Chapter 1. 'Kesadaran' Lain

Harry Potter © J.K. Rowling

Terinspirasi juga dari novel Eragon © Cristopher Paolini, tepatnya hubungan benak antara Eragon dan Saphira (naga miliknya).

Drarry

Cerita murni dari pemikiran Author..

Don't Like, Don't Read..

Teks miring = percakapan dalam pikiran

"Teks biasa" = percakapan biasa

Semua hal yang terjadi dalam diri anak itu membuatnya dicap aneh oleh orang-orang di sekitarnya, bahkan satu-satunya keluarga yang ia miliki selalu melakukan sesuatu yang membuat dirinya ingin segera pergi dari rumah yang telah ditinggalinya selama 10 tahun ini. Dan keinginannya terkabul, sehari lagi ia akan meninggalkan rumah yang bertempat di Privet Drive itu dan hanya kembali ketika liburan musim panas berlangsung. Hal itu lebih baik tentu saja, daripada harus menghabiskan seluruh waktunya menghadapi segala perlakuan kasar dan tak adil dari orang-orang di rumah kecil tersebut. Tersenyum senang, ia mulai merapikan barang-barang yang telah dibelinya di Diagon Alley ke dalam koper. Bekerja ditemani bunyi 'uhu' dari dalam sangkar dibelakangnya.

Kau sepertinya senang sekali. Tersentak, Harry sekejap melupakan benak lain yang selama setahun ini telah menemani dirinya. Ia tentu saja belum terbiasa, tak akan ada orang yang dapat dengan mudah terbiasa jika memiliki 'kesadaran' lain di dalam kepalanya.

Tentu saja senang, kau juga pasti akan merasa sangat senang jika akan meninggalkan orang-orang yang membencimu, kata Harry sedikit kesal. Ia benci jika harus berbagi pikiran dengan orang lain, walaupun ia lumayan menikmati hal tersebut. Membuat dirinya memiliki teman bicara, teman bicara yang menyebalkan.

Beruntung, mereka hanya berbagi jika salah satu dari mereka memang ingin berbicara satu sama lain, sehingga apapun yg dipikirkan Harry tak dapat diketahui oleh -orang yang sampai saat ini belum ia ketahui namanya- jika ia tak mengijinkannya. Semacam telepati, namun lebih dalam dari itu. Mereka dapat merasakan perasaan masing-masing, merasakan jika salah satu dari mereka merasa marah, senang, kesal, ataupun sedih.

Harry merenung. Kau tahu, kita akan bertemu besok, apa salahnya jika kau memberitahuku namamu? Kau bahkan sudah mengetahui namaku sejak pertama kali kita memiliki hubungan aneh ini. Tak ada balasan yang didengar Harry selama beberapa menit, hingga mebuatnya mengira orang itu kembali mengabaikannya, seperti yang selalu ia lakukan ketika Harry menyinggung hal tersebut.

Biarkan itu menjadi kejutan kecil, Potter. Lagipula kita sudah bertemu di Diagon Alley. Harry bisa merasakan rasa puas orang itu, membuatnya menggeram jengkel. Mengapa dia membuat Harry menjadi seperti orang bodoh, berbicara selama setahun dengan seseorang yang bahkan tidak dirinya kenali? Apa salahnya dengan hanya memberi tahu namanya pada Harry? Hal itu tentu tidak sulit, bukan? Harry juga sudah mengetahui bahwa mereka pernah bertemu saat membeli peralatan sekolahnya, tapi hanya sampai disitu. Ia tidak tahu yang mana diantara banyak orang yang ditemuinya di Diagon Alley yang merupakan perwujudan dari orang yang dapat menjangkau benaknya. Mengingat ia bertemu banyak sekali penyihir di tempat itu, bahkan dari berbagai usia.

Mengabaikan si orang misterius, Harry lanjut membereskan perlengkapannya sebelum malam terlalu larut. Setelah ini, ia akan langsung tidur agar hari esok akan cepat datang dan dengan begitu juga membuatnya lebih cepat bertemu oleh orang yang sudah membuatnya sangat penasaran.

Setelah menaruh koper hitam yang lumayan berat di samping pintu kamar yang sekarang menjadi miliknya, Harry berjalan menuju tempat tidur, membuka kacamata, dan membaringkan diri.

Dan bahkan walaupun keinginan untuk tidur yang ia miliki sangat besar, Harry belum dapat memejamkan mata. Pikirannya melayang-layang pada kejadian setahun lalu. Kejadian yang sangat membuatnya tercengang, dan bahkan sedikit takut. Mengedipkan mata pada langit-langit kamar yang berwarna coklat, Harry mulai memutar kembali ingatan yang dimilikinya.

Flashback On

Saat itu adalah hari ulang tahun Harry yang kesepuluh, tepat ketika jam 12 malam pada tanggal 31 Juli. Harry awalnya hanya merasakan perasaan yang sedikit membuatnya tidak nyaman, tanpa tahu apa yang tengah terjadi. Ia hanya menggerakkan tubuhnya yang gelisah pada tempat tidur kecil di lemari bawah tangga, mencoba menghilangkan perasaan tidak nyaman itu.

Pikirannya sedikit berdengung seakan ia mendengar suara dengung samar yang sebenarnya tidak pernah ada. Hal ini terus berlanjut selama beberapa waktu, hingga Harry tanpa sadar tertidur di tengah kegelisahannya.

Harry terbangun dengan keributan yang seperti biasa selalu ia dengar di rumah kecil Privet Drive no. 4. Meregangkan badan kecilnya, Harry melupakan sejenak perasaan gelisah yang ia alami semalam, dan bergegas ke dapur agar bibinya yang cerewet tidak mendobrak pintunya karena mengira Harry belum bangun dari tidur nyenyaknya.

Hari ini akan berjalan menyebalkan seperti biasa, tak peduli jika sekarang hari ulang tahunku. Kata Harry dalam hati, dan sedikit memberengut mengingat sikap keluarga Dursley yang tidak berubah meskipun itu hari ulang tahun keponakan mereka. Keluarga Dursley bahkan akan semakin menyebalkan.

Dengan langkah gontai Harry mulai membereskan dapur, dan membuat sarapan untuk para Dursley yang sekarang tengah duduk di meja makan, dengan Aunt Petunia dan Uncle Vernon memuji penampilan Dudley yang sekarang tengah memakai pakaian baru dan tentunya sangat mahal. Hadiah dari kedua orangtuanya, karena telah menjadi anak yang baik. Harry terkadang merasa iri pada sepupunya itu, tapi juga sekaligus bersyukur. Karena tentu saja ia tidak ingin menjadi anak bodoh dan gemuk seperti Dudley, hanya saja ia membutuhkan kasih sayang dari orang tua seperti yang didapatkan Dudley.

Siapa kau? Harry tersentak, membuatnya menumpahkan air yang ia bawakan untuk Aunt Petunia.

"Cepat bersihkan itu, anak bodoh," Vernon membentak, ketika air membasahi baju yang dipakai istrinya dan membuat Petunia memekik serta bergegas keluar dapur untuk membersihkan diri.

"Ma... Maafkan aku. Tapi tadi aku mendengar seseorang..."

"JANGAN LANJUTKAN!" Belum sempat Harry menyelesaikan perkataannya, Harry dikagetkan dengan teriakan pamannya yang menggelegar di ruangan kecil mereka. Harry melihat wajah pamannya yang mulai pucat, dan perlahan-lahan menjadi ungu. Hal itu selalu terjadi setiap Harry mengatakan sesuatu yang dianggap oleh keluarga Dursley aneh, sehingga Harry cepat-cepat menutup rapat mulutnya dan melotot pada Dudley yang terkikik melihat dirinya dimarahi.

"Sekarang kembali ke kamar... tidak, lemarimu dan jangan keluar dari sana!"

Dengan marah Harry mulai meninggalkan dapur, dan menutup pintu lemarinya dengan cukup keras. Kembali memikirkan suara aneh yang entah datang darimana tapi terasa begitu jelas.

Saat Harry mulai melupakan suara itu, Harry kembali mendengarnya bahkan terasa lebih jelas dari sebelumnya. Aku bertanya siapa ini? Harry membelalak, membolak-balikkan kepala, mencoba mencari asal suara yang didengarnya.

Apa kau tuli? Atau berpura-pura tuli? Suara yang didengar Harry mulai terasa frustasi, dan jengkel di waktu bersamaan.

"Apa... Kau yang siapa?" Harry bertanya, namun tidak mendapat jawaban. Suara aneh itu malah terus mengeluarkan kata-kata yang sama, mencoba mencari tahu siapa dirinya.

Aku sudah menjawabmu dari tadi bodoh. Harry mengumpat dalam hati, merasa frustasi karena siapapun itu seakan tidak mendengar perkataannya. Apa dirinya harus berteriak agar orang itu bisa mendengarnya? Harry merasa sangat jengkel.

Jangan memanggilku bodoh, kau memang tidak menjawab perkataanku. Harry kembali membelalak. Bagaimana mungkin orang itu dapat mendengar kata-kata yang hanya ia ucapkan dalam hati, sedangkan perkataan yang keluar dari mulutnya tak dapat didengarkan orang misterius itu?

Kau bisa mendengarku? Harry mencoba sekali lagi mengucapkan kata-kata dalam hatinya.

Tentu saja. Dan kau harus menjawab pertanyaanku, siapa kau? Dan kenapa kau bisa ada di dalam kepalaku?

Bukankah seharusnya aku yang bertanya? Kau yang pertama kali muncul dikepalaku, dan menggangguku. Harry mulai membenci apa yang terjadi pada kepalanya. Dan berfikir hidupnya selalu dipenuhi hal-hal aneh, dan ini semua dimulai ketika ia berumur delapan tahun.

Hah! Jangan bercanda. Kau yang pertama masuk dalam kepalaku dan mengangguku. 'Hari ini akan berjalan menyebalkan seperti biasa, tak peduli jika sekarang hari ulang tahunku.' Orang itu mengulangi kata-kata yang diucapkan Harry dalam hati, ketika ia pertama kali bangun pagi ini. Seakan aku perlu tahu bahwa hari ini hari ulang tahunmu.

Kau mendengarnya? Tapi kenapa bisa? Apa yang terjadi disini? Harry bertanya-tanya, sangat heran terhadap hal-hal aneh dan mencengangkan yang selalu terjadi disekitarnya.

Seharusnya aku yang menanyakan hal itu, idiot. Lagipula kau belum menjawab pertanyaanku.

Sedikit menenangkan diri, Harry mulai menjawab. Aku Harry, Harry Potter. Dan siapa kau?

Menit demi menit berlalu, dan Harry belum mendapat jawaban. Ia baru saja akan berteriak dalam pikirannya ketika suara itu mulai menjawab.

Halo, Potter. Kurasa kau tidak perlu tahu siapa aku, hal itu tidaklah penting. Kita akan bertemu suatu saat nanti, lagipula. Dan sekarang yang harus kita pikirkan adalah apa yang sebenarnya terjadi di sini.

Harry mulai akan membantah, tapi menyadari jika ia juga ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya, dan otaknya. Lagipula ia bisa menanyakan nama orang-entah-siapa-itu nantinya. Harry yakin mereka akan memiliki waktu yang banyak untuk membahas hal itu.

Dan hari itu dihabiskan oleh Harry dan si orang misterius mendiskusikan apa yang terjadi pada mereka berdua. Walaupun pada akhirnya mereka tak menemukan apapun, karena batasan pengetahuan yang mereka miliki. Harry juga tidak berhasil mengorek nama si-orang-misterius dan hanya mengetahui bahwa mereka memiliki umur yang sama.

Hari-hari berikutnya mulai mereka lewati dengan berdiskusi dan saling mengejek dalam pikiran, serta mulai membiasakan diri dengan kehadiran masing-masing, walaupun hal itu sangatlah sulit.

Flashback Off

Yeay... Chapter pertama akhirnya selesai. :D

Cerita ini juga telah author terbitkan di wattpad.

Author akan sangat menghargai review dari Anda sekalian, dan tentu saja menerima kritik yang menyangkut pembawaan cerita author.

Akhir kata, terima kasih sudah membaca...