Apakah sebelumnya, engkau pernah membayangkan kehidupan remaja seperti apa? Lika liku yang harus mereka hadapi. Tekanan demi tekanan yang mereka beban selama ini. Sampai kisah cinta yang akan terkikis setelah masa SMA ini berakhir, yang hanya akan menjadi kenangan yang tak tertulis tinta, dan berbekas pada setiap perasaan orang. Rumit namun labil.

Ketika ku rasa, ku sudah menginjak umur yang pas untuk bebas bercanda ria bersama teman teman, dan merasakan gejolak di jantung untuk pertama kalinya. Aku merasakan pengalaman terburuk dari yang terburuk untuk pertama kali seumur hidupku. Aku mengalaminya ketika puber pertamaku selesai, dan ketika aku merasakan kebahagiaan yang tak pernah kulupakan. Ketika diriku dinyatakan masuk ke sekolah terfavorit di kota ini. Seiei Gakuen Tokyo sebutannya. Seluruh keluarga besar merayakannya seakan salah satu keluarga ada yang mendapatkan lotere, walau kenyataannya tidak.

Setelah perayaan besar besaran itu, telepon rumah berdering, keras sekali seakan telingaku akan copot karena deringannya. Pamanku mengangkatnya antusias. Namun setelah Paman mendengar seberang telepon berbicara apa. Wajah dia seperti ada kerutan, matanya tiba tiba berkaca, dan dia menatapku sendu. "Orang tua mu, Karin" dan kalian tahu apa yang telah terjadi.

Hanazono Karin, gadis biasa biasa, yang hidup bersama Paman dan Bibinya di rumah sederhananya, di komplek kecil, di daerah Tokyo, Jepang. Dia sekarang bersekolah di Sakuragaoka High School Tokyo. Sedih,perih itu lah yang dirasakannya saat tidak sengaja flashback akan masa setelah puber pertamanya. Orangtuanya yang ia yakini sedang sibuk berkerja di Hokaido, dan special untuk anak perempuan satu satunya, mereka pulang ke Tokyo, ketika mendengar anak perempuan semata wayangnya berhasil masuk ke sekolah favorit. Namun naas kejadian yang tidak diinginkan sama sekali, terjadi. Hatinya berat dan kepalanya pusing ketika mengingatnya.

"Karin~chan, apa kau sudah menemukan lap nya" rasa sakitnya berusaha ia tahan, air matanya berusaha ia hilangkan. Ya dia harus melupakannya, kejadian itu.

"Iya, bi, Karin datang" dia berusaha menahannya dan kembali menjadi dirinya yang ceria dan disenangi orang disekitarnya. "Karin kau pasti bisa" gumamnya.

"Lama sekali, kau kenapa?" Seru bibi Marry sebutannya, Namanya sama sekali tidak mencerminkan bahwa dia orang jepang asli. Namun kebenarannya dia adalah warga Jepang tulen. Namanya ya namanya dia menginginkan Nama Mary itu. Kalau Karin tahu, segampang itu mengganti namanya. Dia ingin sekali mengganti namanya menjadi Gwen Hanazono, namanya benar benar cantik seperti nama peran di Film yang baru Karin tonton (Gwen Stacy : kekasih Peter Parker di film The Amazing Spiderman) hah pikiran untuk mengganti namanya harus ditepis sebentar, bibi sudah menunggu jawaban Karin dari tadi. Maklum Gwen oh maksudnya Karin senang sekali mengkhayal.

"Hehehe tidak apa apa,bi. Biasa Karin suka melamun" ia sebenarnya sangat imut, sembari mengatakan itu dia sesekali menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Jangan melamun yang aneh aneh yaa"

"Hahaha Iya bi, walaupun umur ku sudah 17 tahun, pikiran ku masih seperti anak berumur 2 tahun kok"

"Ah kau ini" hadiah jitakan dari bibi melayang di kepala Karin. Karin yang dijitak justru senang senang saja. Dia terlihat tidak ada beban sama sekali, walaupun masalah di masa lalu selalu terlintas di hatinya, membuat trauma yang sangat kuat bagi gadis polos ini.

Besok adalah hari pertama masuk sekolah, semenjak liburan musim panas sebulan yang lalu. Tidak terbayangkan, bagaimana canda ria teman temannya menceritakan kegiatan selama liburannya seperti apa. Ia yakin salah satu dari temannya ada yang menceritakan bahwa semenjak liburan dia pergi ke Eropa lalu Amerika lalu Paris. Memikirkan nya saja sudah membuat dia pusing. Bagaimana dia harus menceritakan ke teman temannya, kegiatan apa yang ia lakukan selama liburan. Apa iya, Karin harus menceritakan bahwa "liburan ku senang sekali. Aku melakukan hal yang paling beda, kalian tahu, ternyata kolong tempat tidur ku ada kotoran tikus banyaaak sekali, jadi selama tiga puluh hari dua puluh sembilan malam aku membersihkannya" hahaha ia mengernyit jijik membayangkan khayalannya. Sudahlah tidak seharusnya dia mengkhayal terus. Sepertinya juga, meja yang ia lap dari tadi sudah lebih dari bersih, bahkan mengkilap. Semoga saja keberuntungan menghampiri Karin esok hari.

Namun keberuntungan tidak datang begitu saja. Karin terengah engah berlari, mengapa ia bisa bangun kesiangan padahal jelas hari ini hari pertama masuk sekolah.

Apa gara gara khayalan ia kemarin, hormon dan saraf dia jadi malas untuk bangun pagi dan datang ke sekolah pagi pagi.

Tampak dia terlihat akan mati, karena ia sudah berlari sekencang kencangnya sejak tadi. Koridor sekolah seolah panjang sekali seperti rel kereta api. Dia harus ke mading,pikirnya. Melihat tahun ini ia berada di kelas apa, dan menuju kelas tersebut. Tapi kenapa sampai sekarang ia belum menemukan madingnya.

Koridor mulai sepi ya tentu dikarenakan beberapa menit yang lalu bel sudah berdering.

Dia berteriak frustasi saat mengetahui tali sepatu nya lepas 'ah sial' sepatu nya bisa memperlambat kecepatannya jika tali sepatu nya masih seperti itu, atau yang terburuk dia bisa jatuh terjungkil balik karena tali sepatunya.

"Sepatu sialan" gumamnya rendah, ia pun menunduk lekas untuk menali sepatunya. Ia rasa ia butuh waktu satu jam untuk menali sepatunya dengan rasa kepanikan yang besar seperti itu. Tetapi, ada yang aneh, ia mendengar orang berlari dari belakang, suaranya makin keras, seperti suara itu akan menuju kesini, karena curiga ia menoleh dan sesuatu terjadi.

'GUBRAAAKKK'

"BODOH, arghh" Karin ditabrak oleh orang yang tidak dikenal, kejadiannya sungguh lucu. Karin yang sedari jongkok, lalu orang yang tidak dikenal tersebut tidak menyadari bahwa ada orang yang sedang jongkok, dan mengira bahwa Karin yang jongkok adalah batu yang habis disandungnya. Karin terbungkuk, dan pinggangnya seperti mau patah, dan orang yang tidak dikenal tersebut duduk di arah depan Karin sembari mengelus bongkongnya.

"Argh dasar, kalo kau mau duduk, jangan ditengah jalan. Bikin orang celaka saja"

"Haha bikin celaka, kau pikir aku tidak celaka. Pinggangku sakit tau"

"Lalu urusan ku apa kalau pinggangmu sakit"

"Urusanmu apa? Eh Jangan berdiri dulu" Karin hanya mengharapkan kata minta maaf saja dari pria songong itu, selain itu ia tidak minta apa apa.

"Bodoh. Kau mau meninggalkan aku eh rambut Jabrik" pria tidak tau diri tersebut pergi meninggalkan Karin yang masih duduk menahan rasa sakit di pinggangnya.

"Ehhh" Karin pun memutuskan untuk berdiri dan berencana menarik kemeja lelaki tersebut, dan mengajaknya adu boxing. Namun khayalannya harus ditepis dahulu. "Arghhhh" sudah jatuh tertimpa tangga pula, peribahasa yang pas untuk Karin. Ketika ia mau menghampiri lelaki tersebut, malang Karin harus terjatuh karena tali sepatu nya yang dari tadi belum diikat.

"Arghhh ... sialan" pria itu menoleh ke arah Karin. Ia berharap pria itu datang, membantu Karin berdiri dan minta maaf kepadanya. Namun apa yang terjadi.

"Itulah akibat orang pengganggu"

'APA' pria itu malah mengatakan hal seperti itu, apa dia tidak merasa berbuat kesalahan sedikit pun.

Dia meninggalkan Karin tanpa dosa, dia lanjut berlari kecil.

Sementara Karin.

"Dasar bodoh. Tidak tahu diri. Ahhhh aku benci" terdengar umpatan yang masih bisa ia keluarkan untuk pria rambut Jabrik tadi sembari menahan rasa sakitnya yang menimpa seluruh badannya. Rasanya hati dan pikirannya juga sakit, karena pria tadi.

'awas saja rambut jabrik' kutukannya mulai menggaung dihati dan pikiran Karin, auranya tiba tiba berubah menjadi ungu kehitam hitaman. Dan kita hanya berdoa untuk apa yang akan terjadi selanjutnya.

Karin masih terengah engah akibat lari maraton nya tadi. Betapa malang nasib dia, jika di kelas barunya yaitu kelas 3.3 sudah terdapat guru nya. Betapa bengisnya hari pertama masuk sekolahnya.

Dan bingo, tidak ada gurunya. Karin tersenyum kemenangan. Dia menyimpulkan bahwa dia adalah gadis terberuntung di Tokyo. Dia berjalan menuju bangku nya yang terdapat di paling belakang, pojok kiri, dekat jendela. Bagus, tidak usah datang pagi pagi untuk mendapatkan tempat duduk impian. Betapa senangnya ia bisa duduk disana, terbayang sudah hal hal curang pada ujian yang ia bisa lakukan jika duduk disana. Ia tersenyum layak penyihir.

Aneh memang, ia sudah mengelilingi koridor selama 15 menit, dan duduk disini selama 5 menit, tapi guru tak kunjung datang. Ia mulai merengut kesal.

'kalau gini aku tidak usah lari lari tadi' Karin membenamkan kepalanya di mejanya, menghadap jendela yang memperlihatkan gedung seberang, dan lapangan.

'Indah sekali jika aku bisa lihat seorang pangeran di gedung olahraga' Karin tersenyum, lalu memejamkan matanya. Rasanya ia ingin tidur dan bermimpi indah.

"Selamat pagi murid murid kelas 3,3. Selamat datang di kelas baru kalian tahun ini"

'pengenalan dulu rupanya, kuharap guru telat itu tidak menyadariku yang lagi tidur' pikir Karin yang masih melanjutkan tidur yang tidak nyenyak tersebut.

"Maafkan ibu karena sudah sangat telat. Selanjutnya ibu tidak akan telat lagi. Perkenalkan nama ibu. Hikari"

'ah aku sudah salah mengatakan dia guru telat. Ah coba kalau dia tidak telat hari ini, bisa habis kan aku. Aku mencabut ucapanku tadi. Semoga guru itu selalu telat' pikir Karin yang tidak habis pikir mengkhayalnya.

"Ibu telat karena ada murid pindahan jadi ibu mengurusnya sebentar dan anak pindahan tersebut memutuskan untuk berada di kelas ini sampai tahun depan. Kujyo~san masuklah"

'memang bisa anak pindahan masuk ke kelas berapa, semaunya' gumam Karin. Dia memutuskan untuk bangun sebentar dan melihat anak pindahan yang semaunya itu.

Sebentar, sebentar, sebentar.

"Hai teman teman. Nama Saya adalah Kujyo Kazune. Panggil saja Kazune. Saya pindahan dari London. Kuharap kalian semua dapat menerima saya. Terimakasih" anak pindahan semaunya itu menatap Karin yang balas menatap tidak percaya.

'APA! rambut runcing datang ke kelas saya. '

To be continued~