• Black Suit •
O1. Pertemuan Pertama Mereka
PS : Saya merasa alur cerita kali ini bakalan agak lambat. Saya sendiri juga agak nggak ngerti alur lambat itu kaya apa, tapi yaa feeling aja kalau bakalan lambat.
Selamat membaca
• • •
Lelaki yang terhitung bongsor itu berjalan tertatih-tatih setelah ia menyelesaikan salah satu misi besarnya. Tampaknya ia tak sendiri, melainkan membawa teman, oh, tidak, lebih tepatnya patner yang kebetulan juga sebongsor dia. Mereka berdua saling menjadi penyokong bagi yang lain. Tubuh mereka yang terbalut dengan suit hitam mahal yang sayang sekali terlihat rusak karena sobekan-sobekan kecil. Wajah mereka yang tampan pun dipenuhi dengan luka-luka seperti memar setelah berkelahi.
"Tak bisakah kau berjalan dengan benar?" keluh lelaki berkulit putih seputih susu itu. Mulutnya berprotes.
"Tanpa kau kasih tahu, aku juga mengerti, bodoh." balas lelaki berkulit lebih gelap yang mencoba menggerakkan kakinya untuk cepat tapi apa daya yang tak bisa diajak bekerjasama. Ia menggigit bibirnya, "Sialan!" Wajah patnernya itu menggambarkan bahwa ia menahan sakit di kakinya.
Lelaki berkulit pucat itu semakin merapatkan tubuh mereka agar meringankan beban patner satu-satunya itu sebagai bentuk empatinya. Ia mengambil tangan patnernya itu dan meletakkan di atas bahunya. "Merepotkan saja."
Ia membetulkan posisi tangan rekannya agar menyandarkan sebagian beratnya. Tipikal orang tsundere. Apa yang diomongkan dan dilakukan berbeda disertai bumbu-bumbu keangkuhan. Beda lagi ya dengan munafik.
Kedua lelaki bongsor itu berada di depan ruang pengobatan sebelum si bongsor yang lebih muda menempelkan ibu jarinya pada alat canggih yang ada di samping pintu berfasilitaskan keamanan dan teknologi tinggi diikuti dengan deteksi retina mata.
Wanita cantik dengan rambut panjangnya tergerai sedang mengobati seseorang terlihat begitu pintu terbuka. "Kali ini ada apa lagi, Agen Oh?" tanyanya tanpa melirik ke arah lelaki yang dipanggil Agen Oh itu. Wanita itu telah mengetahui bahwa itu Agen Oh melalui konfirmasi saat si lelaki melakukan pengecekan data di depan pintu. Ya, Oh Sehun.
"Sudah jelas untuk mengantar Tao, Perawat Jung." sahut Sehun pendek yang hanya dibalas dengan gumam oleh sang perawat. Ia berhati-hati membantu rekannya duduk di atas kasur. Sehun tersenyum tipis seraya memegang pundak Tao sebelum ia mengelusnya pelan.
"Hanya Agen Huang?" Perawat dengan nama lengkap Jung Soojung memicingkan matanya ke arah Sehun dengan sorot ragu dan tidak percaya.
Tao yang dalam proses melepaskan jas hitamnya sempat terhenti seakan-akan waktu di ruangan itu berhenti. Ia ikut menatap rekan satu-satunya itu.
"Jika yang kau maksud adalah aku, Perawat Jung. Sungguh ini bukanlah hal yang patut untuk diobati olehmu. Aku bisa mengobati diriku sendiri." Sehun yang merasa tersinggung hanya membalas perkataan si perawat itu seraya ia kembali menuju pintu.
"Jika tak ada hal lain, saya permisi terlebih dahulu." Lelaki berkulit putih itu mengundurkan dirinya dari ruangan dengan mengganti kata aku menjadi saya. Ekspresi dari kalimatnya agar tak diganggu lebih jauh.
"Sepertinya kau perlu tinggal sebentar, Agen Oh." Suara baritone dengan tiba-tiba menyahut di dalam percakapan yang membuat pergerakan Sehun berhenti.
Soojung tidak sendiri saat Sehun dan Tao datang, bukan?
"Jika diperhatikan dari cara berjalanmu yang kau usahakan agar terlihat normal, maka aku asumsikan tidak mungkin kau tidak terluka, Agen Oh." Penjelasan dari pemuda itu membuat Sehun menoleh ke arahnya, menatapnya dengan tajam.
Pemuda itu telah selesai dengan perawatannya. Ia menyedekapkan lengan berototnya itu di depan dada bidangnya. Terlihat very-well-built-up berkat kemeja sleevelessnya itu. Tak lupa dengan seringaian terlukis di wajah tampannya.
"Aku takut kalau aku tidak mengerti dengan apa yang kau maksudkan," balas Sehun dengan nada tidak suka yang tak perlu ia sembunyikan, terang-terangan, agar pemuda itu berhenti mencampuri urusan orang lain. "Agen Kim."
"Tenang saja, Agen Oh. Aku akan dengan senang hati membuatnya jelas hingga kau mengerti." Pemuda yang dipanggil dengan Agen Kim hanya tersenyum disela-sela ucapannya.
Tao yang gilirannya diobati oleh Soojung masih menatap Sehun dengn curiga. Sebenarnya apa yang Sehun sembunyikan darinya? Ia berpikir bahwa rekannya itu benar-benar menyembunyikan sesuatu darinya.
Sedangkan Soojung, ia fokus dengan pekerjaannya. Wanita cantik itu mengobservasi luka Tao dengan cermat. Tak lupa, sekali-kali curi-curi dengar percakapan tiga agen itu.
"Ada kalanya dan lebih baiknya tak usah mencampuri urusan orang lain, Kim." ujar Sehun makin tidak suka, hingga ia tak bisa lagi menahan amarahnya.
"Ada kalanya luka yang ada pada dirimu diobati oleh ahlinya, Oh Sehun." balas pemuda bermarga Kim itu. Ia tak takut sama sekali sekalipun pemuda di depannya itu akan menghajar dirinya. Ia bisa mengelak, bukan? Mengingat mereka sesama agen.
Luka? Sehun? Tao mengerutkan dahinya, menatap Sehun tak percaya. Bisa-bisanya orang lain terlebih dahulu yang menyadari bahwa teman terdekatnya itu mengalami luka. Bukan dirinya. Bukan.
Sementara Tao memiliki konflik batin, akting yang telah Sehun usahakan dengan sebaik yang ia bisa, terbongkar begitu saja karena ulah bodoh mulut pemuda Kim itu yang tak bisa dijaga.
Sehun menggigit pipi dalamnya, mengernyitkan dahi, memasang raut wajah tidak suka hingga akhirnya ia membalikkan badannya menghadap yang lainnya. "Kim Jongin."
Pemuda yang namanya dipanggil itu hanya menyahut dengan gumaman. Ya, pemuda yang dari tadi mengajaknya bertengkar secara tidak langsung, Kim Jongin.
"Dari pertama kali kau masuk, kau sudah memberikan banyak petunjuk padaku, Oh Sehun." Jongin berjalan menghampiri Sehun.
"Kau membantu Agen Huang dengan sangat pelan. Selain yah, memang membantu, kau tak bisa membuat banyak gerak sekaligus, kan? Kedua, kau yang tak sengaja memegang pundaknya sebagai pegangan karena rasa sakitmu kembali menjalar." Jongin menatap wajah Sehun dengan penuh kemenangan.
Sehun mengeratkan kepalan tangannya. Kenapa juga Jongin harus mengumbar hal sepele ini?
"Keringat berlebihan yang tak wajar walaupun ruangan ini ada pendinginnya." Jongin hendak menyentuh Sehun dan berakhir dengan suara keras dari tembok.
Mari kita klarifikasi posisi mereka saat ini.
Punggung Jongin yang mencium dinding berkat Sehun yang menggunakan salah satu gerakan bela diri dan membuat Jongin mengaduh kesakitan yang dibuat-buat. Tangan kanan Sehun menekan dada Jongin agar badan Jongin tetap menempel pada dinding.
"Sehun!" Tao terbelalak dengan perbuatan rekannya itu. Jika sudah seperti ini, maka perihal yang Sehun sembunyikan benar-benar telah diusik.
Soojung yang sebelumnya dalam postur tenangnya terusik karena pergerakan tak berguna dari Tao. "Jangan banyak gerak." Titah Soojung tegas.
"Aku bertaruh itu pasti juga sakit." Jongin yang kedua tangannya terangkat, salah satunya menunjuk tangan kanan Sehun.
Sehun menatap Jongin dalam sebelum ia mengalihkan pandangannya ke arah lain, menggigit tepi bibir tipisnya, raut wajahnya yang tegang melemas berubah menjadi ekspresi terluka? Entahlah, Jongin tak bisa mendeskripsikannya.
Sehun menarik kembali tangannya yang menahan Jongin. Pemuda yang notabene termuda diantara dua agen yang lain berjalan ke arah Soojung yang telah selesai mengobati Tao.
Sehun duduk disebelah Tao yang menatapnya khawatir dan dibalas oleh Sehun dengan senyuman tipis. "Gwaenchana." Ia mulai melepas jas hitamnya dengan sangat perlahan, raut wajahnya menahan kesakitan yang menjalar akibat gerakannya sendiri disertai dengan lirihan pelan.
"Aku akan membantumu." Jongin mencoba membantu Sehun melepas jas hitam yang merupakan kebanggaan setiap agen di situ.
"Jangan sentuh aku." tolak Sehun dengan menepis tangan pemuda berkulit tan yang berniat baik itu. "Aku bisa sendiri."
"Agen Oh," Soojung memanggilnya dengan lembut. "Biarkan Jongin membantumu. Melihat ekspresimu sepertinya lukamu bukanlah hal yang tidak patut untuk kuobati seperti yang kau sebutkan sebelumnya."
Sehun terdiam sejenak, tak bisa berkata-kata lagi sebelum ia kembali berbicara. "Fine." merupakan kalimat final-nya.
Tangan Jongin mulai melepas jas hitam milik Sehun dari badan pemuda itu dengan perlahan. Ia pun terkadang berhenti sejenak melihat Sehun masih mencoba melawan rasa sakitnya. Seems too much for him.
Dan berikutnya kemeja putih yang cukup lusuh. Mungkin akibat dari misinya, pikir Jongin.
Ujung lengan kemejanya Sehun lipat hingga ke siku sebelum ia mengangkat ujung kemejanya. Ia memperlihatkan lukanya pada Soojung, di perut kiri bagian bawah dan lengan kanannya. "Omona."
Luka lebam, entah itu warnanya antara biru atau hitam, Soojung merasa dirinya buta warna saat melihatnya. Soojung dengan segera melakukan tugasnya seperti mengambil alkohol untuk membersihkan luka Sehun dan sebagainya.
"Kenapa kau tak bilang padaku, Hun?" nada bicara Tao terdengar khawatir dan marah? Tao menatap Sehun dengan lekat, mengambil tangan kiri Sehun dan mengelus punggung tangannya dengan penuh kelembutan.
"Soalnya nggak ada yang nanya." Sehun mengatakannya dengan lepas ditambah wajah datarnya yang hampir mirip seperti resting-bitch-face dan sangat enak untuk ditonjok.
Hening.
Otak mereka masih dalam tahap loading sesaat sebelum—
Perempatan imajiner muncul di dahi Tao dan Soojung. Dengan kompak mereka memberi jitakan halus pada agen termuda itu. Benar-benar menghancurkan suasana.
"Ish— aku tarik kembali kekhawatiranku padamu Oh Sehun!"
"Dasar idiot."
Tanpa sadar kelakuan tiga orang itu membuat pemuda tan itu terkekeh pelan. Cukup pelan hingga tidak mungkin untuk terdengar.
• • •
Bersambung...
