Cerita ini pernah dipost dengan judul yang sama

Ini adalah versi remake-nya.

Writer blok parah. Banyak tulisan saya yang tidak lanjut. Tapi khusus yang satu ini, sangat saya sayangkan kalau tidak saya perbaiki. Dengan beberapa alasan tersebut, ditambah alasan-alasan pribadi lain, saya sengaja mengimprovisasi, membelokkan, dan menyempurnakan beberapa bagian. Bagaimanapun, saya cuma penulis amatir. Revisi berulang-ulang adalah keharusan.

Ini sekaligus untuk menyambut kembalinya Jaejoong dari kemiliteran.

Silahkan dibaca jika masih berkenan.

Diharapkan membaca dengan pelan. Banyak pembaca sebelumnya kebingungan dan cerita jadi rancu karena mereka melewatkan detail penting seperti umur dan nama tokoh sampingan.


"Aku... aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini lagi."

Ia memalingkan matanya. Ia tidak sanggup menatap sepasang mata yang gelap itu. Seolah kegelapan itu akan menggali ke dalam dirinya. Menemukan jiwanya.

"Kenapa?" Ada jeda kesunyian yang panjang dan menakutkan. Mereka tidak sedang bertengkar atau apa. Semuanya baik-baik saja.

Lalu kenapa? "keluargamu tahu?"

Mereka tahu.

Dia tahu jawabannya.

"Lihat aku kalau aku bicara denganmu, Jung Yunho."

Yunho mendongkak.

Bibir itu menyeringai. Tawa yang menyedihkan.


StoryFromClocktower presents

An alternate universe YunJae fanfiction

.

.

Tears of the (Un)Forgotten Agony

Chapter 0: The New Beginning

.

.

Time is a fearsome thing indeed—Jaejoong (From Gashiyeon by Maio)


Malam menanjak. Seperti bulan dan matahari yang silih berganti untuk menaungi dunia, sebuah klub malam akan semakin ramai saat jam menunjukkan angka yang semakin besar. Semua orang akan berlomba memenuhi lantai dansa yang disorot dengan lampu yang terasa membutakan mata, melenggokkan tubuh sebebas mungkin dinatara dentuman house music yang memekakkan telinga. Itu hanya sebagian kecil dari kehidupan masyarakat metropolitan yang menikmati kehidupan malam mereka di BigBang —sebuah klub elit yang menyediakan layanan gemerlap di distrik Gangnam kota Seoul.

Berbeda dengan klub-klub murahan, sebagian besar pengunjung klub elit ini juga kalangan atas termasuk para selebriti, tak jarang bisa menemukan beberapa pengusaha dan artis terkenal terjun diantara sesaknya lantai dansa, melupakan sesaat kepenatan mereka untuk terjun dalam kesenangan layaknya orang biasa. Di sini, semuanya bukanlah hal sembarangan, bahkan keberadaan tamupun merupakan rahasia. Tidak perlu takut dirimu tersorot publik.

Di lantai atas yang merupakan lantai VIP dan VVIP, sang pemilik klub —Choi Seunghyun— sedang bergumul panas dengan seorang namja di atas sofa di salah satu ruangan VVIP-nya yang paling mewah dengan bar pribadi.

Seunghyun bisa merasakan sisa-sisa alkohol di bibir mereka yang bersatu, basah dan hangat. Tangannya terus menerus bergerak, bergerilya, menyusup masuk ke dalam pakaian partner-nya, meraba ke area pinggang rampingnya yang sensitif.

"Bagaimana kalau kita ke kamar belakang saja, Jaejoong-ah?" tanya Seunghyun dengan nada menggoda, menggesekkan bagian bawah tubuh mereka yang semakin sempit. Namja yang dipanggilnya Jaejoong hanya melenguh pelan ditengah kesadarannya yang meninggi karena pengaruh alkohol.

Seunghyun hanya tersenyum dengan reaksi itu. Kim Jaejoong adalah sosok sempurna di matanya. Tampan dan cantik di saat bersamaan. Ia memiliki bola mata hitam yang dalam seolah tak berujung, hidungnya terpahat sempurna di wajahnya yang bersih, dengan sepasang bibir yang ranum menggoda. Seunghyun yakin, jika tidak memandang jakunnya, dadanya yang rata, dan pinggulnya yang tak menonjol —bisa dipastikan tidak sedikit orang akan salah mengenali jenis kelamin namja itu. Jaejoong hari ini memakai sebuah jaket hitam untuk menutupi sebuah kaus hitam berbahan jaring yang menempel di tubuhnya, memperlihatkan dada dan perutnya, bahkan tattoo di dada nya tampak jelas.

Kakinya terbalut skinny jeans berwarna kelabu dan sepasang boots tinggi selutut warna hitam. Rambutnya dibuat sedikit ikal, dicat dengan warna pirang yang makin menonjolkan kulitnya yang pucat. Wajahnya bersih dari segala jenis makeup termasuk eyeliner tebal yang biasanya menaungi matanya, bahkan ia tidak memakai lensa kontak cokelat yang biasanya menutupi mata indahnya. Hari ini ia berpenampilan sangat 'biasa' daripada biasanya. Jika tidak benar-benar mengenalnya, akan sulit menebak bahwa sosok cantik berpenampilan 'biasa' ini adalah Kim Jaejoong—penyanyi rock yang berhasil melambung sejak dua tahun debut solonya.

Jaejoong yang mengeluti dunia musik rock dan sedang berada dalam puncak popularitasnya di industri musik Korea. Selain sebagai salah satu penyanyi bersuara emas ia juga terkenal sebagai model dan aktor.

Jaejoong melakukan debut empat tahun lalu dengan nama Hero bersama sebuah grup bernama TVXQ. Sayangnya, belum lama ia berkarir, ia pada akhirnya keluar dari TVXQ bersama dua member lain karena masalah kontrak. Setelah itu, Jaejoong mencoba peruntungan dengan sebuah perusahaan baru —CJeS Entertainment, membuang nama 'Hero', dan merintis karir solo-nya. Dewi fortuna berpihak padanya kali ini, ia berhasil menggebrak pasar dunia hiburan dengan lagu-lagunya yang berhasil mengangkat power pada suaranya. Tidak hanya itu, dia juga menjarah dunia perfilman dengan membintangi beberapa judul film, termasuk film layar lebar. Namanya melesat di usianya yang kedua puluh sembilan.

Jaejoong termasuk pelanggan setia di Big Bang. Seunghyun—bisa dibilang—adalah sahabatnya di klub elit ini. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, untuk sekedar menikmati alkohol, ataupun sampai ke ranjang. Di balik karismanya di hadapan publik, Jaejoong bukan sosok angelic seperti yang dilihat banyak orang.

Jaejoong tidak mengakui dirinya gay, tapi sudah tidur dengan puluhan laki-laki. Dan di dunia depan tidak jarang muncul desas-desus yang mempertanyakan orientasi seksualnya karena ia tidak pernah terlihat dekat atau tertarik dengan yeoja manapun. Bahkan sempat muncul gosip kedekatannya yang tidak wajar dengan U-know—leader TVXQ—sebelum mereka berpisah. Kehidupan pribadi dan latar belakangnya sama sekali tidak tersentuh secara detail—bahkan oleh Seunghyun.

Jaejoong tidak punya pasangan tetap, tapi ia biasa menghabiskan one night stand dengan siapapun yang menurutnya menarik, laki-laki atau perempuan tidak masalah. Meski begitu sejauh ini dia paling sering melakukannya dengan Seunghyun. Yah, bisa dibilang hubungan mereka adalah friends with benefit. Selain itu, Jaejoong juga termasuk peminum yang kuat. Beberapa botol saja tidak akan bisa membuatnya mabuk. Ia juga kerap menggunakan ekstasi.

Karir yang ada di puncak, uang yang mengalir tanpa henti, penggemar yang menyebar bak ikan sarden di lautan— semua itu membuat Seunghyun berpikir, Jaejoong sesungguhnya hanyalah anak kecil yang tidak tahu apa tujuannya untuk berdiri di atas panggung. Uang? Popularitas? Ia sudah mendapatkan semuanya. Tapi ada bagian dari dirinya yang mengalami kekosongan yang tidak bisa diisi oleh apapun.

Seunghyun tahu dunia macam apa yang dihadapi Jaejoong di balik panggung sana. Dunia hiburan adalah dunia terkejam, sebuah 'perbudakan' terselubung di zaman modern. Alkohol, uang, seks bebas, kekerasan, pemerasan, ekstasi dan obat-obatan terlarang, tidak pernah tidak ada di dunia hiburan. Tidak ada satupun artis di dunia yang 'bersih' dari hal semacam itu.

Apalagi di masa musik pop Korea yang tengah merajalela, semua artis cenderung dituntut berlebihan karena persaingan yang begitu ketat untuk menembus pasar. Untuk memenuhi tuntutan jadwal yang menggila, terutama saat tour atau konser agar meningkatkan kepercayaan diri, tak jarang ada manajemen yang menyuntikkan obat-obatan dalam dosis tertentu sebelum artis-artis itu naik ke atas panggung. Di sela-sela aktivitas itu, alkohollah yang bisa mengalihkan pikiran dari kecenderungan untuk mengakhiri hidup akibat depresi dan tekanan. Selalu ada harga yang harus dibayar demi benda bernama uang.

"Hmm?" Lamunan Seunghyun buyar tangan Jaejoong melepaskan ciuman panjang mereka.

"Kau lamban," Jaejoong mengerang kesal. Ia mendorong Seunghyun dan mendudukkan dirinya. Tangannya bergerak melepaskan belt yang dikenakan Seunghyun, berikut pakaiannya sendiri.

Seunghyun menyeringai. Ia merengkuh Jaejoong lebih dekat, membantunya melepaskan pakaian sementara lidahnya terjulur dan menjilat seputar leher Jaejoong. Dikecupnya tattoo di dada namja itu sementara tangannya menarik turun celana yang dikenakan Jaejoong. Malam masih panjang, dan bergulat di atas sofa bukan hal yang buruk.


Malam menghilang. Langit semakin cerah, dan meski begitu, suasana di Incheon International Airport itu cukup lenggang. Di bagian ruang tunggu tampak sepi, di bagian kedatangan hanya tampak beberapa orang yang tersisa, sementara di bagian lobi airport hanya beberapa orang yang tampak menunggu. Padahal waktu baru menunjukkan pukul 05.40 pagi di Korea Selatan. Mungkin dikarenakan badai musim gugur yang buruk membuat penerbangan diminimkan.

Melintasi belokan-belokan panjang di airport, Yunho menyeret kopernya yang tampak kelebihan muatan itu dengan satu tangan. Langkahnya tampak lambat-lambat saat matanya menelusuri setiap detail yang bisa dilihatnya. Hawa dingin di akhir November menyambutnya segera setelah dia melangkah keluar pintu bandara. Sejauh yang bisa dengarnya, suara-suara yang saling menyahut dalam bahasa Korea menghangatkan hatinya. Wajah-wajah khas asia dengan mata hitam dan kulit kekuningan berlalu lalang di sekitarnya. Bau gingseng yang kuat menyeruak dari sebuah restaurant khas Korea tak jauh darinya. Rasa haru yang terpendam selama enam tahun memenuhi dan menyesakkan dadanya.

Yunho tiba di Seoul tujuh menit lalu. Tubuhnya terasa begitu penat akibat perjalanan selama nyaris tiga belas jam di Korean Air dari Heidelberg Airport dan perbedaan waktu tujuh jam antara Jerman dan Korea. Meski kursi yang didudukinya adalah kursi VIP, tetap saja lelah tidak akan bisa lepas.

Tapi entah kenapa semua rasa lelahnya mendadak menguap bersamaan dengan dia melihat dua sosok yeoja cantik melangkah cepat menghampirinya.

"Oppa!"

"Yunho-oppa!"

Yunho sedikit terhuyung ke belakang saat tubuhnya ditubruk dua orang yeodongsaeng-nya tapi sedetik kemudian ia balas memeluk kedua keduanya. Jung Sooyeon dan Jung Soojung, dulu keduanya masih tampak seperti bocah remaja di mata Yunho. Terang saja, mereka masih berusia delapan belas dan enam belas saat Yunho pergi ke Jerman. Kini keduanya telah tumbuh menjadi yeoja yang cantik dan merintis karir mereka di dunia modelling dengan nama barunya, Jessica dan Krystal.

"Oppa, selamat datang!" seru Jessica, memeluk oppa yang hanya dijumpainya sekali dalam setahun itu dengan erat. Suaranya melengking tinggi saat ia gembira.

"Selamat datang!" Krystal juga memeluknya.

Jessica menengok ke belakang melalui bahu Yunho, mencari-cari sosok seseorang. Ketika tidak menemukannya, ia bertanya dengan sedikit ragu, "Eonni...tidak ikut?"

"Ne, kami bertengkar lagi dan dia pergi ke rumah orang tuanya, dia akan menyusul segera untuk sidang perceraian kami," Yunho tersenyum tipis.

Jessica terdiam sejenak, kemudian mengangguk. 'Eonnie' yang dimaksud Jessica adalah Jung Ha-Eun, kakak iparnya, istri dari Jung Yunho sejak enam tahun lalu.

Yunho, mengusap rambut Jessica. Rambutnya yang dicat pirang tampak kusam. Yunho terenyuh. Ia bisa melihat wajah keduanya yang kuyu dengan kantung mata yang besar menempel di bawah mata. Mereka sudah melalui saat-saat yang berat dan Yunho tidak ada untuk dijadikan sandaran. Saat ia pulangpun, ia justru membawa kabar buruk lain—rencana perceraian. Tapi, mereka masih berusaha tersenyum dan menyambutnya.

"Maaf ya," gumamnya, tangannya merengkuh kedua gadis itu.

Jessica dan Krystal mendongkak.

"Kenapa oppa minta maaf?"

Yunho tersenyum. Tapi air mata menggenang di pelupuk matanya.

Krystal merasakan tekanan suasana hati Yunho. Isakan kecil lolos dari mulutnya dan kedua gadis menghambur, memeluk Yunho lebih kuat.

Tiga bersaudara itu saling memeluk, berusaha meminimkan tangis mereka di bandara yang sunyi itu.


Matahari menampakkan diri, menggantung rendah dan udara pagi musim gugur masih terasa dingin menggigit.

Yunho mendaki jalanan sempit dan semakin meninggi, berjalan diantara batu-batu kelabu dan dingin, semuram langit pagi. Ia melirik ke belakang sekilas, melihat kedua yeodongsaeng-nya yang kini hanya tampak sebesar bolpoin. Mereka menatapnya, dan meski Yunho tidak bisa melihat ekspresi mereka, Yunho tahu keduanya menangis.

Ia kembali memperhatikan langkahnya. Terus hingga ia mencapai tempat yang membelakangi matahari, dimana angin lembab mengacak-acak rambutnya dan membuatnya jatuh menutupi matanya. Tapi ia tetap kokoh, menghiraukan semua gangguan itu, menatap sunyi pada sebuah makam di depan kakinya yang tanahnya masih memerah.

Jung Jihoon.

Sebuah nama terpahat di sana. Tanggal kematiannya baru dua minggu lalu. Ya, makam itu adalah makam appa-nya yang meninggal dua minggu lalu akibat serangan jantung. Terlalu mendadak. Setelah dua hari koma, Jung Jihoon pergi begitu saja tanpa salam perpisahan.

Sementara Yunho hanya dapat berkabung dari jauh. Akibat cuaca buruk belakangan, ia baru bisa kembali ke Korea setelah appa-nya dimakamkan, membiarkan umma dan kedua yeodongsaeng-nya mengurus pemakaman appa mereka dalam ombak kesedihan. Dua minggu berlalu dengan berat setelah kematian Jung Jihoon. Yunho mengambil keputusan. Meski hubungan mereka baik-baik saja, Yunho berniat menceraikan istrinya selama enam tahun ini dan pulang kembali ke Korea.

Appa. Mian ne.

Yunho berucap dalam hati. Ia tidak tahu apakah appa-nya bisa mendengarnya atau tidak, apakah pedoman hidupnya itu pergi ke surga atau neraka, apakah ia akan memaafkan Yunho... Yunho tidak tahu. Ia hanya ingin minta maaf atas keputusannya yang egois dan berharap yang terbaik.

Istrinya adalah seorang wanita yang baik, lagi cantik. Ia menerima Yunho sebagaimana dirinya saat perjodohan mereka yang mendadak enam tahun lalu. Sebagai istri ia berusaha memenuhi perannya dengan baik, dengan cinta, berusaha membangun rumah tangga dengan Yunho.

Tapi Yunho tidak melakukan hal yang sama. Sejak awal ia tidak memiliki perasaan apapun terhadap wanita itu. Lebih baik ia mengakhirinya sekarang daripada terlambat. Mertuanya mencercanya habis-habisan sebelum keberangkatannya ke Korea, dan ia akan menerima cercaan yang sama dari umma-nya saat mereka bertemu nanti, itu pasti. Tapi ia juga menginginkan hidupnya sendiri. Hidup yang diputuskannya sendiri. Hidup yang bahagia.

Seperti yang dirasakannya enam tahun lalu. Ia harap semua orang mau mengerti, berharap semua orang melunak setelah enam tahun ini.

TBC


[A/N] Auhor's Note

Sekedar informasi, Jung Ha-Eun adalah alah satu model Korea Selatan.

Ini adalah bagian pembukaan aja. Jadi, haruskah fic remake ini saya lanjutkan sekali lagi? Tell me what you want.