Pairing: SoonHoon ( Soonyoung x Jihoon )
Rating: T
Disclaimer: I don't own Seventeen, but I own the story.
"Selamat pagi, Jihoon." Sapa Soonyoung pada pemuda pendek berambut oranye yang baru saja lewat. Namun si pemuda yang disapa itu hanya menoleh sekilas, pokerface.
"Barusan, aku tidak salah dengar, 'kan?" Seokmin nimbrung, sedikit membenarkan kacamatanya. "Kau menyapa Jihoon, Si Aneh itu?"
"Hahaha, kau benar. Aku menyapanya," Soonyoung merangkul bahu Seokmin, tertawa kecil. "dan tolong buang embel-embel 'Si Aneh', namanya Jihoon. Lee Jihoon."
"Sepertinya ada yang aneh," Gumam Seokmin sambil bertopang dagu—layaknya orang yang sedang berpikir. "Ada apa denganmu dan Jihoon?"
Soonyoung nyengir. "Sebenarnya…" Memberi sedikit jeda pada tuturnya, membuat si pemuda Lee bertambah penasaran.
"Aku menembaknya kemarin."
Kwon Soonyoung. Pemuda itu tengah merapikan tasnya—bersiap untuk pulang.
"Langsung pulang?" Jun, si anak basket menghampirinya. "Anak-anak basket akan mengadakan pesta merayakan kemenangan kami, mau ikut?"
"Tidak. Aku ingin segera pulang, lagipula aku bukan anak basket." Soonyoung mengangkat tasnya, kemudian beranjak meninggalkan Jun, setelah sempat menepuk bahu pemuda yang sedikit lebih tinggi darinya. "Sampai jumpa besok, Jun."
Soonyoung sudah tak mampu menahan kantuknya, dia terus-menerus menguap sepanjang jalan menuju parkiran sekolah. Dia—dan sebagian murid lain—menggunakan sepeda motor untuk pergi ke sekolah.
"Ya, kau lihat pemuda berambut oranye itu?"
"Aah, maksudmu Si Aneh? Dia tetap tak mau berbicara, ya?"
"Benar. Dan kau tahu, aku penasaran."
Soonyoung melirik malas pada dua orang perempuan yang berjalan di sebelahnya. 'Bergosip saja.' Rutuknya dalam hati. Kemudian tanpa sengaja matanya menelisik ke seluruh penjuru. 'Rambut oranye? Siapa, sih?'
Tiba-tiba..
Bruk.
Soonyoung merasakan pantatnya menyentuh tanah dan entah kenapa rasanya ia sedang menduduki sesuatu…
…dan itu adalah kaki seseorang.
"E-eh, maaf!" Dengan cepat pemuda berambut blonde itu berdiri dan membungkukkan badannya—meminta maaf. "Aku tak sengaja menabrakmu."
"…"
Tak ada jawaban.
Penasaran, Soonyoung berdiri tegak dan melihat orang yang baru saja ditabraknya.
Seorang pemuda yang sedikit lebih pendek darinya, berwajah stoic, berambut oranye dan sebuah headphone berwarna merah yang ia kalungkan di leher.
Eh, tunggu.. rambut oranye?
"Maaf, aku tak sengaja." Lagi-lagi Soonyoung mengucap maaf. Namun pemuda itu hanya bergeming. 'Jadi dia yang namanya Jihoon?'
"…." Tanpa menuturkan sepatah kata. Lantas pemuda bernama Jihoon itu pergi meninggalkannya.
"Ada apa sih dengan anak itu?" Ucap si blonde, memandang siluet punggung pemuda yang makin mengecil dari visualnya.
Tanpa sengaja ia melihat sebuah buku kecil tergeletak di tanah. "Miliknya, ya?" Tanpa pikir panjang, Soonyoung segera mengambilnya.
The low-hanging sky,
I'm still looking at over and over again
When I feel like nothing
That's when I think of you
Just things like that inside
Drifting across your heart
I can never let go of
I know I'm still a child now,
I can't catch up to you yet
"Aku baru tahu dia ini puitis," Guman Soonyoung sembari membolak-balik halaman buku kecil milik Jihoon, yang tadi ia temukan. Tak sopan memang, membuka buku milik orang lain tanpa permisi. Namun begitulah Soonyoung yang rasa ingin tahunya tinggi.
Drrrt.
Suara bergetar dari handphone yang tergeletak di meja membuat lamunannya buyar. Pemuda itu segera mengambil benda tersebut.
"Yoboseyo, Ibu?"
"…."
"Eh? Kafe?"
"…."
"Yah, Ibu, aku malas keluar,"
"…."
"Ya, ya. Baiklah, aku akan kesana."
Pip.
Pembicaraan terhenti. Soonyoung menghembuskan nafas, kesal. Ibunya baru saja menyuruhnya untuk mengantarkan dompet milik sang ibu yang tertinggal di kamar ke kafe miliknya. Tak ingin membuat orang yang sudah mengandung dan melahirkannya itu menunggu, Soonyoung segera mengambil jaket dan pergi setelah mengambil dompet ibunya.
"Menyebalkan sekali," Soonyoung berulang kali mengeluh dalam batinnya. Saat ini ia sedang berdesakan mencari tempat duduk di dalam bus. Bus? Ya, bus. Ban motor kesayangannya tiba-tiba bocor dan ia akhirnya menggunakan bus. Dan sekarang pilihannya hanya dua; berdiri terus atau menyerobot mencari tempat. Dia memilih opsi kedua.
Wajah kesalnya berubah sumringah saat menemukan tempat kosong di belakang. Tanpa pikir panjang, segera ia menuju tempat kosong itu.
"Akhirnya~" ucap pemuda berambut blonde itu saat pantatnya menyentuh tempat duduk.
Matanya menelisik sekeliling, sudah tak ada lagi orang yang berdesakan, hanya beberapa orang yang tidak kebagian tempat duduk dan terpaksa berdiri. Tanpa sengaja ia melihat orang yang duduk disebelahnya.
"E-eh?!" Kalau saja ia benar-benar berteriak, orang-orang akan menganggapnya aneh, syukurlah ia hanya berteriak dalam hati.
"Jihoon?" Soonyoung mengamati pemuda berambut oranye yang duduk disebelahnya. Atau lebih tepatnya, pemuda yang tidur disebelahnya.
"Ngg.." Pemuda yang belakangan diketahui bernama Jihoon itu menggeliat, nampak membenarkan posisi tidurnya mendekat pada Soonyoung. Dan…
Pluk
"Eeeh?" Lagi-lagi pemuda pemilik alis berbentuk jam 10:10 itu berteriak dalam hati. Ya, bagaimana tidak? Tiba-tiba saja Jihoon mendekat, dan…
…menyenderkan kepala di pundak Soonyoung.
Entah mengapa rasanya jantung Soonyoung berdetak lebih cepat.
10 menit terasa seperti 1 jam, begitu pikir Soonyoung. Jihoon masih berada di pundaknya. Bahkan Soonyoung dapat mencium aroma shampoo dari pucuk kepala pemuda berambut oranye itu. Dan itu membuat detak jantungnya semakin tak terkendali.
Matanya memperhatikan pemuda yang sedikit lebih pendek darinya itu dengan seksama. "Manis." Tanpa sadar sebuah senyuman terkembang di wajahnya.
"Nggh.." Lagi, pemuda mungil itu menggeliat agak menjauh dari Soonyoung. Dan kini ia mengucek matanya. Mengerjapkan mata beberapa kali agar penglihatannya membaik. Tanpa sengaja matanya tertumbuk pada Soonyoung.
"Sudah bangun?" tanya Soonyoung tenang. Sebenarnya ia agak canggung, mengingat mereka tidak saling kenal. Pemuda bersurai oranye itu hanya diam tanpa ekspresi.
"Kau tidur nyenyak sekali tadi, aku tak tega membangunkanmu," Soonyoung berusaha mencari topik pembicaraan. "Kau mau pergi kemana? Apa mungkin sudah terlewat?"
"Oh ya, mungkin kau lupa, tapi tadi kita bertabrakan di sekolah." Pemuda blonde itu terus saja berbicara. "Maaf, ya, aku tak sengaja."
Nampaknya Soonyoung mulai mengetahui satu hal; tak peduli seberapa cerewetnya ia, pemuda bernama Jihoon itu tak akan membuka mulutnya.
"Ya."
Dan setidaknya itu kata pertama dan terakhir dari Jihoon, sebelum ia turun dari bus.
Namun dalam hati, Soonyoung tertawa riang. Ini kesempatan langka, bung. Mendengar suara Jihoon yang misterius itu? Terasa seperti menang lotere.
Meskipun hanya sebuah cicitan kecil dari si pemuda mungil.
"Iya, iya, Bu. Soon-ie minta maaf." Soonyoung menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sang ibu kesal karena pemuda itu membuatnya menunggu lama.
"Terserah kau saja, Kwon Soonyoung. Sekarang bersihkan meja-meja disini lalu bersihkan lantai juga, pengunjung akan datang sebentar lagi."
"Apa ibu sedang bercanda?"
"Apa muka ibu terlihat seperti sedang bercanda?"
Pemuda itu terdiam. Beliau memang tak terlihat seperti sedang bercanda. "Baiklah, Nyonya Kwon." Menundukkan kepalanya hormat seperti seorang pegawai pada majikannya.
"Oh ya, ada penyanyi baru di kafe mulai hari ini, dia sepertinya seusiamu," ucap Nyonya Kwon saat Soonyoung melewatinya.
"Aku akan menontonnya setelah bekerja, Madam!" Nyonya Kwon hanya terkikik.
"Selesai!" pekik Soonyoung riang sesaat setelah tugasnya selesai. "Jam berapa ini?" Mata sipitnya tertuju pada jam dinding. "Ah, sebentar lagi akan ada live music di kafe. Aku penasaran dengan penyanyi baru yang dimaksud Ibu." Ia bergumam pelan.
"Sudah selesai? Ganti bajumu, sebentar lagi penyanyi itu akan memperlihatkan talentanya," Ucap Nyonya Kwon yang tiba-tiba muncul dari balik punggung anaknya. Soonyoung berbalik menatap sang ibu.
"Iya, Ibu. Soon-ie ganti baju dulu." Dan pemuda itu pun menghilang dari visual Nyonya Kwon.
.
.
.
.
"Ya, baiklah, sekarang kita sambut penampilan penyanyi baru kita, Woozi!" Nyonya Kwon bermonolog didepan pengunjung restorannya. Tak lama, muncullah seorang pemuda mungil dengan gitarnya dari pinggir panggung.
Soonyoung membulatkan matanya segera setelah ia mengetahui siapa pemuda itu.
"Ji..hoon?" Gumamnya pelan. Dan setelah itu ia mengambil handphone dari sakunya.
"The low-hanging sky,
I'm still looking at over and over again
When I feel like nothing
That's when I think of you
Just things like that inside
Drifting across your heart
I can never let go of
I know I'm still a child now,
I can't catch up to you yet"
Suara Jihoon menggema di seluruh penjuru restoran. Beberapa pengunjung nampak menikmati penampilan pemuda itu. Tak terkecuali Soonyoung yang terus menerus tersenyum—dan jangan lupakan debaran jantungnya yang mulai tak terkendali.
"Suara anak ini bagus juga, ya. Kenapa dia tak pernah berbicara di sekolah?" batin Soonyoung.
.
.
.
.
.
"Terimakasih untuk penampilannya yang menakjubkan, Woozi-ssi." Puji Nyonya Kwon saat Jihoon selesai menyanyikan lagunya. Jihoon hanya tersenyum kecil dan membungkukkan badannya hormat.
Dan Soonyoung melihatnya. Senyuman Jihoon.
"Lihat dia tersenyum, manis sekali." Gumam Soonyoung dalam hati. Tak lama setelah itu, Jihoon beranjak dari panggung dan menuju pintu belakang.
Sebuah seringai muncul di wajah Soonyoung.
"Hai, Woozi. Oh, maksudku Jihoon."
Jihoon terkesiap. Wajahnya mendongak dan mendapati pemuda yang ia tabrak di sekolah tadi—dan juga ia temui di bus tadi—berdiri di hadapannya.
"Kau mengingatku, bukan?"
Pemuda mungil itu hanya berdehem kecil dan mengalihkan pandangannya. Ia ingin beranjak namun badan Soonyoung yang lebih besar darinya itu menghalangi—seakan tak membiarkannya pergi.
"Biarkan aku pergi." Jihoon mencicit pelan.
"Tidak semudah itu," Soonyoung tersenyum. "Kau berhutang padaku, tahu?"
"Maksudmu?"
"Ya, karena kau tidur di pundakku saat di bus. Dan kau tahu, aku mungkin akan menceritakan pada orang-orang kalau Jihoon yang aneh dan misterius itu ternyata pandai menyanyi dan suaranya merdu. Merduuu sekaliii." Pemuda itu mengambil handphonenya dan menunjukkan video yang baru saja ia rekam. Video pertunjukkan Jihoon.
Jihoon membulatkan matanya.
"Bagaimana? Masih mau mengelak kalau kau berhutang padaku?"
"Tsk. Baiklah, apa maumu?"
Soonyoung nampak berpikir sejenak. "Simple, tiga permintaan."
"Haah, baiklah, aku akan menurutimu. Apa saja tiga permintaan itu?"
"Satu, kau harus menemaniku saat aku ingin. Dua, kau harus mentraktirku saat aku memintamu."
"Lalu, yang ketiga?"
"Itu akan aku pikirkan nanti," Pemuda blonde itu tersenyum, lalu merangkul pundak pemuda yang lebih pendek darinya itu. "Bagaimana? Deal?"
"Baiklah, baiklah!"
"Bagus!" Pekik Soonyoung riang. "Sekarang, traktir aku kimbap."
"Haah. Ayo."
Dan mereka berjalan beriringan dengan Soonyoung yang masih saja merangkul pundak Jihoon. Sepanjang jalan Jihoon terus-menerus melipat dada sedangkan Soonyoung hanya tertawa.
.
.
.
.
.
Dan begitulah, Soonyoung semakin dekat dengan Jihoon. Mereka sering pergi berdua—itu karena Soonyoung menelpon dan meminta Jihoon menemaninya. Jihoon lebih sering berbicara sekarang, meskipun itu hanya saat di depan Soonyoung. Di sekolah, terkadang Soonyoung menggoda Jihoon dan Jihoon akan menunjukkan wajah datarnya seperti biasa—namun itu hanya terjadi saat situasi sedang tak ramai dan Soonyoung sendirian tanpa ditemani Seokmin.
"Apa maumu kali ini, heh?" Jihoon menginterupsi. Soonyoung menyuruhnya pergi ke taman malam-malam untuk menemaninya dan sesampainya ia disana, mereka berdua hanya larut dalam keheningan. Pemuda blonde itu tak cerewet seperti biasa, hanya duduk diam di ayunan.
"Kau menyuruhku kesini malam-malam begini hanya untuk melihatmu yang mematung?" Protes si pemuda bersurai oranye.
"Ini milikmu, bukan?" Soonyoung mengeluarkan buku kecil dari balik punggungnya. Itu adalah buku milik Jihoon yang waktu itu ia ambil.
"Bagaimana bisa buku ini ada padamu? Aku mencarinya kemana-mana selama tiga minggu!" Cibir Jihoon setelah ia merampas buku itu dari tangan Soonyoung.
"Maaf, aku lupa. Sebenarnya aku menemukannya saat kita bertabrakan dahulu." Soonyoung nyengir. "Dan maaf, aku sudah membacanya sedikit. Kau ini berbakat sekali dalam hal menulis lirik dan membuat lagu, ya."
"Baiklah, aku memaafkanmu karena kalimat terakhirmu barusan. Jadi hanya ini alasanmu menyuruhku kemari malam-malam? Kau 'kan bisa memberikannya besok."
"Bukan hanya ini alasanku." Raut mukanya berubah serius dan ia menatap dalam si lawan bicara.
"Hm? Lalu apa?"
"Permintaan ketigaku."
"Apa itu? Cepat katakan, aku mengantuk." Jihoon menguap sejenak.
"Jadilah kekasihku,"
"Apa—"
"Jadilah kekasihku, Lee Jihoon."
"…" Pemuda itu hanya terdiam dan mencerna kata-kata Soonyoung. Ini tidak mungkin, 'kan..? Kwon Soonyoung menembaknya?
"Aku menyukaimu."
"…"
"Sangat menyukaimu."
"…"
"Haah," Soonyoung berdiri. "Kau tak perlu menjawabnya sekarang. Aku akan mengantarmu pulang." Pemuda itu beranjak, meninggalkan Jihoon.
"Um." Cicit Jihoon pelan. Ia berdiri, hendak mengejar Soonyoung.
Namun..
Duk.
"Auch," Jihoon meringis. Kakinya terantuk batu dan sekarang terasa sakit.
"Dasar anak kecil." Si pemuda blonde berbalik dan menghampirinya. "Naik, cepat." Ia jongkok, bersiap menggendong Jihoon di punggungnya. Piggyback.
Pemuda mungil itu terkesiap. "Kau yakin?"
"Ya. Tak apa, daripada kakimu kau paksa untuk berjalan." Tak lama, Jihoon sudah berada di punggungnya. Ia segera berdiri dan berjalan menuju rumah Jihoon. Rumah Jihoon memang tak terlalu jauh dari taman itu.
.
.
.
.
"Kita sampai. Jangan lupa bersihkan lukamu, ya," ucap Soonyoung saat mereka sampai di depan rumah Jihoon.
"Baiklah, terimakasih—"
Chup.
Jihoon membulatkan matanya. Bibir Soonyoung… bibir Soonyoung baru saja menyentuh dahinya!
"Dream of me, Jihoon-ie." Soonyoung berbalik dan beranjak dari hadapan Jihoon. Meninggalkan Jihoon dengan semburat merah di pipinya.
"Kau tampak senang, Jihoon." Seorang perempuan muda menghampiri Jihoon, sesaat setelah ia memasuki rumah. Ia adalah Ailee, kakak perempuannya. Satu-satunya keluarga yang ia punya setelah kedua orang tuanya meninggal dunia.
"Apakah terlihat seperti itu?" tanya Jihoon yang kemudian duduk di sofa. "Noona, ambilkan kotak P3K. Aku terjatuh barusan."
"Mukamu memerah, tahu." Canda Ailee yang segera mengambil kotak P3K di dekatnya. "Sini, biar noona bersihkan lukamu."
"Terimakasih, noona." Wanita berambut panjang itu dengan telaten membersihkan luka adiknya, lalu membalutnya dengan perban.
"Jadi, siapa pemuda barusan?"
"Noona melihatnya?"
"Ya, bahkan saat kau digendong olehnya." Tawa terdengar. Jihoon blushing seketika. "Kalian seperti sepasang kekasih. Oh, atau memang kalian adalah sepasang kekasih?"
"Ya, n-noona! Tentu saja tidak!"
"Benarkah?" Ailee yang sudah selesai membalut luka Jihoon, kemudian membereskan kotak P3K sambil menahan tawanya melihat tingkah Jihoon. "Kau menyukainya?" Goda sang kakak. Muka si adik makin memerah.
"Itu…itu.." Pemuda bersurai oranye itu terbata-bata menjawab pertanyaan kakaknya.
"Berarti kau menyukainya." Jihoon menyandarkan kepalanya ke leher sofa.
"Entahlah." Memejamkan matanya sejenak lalu beranjak menuju kamarnya, meninggalkan sang kakak yang tertawa kecil.
"Kau pasti menyukainya, pasti!"
Soonyoung tak hentinya tersenyum. Mengingat kejadian tadi, rasanya lega. Dia sudah menyatakan perasaannya pada Lee Jihoon. Sekarang beban di hatinya sudah tidak ada—tinggal menunggu balasan dari Jihoon.
Iseng, ia mengambil handphone yang ia letakkan di meja nakas sebelah tempat tidurnya. Mengetik pesan untuk pemuda yang ia sukai.
To: Jihoon-ie
Kau sudah tidur?
Mimpikan aku.
Selamat tidur, Jihoon.
Setelah menekan tombol send, pemuda blonde itu memejamkan mata. Lalu terlelap, terlelap dalam mimpinya.
"Jihoon sayang.." Lihat, bahkan dalam mimpi pun, ia menyebut nama pemuda yang mencuri hatinya.
From: Kwon Soonyoung
Kau sudah tidur?
Mimpikan aku.
Selamat tidur, Jihoon.
Pemuda mungil itu tersenyum membaca pesan yang baru saja ia terima. Refleks, ia mengetik pesan balasan untuk si pengirim.
To: Kwon Soonyoung
Akan tidur.
Memimpikanmu? Tidak akan.
Ya, selamat malam :)
"Ya, apa yang kau lakukan, Lee Jihoon?" Rutuknya pada diri sendiri. Hampir saja ia mengirim pesan itu. Akan memalukan jika Soonyoung membacanya. "Bodoh…bodoh.." Jihoon mengacak rambutnya, lalu memukul-mukul bantal—layaknya seorang gadis yang kesal.
Tanpa ia sadari, pintu yang sedikit terbuka itu menampakkan wajah seorang wanita yang menahan tawanya.
"Noona benar, 'kan?" batin Ailee. Ia jadi gemas melihat tingkah Jihoon barusan.
Jihoon berangkat sekolah dengan menahan senyumnya. Ia berulang kali harus menggigit bibir karena setiap ia teringat kejadian semalam, ia tersenyum.
"Benar-benar bodoh." Entah sudah berapa kali pemuda itu mengatai dirinya bodoh pagi ini. Akan lebih baik jika hari ini dia tidak bertemu dengan Soon—
"Selamat pagi, Jihoon."
─young.
Namun Jihoon hanya menoleh sekilas pada Soonyoung yang baru saja ia lewati, tetap dengan wajah datarnya.
Meskipun setelahnya, ia harus menahan senyum.
Dasar tsundere.
"K-kau tak bercanda? Menembaknya? Jihoon? Kau menembaknya?" Seokmin membulatkan matanya.
"Untuk apa aku berbohong?" Pemuda blonde itu hanya tertawa kecil, lalu beranjak dan berlari meninggalkan Seokmin yang masih diliputi banyak pertanyaan tentang perkataannya barusan, untuk mengejar Jihoon. "Jihoon, tunggu!"
"Jalanmu cepat juga." Ucap Soonyoung saat ia sudah disebelah Jihoon.
"Kau bodoh? Jangan dekat-dekat, banyak orang!" Pemuda mungil itu melotot. "Aku tak mau disangka berbuat yang tidak-tidak padamu."
"Tapi kan kau sudah berbuat yang tidak-tidak padaku.." Soonyoung berucap dengan nada yang dibuat-buat. Jihoon menaikkan sebelah alisnya. "..kau 'kan sudah mencuri hatiku."
"Bodoh." Si surai oranye memutar bola matanya malas, lalu melengos dan meninggalkan Soonyoung. Meskipun begitu, sebenarnya ia senang.
Soonyoung hanya tersenyum kecil melihat kepergian Jihoon.
Jam istirahat. Kebanyakan murid memilih untuk tak berada di kelas saat ini. Namun itu pengecualian untuk Jihoon. Pemuda itu setia dengan headphone merah kesayangannya, serta tak lupa buku kecil yang berisi lagu buatannya. Benar, ia suka menulis lagu disaat seperti ini. Beruntunglah kelasnya berada di lantai atas, dan tempat duduknya berada dekat jendela, jadi ia bisa mendapat ketenangan dengan melihat keluar jendela. Dan langit biru itulah yang terkadang memberinya inspirasi.
Satu lagi keberuntungan yang ia punya. Kelasnya berbeda dengan Soonyoung.
"Disini kau rupanya." Jihoon tersentak. Dari suaranya, ia bisa menebak siapa sang pemilik.
"Kau menggangguku, Tuan Kwon." Tentu saja, itu Soonyoung. Pemuda mungil itu masih fokus dengan buku kecilnya.
"Habisnya, aku merindukanmu." Soonyoung menduduki kursi di depan Jihoon dengan arah berlawanan, sehingga ia bisa melihat si pujaan hati.
"Hm."
Soonyoung mengerucutkan bibirnya. "Segitunya. Kau tak lapar?"
"Aku sudah makan." Kebohongan yang manis. Sebenarnya dia bahkan tak sempat sarapan karena bangun kesiangan.
Kkrukk
Suara perut yang minta diisi itu sontak membuat tawa Soonyoung lepas. "Kau bohong, perutmu berkata begitu."
"Baik, aku memang berbohong. Tapi aku tidak mood makan."
"Jangan begitu. Kalau kau sakit, aku yang repot." Soonyoung menangkup pipi Jihoon dengan kedua tangannya. "Makan, atau akan kucuri ciumanmu seperti semalam."
"Hmph—" Pemuda mungil itu sulit bernapas saat tiba-tiba Soonyoung menarik hidungnya. "Apa-apaan kau!"
"Meskipun aku senang mencuri ciuman darimu, namun opsi pertama lebih penting." Raut wajah pemuda blonde itu berubah serius. "Ayo, makan!"
"Sudah kubilang, aku tidak berselera. Lagipula sebentar lagi bel berbunyi."
Tringg. Tringg. Tringg.
Bel tanda jam istirahat selesai, berbunyi nyaring. Soonyoung menghembuskan nafasnya lemas.
"Baiklah, aku kembali ke kelas. Kalau kau sakit, jangan salahkan aku." Ia beranjak, sesaat setelah mengacak rambut Jihoon gemas.
"Terserahmu saja." Ucap Jihoon acuh.
Jam Matematika terasa sangat membosankan bagi Jihoon. Badannya terasa lemas dan wajahnya memucat. Perutnya sakit minta diisi. Sebenarnya ia memiliki maag.
"Sial kau, Soonyoung." Rutuknya dalam hati. Entah mengapa rasanya ia ingin muntah.
"Aku harus ke kamar mandi." Jihoon membatin pelan, kemudian beranjak dari tempat duduknya, menghampiri sang guru untuk meminta ijin pergi ke kamar mandi sebentar. Setelah ijin ia dapatkan, ia segera pergi ke kamar mandi.
.
.
.
.
Entah berapa kali ia memuntahkan isi perutnya. Dan sekarang tubuhnya makin lemas. Beruntunglah kamar mandi saat itu sedang sepi, jadi ia bisa muntah sepuasnya.
"Baiklah, saatnya kembali ke kelas.."
Pandangannya tiba-tiba berkunang-kunang.
"JIHOON!"
Yo~
Hellooooo XD saya author baru disini ^^ *bow*
Ini bukan ff pertama saya, namun ini ff pertama saya di fandom Seventeen *nyengir* saya sudah beberapa kali menulis ff di fandom lain (tidak perlu saya sebutkan, hehe.) namun dipublish di aff.
Aslinya ini mau dijadiin oneshoot aja, eh kebablasan -_-" saking senengnya sama SoonHoon XD kemungkinan twoshoot, kalau nggak, ya threeshoot :" atau bisa juga lebih *evil laugh*
Chapter selanjutnya akan dipublish hari Jumat, kalau saya sempat XD sedang diketik, kena writer block tiba tiba huhu.
Anyway, any other SoonHoon shipper? OwO let's be friends! ^^)/
Lastly, RnR?
