masyarakat, teman-temanku, orang tuaku, mereka semua menolakku," jelas Kei datar. Tangannya masih mengurut kaki Tobio dengan telaten.
Tiba-tiba napas Tobio tercekat. Wajahnya tampak was-was begitu mendengar kata 'berbahaya'.
Kei yang mungkin menyadari perubahan sikap Tobio menatapnya sejenak. "Tenang saja. Tidak ada air di sekitar sini, jadi aku tak akan bisa melukaimu."
"M-maksudmu?" tanya Tobio tak mengerti.
"Aku sudah selesai. Tidurlah," ucap Kei sembari membereskan obatnya. Ia beranjak.
"Aku tidur di luar, kalau ada apa-apa panggil saja. Tapi jangan coba-coba meminta hal yang tak berguna, anak hilang," tambahnya sedikit menekan.
Sontak saja Tobio merengut. "Aku tak akan memanggilmu."
"Baguslah." Kei melangkah ke arah pintu. Saat ia hendak menutupnya, tiba-tiba Tobio menyela.
"Namaku Kageyama Tobio. Tidak lucu kalau kau memanggilku dengan nama sembarangan." Lalu ia memalingkan wajah dan terpejam.
Kei hanya tersenyum kecil.
Tobio membuka matanya ketika sinar matahari yang terang masuk melalui celah-celah dinding. Netranya memperhatikan sekitar sejenak. Sepertinya Tsukishima sedang keluar...
Tobio mencoba beranjak bangun. Tanpa sengaja matanya melihat sebuah tongkat bersandar di samping tempat tidurnya. Apa ini dari Tsukishima?
Ia mengambil tongkat itu lalu mencobanya. Agak aneh dan sulit, tapi cukup membantu. Tobio ingin menggunakannya untuk keluar sebentar. Membosankan sekali kalau ia harus selalu di dalam kamar.
BYUUURRRR.
Tiba-tiba terdengar suara air keras sekali. Mirip seperti benda pecah, tapi Tobio yakin itu adalah air. Lelaki itu segera menuju depan rumah secepat yang ia bisa untuk memeriksanya.
"T-tidak mung-kin." Untuk beberapa saat lelaki bersurai raven itu terdiam membelalak. Ia sudah di depan rumah—yang ternyata tak jauh dari tepi pantai. Namun pemandangan yang ia lihat sungguh tak bisa dipercaya. Bagaimana mungkin ia percaya kalau Kei dapat mengendalikan air laut hingga membentuk bola raksasa dan memecahkannya?
"T-Tsuki...shima?"
Sesekali Tobio melirik Kei di sela makan malam mereka. Ia penasaran. Bagaimana Kei bisa melakukan hal itu? Apa itu sungguhan? Atau hanya ia yang salah lihat? Tapi kejadian tadi pagi terlalu jelas untuk dibilang salah lihat.
"Kau tidak nafsu makan?" tanya Kei yang langsung mengambil atensi Tobio dari kemelut pikirannya.
"H-huh? Aku makan kok," sahut Tobio bodoh. Ia melirik piring Kei yang ternyata sudah kosong. Sebegitu lamanya ia makan karena memikirkan hal itu..
"Kalau begitu cepat habiskan."
Tobio mengangguk. Namun sedetik kemudian ia kembali memandang Kei.
"Anu... Aku ingin menanyakan sesuatu," katanya agak ragu.
"Apa?"
"Kau... Aku tidak begitu percaya ini, tapi apakah kau bisa mengendalikan air?"
Seketika Kei terdiam. Cukup membuat Tobio merasa tidak nyaman karenanya. Ia pun segera memutuskan untuk menarik kembali kata-katanya kalau saja Kei tidak menyahut.
"Kau pasti melihatku latihan."
"La..tihan?" tanya Tobio pelan, memastikan.
Kei memandang Tobio. "Aku memang punya kelebihan memainkan air, tapi aku masih belum bisa mengendalikannya. Karena itu aku selalu berlatih mengendalikannya."
"Tapi bagiku kau lebih terlihat seperti sedang melampiaskan emosimu," komentar Tobio.
"Mungkin itu karena aku kesal pada mereka yang membuangku. Dan pada kemampuan ini."
"Eh?"
"Aku dianggap berbahaya karena merusak dan hampir membunuh orang-orang dengan kemampuan ini. Aku yang saat itu sama sekali tak bisa mengendalikannya bahkan telah mencelakai ibuku saat ia ingin menolongku," cerita Kei sambil mendongak. Tatapannya menerawang jauh seolah ia sedang melihat sesuatu.
"Kau... Jangan-jangan..."
"Ya. Aku diusir dan diasingkan." Kei kembali menatap Tobio. "Aku dibuang ke pulau ini. Mereka hanya membekaliku kebutuhan-kebutuhan pokok untuk beberapa minggu. Aku pikir dengan tinggal bersanding air lama-lama aku akan terbiasa mengendalikannya, jadi tidak masalah. Tapi nyatanya tak ada yang berubah. Padahal sudah 1 tahun aku di sini." Kei mulai meraih buah jambu yang tersedia di meja dan menggigitnya.
Tobio menatap lelaki itu simpatik.
"Kalau kau berpikir mengasihaniku, akan ku buang kau ke laut," ucap Kei santai. Tobio mendecak.
"Sadis sekali. Pantas saja kemampuanmu jadi membahayakan," ejeknya.
"Itu tidak ada hubungannya." Kei mengibaskan tangan. "Tapi gara-gara diasingkan aku jadi kesulitan makan buah favoritku."
"Buah favorit? Bahkan orang dingin sepertimu punya buah favorit?" Tobio hampir meledakkan tawanya, namun cepat-cepat ia tahan dengan dua tangan.
Kei menatapnya kesal. "Aku bukan robot kaku sepertimu yang pasti tak punya makanan kesukaan kecuali mur dan oli."
"Oi!" seru Tobio keras. Namun tiba-tiba selintas ingatan muncul di kepalanya. Mungkinkah itu...
"Mattaku, pergi ke mana dia?" gerutu Kei sambil mondar-mandir di depan rumah. Pagi ini ia menunda latihannya karena tadi saat mengecek kamar Tobio, orang itu tidak ada. Awalnya ia berpikir mungkin ia hanya keluar sebentar, tapi ini sudah hampir 3 jam. Tobio tak mungkin bisa pergi selama itu di tempat ini, terlebih dengan keadaan kakinya yg belum begitu sembuh.
Tapi ke mana perginya orang itu?
Akhirnya setengah menghentak kesal Kei memutuskan mencarinya. Pertama ia akan mencari di sekitar pantai lalu ke hutan di belakang rumah. Kalau sampai ia menemukan Tobio di hutan, Kei tak akan segan-segan mencekiknya. Dia pikir hutan itu taman bermain!? Memangnya ada yang bisa menjamin kalau di sana tak ada bahaya?
Kei kesal sekali memikirkan ini.
"Oii, Kageyama! Kau di mana?" teriak Kei sambil menelusuri hutan. Pencariannya di pantai nihil. Untung tadi ia tak sampai membuat gelombang saking kesalnya. Bisa-bisa rumahnya hancur terterjang ombak.
Kei melihat sekeliling. Ia sudah cukup jauh masuk hutan. Cahaya matahari siang pun tak begitu tampak karena tertutup pepohonan.
Lelaki itu menghela napas lelah. Apa sebaiknya ia berpikir kalau Tobio sudah kembali ke keluarganya? Tapi itu agak konyol. Bagaimanapun ia tahu bahwa tak ada cara bagi Tobio untuk kembali. Tapi...
Kei menggelengkan kepala. Kenapa ia harus peduli? Sudahlah, ia ingin pulang saja. Untuk keadaan Tobio itu bukan urusannya lagi. Dia sudah menolongnya dan menyelesaikan kewajibannya sebagai penolong. Dia tidak perlu bertanggung jawab lagi mengenai dirinya kan? Benar kan?
"Tsukishima?!"
Baru saja Kei hendak melangkah pergi, tiba-tiba ia mendengar seseorang berteriak. Kei tercengang. Itu suara Tobio!
Bergegas Kei berlari mencari sumber suara. Tak peduli ia menerobos semak dan dahan yang melintang. Bahkan ia tak memperhatikan kumpulan burung yang beterbangan riuh.
"Kageyama? Kau di mana?" serunya.
"Di sini. Di bawah!"
Kei mengedarkan pandang sejenak. Di sisi kanannya sejauh 2 meter Kei melihat sebuah cekungan. Ia mencoba mendekat ke sana.
Dan ternyata Tobio memang di sana. Ia pasti terjatuh dan tak bisa bangun. Kemungkinan lukanya mendapat tekanan sehingga kembali menjadi parah. Beruntung dia jatuh di sisi sungai yang terdapat tonjolan tanahnya. Karena jika ia jatuh sampai dasar, Kei bahkan bisa mengatakan kalau sungai itu mirip jurang mini.
"Bodoh. Apa yang kau lakukan di sana? Tunggu sampai aku membawakan tali untukmu. Dasar ceroboh," hina Kei spontan.
"Iya, cerewet," gerutu Tobio kesal.
Namun belum sempat Kei beranjak, tiba-tiba mereka mendengar suara gemuruh dari hulu sungai. Mereka menoleh.
"Gawat," panik Kei tertahan. Matanya membulat saat dilihatnya air sungai yang meluap datang dengan deras. Kalau begini Tobio bisa hanyut. Tapi jika ia menghentikan air itu secara mendadak, pasti airnya akan meluap dan membanjiri hutan ini, paling buruk mengikis tanah di tepi sungai besar-besaran. Tapi jika ia tak melakukan apapun...
Apa yang harus ku lakukan?
"Tsukishima!" teriak Tobio, membuat Kei seketika tersadar dan tanpa pikir panjang langsung melompat ke arahnya. Bertepatan dengan air sungai yang menghantam mereka.
Tanpa sengaja Tobio membuka mulutnya ketika air bah itu menyapu mereka, sehingga menimbulkan gelembung-gelembung di dalam air. Ia tak dapat berpikir lagi. Yang ia tahu hanya ada sesuatu yang melingkari tubuhnya erat sebelum ia lupa segalanya.
"Uhuk. Uhuk." Tobio terbatuk sambil memuntahkan air yang tertelan. Matanya mengerjap pelan, memandang warna biru cerah dengan kuas putih di atasnya. Ini... di mana...
Tobio beranjak bangun perlahan. Ia memandang sekitar dan segera sadar bahwa mereka ada di pinggir pantai. Bagaimana bisa...
Seketika Tobio tersentak. Ia segera menoleh ke sana ke mari dan menemukan Kei tak jauh darinya. Cepat-cepat ia menghampiri tubuh tak sadar itu dengan susah payah karena menahan sakit.
"Tsukishima! Tsukishima! Oi, bangun. Tsukishima!" panggil Tobio sambil menekan dada lelaki bersurai pirang itu.
Sesaat kemudian lelaki itu terbatuk. Perlahan ia membuka matanya. Bibirnya tertarik membentuk kurva kecil. "S-syukurlah kau selamat," bisiknya.
Tobio segera memangku kepala Kei senang. "Kau juga, bodoh."
"Aku lelah. Tenagaku terkuras lebih banyak dibanding saat latihan," ucap Kei lirih. Matanya terpejam. Tobio tercengang mendengarnya.
"M-maksudmu... Apakah kau.."
"Ya. Aku berhasil menyelamatkanmu dengan bantuan kemampuanku. Aku berhasil mengendalikannya—tadi."
"S-syukurlah. Aku percaya kau bisa melakukannya. Kau tidak perlu kesal lagi pada mereka yang mengasingkanmu karena kau tidak lagi berbahaya," ucap Tobio sambil tersenyum.
Kei tersentak kecil mendengarnya—ia menyadari sesuatu sekarang, kemudian tersenyum. "Begitu ya. Karena perasaan benci itu aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri."
"Oh! Aku tadi mencarikanmu buah stroberi dan menemukannya di tepi sungai tadi. Kalau tidak salah ada di sini.." Tobio merogoh saku jaketnya lalu mengeluarkan sebuah sapu tangan yang tampaknya membungkus sesuatu. Ia menunjukkannya pada Kei.
"Dari mana kau tahu kalau aku menginginkan stroberi?" tanya Kei sambil memperhatikan buah itu.
"Kemarin kau bilang sudah lama tidak makan buah favoritmu, dan aku ingat pernah melihat gambar buah stroberi tertempel di dinding dekat kasur. Jadi ku pikir buah ini yang kau maksud. Setidaknya dengan ini aku bisa mengucapkan..." tiba-tiba Tobio menjeda kalimatnya sambil memalingkan wajahnya yang memerah, lalu melanjutkan dengan suara lirih, "terima kasih."
Sontak Kei mengumbar tawa gelinya. Membuat Tobio menatap lelaki itu kesal.
"Apa yang kau tertawakan, huh?!"
"Maaf, maaf. Tapi kau sungguh menggelikan. Lagipula, buah yang kau dapat ini bukan stroberi, tapi hanya buah hutan yang mirip stroberi."
"EEHH!?"
-END-
A/N : Hoorayyy~~ Dalam rangka #tsukkikageweek2018 kali ini aku bisa berpartisipasi. Senangnya... Meski fic pembuka ini ku kebut dalam semalam, bela-belain begadang /heleh, jam 11 dah kelar juga, lebeh amat. Semoga bisa istiqomah, amin.
Wkwk, maaf. Project yang lain malah keteteran :p Tapi hari ini ku update sekalian. Yang judulnya LOST yaa
Arigatou~^^
