Bleach © Tite Kubo

Warning : AU, OOC, Gaje, Super pendek, Typo, Don't Like Don't Read

FAREWELL

.

.

.

Sebenarnya ada banyak hal yang ingin mereka bicarakan sekarang. Hal yang lebih penting daripada sekedar duduk diam dengan pandangan menerawang entah kemana. Tapi kebersamaan ini juga penting 'kan?

Ada satu sanggahan yang ingin mendapatkan kebenaran.

Saat ini pun, mereka berdua lebih memilih bersuara dalam diam, sejenak meredakan perasaan yang membuat dada semakin sesak.

Perpisahan.

Sebuah kata yang harus diucapkan. Harus. Karena mereka tidak punya pilihan.

Perpisahan ini milik mereka, Kurosaki Ichigo dan Kuchiki Rukia.

Ini mutlak.

.

.

.

Rukia ingin bertanya, apa Ichigo masih ingat pertemuan pertama mereka? Atau ketika gadis itu memaksanya makan masakan Inoue? Semuanya seperti baru terjadi kemarin.

Dan mungkin akan terlalu menyakitkan jika dipaksakan.

Begitu pula dengan Ichigo, ia ingin memastikan bagaimana perasaan Rukia ketika ia mengatakan 'sayang' pada gadis itu? Bagi Ichigo, perasaan 'sayang' ini lebih kepada keinginan untuk melindungi. Meskipun ia tahu kalau Rukia bukan gadis lemah. Mata dengan iris violet itu lebih banyak memancarkan ketegaran, walau satu waktu bisa meredup.

.

.

Angin sore berhembus bersamaan dengan kelopak Sakura yang jatuh menimpa badan mereka. Ringan…. Tapi terasa 'sakit. Entah apa yang ada yang di pikiran mereka saat ini.

Sekali lagi angin mempermainkan perasaan. Membawa kenangan yang berputar cepat. Memaksa untuk diingat.

Kali ini Rukia memejamkan matanya. Sungguh, ia ingin berteriak di depan muka seluruh keluarga Kuchiki, terutama ayahnya.

Ini bukan jaman kerajaan yang masih terikat dengan tradisi perjodohan! Konyol!

Ini salah satu sisi lemahnya, ia tidak bisa membantah. Bagaimana bisa waktu itu ia dengan mudahnya mengatakan 'ya.'

Apa karena 'orang itu' sedikit banyak mirip dengan Ichigo? Entahlah. Tapi pribadi seorang Shiba Kaien tidak buruk juga dimatanya.

Tanpa sadar Rukia menangis. Sekali ini saja, biarkan ia melepaskan air matanya.

Mungkin hati kecilnya belum mengenal kata ikhlas untuk melepaskan Ichigo. Posisi itu sudah terlanjur ada yang menempati.

Ichigo rupanya menyadari tangisan Rukia. perlahan tangannya ia letakkan di atas jemari gadis itu. Hanya sentuhan ringan , tidak ada lagi genggaman kuat seperti dulu.

Ia harus mulai belajar untuk merelakan.

Rukia mengerti, pemuda berisik itu sedang berusaha menenangkan dirinya. Ia tahu pasti kalau mereka berdua sama-sama sedang kalut. Ingin terus bersama seperti ini, tapi tidak bisa. Ingin bersikap egois, namun tidak mampu.

Kapan orang-orang itu mengerti mereka kalau mereka yang harus terus berusaha untuk memahami?

Ah, kadang hidup ini begitu menyebalkan. Kalau sudah begini, siapa yang harus disalahkan?

Ichigo tidak sedikitpun melepaskan sentuhan tangannya. Ia beringsut sedikit untuk menatap mata Rukia dalam-dalam. Mencoba membaca apa yang ada di sana. Apakah sama dengannya? Keputusasaan…..

Rukia juga menatap iris kecoklatan milik Ichigo. Satu kesimpulan terbentuk, mereka sama-sama takut. Takut akan perpisahan.

Namun senyum mulai terbentuk di bibir Ichigo ketika entah darimana ia mendapat pikiran untuk membuat Rukia mengerti.

Satu senyuman cukup untuk menegaskan semua. Kita berpisah.

OWARI

AN : Minna-san, kali ini Fic IchiRuki tanpa dialog ^^ Maaf, kalau readers tidak paham dengan isinya. Yah… soalnya fic ini dibuat ditengah kondisi fisik dan mental yang ngedrop (lebay mode on!) jadi hasilnya juga 'ngedrop' =.=!

Masih berminat RnR, minna-san? ^^